• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH NASIONAL INDONESIA IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SEJARAH NASIONAL INDONESIA IV"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

SEJARAH NASIONAL INDONESIA

IV

”ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL DENGAN TUJUAN AWAL PENDIDIKAN” D I S U S U N

OLEH:

VISITTA OCTARIA (06091004007) ADHA YANDHA(06091004012)

VOVY PRIMAYA SANDI(06091004016) AMELIA TRIA MONICA (06091004022) LOVI ANINDA (06091004027)

DEFRAN FAHLEVI (060910040 Dosen Pengasuh:

Dra.Hj.YETTY RAHELY,M.Pd HUDAIDAH,S.Pd,M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

(2)

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2010/2011

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah semata, Rabb semesta alam. Kepadanya kita menyembah dan memohon pertolongan. Dan hanya karena Allah-lah, kami dapat menyusun makalah Sejarah Nasional Indonesia IV yang berjudul “ ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL DENGAN TUJUAN AWAL PENDIDIKAN” ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah, Muhammad SAW., keluarga dan para sahabat beliau yang telah berjuang sepenuhnya menegakkan agama ini.

Pertama, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra.Yetty Rahelly,M.Pd dan Ibu Hudaidah, S.Pd, M.Pd selaku dosen mata kuliah Sejarah Nasional

Indonesia IV, terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah

membantu proses penyusunan makalah ini. Dan yang tidak kalah penting, terima kasih atas kesolidan tim kelompok sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, ada beberapa kendala yang penulis hadapi diantaranya kesulitan mencari informasi dan sumber referensi yang berkenaan dengan ” ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL DENGAN TUJUAN AWAL PENDIDIKAN” . Selain itu, waktu yang diberikan terbatas sehingga penulis harus berusaha maksimal agar makalah ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu, penulis mohon maaf jika dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan baik dari segi isi maupun bahasa yang digunakan. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kesalahan dan kekurangan yang ada pada makalah ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi penulis sehingga kedepannya penulis dapat berbuat lebih baik dari saat ini.

(3)

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latarbelakang

Awal abad ke XX, bukan hanya menjadi saksi penentu wilayah Indonesia yang baru dan suatu pencanangan kebijakan penjajahan yang baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar sehingga, dalam masalah-masalah politik, budaya, agama dan pendidikan rakyat Indonesia menempuh jalan baru. Perubahan yang begitu cepat terjadi di semua wilayah yang baru saja ditahlukan oleh belanda. Perasaan akan timbulnya nasionalisme bangsa Indonesia telah tumbuh sejak lama, bukan secara tiba-tiba. Nasionalisme tersebut masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Nasionalisme yang bersifat menyeluruh dan meliputi semua wilayah Nusantara baru muncul sekitar awal abad XX. Lahirnya nasionalisme bangsa Indonesia didorong oleh dua faktor, baik faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern itu meliputi sejarah masa lampau yang gemilang, penderitaan rakyat akibat penjajahan, pengaruh pendidikan barat di Indonesia, pengaruh perkembangan pendidikan di Indonesia, pengaruh perkembangan pendidikan kebangsaan di Indonesia, dominasi ekonomi kaum cina di Indonesia, peranan bahasa melayu, hingga istilah Indonesia sebagai identitas nasional. Selai faktor internal, ada faktor eksternal yang mendukung lahirnya nasionalisme di Indonesia seperti kemenangan Jepang atas Rusia, partai kongres India, Filifina dibawah Jose Rizal, gerakan nasionalisme Cina, hingga gerakan Turki Muda.

Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi serta dikenalnya definisi yang baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan deffinisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi anlisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama,sosial,politik dan ekonomi. Pada tahun1927 telah terbentuk suatu kepemimpinan Indonesia yang baru dan suatu kesadaran diri yang baru, tetapi dengan akibat yang sangat mahal. Para pemimpin yang baru terlibat dalam pertentangan yang sengit satu sama lain, sedangkan kesadaran diri yang semakin besar

(4)

telah memecah belah kepemimpinan ini menurut garis-garis agama dan ideologi. Pihak belanda mulai melancarkan tingkat penindasan baru untuk menanggapi perkembangan-perkembangan tersebut. Periode ini tidak menunjukan pemecahan masalah, tetapi benar-benar mengubah pandangan kepemimpinan indonesia itu mengenai dirinya sendiri dan masa depannya.

Kalangan priyayi jawa yang’baru’atau yang’lebih rendah’ ejabat-pejabat yang maju dan yang memendang pendidikan sebagai kunci menuju kemajuan adalah kelompok pertama yang mengambil prakarsa. Kelompok ini mewakili aliran social dan budaya yang penting bagi indonesia paa abad ke XX. Mereka terutama adalah abangan yang keislamannya sekedar komitmen formal dan nominal saja. Kaum abangan merupakan penduduk jawa yang pemikiran-pemikiran agama mereka masih bersifat realistik, relatif tidak memperdulikan tuntutan kejawiban-kewajiban upacara agama islam dan secara budaya terikat pada seni-seni jawa.

Pada awal abad XX, pendidikan barat tampaknya akan memberikan kepada alangan atas pemerintahan (priyayi) dari lingkungan kaum abangan satu kunci menuju perpaduan baru yang mereka anggap sebagai dasar bagi peremajaan kembali kebudayaan,kelas dan masyarakat mereka.

Kelahiran Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang didirikan oleh para mahasiswa STOVIA merupakan ekspresi dari aspirasi kaum muda untuk mengambil peran dalam mengubah masyarakatnya ke arah kemajuan. para mahasiswa dan pemuda masa itu. Mereka, khususnya mahasiswa STOVIA berusaha mengadakan perlawanan dengan cara yang halus mengingat cara pertempuran fisik selalu mengalami kegagalan. Berangkat dari kesadaran dan kemauan untuk melawan, maka mulai muncul berbagai organisasi pergerakan. Meskipun masing-masing organisasi memiliki asas dan cara perjuangan yang berbedabeda, mereka tetap mempunyai satu tujuan yaitu mencapai kemerdekaan. Kebulatan tekad para pemuda untuk bersatu mencapai puncaknya dengan dicetuskannya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Lahirnya organisasi pergerakan pertama tersebut telah mengilhami terbentuknya organisasi pemuda lainnya di Indonesia pada masa selanjutnya dalam berbagai bidang terutama yang akan dibahas dibawah ini adalah organisasi yang tujuan awalnya pada bidang pendidikan.

(5)

Berdasarkan deskripsi singkat di atas maka kami selaku kelompok enam melalui penyajian makalah ingin mengajak para peserta diskusi sekalian untuk mempelajari dan membahas lebih lanjut mengenai Organisasi pendidikan Pada Masa Pergerakan Nasional, yang cukup menarik untuk ditelusuri dan dikaji. Kami berharap melalui pembelajaran materi ini kita dapat saling berbagi pengetahuan dan belajar guna memperluas cakrawala wawasan mengenai Sejarah Nasional Indonesia.

I.2 Tujuan

Beberapa tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berkut:

a. Untuk menjelaskan apa saja yang termasuk organisasi yang bertujuan awal pada bidang pendidikan yang muncul pada masa pergerakan nasional.

b. Untuk mendeskripsikan bagaimana awal dan berkembangnya dari masing-masing organisasi pendidikan yang muncul pada masa pergerakan nasional.

I.3 Rumusan Masalah

Adapun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas berkenaan dengan tema materi pada makalah ini yaitu :

a. Bagaimana latarbelakang dan perkembangan organisasi Boedi Oetomo dalam bidang pendidikan pada masa pergerakan nasional?

b. Bagaimana latarbelakang dan perkembangan organisasi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan pada masa pergerakan nasional?

c. Bagaimana latarbelakang dan perkembangan organisasi Taman Siswa dalam bidang pendidikan pada masa pergerakan nasional?

d. Bagaimana latarbelakang dan perkembangan organisasi Ksatrian Institut dalam bidang pendidikan pada masa pergerakan nasional?

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Budi Oetomo

Budi Oetomo di dirikan oleh mahasiswa STOVIA (Sekolah Dokter Pribumi) di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. ketuanya ialah Soetomo (kemudian menjadi dokter). Budi Oetomo merupakan organisasi modern pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia. Berdirinya Budi Oetomo erat kaiatannya dengan cita-cita Dr. Wahidin Sudirohusodo. Ia seorang tamatan STOVIA. Wahidin bercita-cita memajukan pendidikan dengan cara mendirikan “Dana Pelajar”. Dana itu akan dipakai untuk menyekolahkan anak-anak yang orang tuanya kurang mampu. Untuk mengumpulkan dana Wahidin mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat di berbagai kota.pada tahun 1907 ia bertemu dengan mahasiswa STOVIA di Jakarta. Mereka tertarik mendengar cita-cita Wahidin. Cita-cita itu mereka perluas tidak hanya dibidang pendidikan tetapi juga dibidang budaya untuk itulah mereka mendirikan Budi Oetomo . Budi Oetomo bukan partai politik. Pada masa itu pemerintah tidak mengizinkan berdirinya partai politik. Budi Oetomo giat memajukan pendidikan dan mempertahankan kebudayaan. Pada mulanya anggota terbatas pada penduduk jawa dan madura. Namun kemudian, penduduk dari daerah lain pun diterima sebagai anggota. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Setelah cita-cita Boedi Oetomo mendapat dukungan maakin meluas dikalangan cendikiawan jawa, maka pelajar itu menyingkir dari barisan depan. Sebagian karena keinginannya agar generasi yang lebih tua memegang peranan bagi gerakan itu. Ketika kongres boedi oetomo dibuka dijogjakarta, pimpinan beralih kepada generasi yang lebih tua, yang terutama terdiri dari priyayi-priyayi rendahan. Tanpa pengalaman sedikitpun

(7)

dalam hidup keorganisasian, Boedi Otomo merupakan wadah dari unsur-unsur radikal dan bercorak politik, seperti pada diri Tjipto Mangunkusumo, dan unsur yang kurang memperhatikan keduniawian yang cenderung bersifat filsafat, seperti pada diri Radjiman Wedyodiningrat. Ketua Tirtokusumo, sebagai seorang bupati lebih banyak memperhatikan reaksi dari pemerintahan kolonial dari pada memperhatikan reaksi dari penduduk pribumi.

Setelah perdebatan yang panjang tentang corak Boedi Oetomo, maka pengurus besar memutuskan untuk membatasi jangkauan gerakannya kepada penduduk Jawa dan Madura dan tidak akan melibatkan diri dalam kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya oleh karena itulah bidang pendidikan dan budaya. Karena kebanyakan pendukungnya ialah golongan priyayi rendahan, maka dapat dipahami mengapa Boedi Oetomo menganggap perlu meluaskan pendidikan barat. Pengetahuan bahasa belanda mendapat prioritas utama, karena tanpa bahasa itu seseorang tidak dapat mengharapkan kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian kolonial. Dengan demikian, maka Boedi Oetomo cenderumg untuk memajukan pendidikan bagi golongan priyayi dari pada bagi penduduk pribumi pada umumnya. Slogan Boedi Oetomo berubah dari ”perjuangan untuk mempertahankan penghidupan” menjadi ”kemajuan secara serasi”. Hal itu menunjukan bahwa pengaruh golongan tua yang moderat dan golongan priyayi yang lebih mengutamakan jabatannya. Dengan demikian maka sikap ”proto-nasionalistis” dari para pemimpin pelajar yang kentara pada awal berdirinya Boedi Oetomo, kini terdesak kebelakang.

Setelah dua pemimpinnya yang berbeda pendapat dengan anggota pengurus besar, yaitu Tjipto Mangunkusumo dan Surjodiputro, berhenti dari badan pengurus sebelum kongres yang kedua. Pengurus besar Boedi Oetomo menjadi lebih seragam. Setelah persetujuan yang diberikan pemerintah kepada Boedi Oetomo sebagai badan hukum, maka diharapkan organisasi itu dapat melancarkan aktivitas secara luas. Tetapi segera Boedi Oetomo menjadi lamban, yang sebagian disebabkan oleh kesulitan keuangan. Lain dari pada itu bupati telah mendirikan organisasi sendiri, para pemuda STOVIA dan anggota muda lainnya berhenti sebagai anggotanya karena kecewa terhadap jalan yang telah ditempu oleh Boedi Oetomo. Namun, pada akhir tahun1909 Boedi Oetomo telah mempunyai cabang di 40 tempat dengan jumlah anggoyta lebih kurang 10.000 orang.

(8)

Sepanjang sejarahnya (organisasi ini secara resmi dibubarjkan pada tahun 1935) sebenarnya Boedi Oetomo sering kali tampak sebagai partai pemerintah yang seakan-akan resmi. Pada umumnya Boedi Oetomo sudah mengalami kemandekan hampir sejak awakl pemulaannya, baik karena kekurangan dana maupun karena kekurangan pemimpin yang dinamis. Organisasi ini pada periode selanjutnya mengalami perkembangan yang sangat lamban. Aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan majalah bulanan Goeroe Desa dan beberapa petisi, yang dibuatnya kepada pemerintah berhubungan dengan usaha meninggikan mutu sekolah menengah pertama. Tatkala kepemimpinan kepengurusan pusat makin melemah, maka cabang-cabang melakukan aktivitas sendiri yang tidak banyak hasilnya. Pemerintah yang mengawasiperkembangan Boedi Oetomo sejak berdirinya dengan penuh perhatian dan penuh harapan, akhirnya menarik kesimpulan, bahwa pengaruh Boedi Oetomo terhadap penduduk pribumi tida begitu besar. Beberapa bagian pemerintahan nampaknya merasa puas karena ketidakmampuan Boedi Oetomo itu. Tirtokusumo berhenti pada tahun 1912 dan ketua Boedi Oetomo yang baru, pangeran Noto Dirodjo berusaha dengan sepenuh tenaga mengejar etinggalan. Dengan ketua yang baru itu Boedi Oetomo perkembangannya tidak pesat lagi. Hasil-hasil yang pertama dicapainya oleh ketua keturunan Paku Alam itu ialah perbaikan pengajaran di daerah kesultanan atau kesunanan. Boedi Oetomo mendirikan organisasi dana belajar Darmoworo. Twetapi hasilnya tidaklah begitu besar. Sukses-sukses yang kecil itu makin tidak berarti dan berada dibawah bayangan munculnya organisasi nasional lainnya terutama Sarekat Islam yang berazaskan pada kepentingan keagamaan dan Indische Partij yang bergerak dalam bidang politik.

Kedua partai tersebut menarik unsur-unsur yang tidakpuas keluar dari Boedi Oetomo. Meskipun prinsip-prinsip utama tentang netralisasi agama dan aktivitas non-politik Boedi Oetomo membedakan dirinya dengan organisasi-organisasi lain, tetapi ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa selama prinsip-prinsip itu dipertahankan dengan sifat yang pasif tidaklah dapat diharapkan pengaruhnya akan makin meluas. Mulai pecahnya perang dunia I pada tahun 1914 kelihatan ada usaha untuk mengembalikan kekuatan yang ada pada Boedi Oetomo. Berdasarkan akan adanya kemungkinan intervensi kekuatan asing lain, maka Boedi Oetomo melancarkan isseu pentingnya pertahanan sendiri, dan yang pertama menyokong gagasan wajib militer

(9)

pribumi. Diskusi yang terjadi berturut-turut dalam pertemuan-pertemuan setempat sebaliknya menggeser perhatian rakyat dari soal wajib militer kearah soal perwakilan rakyat. Dikirimnya sebuah misi ke negeri Belanda oleh komite ”Indie Weerbaar” untuk pertahanan Hindia pada tahun 1916-1917 merupakan pertanda masa yang amat berhasil bagi Boedi Oetomo. Dwidjosewoyo sebagai wakil Boedi Oetomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Belanda terkemuka. Pengumuman Menteri Urusan Daerah Jajahan tentang pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) yang waktu itu sedang dibicarakan didalam Dewan Perwakilan Rakyat Belanda, dimana ia menekankan badan itu akan dijadikan Dewan Perwakilan Rakyat nanti amat menggembirakan anggota misi maupun Boedi Oetomo. UU wajib militer gagal, sebaliknya UU pembentukan Volksraad disahkan pada bulan desember 1916. boedi Oetomo segera membentuk komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota Volksraad, tetapi komite itu tidak dapat berjalan sesuai mestinya dan akhirnya bubar.

Aktivitas-aktivitas itu memberi kesan kepada kaum etika dikalangan pemerintahan kolonial bahwa Boedi Oetomo adalah satu-satunya organisasi yang bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Sebagai hasilnya kaum etika bekerjasama dengan Boedi Oetomo dalam kampanye pemilihan sehingga Boedi Oetomo dapat menduduki kursi yang jumlah kursinya nomor dua besarnya diantara anggota pribumi didalam Volksraad. Didalam sidang volksraad wakil-wakil Boedi Oetomo masih tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan politik pemerintah. Sebaliknya para anggota pribumi yang lebih radikal dan anggota sosialis Belanda didalam volksraad melakukan kritik terhadap pemerintah. Dengan memekai adanya krisis dibulan november 1918 di negeri Belanda, mereka menuntut perubahan bagi volksraad dan kebijaksanaan politik negeri Belanda umumnya sampai akhirnya dibentuk sebuah komisi pada tahun 1919.

Konsesi yang diberikan ole gubernur jenderal dalam masa itu dan makin pentingnya gerakan politik dikalangan masa menyebabkan Boedi Oetomo pada akhirnya berkesimpulan bahwa ia juga harus mencari dukungan massa. Akibanya unsur yang lebih radikal didalm Boedi Oetomo mendapat pengaruh yang lebih besar. Tetapi segera setelah itu, kebijaksanaan politik yang lebih keras dijalankan oleh Gubernur jenderal yang baru, Mr.D.Fock. juga anggaran bagi pendidikan dikurangi dengan drastis. Sebagai akibatnya

(10)

terjadi perpecahan antara golongan moderat dan radikal didalam Boedi Oetomo, yang baru kemudian berakhir sewaktu diadakannya fusi ke dalam Parindra (partai indonesia raya)pada tahun 1935. misalnya dr.Soetomo sendiri merasa tidak puas lalu mendirikan Indonesische Studieclub pada tahun 1924 di Surabaya, yang kemudian berkembang menjadi Persatuan Bangsa Indonesia. Sebab utama didirikannya organisasi tersebut adalah karena dr.Soetomo dan pemimpin nasionalis lainnya menganggap azas ”Kebangsaan Jawa” dari Boedi Oetomo sudah tidak sesuai lagi. Dengan perkembangan rasa kebangsaan waktu itu. Boedi Oetomo baru terbuka bagi seluruh penduduk indonesia sesudah kongres pada bulan Desember 1930.

Pada masa sepuluh tahun pertama perkembangan Boedi Oetomo, adanya sikap yang lunak dikalangan priyayi dalam menghadipi perubahan sosial yang terjadi diIndonesia pada awal abad ke20. pada tingkat pertama secara samar-samar Boedi Oetomo mengemukakan keinginan golongan yang telah berpendidikan tentang kemajuan nasional dan budaya. Kemudian perhatian dipusatkan kepada pendidikan secara barat yang dianggap satu-satunya jalan untuk mencapai promosibagi golongan priyayi rendahan didalam jenjang kepegawaian kolonial. Keinginan untuk pendidikan yang lebih tinggi sejajar dengan munculnya golonga menengah pribumi dan usaha-usaha kearah kemakmuran ekonomi. Usaha-usaha memajukan kesejahteraan sosial dikalangan pribumi makin luas dijalankan didaerah-daerah dan usaha-usaha dibidang ekonomi mulai berubah menjadi berpolitik. Bahaya yang mengancam karena perang membangn para pemimpin Boedi Oetomo tentangpentingnya pertahanan bagi negaranya sendiri. Tetapi kewajiban untuk mempertahankan negeri dibawah pemerintahan Belanda mau tidak mau menimbulkan gagasan untuk menuntut hak perwakilan yang layak bagi rakyat. Langkah-langkah tersebut menyadarkan golongan priyayi tentang adanya cara-cara yang berbeda didalam mendapatka kebutuhan sosial, pada mulanya melalui pendidikan akhirnya dengan berpolitik.

Perubahan itu sendiri mungkin disebabkan tidak adanya program politik yang nyata, tidak adanya pemimpin tunggal yang berwibawa seperti partai-partai lain, dan tidak adanya dana. Lain dari pada itu para anggota Boedi Oetomo mengetahui bahwa mereka mempunyai harapan yang baik bagi masa depannya karena itu tidak berani menaggung resiko. Tidak dapat dipungkiri bahwa Boedi Oetomo sebagai organisasi

(11)

golongan, mencerminkan kemampuan yang luar biasa untuk melindungi dirinya. Karena Boedi Oetomo tidak pernah dapat dukungan massa, kedudukannya secara politik tidak begitu penting. Namun suatu hal yang penting dari Boedi Oetomo adalah bahwa didalam tubuhnya telah ada benih semangat nasional yang pertama dan karena itu ia dapat dipandang sebagai induk pergerakan nasional, yang kemudian muncul dalam tubuh Sarekat Islam dan Indische Partij.

II.2 MUHAMADDIYAH

Organisasi islam modernis yang paling penting di Indonesia berdiri di Yogyakarta pada tanggal 18 november 1912. Kyai Haji Ahmad Dahlan (1868-1923) berasal dari elit agama kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1890, dia naik haji ke Mekkah dan belajar kepada Ahmad Khatib dan yang lainnya. Beliau pulang dengan tekat yang bulat untuk memperbaharui islam dan menentang usaha-usaha kristenisasi yang dilakukan oleh kaum misinioris barat. Pada tahun 1909, beliau masuk ke Boedi Oetomo dengan harapan dapat berkhotbah tentang pembaharuan dikalangan para anggotanya, tetapi para pendukungnya mendesaknya supaya mendirikan organisasi sendiri. Pada tahun 1912, beliau mendirikan Muhammadiyah, ”jalan Muhammad”, di Yogyakarta. Muhammadiyah mencurahkan kegiatannya pada usaha-usaha pendidikan serta kesejahteraan dan program dakwah guna melawan agama kristen dan takhayul-takhayul lokal. Pada tahun1917, Dahlan membentuk seksi perempuan dengan nama Asyiyah, menurut nama seorang istri nabi, yang nkelak akan memainkan peranan penting dalam moderenisasi kehidupan perempuan Indonesia.

Pada mulanya Muhammadiyah mulanya hanya berkembang secara lamban. Organisasi ini ditentang atau diabaikan oleh para pejabat, guru-guru islam gaya lama didesa-desa, hierarki-hierarki keagamaan ynag diakui oleh pemerintah, dan oleh komunitas-komunitas orang saleh yang menolak ide-ide islam moderenis. Dalam rangka menjalankan upaya-upaya pemurniannya, organisasi ini mengecam banyak kebiasaan yang telah diyakini oleh orang-orang saleh jawa selama berabad-abad sebagaiislam yang sebenarnya. Dengan demikian pada masa awalnya, Muhammadiyah mengundang banyak permusuhan dan kebencian dari komunitas agama di jawa. Pada tahun1925, dua tahun sesudah wafatnya Dahlan, Muhammadiyah hanya beranggotakan 4000 orang, tetapi organisasi ini telah mendirikan 55 sekolah dengan 4000 orang murid, dua balai

(12)

pengobatan di Yogyakarta dan surabaya, sebuah panti asuhan dan sebuah rumah miskin. Organisasi ini diperkenalkan di Minangkabau oleh Haji Rasul pada tahun 1925. begitu berhubungan dengan dunia islam Minangkabau yang dinamis, orgaisasi ini berkembang dengan pesat. Pada tahun 1930 jumlah anggota organisasi ini sebanyak 24.000 orang, pada tahun 1935 menjadi 43000 orang, dan pada tahunn 1938 organanisasi ini mengaku mempunyai anggota yang luar biasa banyaknya 250.000 orang. Pada tahun 1938, organisasi ini telah menyebar disemua pulau utama di Indonesia, mengelolah 834 mesjid dan langgar, 31 perpustakaan umum dan 1774 sekolah, serta memiliki 5516 orang mubaligh pria dan 2114 orang mubaligh wanita. Sampai batas-batas yang sedemikian jauh sejarah islam modernis di Indonesia sesudah tahun 1925 adalah sejarah Muhammadiyah.

Sejak semula perhatian Kyai Haji Ahmad Dahlan terhadap dunia pendidikan memang besar. Hal ini dibuktikan dengan perhatian beliau, baik sebelum maupun sesudah didirikannya Muhammadiyah. Sesudah Muhammadiyah berdiri, perhtian ini semakin meningkat. Hal ini sudah selayaknya dan dapat dimengerti, sebab lapangan pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam mempersiapkan kader-kader Islam yang terdidik dan terlatih.

Usaha Kyai Haji Ahmad Dahlan dalam pendidikan sudah dibuktikan sejak sebelum berdirinya Muhammadiyah, yaitu beliau sudah mengajar agama di Kweekschool Jetis, OSVIA di magelang dan sebagainya. Menurut beliau, guru-guru dan calon pejabat pemerintah dan polisi-polisi itu merupakan calon pemimpin bangsa dan karenanya harus diberi dasar pendidikan agama islam yang kuat.

Kyai Haji Ahmad Dahlan memang seorang pendidik yang pandai. Setelah Muhammadiyah berdiri, beliau menyelengaraan pengajian yang diberi nama Fathul Asror wa Miftahus Sa’adah, khusus untuk membimbing pemuda-pemuda berusia 25 tahun supaya gemar beramal kenaikan dan berani membela Muhammadiyah, dan jangan sampai terjerumus kedalam tindakan kenakalan dan kemaksiatan. Dalam mendidik pemuda-pemudi ini, kyai Haji Ahmadahlan menjalankan taktik yang jitu. Mula-mula mereka diikuti kemauannya, seperti berdarma wisata dan bermain musik. Baru kemudian dengan sedikit-demi sedikit diajarkan jiwa kemuhamaddiyahan dan kepemimpinan sehingga mereka kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang tangguh.

(13)

Kyai Haji Ahmad Dahlan, disamping seorang ulama, memang mempunyai pembawaan dan sifat seorang pendidik yang baik. Beliau sanggup mendidik anak nakal menjadi baik . Demikian pula dengan sadar mendidik kaum wanita calon ibu rumah tangga. Sungguh luar biasa cara beliau mendidik itu. Kyai menyampaikan cita-cita kepada murid nya dengan scara yang tidak membosankan, menarik dan efektif. Bersikap sabar, mengemong dan jujur terhadap murid-muridnya. Beliau tidak lekas marah. Kecurangan dibalas dengan kejujuran dan kebaikan. Beliau tidak lekas putus as dalam mengejar cita-citanya tersebut.

Dengan segala usahanya itu, Muhammadiyah memang bermaksud untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama umat islam, agar mampu berpikir menggunakan rasio yang sehat dan meninggalkan kebekuan akal serta pemikiran buta yang amat merugikan perkembangan bansa, tetapi juga tetap melandasi perkembangan dari kemajuan itu dengan ajaran agama serta budi pekerti luhur. Karena itu, pendidikan memegang posisi penting dalam kegiatan Muhammadiyah. Dalam dunia pendidikan Muhammadiyah telah mengadakan pembaharuan pendidikan agama dengan moderenisasi dalam sistem pendidikan, dengan memperbarui sistem pondok dan pesantren dengan sistem pendidikan yang modern yang sesuai dengan tuntutan dan kehendak zaman. Pelajaran agama islam diajarkan disekolah-sekolah umum, baik negeri maupun swasta. Muhammadiyah telah mampu menyeleggarakan sekolah dari tingkatan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

Dalam hal memajukan dunia pendidikan, Kyai Haji Ahmad Dahlan mengundang hartawan di Yogyakarta yang bersimpati terhadap usaha dan cita-citanya. Berdasarkan asas dan cita-citanya, Muhammadiyah bergerak dalam bidang pendidikan dengan beriktikad beribadah kepada Allah, dan bukan karena dorongan yang lain, dan hanya dorongan ibadah. Dalam melaksanakan pendidikan itu muhammadiyah berusaha memajukan dan memperbarui pendidikan , pengajaran dan kebudayaan serta memperluas ilmu pengetahuan menurut agama islam. Muhammadiyah menyusun sistem pendidikan dengan mengintegrasikan pendidikan agama islam dengan pendidikan umum, pada tiap jenis dan tingkat sekolah. Didalam memberikan pendidikan dan pengajaran agama islam, ditanamkan keyakinan paham tentang islam sebagaimana diyakini oleh Muhammadiyah. Selanjutnya penerapan sistem pendidikan Muhammadiyah selama ini membawa hasil

(14)

yang tidak ternilai harganya bagi kemajuan bangsa indonesia terutama umat islam di Indonesia.

Sebenarnya jika dikaji lebih dalam, berdirinya Muhammadiyah juga didasari oleh faktor pendidikan. Sutarmo, Mag dalam bukunya Muhammadiyah, Gerakan Sosisal, Keagamaan Modernis mengatakan bahwa Muhammadiyah didirikan oleh KHA. Dahlan didasari oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan ajaran Islam itu sendiri secara menyeluruh dan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berada di luar Islam. Maka pendidikan Muhammadiyah adalah salah satu faktor internal yang mendasari Muhammadiyah didirikan. Kita ketahui bahwa pada masa awal berdirinya Muhammadiyah, lembaga-lembaga pendidikan yang ada dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar sistem pendidikan. Dua sistem pendidikan yang berkembang saat itu, pertama adalah sistem pendidikan tradisional pribumi yang diselenggarakan dalam pondok-pondok pesantren dengan Kurikulum seadanya. Pada umumnya seluruh pelajaran di pondok-pondok adalah pelajaran agama. Proses penanaman pendidikan pada sistem ini pada umumnya masih diselenggarakan secara tradisional, dan secara pribadi oleh para guru atau kyai dengan menggunakan metode srogan (murid secara individual menghadap kyai satu persatu dengan membawa kitab yang akan dibacanya, kyai membacakan pelajaran, kemudian menerjemahkan dan menerangkan maksudnya) dan weton (metode pengajaran secara berkelompok dengan murid duduk bersimpuh mengelilingi kyai juga duduk bersimpuh dan sang kyai menerangkan pelajaran dan murid menyimak pada buku masing-masing atau dalam bahasa Arab disebut metode Halaqah) dalam pengajarannya. Dengan metode ini aktivitas belajar hanya bersifat pasif, membuat catatan tanpa pertanyaan, dan membantah terhadap penjelasan sang kyai adalah hal yang tabu. Selain itu metode ini hanya mementingkan kemampuan daya hafal dan membaca tanpa pengertian dan memperhitungkan daya nalar. Kedua adalah pendidikan sekuler yang sepenuhnya dikelola oleh pemerintah kolonial dan pelajaran agama tidak diberikan.

Bila dilihat dari cara pengelolaan dan metode pengajaran dari kedua sistem pendidikan tersebut, maka perbedaannya jauh sekali. Tipe pendidikan pertama menghasilkan pelajar yang minder dan terisolasi dari kehidupan modern, akan tetapi taat dalam menjalankan perintah agama, seangkan tipe kedua menghasilkan para pelajar yang

(15)

dinamis dan kreatif srta penuh percaya diri, akan tetapi tidak tahu tentang agama, bahkan berpandangan negatif terhadap agama. Maka atas dasar dua sistem pendidikan di atas KHA. Dahlan kemudian dalam mendirikan lembaga pendidikan Muhammadiyah coba menggabungkan hal-hal yang posistif dari dua sistem pendidikan tersebut. KHA. Dahlan kemudian coba menggabungkan dua aspek yaitu, aspek yang berkenaan secara idiologis dan praktis. Aspek idiologisnya yaitu mengacu kepada tujuan pendidikan Muhammadiyah, yaitu utnuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, pengetahuan yang komprihensif, baik umum maupun agama, dan memiliki keasadaran yang tinggi untuk bekerja membangun masyrakat (perkembangan filsafat dalam pendidikan Muhmmadiyah, syahyan rasyidi). Sedangkan aspek praktisnya adalah mengacu kepada metode belajar, organisasi sekolah mata pelajaran dan kurikulum yang disesuaikan dengan teori modern. Maka inilah sejarah awal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah yang jika disimpulkan ihwal berdirinya lembaga pendidikan Muhammadiyah untuk mencetak ulama atau pemikir yang mengedepnkan tajdid atau tanzih dalam setiap pemikiran dan gerakannya bukan ulama atau pemikir yang ’’say yes’’ pada kemapanan yang sudah ada (established) karena KHA. Dahlan dalam memadukan dua sistem tersebut coba untuk menciptakan ulama/pelajar yang dinamis dan kreatif serta penuh percaya diri dan taat dalam menjalankan perintah agama.

Muhammadiyah memandang faktor guru sebagai alat utama dan menentukan. Modal utama seorang guru adalah keberanian, kemauan, dan rasa cinta serta tanggung jawab terhadap Muhammadiyah yang merupakan ibadah. Selanjutnya, Muhammadiyah berpendirian bahwa korps guru memegang peranan penting disekolah disekolah dalam usaha menghasilkan anak didik sebagai yang dicita-citakan Muhammadiyah. Tanpa itu, kiranya para guru tidak dapat atau tidak sepenuhnya dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan cita-cita Muhammadiyah. Di dalam Muhammadiyah, guru menduduki kedudukan penting, dan bukannya sekedar alat yang mekanis seperti mesin pabrik yang tanpa pengetahuan dan kesadaran terus berputar tanpa mengetahui motivasi dan tujuan. Di dalam pengertian Muhammadiyah, guru merupakan subjek penting dalam pendidikan, dan subjek dakwah yang penting, fungsi dan amal pengabdiannya. Perlu senantiasa dicamkan, bahwa tujuan Muhammadiyah pada lapangan pendidikan ialah membentuk manusia muslim yang cakap, berahlak mulia, percaya pada diri sendiri, dan bergun abagi

(16)

masyarakat. Jadi tidak hanya membentuk manusia intelektualitas saja, melainkan juga manusia muslim, manusia moralis, dan manusia berwatak.

II.3 TAMAN SISWA

Pendiri Taman Siswa ini adalah Bapak Pendidikan Nasional. Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Hari lahirnya, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ajarannya yang terkenal ialah Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah menciptakan peluang untuk berprakarsa), Ing Ngarsa Sungtulada (di depan memberi teladan). Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Perjalanan hidupnya benar-benar diwarnai perjuangan dan pengabdian demi kepentingan bangsanya. Ia menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Kemudian ia bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja

Timoer dan Poesara.

Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo, ia mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg berusaha menghalangi kehadiran partai ini dengan menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913. Alasan penolakannya adalah karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan menggerakan kesatuan untuk menentang pemerintah kolonial Belanda. Kemudian setelah ditolaknya pendaftaran status badan hukum Indische Partij ia pun ikut membentuk Komite Bumipoetra pada November 1913. Komite itu sekaligus sebagai komite

(17)

tandingan dari Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Bangsa Belanda. Komite Boemipoetra itu melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan seratus tahun bebasnya negeri Belanda dari penjajahan Prancis dengan menarik uang dari rakyat jajahannya untuk membiayai pesta perayaan tersebut.

Sehubungan dengan rencana perayaan itu, ia pun mengkritik lewat tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga). Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda yang dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker itu antara lain berbunyi:

"Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan dana untuk perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun".

Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman tanpa proses pengadilan, berupa hukuman internering (hukum buang) yaitu sebuah hukuman dengan menunjuk sebuah tempat tinggal yang boleh bagi seseorang untuk bertempat tinggal. Ia pun dihukum buang ke Pulau Bangka.

Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo merasakan rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil. Mereka pun menerbitkan tulisan yang bernada membela Soewardi. Tetapi pihak Belanda menganggap tulisan itu menghasut rakyat untuk memusuhi dan memberontak pada pemerinah kolonial. Akibatnya keduanya juga terkena hukuman internering. Douwes Dekker dibuang di Kupang dan Cipto Mangoenkoesoemo

dibuang ke pulau Banda.

(18)

bisa memperlajari banyak hal dari pada didaerah terpencil. Akhirnya mereka diijinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman.

Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berhasil memperoleh

Europeesche Akte.

Kemudian ia kembali ke tanah air di tahun 1918. Di tanah air ia mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan.

Setelah pulang dari pengasingan, bersama rekan-rekan seperjuangannya, ia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Tidak sedikit rintangan yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Tamansiswa, ia juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Tulisannya berjumlah ratusan buah. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Sementara itu, pada zaman Pendudukan Jepang, kegiatan di bidang politik dan pendidikan tetap dilanjutkan. Waktu Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar duduk sebagai salah seorang pimpinan di samping Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah zaman kemedekaan, Ki hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya

(19)

adalah gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1957.Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.

Kemudian oleh pihak penerus perguruan Taman Siswa, didirikan Museum Dewantara Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar Dewantara. Dalam museum ini terdapat benda-benda atau karya-karya Ki Hadjar sebagai pendiri Tamansiswa dan kiprahnya dalam kehidupan berbangsa. Koleksi museum yang berupa karya tulis atau konsep dan risalah-risalah penting serta data surat-menyurat semasa hidup Ki Hadjar sebagai jurnalis, pendidik, budayawan dan sebagai seorang seniman telah direkam dalam mikrofilm dan dilaminasi atas bantuan Badan Arsip Nasional.

Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi.

Konsep Pendidikan Tamansiswa :

Tamansiswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan. Tamansiswa anti

intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan

mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.

Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur

(20)

akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Tamansiswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional.

Kalau di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik maka di Tamansiswa ada “Konsep Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengeta-hui), ngrasa (memahami) dan nglakoni (melakukan). Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak didik tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkat-kan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatmeningkat-kan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya.

Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan pelayanan kepada anaknya.

Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah maka pendidik berhak untuk meluruskannya.

Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Tamansiswa menyelanggarakan kerja sama yang selaras antartiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem

Tripusat Pendidikan.

(21)

(memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

II.4 KSATRIAN INSTITUT

Ksatrian Institut atau Ksatrian School didirikan di Bandung pada tahun 1924 oleh E.F.E Douwes Dekker atau Danudirjo Setyabudi. Tujuan Ksatrian School adalah untuk memberi kesempatan belajar yang lebih baik dan luas kepada anak-anak bumi putera. Selain itu untuk menumbuhkan rasa harga diri manusia dan kepercayaan kepada diri sendiri sebagai bangsa yang merdeka. Semboyan yang dipakai adalah “Mengabdi Masa depan Rakyat.” Sekembalinya dari pembuangan Nederland, Danudirjo berusaha bekerja sebagai guru pada sebuah sekolah rendah partikelir dijalan kebon Kelapa 17 Bandung, yang dipimpin oleh Ny. H.E. Mayer-Elenbaas. Maksudnya itu diberitahukan kepada residen Priangan, yang dalam suratnya kepada gubernur jenderal memberitahukan serta meminta pertimbangan kepada pemerintah kolonial itu. Antara lain disebutkan keberatan Residen, karena suami Ny. Mayer tercatat sebagai orang komunis. Namun Gubernur Jenderal berpendapat”lebih baik kepada orang-orang yang sedang gelisah seperti Douwes Dekker diberi kesempatan kerja tetap bagi penghidupannyadari pada ia, karena dihalangi kesempatannya, akan lebih condong untuk rakyat”. Sejak Douwes Dekker diperkenankan sebagai guru pada sekolah Ny. Mayer itu. Pada tahun1923 dari bekas sekolah Ny.Mayer itu muncul ”Institut pengajaran Priangan dari perkumpulan pengajaran Rakyat di Bandung” dalam bahasa Belanda Preanger Institut van de vereeniging volksonderwijs. Dimana Douwes Dekker berkedudukan sebagai kepala MULO.

Tujuan dari sekolah itu adalah untuk memberi kesempatan belajar yang lebih baik dan luas kepada anak-anak bumi putera. Rencana pelajaran sekolah itu disesuaikan dengan ELS, dan tidak dengan HIS. Douwes Dekker sendiri sebenarnya tidak setuju dengan kedua rencana pelajaran itu, karena dianggap tidak berdiri diatas dasar nasional. Tetapi karena orang tua murid mendesak agar bahasa Belanda digunakan sebagai bahasa pengantar, serta pengakuan mereka bahwa didalam keaddaan kolonial waktu itu bahasa

(22)

Belanda masih tetap penting dilihat dari sudut pertimbangan ekonomis, maka Douwes Dekker terpaksa menyetujuinya.

Menurut laporan inspektur HIS sekolah itu tidak mendukung kecendrungan politik, namun pada tanggal 8 Februari sekolah itu ditutup untuk memperingati hari awafatnya pangeran Diponegoro. Inisiatif peringatan Diponegoro itu datangnya dari taman siswa, namun bagi Douwes Dekker sendiri ”Diponegoro dianggap sebagai tokoh nasional tingkat pertama yang patut dihormati’. Dalam salah satu suratnya kepada seorang kawan di karawang, Douwes Dekker menulis ” yang terpenting dalam sekolahku ialah adanya rasa harga diri manusia dan kepercayaan kepada diri sendiri diajarkan sebagai bagian pendidikan untuk membina watak. Batin sekolah itu akan berbeda dengan sekolah-sekolah penjajah”. Sejak November 1924 sekolah itu disebut Ksatrian School. ”Instruksi Sekolah” itu memuat tujuan pendidikan Ksatrian Institut yang dirumuskan :

”Dalam arti susila, maka pengajaran selalu bertalian dengan kegembiraan hidup dan diarahkan untuk memperkuat dan menciptakan rasa harga diri, pengembangan inisiatif dan kesadaran kemerdekaan, meninggikan peradaban sendiri, satu dan lain hal berdasarkan rasa cinta kepada lingkungannya, tanah air dan bangsanya sendiri dan kemudian kepada kemanusian. Dalam kecerdasan otak, maka pengajaran terutama ditunjukan untuk menambah pengetahuan tentang sumber-sumber bantu bagi perkambangan tanah air sendiri dan tentang kemungkianan-kemungkinan membangun apa yang berguna dan terhormat di masa yang akan mendatang. Pelaksanaan pengajaran akan bebas dari pengaruh agama daan rencana ketatanegaraan partai politik.” (Mailrapport : 275)

Dari kutipan tersebut ternyata bahwa titik berat usaha Ksatrian Institut ialah pengajaran berdasarakan jiwa nasional dan pendidikan kearah manusia yang berpikiran merdeka. Sebagai kelengkapan bagi persiapan tugas murid-murid di masa depan, maka di sekolah rendah diajarkan bahasa inggris mulai kelas 5. Gedung-gedung dibangun sesuai dengan tujuan kesehatan murid-murid, yang berada dibawah pengawasan dan perawatan dokter sendiri. Mereka mendapat sarapan pagi yang bergizi di sekolah. Kecuali Babdung, sekolah-sekolah rendah Ksatrian Institut terdapat di Ciwidey dan Cianjur, serta terbuka bagi orang-orang Indonesia, keturunan Cina maupun Indo-Belanda. Sebagai kelanjutan

(23)

pendidikan sekolah rendah, maka murid-murid dipersiapan untuk menjadi orang-orang yang memiliki kejuruan, yang tidak dimiliki oleh para lulusan MULO, AMS dan HBS. Untuk keperluan itu didirikan MMHS atau Moderne Middelbare Handelsschool, yaitu sekolah menengah dagang modern. Orientasi pendidikan sekolah itu ialah pengalaman Amerika Serikat dalam membangun sekolah kejuruan yang baik dengan daya mampu efisiensi.

Dengan memakai sembuyan ”Mengabdi Masa Depan Rakyat” maka MMHS memberikan psikologi perdagangan yaitu untuk mengenal langganan dan pembeli. Rahasia penjualan, jiwa dari pada reklame, dan keterampilan untuk membuat keuntungan merupakan pengetahuan yang dapat membawa bangsa kita kearah kemajuan. Anak-anak indonesia akan lebih baik dan kaya dalam penghidupanya, berbeda dengan kehidupan sekarang. Mereka juga dilengkapi dengan alat perdagangan yaitu bahasa-bahasa yang penting, misalnya bahasa jepang dan Cina. Tamatan MMHS dikemudian hari diharapkan dapat mengunjungi jepang dan Cina, tidak saja untuk dapat meneruskan pelajaran diperguruan tinggi di sana, tetapi juga untuk dapat mengadakan hubungan dagang. Demikian juga bahasa inggris sebagai bahasa dunia perlu dimiliki dengan baik oleh para murid MMHS.

Disamping itu diberikan juga pelajaran tehnik perdagangan, yang meliputi pengetahuan tata baku, pengetahuan dagang, ilmu perusahaan dan ilmu biaya. Reklame perdagangan merupakan keterampilan untuk mengeruk keuntungan, yang perlu dihayiti oleh murid-murid dalam hidupnya. Tinggallah untuk memberi arah dan bentuk agar keterampilan berdagang itu meripakan jaminan penghidupan cukup. Semuanya itu diperlengkapi dengan pengetahuan umum yang beekaitan dengan manusia dan masyarakat, yaitu sejarah budaya dan pertumbuhan peradaban. Kemahiran untuk merumuskan pendapat dan cara-cara penyampaian dimuka umum pun dijadikan latihan keterampilan murid juga.

Dengan rencana pelajaran itu, maka Ksatrian Institut bermaksud menghindari persamaan dengan sekolah-sekolah pemerintah. Lulusan MMHS diharapkan untuk menjadi pemimpin-pemimpin perusahaan yang lebih besar. Mereka harus membangun bagi masa depan tanah airnya dan dan menjadi tulang punggung masyarakat, karena kedudukannya sebagai golongan menengah. Untuk mencapai itu, maka MMHS dibagi 2,

(24)

yaitu bagian bawah dan bagian atas, masing-masing selama 3 tanun dan 2 tahun. Setelah 3 tahun mereka yang ingin langsung bekerja didalam masyarakat dapat segera dilepaskan. Yang ingin meneruskanpelajaran lebih tinggi dengan spesialisasi dapat meneruskan dua tahun lagi. Mereka kemudian dapat melangsungakan pelajaran disekolah tinggi di Tokyo, Osaka, Hongkong atau Manila. Kecuali dekat dengan negeri sendiri, lingkungan dikota-kota itu pun tidak begitu berbeda.

Bagi murid-murid yang ingin segera ikut serta dalam pembangunan masa depan nasionalnya, terbuka juga jurusan jurnalistik.negeri kita kaya akan surat kabar yang baik, tetapi kekurangan jurnalis-jurnalis Indonesia yang baik. Sebagai jurnalis yang menggunakan bahasa sendiri, maka dengan memperoleh kekayaan pengetahuan ekonomi dan budaya, maka lulusan ini mendapat kedudukan yang baik. Yang menarik ialah usaha-usaha untuk merencanakan dan menerbitkan sendiri buku-buku pelajarannya. Dalam pelaksanannya, maka telah dapat diselesaikan sejarah pertumbuhan lalulintas manusia didunia, sejak zaman dahulu kala. Buku-buku bahasa, dimana diperhatikan juga ”mentalitas bangsa” telah selesai dikerjakan jilid pertamanya. Tata bahasa jepang telah dipergunakan dalam pelajaran. Buku itu telah dikerjakan oleh seorang guru jepang dan seorang guru indonesia. Sejarah kuno indonesia merupakan buku yang digemari oleh para murid, demikian juga buku sejarah dunia. Buku pelajaran statistik sedang dirancang pula. Semua penerbitan Ksatrian Institut itu termuat sebagai iklan didalam setiap penerbitan dan juga di majalah murid dan orang tua.

P.F Dahler, dengan menyanjung pendiri dan pemimpim Ksatrian Institut, menulis seri karangan dalam surat kabar Bintang Timoer, menegaskan ” Institut itu bernama Ksatria, tempatnya para Ksatria, ksatria kita. Seluruh institut bernafaskan kekuatan, semangat dan idealisme tak mengenal luntur dari Douwes Dekker’. Selanjutnya ia mengutip uraian Douwes Dekker ”bila kelak sekolah-sekolah liar telah merebut masa depan pengajaran, seperti yang telah direbutnya sekarang maka pemerintah akan meminta syarat-syarat lebih tinggi bagi guru-guru. Pemerintah akan bertindak untuk pengajaran, yang juga merupakan kepentingan kita. Kita akan menyambut bila hal itu terjadi. Tetapi sekarang belum terjadi, waktunya belum tiba untuk itu, tetapi kelak akan terjadi juga. Kita harus melihat kedepan. Persiapan yang telah dilakukan harus mampu menyiapkan guru-guru lulusan sekolah kita sebagai guru yang telah mendapatkan pendidikan baik

(25)

serta berwewenang. Dalam jumlah besar, mereka harus siap memegang kewajiban memenuhi kebutuhan pengajaran. Apa yang telah kita berikan,harus dilipatkan sepuluh kali kepada rakyat.”

Itulah maksud pendidikan sekolah guru, yang akan mulai dibuka pada tanggal 1 agustus 1935. Dengan sekolah guru itu ingin dicapai

1. pengajar-pengajar yang baik dan spesialisasi 2. terbentuknya dengan segera bala tentara guru-guru

3. pendidikan yang murah, yang berarti keuntungan bagi negeri, gaji rendah, tempo yang lebih cepat untuk perluasan sekolah rakyat dan dengan demikian membuat basis yang lebih luas bagi perkembangan bangsa.

Dengan semboyan ”untuk tiap-tiap desa sekolahnya sendiri”, maka dimulailah jurusan pendidikan guru, yang merupakan bagian bawah MMHS. Pendidikan guru meliputi pengetahuan umum yang luas, ditambah dengan pengetahuan dagang, perhubungan dengan masyarakat. Dengan demikian guru-guru lulusan Ksatria Institut hanya disiapkan bagi sekolah-sekolah partikelir indonesia. Untuk mereka jabatan bukan tujuan utama, yang menjadi tujuan ialah sekolah itu sendiri. Mereka harus sanggup masuk pelosok dan mendirikan sekolah didesa-desa. Bagaimana caranya membangun sekolah tanpa modal, kelak akan diajarkan. Mereka juga harus berlaku sebagai seorang pedagang, yang dapat memegang tata-buku, mengatur administrasi dan menggali sumber-sumber keuntungan bagi sekolahnya dan dirinya sendiri. Seekedar untuk perbandingan, maka para peminat sekolah guru dianjurkan untuk memperhatikan perkembangan di Cina dan Jepang. Disitu dorongan untuk lebih maju dibuktikan dengan mengadakan pembaharuan-pembaharuan. Dalam permulaan pembaharuan dijalankan didesa, dimana dalam beberapa tahun saja tidak ada lagi sebuah desa di Cina yang tidak mempunyai sekolahnya sendiri. Pembaharuan harus ditunjukan kesegala arah. Tiada desa lagi tanpa sekolah. Kita harus mengetahui ilmu-ilmu dari dunia barat, memahami dunia barat dan menguasai pengetahuan barat. Bahasa-bahasa, industrinya, perdagangannya, pendek kata apa yang indah, baik dan kuat berasal dari Barat.

Dilihat dari sudut ini, maka Ksatrian Institut berusaha untuk mengalihkan tujuan pengajaran pada sekolah-sekolah Belanda, karena hanya menimbulkan pengangguran serta merupakan persiapan sebagai pegawai negeri belaka. Kemapuan kerja nyata untuk

(26)

membangun masyarakat dengan pengetahuan ekonomi dan budaya diharapkan dari para lulusan Ksatrian Institut. Satu segi lain yang penting dalam menyelenggarakan usahanya itu ialah majalah murid dan orang tuanya, yang berhasil diterbitkan oleh Ksatrian Institut sejak bulan Agustus 1937. majalah itu, kecuali berisi berita-berita sekolah dan merupakan alat penghubung antar murid, juga memuat berita-berita umum yang penting, baik bagi nasional maupun internasional.

BAB III

PENUTUP

II.1 KESIMPULAN

Awal abad ke XX, bukan hanya menjadi saksi penentu wilayah Indonesia yang baru dan suatu pencanangan kebijakan penjajahan yang baru. Masalah-masalah dalam masyarakat Indonesia juga mengalami perubahan yang begitu besar sehingga, dalam masalah-masalah politik, budaya, agama dan pendidikan rakyat Indonesia menempuh jalan baru. Perkembangan-perkembangan pokok pada masa ini adalah munculnya ide-ide baru mengenai organisasi serta dikenalnya definisi yang baru dan lebih canggih tentang identitas. Ide baru tentang organisasi meliputi bentuk-bentuk kepemimpinan yang baru, sedangkan deffinisi yang baru dan lebih canggih mengenai identitas meliputi anlisis yang lebih mendalam tentang lingkungan agama,sosial,politik dan ekonomi.

Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr. Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia. Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

(27)

Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat Muhammadiyah_khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).

Taman Siswa didirikan oleh Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922. Tujuan didirikannya Taman Siswa adalah untuk mendidik dan menggembleng golongan muda serta menanamkan rasa cinta tanah air dan semangat antipenjajahan. Taman Siswa berperan dalam menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Meskipun menggunakan sistem pendidikan modern Belanda, tetapi Taman Siswa tidak mengambil kepribadian Belanda. Dengan demikian, anak didiknya tidak kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia. Para guru Taman Siswa berasal dari para aktivis pergerakan nasional. Taman Siswa memiliki tiga semboyan dalam melaksanakan proses pendidikan. Semboyan tersebut berasal dari bahasa Jawa dan mempunyai arti filosofi tentang peranan seseorang.

Ksatrian Institut atau Ksatrian School didirikan di Bandung pada tahun 1924 oleh Douwes Dekker atau Danudirjo Setyabudi. Tujuan Ksatrian School adalah untuk memberi kesempatan belajar yang lebih baik dan luas kepada anak-anak bumi putera. Selain itu untuk menumbuhkan rasa harga diri manusia dan kepercayaan kepada diri sendiri sebagai bangsa yang merdeka. Semboyan yang dipakai adalah “Mengabdi Masa depan Rakyat.”

III. SARAN

Organisasi merupakan wadah bagi pemuda indonesia untuk menuangkan aspirasinya. Pendidikan merupakan hal yang termasuk didalamnya. Sebagai pemuda

(28)

bangsa indonesia hendaknya kita menjadi satu dalam wadah tersebut untuk menambah wawasan kita dan menumbuhkan rasa nasionalisme kita terhadap tanah air indonesia.

Demikianlah penyajian materi pada makalah ini, semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi pembaca sekalian. Mohon maaf jika dalam penyajian makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan guna perbaikan di kemudian hari. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih

DAFTAR PUSTAKA

Kuntoyo, Sutrisno. 1998. Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Perserikatan Muhammadiyah. Jakarta: Balai Pustaka

Marwati Dj. Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional

Indonesia, Jilid V. Balai Pustaka. Jakarta

Ricklefs. 2005. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada Press

. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200- 2008. Serambi Ilmu Semesta. Jakarta

Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai

Proklamsi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Utomo, Cahyo Budi. 1995. Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia Dari

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap tweets atau posting yang terdapat pada twitter untuk mengetahui karakter kepribadian seseorang. Hasil penelitian

Apabila dalam perjanjian kerja antara perusahaan penerima pemborongan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruhnya tidak memuat adanya pengalihan

pengamatan yang sama pada warna yang ditimbulkan setelah penyemprotan.masing- masing kertas saring timbul titik berwarna merah dengan harga Rf berturut-turut adalah

Sebelas diantara 27 spesies burung yang diuji menggunakan primer P2-P8 oleh Griffith, dkk.(1998), menghasilkan dua buah pita pada sampel betina, sedangkan sisanya hanya terlihat

Prediksi perolehan genetik dihitung berdasarkan data pengukuran umur 24 bulan setelah tanam dengan variabel berupa tinggi tanaman, diameter setinggi dada (dbh) dan kelurusan

<enurut Briedman pendapat #Y$ merupakan penjumlahan antara pendapatan permanen #Yp$ dan pendapatan Transitoris #Y1$% Yang dimaksud dengan pendapatan permanen

tidak invasif yang dilakukan pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu menggunakan kardiotokografi. Pemeriksaan ini mengukur laju jantung janin sebagai respon

Perceraian, meskipun diizinkan, namun tetaplah menjadi suatu perbuatan yang tidak dianjurkan dalam agama, terutama agama Islam yang menganggap perceraian sebagai