• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Pemilihan Lokasi Budidaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Pemilihan Lokasi Budidaya"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT

(SITE SELECTION)

Oleh ; AKMAL (Perekayasa Muda)

E-Mail : akmal_bbaptakalar@yahoo.com

Disampaikan pada Apresiasi Peningkatan Mutu Rumput Laut Hasil Budidaya tanggal 25-27 Maret 2008 di Hotel Bumi Asih Makassar

Sulawesi Selatan

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA

BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU

TAKALAR

(2)

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT

(SITE SELECTION)

1)

Akmal 2)

E-Mail : akmalali68@yahoo.com

Balai Budidaya Air Payau

Desa Bontoloe, Kecamatan Galesong, Takalar 92254 Sulawesi Selatan

Abstrak

Budidaya rumput laut di masa datang harus mampu menyikapi perubahan mutu lingkungan sebagai media budidaya. Untuk mampu mendorong masyarakat pembudidaya rumput laut dalam meningkatkan daya saing hasil budidaya rumput laut yang hemat lahan, hemat air, berkelanjutan dan ramah lingkungan diperlukan adanya site selection dalam budidaya rumput laut. Budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan saja faktor internal tetapi juga faktor luar yang secara fisik tidak dalam lingkungan budidaya namun juga memberi kontribusi terhadap keberhasilan kegiatan budidaya. Upaya peningkatan produktivitas budidaya rumput laut harus didukung persyaratan lokasi yang mutlak menjadi pertimbangan utama sebelum menetapkan kesesuaian lahan/areal untuk suatu usaha budidaya. Oleh karena itu, sebelum kita melakukan usaha budidaya pertimbangan yang matang sebelum menetapkan lokasi yang akan dipilih mutlak diperlukan demi kesinambungan usaha budidaya. Budidaya rumput laut memberikan harapan dalam peningkatan pendapatan masyarakat pesisir.

Kata Kunci : Site Selection, Permasalahan, dan Rumput Laut

1) Makalah disampaikan pada “Apresiasi Peningkatan Mutu Rumput Laut Hasil Budidaya” pada tanggal 25-27 Maret 2008 di Hotel Bumi Asih, Makassar, Sulawesi Selatan.

(3)

I. PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan salah satu dari tiga komoditas utama program revitalisasi perikanan yang diharapkan berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada akhir tahun 2009, rumput laut ditargetkan produksi meningkat menjadi 1,9 juta ton (Eucheuma spp. 1,5 juta ton) dengan sasaran pengembangan areal budidaya Eucheuma spp. seluas 1.500.000 ha serta penyerapan tenaga kerja sekitar 255.000 orang (Anonim, 2005).

Untuk melakukan kegiatan budidaya rumput laut, sangat terbatas apalagi beberapa lokasi perairan pantai di Indonesia pada waktu surut terendah dasar perairannya kering. Dengan demikian perlu adanya metode lain yang bisa memanfaatkan perairan-perairan yang relatif dalam yang selama ini kurang dimanfaatkan walaupun sebenarnya mempunyai potensi lebih besar apabila dimanfaatkan secara optimal.

Pemanfaatan lahan umum seperti perairan pesisir dan laut, juga sangat berpotensi tidak menentu. Terlepas dari kebijakan lokal untuk menentukan pemanfaatan lahan ataupun kebijakan yang berubah-ubah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang baru, aspek lain tetap harus dipertimbangkan. Olehnya itu, persyaratan lokasi mutlak menjadi pertimbangan utama sebelum menetapkan sesuai areal untuk suatu usaha budidaya.

Beberapa kegiatan budidaya baik skala kecil maupun besar, tidak berhasil akibat pemilihan lokasi yang tidak tepat. Apalagi pada wilayah yang penataan ruangnya belum ada sering menyebabkan komplik pemanfaatan lahan terutama aktifitas-aktifitas yang sangat saling berpengaruh tetapi kegiatannya yang berdampingan.

Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Pertumbuhan rumput laut sangat ditentukan oleh kondisi ekologi setempat.

(4)

Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan mengenai ekologi, teknis, kesehatan, sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, perlu juga dipertimbangkan pengembangan sektor lain, seperti perikanan, pertanian, pelayaran, pariwisata, pertambangan, pengawetan dan perlindungan sumberdaya alam, serta kegiatan alam lainnya.

Budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan saja faktor internal tetapi juga faktor luar yang secara fisik tidak dalam lingkungan budidaya namun juga memberi kontribusi terhadap keberhasilan kegiatan budidaya. Oleh karena itu, sebelum kita melakukan usaha budidaya pertimbangan yang matang sebelum menetapkan lokasi yang akan dipilih mutlak diperlukan demi kesinambungan usaha budidaya.

II. PERMASALAHAN

Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam teknologi pengembangan budidaya rumput laut antara lain :

1. Tata ruang untuk peruntukan lokasi, pemanfaatan lokasi yang tersedia sering terjadi benturan kepentingan.

2. Bibit, belum tersedianya bibit rumput laut untuk menjamin mutu produk rumput laut hasil budidaya, sehingga diperlukan unit penyedia bibit yang dapat menyediakan bibit yang sesuai dengan persyaratan teknik produksi.

3. Modal usaha. Pelaku usaha dibidang rumput laut masih sulit mendapatkan modal pinjaman karena adanya anggapan bahwa usaha agrobinis beresiko tinggi. Hal ini belum tersedia dana khusus dari bank berupa skim kredit.

4. Kendala harga masih ditangan pembeli (buyer market), sehingga jaminan kualitas masih dalam bentuk bahan baku.

(5)

5. Belum dikembangkan processing yang baik, sehingga belum adanya standar kualitas (SNI) yang merupakan jaminan produk, dengan adanya SNI produk maka petani dapat menentukan kualitas produknya dan merupakan dasar menentukan harga jual.

6. Pola pikir dan mental petani, pengepul dan pengusaha. Mutu yang dihasilkan masih sangat rendah hal ini disebabkan penanganan pasca panen yang tidak baik dari petani, begitu juga dengan pengusaha yang hanya mementingkan keuntungan sementara yaitu dengan cara memperdagangkan rumput laut walau dengan mutu yang tidak baik.

7. Sumber Daya Manusia merupakan ujung tombak kegiatan pembudidayaan sehingga diperlukan ketrampilan, mental dan karakter dalam menentukan keberhasilan bagi usaha pengembangan rumput laut, baik dibidang budidayanya, perdagangnnya maupun dibidang industri pengolahannya.

8. Teknologi budidaya jenis K. alvarezii sudah dapat diterapkan, namun untuk pengembangan budidaya secara nasional perlu pengkajian lebih lanjut.

III. ASPEK-ASPEK PEMILIHAN LOKASI

Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam budidaya rumput laut meliputi aspek umum dan aspek teknis. Yang tercakup dalam aspek umum mengenai pemilihan lokasi, pengadaan bibit, dan pemilihan bibit, pemeliharaan dan pemanenan, hama dan penyakit, serta penanganan lepas panen. Sedangkan aspek teknis meliputi cara atau metode budidaya, seperti metode dasar, metode lepas dasar, dan metode apung.

Sesuai dengan judul makalah ini, maka ini hanya akan mencakup aspek umum pemilihan lokasi secara teknis dan non teknis. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pemilihan lokasi budidaya rumput laut (site

(6)

selection) dengan melihat budidaya rumput laut di perairan pantai dan diperairan yang relatif dalam maupun perairan dangkal. Lahan budidaya

Eucheuma sp yang cocok terutama sangat ditentukan oleh faktor ekologis

faktor resiko, faktor higienis, dan faktor sosial-ekonomi, yaitu :

3.1. Faktor Ekologis

Dalam memenuhi persyaratan pertumbuhan Eucheuma spp, dibutuhkan kondisi ekobiologi perairan yang memadai. Selanjutnya dikatakan bahwa persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi bagi budidaya, dan akan diuraikan beberapa kondisi ekologi yang dibutuhkan untuk jenis rumput laut Eucheuma tersebut. Parameter ekologis yang perlu diperhatikan antara lain: kondisi dasar perairan, kedalaman, arus, kadar garam, kecerahan, ketersediaan bibit dan organisme pengganggu. yaitu meliputi :

a) Dasar Perairan

Dasar perairan yang paling cocok bagi pertumbuhan Eucheuma spp adalah dasar perairan yang stabil yang terdiri dari potongan-potongan karang yang mati dan bercampur dengan pasir karang, ditumbuhi oleh komunitas yang terdiri dari berbagai jenis makro-algae, maka daerah ini cocok untuk pertumbuhannya dan menunjukkan adanya gerakan air yang baik. Dasar perairan seperti ini biasanya juga terkait dengan tingkat kecerahan perairan. Perairan dengan dasar karang ataupun karang mati memiliki kejernihan air yang relatif baik. Hal ini cukup penting bagi berlangsungnya fotosintesis bagi rumput laut ataupun tanaman lainnya.

Dasar perairan yang berlumpur kurang sesuai sebagai lokasi pemeliharaan rumput laut. Dasar perairan yang didominasi oleh lumpur dapat mengakibatkan kekeruhan yang tinggi. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan bukan hanya penetrasi cahaya yang rendah namun dampak langsungnya juga dapat berupa penempelan lumpur pada

(7)

permukaan rumput laut yang dipelihara. Artinya, terjadinya pengadukan lumpur selain berpengaruh pada penutupan permukaan rumput laut, juga mengurangi penetrasi cahaya dan kedua faktor ini sangat mempengaruhi efektivitas pemanfaatan cahaya oleh tanaman. Pada kondisi seperti itu, rumput laut tidak dapat bertumbuh dan dapat mengakibatkan kematian jika hal ini berlangsung lama.

Dasar perairan yang hanya terdiri dari pasir menunjukkan pergerakan air yang sedikit, dan lumpur menunjukkan pergerakan air yang lebih rendah lagi. Dasar perairan yang terdiri dari karang yang keras selalu atau sering menerima pergerakan air yang kuat terutama pukulan ombak yang besar. Bila terdapat suatu perairan yang terdiri dari potongan-potongan karang mati dan pasir berarti pergerakan airnya cukup tidak rendah dan tidak terlalu kuat. Keadaan dasar perairan yang dasarnya atau tumbuh-tumbuhan yang terdapat di situ banyak ditempeli endapan (silt), mempunyai pergerakan air yang kurang. Hendaknya perairan yang demikian tidak dipilih dalam penentuan area budidaya. Bila budidaya dilakukan juga, seperti halnya tanaman yang tumbuh alami akan ditutupi oleh endapan-endapan air. Tertutupnya permukaan thallus tanaman menyebabkan kurangnya sinar matahari yang diterima yang diperlukan untuk proses fotosintesa. Selain itu karena sedikitnya pergerakan air, maka jumlah makanan yang dapat diserap juga sedikit. Sehingga dengan demikian pertumbuhan tanaman di tempat yang demikian itu menjadi rendah.

b) Kedalaman Air

Kedalaman perairan sangat tergantung dari metode budidaya yang akan dipilih, secara alami Eucheuma spp didapati hidup dan tumbuh dengan baik pada kedalaman air sekitar 30 – 60 cm pada waktu surut terendah. Untuk metode lepas dasar, rakit apung dan rawai (long line) dapat dilakukan pada perairan yang kedalamannya 2 – 15 meter. Kondisi

(8)

ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari.

c) Arus

Arus mempunyai peranan penting dalam penyebaran unsur hara di laut. Arus ini sangat berperan dalam perolehan makanan bagi alga laut karena arus dapat membawa nutrien yang dibutuhkannya. Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan (nutrients) melalui aliran air yang melewatinya. Gerakan air yang cukup akan membawa nutrients dan sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada thallus, membantu suplai oksigen, dan dapat mengatasi kenaikan temperatur air laut yang tajam. Kecepatan arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput laut berkisar antara 20 - 40 cm/ detik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20 – 28 ºC. Indikator suatu loaksi yang memiliki arus yang baik adanya tumbuhan karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah. Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut dan pasang surut yang bergelombang panjang dari laut terbuka.

Menurut Sulistijo (1994), salah satu syarat untuk menentukan lokasi

Eucheuma sp adalah adanya arus dengan kecepatan 0,33 - 0,66 m/detik.

Di tempat yang pergerakan airnya kuat, angka pertumubuhan tanaman akan tinggi, akan tetepi bila pergerakan air (ombak atau arus) itu terlalu kuat, tanaman akan rusak patah-patah dan bahkan bangunan budidaya bisa rusak. Jika dasar perairan yang hanya terdiri dari pasir mempunyai pergerakan air yang kurang. Di tempat seperti ini pananaman diatas dasar memberikan hasil yang kurang baik. Akan tetapi bila Eucheuma ditanam dekat permukaan air, mungkin pergerakan airnya cukup karena pengaruh ombak, maka pertumbuhan tanaman akan lebih baik.

(9)

d) Salinitas

Di alam, Eucheuma spp tumbuh pada salinitas air laut yaitu berkisar 28 – 35 ppt. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar akan menyebabkan pertumbuhan Eucheuma spp menjadi tidak normal. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. Soegiarto et al. (1978) menyatakan kisaran salinitas yang baik untuk Eucheuma sp adalah 32 - 35 ppt. Dalam hubungannya, Eucheuma spp merupakan rumput laut yang relatif tidak tahan terhadap kisaran kadar garam yang luas.

Eucheuma spp memerlukan kadar garam yang agak tinggi disekitar 30

permill atau lebih. Hendaknya tidak dipilih lokasi yang dekat dengan muara sungai. Dua hal yang merugikan dari muara sungai ini yaitu suplai air tawar yang dapat merusak tanaman dan endapan atau lumpur yang dapat menutupi permukaan thallus tanaman.

e) Suhu

Suhu perairan mempengaruhi laju fotosintesis. Nilai suhu perairan yang optimal untuk laju fotosintesis berbeda pada setiap jenis. Secara prinsip suhu yang tinggi dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi, serta dapat merusak enzim dan membran sel yang bersifat labil terhadap suhu yang tinggi. Pada suhu yang rendah, protein dan lemak membran dapat mengalami kerusakan sebagai akibat terbentuknya kristal di dalam sel. Terkait dengan itu, maka suhu sangat mempengaruhi beberapa hal yang terkait dengan kehidupan rumput laut, seperti kehilangan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, fotosintesis dan respirasi.

Sulistijo (1994) menyatakan kisaran suhu perairan yang baik untuk rumput laut Eucheuma adalah 27 – 30 oC. Temperatur air laut

dipengaruhi oleh arus, pasang dan kedalaman. Adanya arus terus menerus, apalagi bila massa airnya berasal dari parairan dalam maka

(10)

temperatur cukup baik, mungkin 25–27°C atau lebih rendah lagi. Dan yang penting dari temperatur ini fluktuasinya yang rendah. Pada waktu pasang surut, tidak terjadi aliran air, kedalaman hanya bebarapa cm pada siang hari yang cerah, maka temperatur air cukup tinggi dapat mencapai sampai 35°C. Hal ini dapat merugikan tanaman apalagi bila berlangsung lama sampai 3 atau 4 jam.

f) Kecerahan

Dalam budidaya rumput laut tingkat kecerahan yang tinggi sangat dibutuhkan, sehingga cahaya dapat masuk kedalam air. Intensitas sinar yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses fotosintesa. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut.

g) Pencemaran

Pencemaran perairan oleh rumah tangga, industri, maupun limbah kapal laut harus dihindari. Semua bahan pencemaran dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. Perairan yang mengalami pencemaran karang terutama merupakan alur pelayaran tidak dianjurkan untuk dipilih sebgai lokasi pananaman.

h) Ketersediaan Bibit.

Bibit rumput laut yang berkualitas sebaiknya tersedia di sekitar lokasi yang dipilih, baik yang bersumber dari alam maupun dari budidaya. Apabila di lokasi tersebut tidak tersedia bibit maka sebaiknya didatangkan dari daerah terdekat dengan memperhatikan kaidah-kaidah penanganan bibit dan pengangkutan yang baik. Pada lokasi dimana

Eucheuma cottonii bisa tumbuh, biasanya terdapat pula jenis lain seperti Gracilaria dan Sargassum.

(11)

i) Areal budidaya

Suatu perairan yang merupakan terusan dan terletak di antara dua pulau atau gugusan pulau-pulau karang biasanya mempunyai arus kuat dan baik sekali untuk area budidaya. Di perairan yang menghadap lautan bebas, bila terdapat barrier reef juga bagus sekali dipilih karena tanaman akan mendapat pergerakan air baik sekali dari ombak samudera yang sudah pecah di karang sebelum mencapai tanaman. Di suatu perairan karang yang luas sekali dapat terjadi alur-alur atau kanal yang waktu surut rendah merupakan anak sungai. Di bagian ini arusnya lebih dari di bagian lainnya sehingga bagus juga untuk area budidaya.

Di alam, tumbuhnya biasa persis pada garis surut terendah atau tidak lebih dalam dari 1,0 meter di bawah garis surut terendah. Kadang-kadang masih terdapat juga ditempat-tempat yang kekeringan sampai satu jam pada waktu surut. Untuk menentukan areal budidaya dalam hubungannya dengan kedalaman, perlu diperhatikan bahwa pada waktu pasang surut terendah area tersebut tidak kekeringan (exposed). Apabila areal demikian sukar diperoleh, bisa juga dipilih areal yang kekeringan hanya sekitar satu atau dua jam. Kedalaman maksimum akan ditentukan berdasarkan pada metoda penanaman apa yang akan digunakan. Bila digunakan metoda lepas dasar maka maksimum kedalaman pada surut terendah 30 cm. Dengan sedemikian semua pegga pekerjaan penanaman pemeliharaan dan panen dapat dikerjakan dengan mudah. Maksimum kedalaman ini kira-kira satu meter. Bila akan digunakan metoda terapung maka kedalamannya dapat lebih dalam, karena pemeliharaan dan panen dapat dilakukan di atas perahu. Walaupun demikian, pemeliharaan panen dari atas perahu lebih sulit dari pada bila dikerjakan sambil berdiri di dasar perairan.

(12)

3.2. Faktor Resiko

Faktor resiko merupakan salah satu faktor non-teknis yang perlu mendapat perhatian dalam pemilihan lokasi budidaya, yang meliputi:

a) Keterlindungan; Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya

dan rumput laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya di perairan teluk atau perairan yang terlindung atau terhalang oleh pulau. Selain itu, daerah yang dianggap cukup terlindung adalah perairan semi tertutup seperti teluk sehingga perairan yang ada didalamnya relatif aman dari terjangan ombak dan badai yang cukup keras. Wilayah perairan yang cukup sering mendapat terpaan ombak dan gelombang setiap tahun kurang sesuai untuk dipilih sebagai areal budidaya. Pada kondisi perairan seperti ini akibat yang dapat ditimbulkan dapat berupa kerugian material atau usaha yang kurang menguntungkan, bahkan pada kondisi yang lebih parah dapat mengakibatkan kehilangan seluruh fasilitas budidaya.

b) Keamanan Lokasi; Masalah pencurian dan sabotase mungkin saja

dapat terjadi pada lokasi tertentu, sehingga upaya pengamanan baik secara perorangan maupun secara kelompok harus dilakukan. Upaya pendekatan dan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar lokasi perlu dilakukan.

c) Konflik Kepentingan; Pemilihan lokasi sebaiknya tidak

menimbulkan konflik dengan kepentingan lain. Beberapa kegiatan perikanan (penangkapan ikan, pemasangan bubu, bagang, pengumpul ikan hias, KJA) dan kegiatan non perikanan (parawisata, perhubungan laut, industri, taman nasional laut,) dapat berpengaruh negatif terhadap aktivitas usaha rumput laut.

(13)

d) Aspek Peraturan dan Perundang-Undangan; Untuk menguatkan

keberlanjutan usaha budidaya rumput laut, maka pemilihan lokasi harus tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah serta harus mengikuti tata ruang yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat.

3.3. Faktor Higienis

Lokasi budidaya sebaiknya terhindar dari cemaran yang berasal dari limbah rumah tangga maupun industri. Selain itu cemaran sampah dan kotoran lumpur yang umumnya terjadi pada daerah aliran muara sungai sebaiknya dihindari. Hal ini disebabkan karena rumput laut umumnya dapat menyerap polutan (bahan pencemar) seperti logam berat, sehingga jika terakumulasi dalam jaringan tanaman akan berdampak pada konsumen.

3.4. Faktor Sosial-Ekonomi

Aspek sosial-ekonomi yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi antara lain keterjangkauan lokasi, tenaga kerja, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial masyarakat.

Pemilik usaha budidaya rumput laut biasanya memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Kemudian lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit dan hasil panen.

a) Keterjangkauan Lokasi; Lokasi budidaya yang dipilih yang mudah

dijangkau. Umumnya lokasi budidaya relatif berdekatan dengan pemukiman penduduk agar lebih mudah melakukan pemeliharaan.

b) Tenaga Kerja; Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal di

sekitar lokasi budidaya. Menggunakan tenaga lokal dilakukan sebagai upaya untuk menghemat biaya produksi dan sekaligus membuka peluang atau kesempatan kerja.

(14)

c) Sarana dan Prasarana; Lokasi budidaya sebaiknya berdekatan dengan

sarana dan prasarana perhubungan yang memadai untuk memudahkan dalam pengangkutan bahan, bibit, hasil panen dan pemasarannya.

d) Kondisi Sosial Masyarakat; Kondisi sosial masyarakat yang kondusif

memungkinkan perkembangnya usaha budidaya rumput laut.

IV. PENUTUP

Budidaya rumput laut memberikan harapan dalam peningkatan pendapatan masyarakat pesisir. Oleh karena itu, upaya peningkatan produktivitas budidaya rumput laut harus didukung persyaratan lokasi yang mutlak menjadi pertimbangan utama sebelum menetapkan kesesuaian lahan/areal untuk suatu usaha budidaya.

Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan budidaya rumput laut perlu dikaji lebih mendalam dalam mencari solusi yang tepat. Diperlukan bimbingan dan pembinaan dari instansi terkait kepada pembudidaya rumput laut melalui peningkatkan pengetahuan tentang aspek biologi, kimia dan fisik persyaratan lokasi yang dapat dijadikan sebagai lokasi pembudidayaan rumput laut serta teknik budidaya dan operasionalnya mulai dari perencanaan, proses produksi, panen dan penanganan hasil panen serta pemasaran.

Selain itu perlu ditetapkan kelayakan pengembangan kawasan yakni penentuan pengembangan sentra produksi budidaya rumput laut dimana pengembangan budidaya rumput laut perlu dilakukan dengan sistem kemitraan.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, Jana T., Zatnika, A., Heri Purwoto, dan Istini, S., 2006,

Rumput Laut Pembudidayaan, Pengolahan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Penebar Swadaya, Informasi Dunia Pertanian,

Cetakan I, Jakarta.

Anggadiredja. J.T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto dan Sri Istini., Rumput Laut, seri Agribisnis,2006.

Anonimous., 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Dalam Rangka Intensifikasi Pembudidayaan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Direktorat Pembudidayaan, Jakarta.

Anonimous., 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Mubarak,H., S. Ilyas, W.Ismail, I.S. Wahyuni, S.T. Hartati, E. Pratiwi, Z.

Jangkaru, dan R. Arifuddin. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput

Laut. Seri Pengembangan Hasil Penelitian Perikanan No.

PHP/KAN/PT/13/1990. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 94 hal.

Puslitbangkan. 1990. Petunjuk Teknis Budidaya Rumput Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.

Sulistyowati. H., 2003. Struktur Komunitas Seaweed (Rumput Laut) Di Pantai Pasir Putih Kabupaten Situbondo. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Jember. Jurnal Ilmu Dasar vol. 4 No.1 hal. 58 – 61.

Sulistijo. 1985. Budidaya Rumput Lau. (BL/85/WP-11). Laboratorium Marikultur, Lembaga Oceanologi Nasional LIPL. Jakarta.

Soegiarto, A. Sulistijo dan W.S. Atmadja., 1977. Pertumbuhan alga laut

Eucheuma spinosum pada berbagai kedalaman di goba Pulau Pari.

Oseanologi di Indonesia 8 : 1–12.

Soekarno, DR., 2001. Potensi Terumbu Karang Bagi Pembangunan Daerah Berbasis Kelautan. Coremap LIPI, Info Urdi Vol. 11

(16)

Lampiran Tabel 1. Persyaratan Lokasi Budidaya Laut *)

No. Parameter Satuan Diperbolehkan Diinginkan

A. Oseanografi

1. Kedalaman m 5 – 40 7 – 15

2. A r u s m/detik 0,15 – 0,50 0,25 – 0,35 3. Substrat dasar - Pasir Karang

4. Keterlindungan - Terlindung Sangat terlindung B. Kualitas Air

1. Suhu ºC Alami Alami

2. Salinitas Mg/ l ±10 % Alami

3. pH - 6 – 9 6,5 – 8,5

4. TSS Mg/ l 80 < 25

*) Sumber : Kep.Men 02/Men 02/MenKLH/I/1988 tentang Kualitas Air Laut untuk Budidaya Laut

(17)

Lampiran Tabel 2. Persyaratan Teknis Penilaian Kecocokan Lokasi

Budidaya Rumput Laut Dengan Metode Lepas Dasar.

No. Parameter Kriteria Nlai

1 Keterlindungan Terlindung Agak terlindung Terbuka 10 6 2

2 Gerakan air (arus) 20-30 cm/det 30-40 cm/det

< 20 dan > 40 cm/det

15 9 3

3 Dasar perairan Pasir dan pecahan karang Pasir berlumpur lumpur 10 6 0 4 Kedalaman 30-60 cm 0-30 cm 60-100 cm < 0 dan > 100 cm 10 8 6 2

5 Kejernihan 5 m atau lebih 3-5 m < 3 m 8 5 2 6 Salinitas 32-34%o 28-32%o < 28%o 15 10 5

7 Pencemar Tidak ada

Sedang Tinggi

10 5 0

8 Hewan herbivor Tidak ada Ikan, bulu babi penyu 7 4 1 9 Keterjangkauan Mudah Sedang Sukar 8 5 2

10 Tenaga kerja lokal Banyak Sedang Kurang

7 4 1

Sumber : (Mubarak et al., 1990). Keterangan :

Jumlah nilai 80 – 100 = sangat baik 70 – 79 = baik

60 – 69 = dapat diterima bila parameter yang buruk dapat diperbaiki

Referensi

Dokumen terkait

Tampilan antarmuka tentang penyakit yang ditunjukkan merupakan tampilan halaman yang muncul ketika pengguna mengklik tombol daftar gejala dan penyakit pada halaman utama, pada

Sebaliknya, Jika nilai f-hitung lebih besar dari f-tabel (F-hitung &gt; F-tabe maka kesimpulannya adalah tidak terdapat hubungan linear seccara sgnifikan antara variabel

Penggunaan BOK untuk Balai Kesehatan Masyarakat yang merupakan UPT kabupaten/kota untuk meningkatkan jangkauan pelayanan promotif dan preventif di luar gedung

Pengklasifikasian karakter tulisan tangan adalah salah satu tahap dari proses pengenalan karakter tulisan tangan yang diawali dengan pengambilan data, segmentasi, klasifikasi

Warga negara yang berada diwilayah perbatasan sangat dibutuhkan untuk memperkuat rasa nasionalismenya mereka dengan pendekatan keamanan, kesejahteraan dan

3.10.2 mengidentifikasi dan Mendiskusikan konsep momentum, impuls, hubungan antara impuls dan momentum serta hukum kekekalan momentum dalam berbagai penyelesaian masalah..

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Majelis Hakim menetapkan Amir Fauzi sebagai Justice Collaborator sebagaimana tertulis dalam pertimbangan hakim “Menimbang, bahwa

a) Melaksanakan segala keinginan dan segala tujuan gagasan atau pesan, misalnya komunikasi yang sifatnya serius, pesan-pesan atau gagasan yang akan disampaikan