• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP SDH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASKEP SDH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Medis

Konsep Medis

Subdural Hematoma (SDH)

Subdural Hematoma (SDH)

A. A. DefinisiDefinisi

Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara durameter dan jaringan otak, yang dapat terjadi secara akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, yang dapat terjadi secara akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam

sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam –  –  2 hari atau  2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan

dalam 2 minggu atau beberapa bulan

B.

B. EtiologiEtiologi Penyebab

Penyebab subdural hematoma subdural hematoma antara lain :antara lain : 1.

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil.Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda dan mobil. 2.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan. 3.

3. Cedera akibat kekerasan.Cedera akibat kekerasan. 4.

4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobekBenda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak.

otak. 5.

5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya. 6.

6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobekBenda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan Keadaan ini timbul setelah cedera/ trauma kepala hebat, seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Perdarahan sub dural dapat terjadi pada:

(2)

1. Trauma kapitis

Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.

2. Trauma pada leher karena guncangan pada badan.

Hal ini lebih mudah terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak - anak.

3. Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan subdura 4. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan subdural

yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor intrakranial. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang timbul pada hematoma terdiri dari : 1. Hematoma Subdural Akut

Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48  jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan

neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

2. Hematoma Subdural Subakut

Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang  perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda

status neurologik yang memburuk.

Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi

(3)

unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

3. Hematoma Subdural Kronik

Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan  beberapa tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena

yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan  paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.

Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis  biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran  perdarahan ini adalah:

· Sakit kepala yang menetap

· Rasa mengantuk yang hilang-timbul · Linglung

· Perubahan ingatan

· Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

D. Potofisiologi

Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di  permukaan otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea.

Karena otak yang bermandikan cairan cerebrospinal dapat bergerak, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma, dapat merobek beberapa vena halus pada tempat di mana mereka menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu besar akan membeku

(4)

dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari sekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.

Perdarahan sub dural kronik umumnya berasosiasi dengan atrofi cerebral. Vena  jembatan dianggap dalam tekanan yang lebih besar, bila volume otak mengecil sehingga walaupun hanya trauma yang kecil saja dapat menyebabkan robekan pada vena tersebut. Perdarahan terjadi secara perlahan karena tekanan sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar sebelum gejala klinis muncul. Pada  perdarahan subdural yang kecil sering terjadi perdarahan yang spontan. Pada hematoma

yang besar biasanya menyebabkan terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut. Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural kronik. Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik tertentu akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut.

Komplains intrakranial mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya  peningkatan tekanan intra kranial yang cukup besar. Akibatnya perfusi serebral  berkurang dan terjadi iskemi serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi tonsilar melalui foramen magnum dapat terjadi jika seluruh  batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya. Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang meningkat inilah yang mengakibatkan  pembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner

ini, yaitu ternyata dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan terjadinya

(5)

 perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi bantuan dalam  pembentukan peningkatan vaskularisasi di luar membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya perdarahan subdural kronik.

(6)

E. Pathway Trauma Cedera Ke ala Fraktur Intertulan Arteri Meningeal Tengah Robek Perdarahan Hematoma E idural

Memar Pada Area Otak

Perdarahan dalam Substansi Otak Fraktur Depresi Tulang Tengkorak Hematoma Subdural Perdarahan Vena Robek

Per indahan Jarin an Otak & Herniasi TIK

Hematoma Meluas

Hematoma Intrakranial

Su lai O2 Ke Otak Menurun Aliran Darah Otak Menurun Resiko Ketidakefektifan

Perfusi Jaringan Otak

Refleks Menelan/Batuk Menurun

Kesadaran Menurun Hi oksia

Intoleransi Aktivitas Perubahan Frekuensi, Irama &

Kedalaman Pernapasan Hilang Control Volunter

Otot Perna asan

Kerusakan Jarin an Otak

Ketidakefektifan Pola Napas

(7)

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan subdural hematom adalah sebagai berikut : 1. CT Scan

CT Scan saat tanpa atau dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

2. MRI (Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna untuk mengidentifikasi  perdarahan ekstraserebral.

3. Angiografi Serebral

Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

4. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

G. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medik yang dilakukan pada pasien dengan subdural hematom adalah sebagai berikut :

1. Tindakan Tanpa Pembedahan

Pada kasus perdarahan yang kecil (volume 30 cc ataupun kurang) dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi  penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang kemudian dapat

mengalami pengapuran.

Akumulasi Sekret

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

(8)

2. Tindakan Pembedahan

Hematoma subdural yang akut dan kronik, jika memberikan gejala-gejala yang  berat dan progresif maka perlu dioperasi. Pada CT scan pasien dengan hematoma subdural dengan ketebalan lesi > 10 mm atau midline-shift   > 5 mm maka harus dievakuasi dengan pembedahan, tanpa memperhatikan GCS pasien. Semua pasien dengan hematoma subdural akut dengan koma maka Tekanan intrakranialnya harus diawasi. Pasien dengan status koma dengan ketebalan lesi hematom subdural < 10 mm dan midline shift   < 5 mm harus dievakuasi dengan pembedahan jika GCS menurun diantara waktu trauma dan masuk di rumah sakit dengan 2 atau lebih poin dan atau pasien yang menunjukkan asimetris dan atau pupil dilatasi dan atau tekanan intrakranial melebihi 20 mm Hg.

3. Perawatan Pascabedah

Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.

4. Follow –  Up

CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.

5. Pengobatan

a. Hiperventilasi

Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi  pembuluh darah.

 b. Cairan hiperosmoler

Umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis.

c. Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid untuk menstabilkan sawar darah otak. Berupa Dexametason, Metilprednisolon, dan Triamsinolon.

(9)

Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian 1. Biodata :

Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, a gama, suku  bangsa, tanggal MRS.

2. Riwayat Penyakit :

a. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran dan mengalami kejang serta muntah.

b. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, penurunan

 penglihatan, kelemahan ekstermitas, peninggian tekanan intrakranial serta gejala neurologik fokal .

c. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema)  jantung ( endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

d. Riwayat penyakit keluarga : apakah dalam keluarga ada atau t idak yang mempunyai penyakit infeksi paru –  paru, jantung, AIDS

3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum pasien : apakah ada penurunan tingkat kesadaran secara drast is, TTV; TD, N, RR, S. (Suhu badan mengalami peningkatan 38-41C)

 b. Kepala : bentuk kepala simetis/tidak, ada ketombe/tidak, pertumbuhan rambut, ada lesi/tidak, ada nyeri tekan/tidak. Apakah pernah mengalami cidera kepala c. Kulit : Warna kulit, turgor kulit cepat kembali/tidak, tanda peradangan ada/tidak,

adanya lesi/tidak, oedema/tidak.

d. Penglihatan : Bola mata simetris/tidak, gerakan bola mata, reflek pupil thd cahaya ada/tidak, kornea benik/tidak, konjungtiva anemis/tidak, sclera ada ikterik/tidak, ketajaman penglihatan normal/tidak, (pupil terlihat unisokor tanda adanya peningkatan TIK, oedema pupil, terdapat fotophobia)

e. Penciuman : Bentuk simetris/tidak, fungsi penciuman baik/tidak, peradangan ada/tidak, ada polip/tidak, pemeriksaan sinus maxilaris kemungkinan ada  peradangan.

(10)

f. Pendengaran : Bentuk daun telinga (simetris/tidak), letaknya(simetris/tidak),  peradangan (ada/tidak), fungsi pendengaran (baik/tidak), ada serumen/tidak, ada

cairan purulent /tidak.

g. Mulut : Bibir (warnanya pucat/cyanosis/merah), kering/tidak, pecah/tidak, Gigi (bersih/tidak), gusi (ada berdarah/peradangan/tidak), tonsil (radang/tidak), lidah (tremor/tidak,kotor/tidak), fungsi pengecapan (baik/tidak), mucosa mulut

(warnanya), ada stomatitis/tidak.

h. Leher : Benjolan/massa (ada/tidak), ada kekakuan/tidak, ada nyeri tekan/ti dak,  pergerakan leher (ROM): bisa bergerak fleksi/ tidak,rotasi/tidak,lateral

fleksi/tidak, hiperekstension/tidak, tenggorokan: ovula (simetris/tidak), kedudukan trachea (normal/tidak), gangguan bicara (ada/tidak).

i. Dada : Bentuk (simetris/tidak), bentuk dan pergerakan dinding dada

(simetris/tidak), ada bunyi/irama pernapasan seperti: teratur/tidak, ada cheynes stokes/tidak, ada irama kussmaul/tidak, stridor/tidak, wheezing ada/tidak,

ronchi/tidak, pleural friction-Rub/tidak, ada nyeri tekan pada daerah dada/tidak, ada/tidak bunyi jantung

 j. Abdomen : Bentuk (simetris/tidak), datar/tidak, ada nyeri tekan pada

epigastrik/tidak, ada peningkatan peristaltic usus/tidak, ada nyeri tekan pada daerah suprapubik/tidak, ada oedem/tidak

k. Genetalia : Ada radang pada genitalia eksterna/tidak, ada lesi/tidak, siklus menstruasi teratur/tidak ada pengeluaran cairan/tidak.

l. Ekstremitas atas/bawah : Ada pembatasan gerak/tidak, ada odem/tidak,varises ada/tidak, tromboplebitis ada/tidak,nyeri/kemerahan (ada/tidak), tanda-tanda infeksi (ada/tidak), ada kelemahan tungkai/tidak. (Terdapat penurunan dalam gerakan motoric, kekuatan otot menurun tidak ada koordinasi dengan otak, gangguan keseimbangan otot)

4. Pola

a. Aktivitas/istirahat :

Tanda ; ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.

b. Personal Higiene

Tanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut)

(11)

c.  Nutrisi

Gejala; kehilangan nafsu makan ,disfagia (pada periode akut)

Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.

d. Eliminasi

Tanda; adanya inkontensia dan/atau retensi

e. Seksualitas

Tanda : terdapat gangguan pemenuhan kebutuhan seksual, penurunan tingkat kesadaran.

f. Psikososial

Observasi terhadap perilaku dan penampilan diri pasien, pantau setiap aktivit as motorik, hubungan dengan keluarga mengalami penurunan juga hubungan dengan masyarakat.

g. Spiritual : Melaksanakan kegiatan keagamaan secara rutin dan taat.

5. GCS

 Eye (respon membuka mata) : (4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) :dengan rangsang nyeri

(1) : tidak ada respon

 Verbal (respon verbal) : (5): orientasi baik

(4): bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang) disorientasi tempat dan waktu.

(3): kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon

 Motor (respon motorik) : (6): mengikuti perintah

(12)

(5): melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4): withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan  jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 –  15 = CKR (cidera kepala ringan) GCS : 9 –  13 = CKS (cidera kepala sedang) GCS : 3 –  8 = CKB (cidera kepala berat)

6. Pemeriksaan 12 Nervus 1. Nervus Olfaktori (N. I):

Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman 2. Nervus Optikus (N. II)

Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan 3. Nervus Okulomotoris (N. III)

Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas, kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler

4. Nervus Trochlearis (N. IV)

Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam 5. Nervus Trigeminus (N. V)

Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi, refleks korenea dan refleks kedip

6. Nervus Abdusen (N. VI)

Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral 7.  Nervus Fasialis (N. VII)

(13)

Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah 8. Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)

Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan 9. Nervus Glosofaringeus (N. IX)

Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa 10. Nervus Vagus (N. X)

Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan 11. Nervus Asesoris (N. XI)

Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu 12. Nervus Hipoglosus

Fungsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah

7. Kriteria penilaian kekuatan otot

 Nilai 0: Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi visual (tidak ada kontraksi)

 Nilai 1: Otot ada kontraksi , baik dilihhat secara visual atau dengan palpasi , ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot

 Nilai 2: Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi. Posisi ini sering digambarkan sebagai bidang horizontal gerak tidak Full ROM

 Nilai 3: Gerakan melawan grafitasi dan full ROM  Nilai 4: Resistance minimal (tahanan minimal)  Nilai 5: Resistance Maksimal (tahanan Maksismal)

(14)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.

2. Ketidakefektifan pola napas b.d Hiperventilasi

3. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan, tirah baring, kelemahan umum, anemia dan retensi sampah

4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan orak b.d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak

Referensi

Dokumen terkait

The objectives of the study are: (1) to explore consumers’ attitude to the protest for the cancelation of Lady Gaga’s concert; and (2) using classical conditioning and

Tanggal 03 Januari 2013, berdasarkan Berita Acara Hasil Pengadaan Barang Nomor :SllP*l01l9rertulltPanl\flZ$13 Tanggal 4 Juni 2013, dengan ini menetapkan penyedia

the set reference system frequency and thus over time minimize the phase dierence to acceptable limits. With P/f-droop controlled DER units all DER unit converters must be

Refleksi adalah upaya untuk mengkaji hal yang telah terjadi yang berhasil ataupun Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan Refleksi Perencanaan Pelaksanaan Pengamatan

Ia sebagai calon Rasul dan pesuruh Allah yang akan membawa pelita kebenaran kepada kaumnya,jauh-jauh telah diilhami akal sihat dan fikiran tajam serta kesedaran

Rencana Pengembangan Kawasan Konservasi Taman Wisata Bahari Gosong Senggora, Gosong Sepagar, Beras Basah dan sekitarnya, Kabupaten Kotawaringin Barat. • Luas ±

Menurut Diana dalam Rosi, dkk (2012) konsumen yang tidak puas biasanya memiliki kecenderungan untuk berpindah ke merek lain yang mampu memenuhi kebutuhan mereka. Jika

(1) Susunan keanggotaan Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK di Kota dan Kecamatan, diketuai oleh Walikota dan Camat dengan anggota terdiri dari para pimpinan