• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. Berkesesuaian dengan Peraturan Nomor IX.K.1 Bapepam-LK, proses sekuritisasi aset dirinci dalam konstruksi/struktur sebagai berikut:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III. Berkesesuaian dengan Peraturan Nomor IX.K.1 Bapepam-LK, proses sekuritisasi aset dirinci dalam konstruksi/struktur sebagai berikut:"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menjawab mengenai Hubungan Hukum antara para pihak dalam investasi Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) kaitannya dengan pemenuhan prinsip Hukum Pasar Modal dan perlindungan Investor pemegang EBA dalam hal terjadinya gagal bayar, dalam hal ini yang diteliti adalah KIK-DBTN03.

A. Hubungan Hukum antara Para Pihak dalam Investasi Reksa Dana Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) Kaitannya

dengan Pemenuhan Prinsip Hukum Pasar Modal

1. Konstruksi Hukum dan Hubungan Hukum antara Para Pihak KIK-EBA Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-493/BL/2008 tentang Perubahan Peraturan Nomor IX.K.1 tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities) (selanjutnya dalam penulisan disebut Peraturan Nomor IX.K.1), peraturan ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) adalah:

Kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang EBA di mana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif.

Berkesesuaian dengan Peraturan Nomor IX.K.1 Bapepam-LK, proses sekuritisasi aset dirinci dalam konstruksi/struktur sebagai berikut:

(2)

gagal bayar (wanprestasi) ke pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 111 UUPM.

Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.

Bentuk perlindungan hukum lainnya yang bersifat represif dalam UUOJK Pasal 29:

1) memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;

2) mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dari isi Pasal tersebut terlihat bahwa Perlindungan hukum represif yang diberikan yaitu investor pemegang EBA diberikan kesempatan untuk melakukan suatu gugatan atau menuntut ganti rugi kepada debitor maupun yakni perusahaan publik melalui pengadilan jika terjadi risiko gagal bayar yang nantinya akan ditentukan oleh putusan hakim. Ketentuan pasal 111 UUPM tersebut hanya berlaku secara umum karena dalam hal terjadi risiko gagal bayar EBA korporasi, gugatan dan tuntutan ganti rugi melalui pengadilan diajukan oleh wali amanat.

Kepentingan investor diwakili oleh wali amanat sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (2) UUPM, yang mengatakan bahwa “sejak ditandatangani perjanjian perwaliamanatan antara emiten dan wali amanat, maka wali amanat telah

(3)

sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang efek bersifat utang.” Wali amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-Undang untuk mewakili investor pemegang EBA dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan investor pemegang EBA tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak investor pemegang EBA, baik di dalam maupun di luar pengadilan, tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari investor pemegang EBA. Pasal 21.2 dikatakan bahwa Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIK-DBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya kepada Bank Kustodian secara tertulis mengenai wanprestasi yang dilakukan Bank Kustodian ... Bank Kustodian menjadi wali amanat untuk memulai tindakan, tuntutan atau gugatan atas nama Pemengan EBA dengan permintaan tertulis dari Pemegang EBA yang mana dalam proses pemberitahuan permintaan tertulis kepada Bank Kustodian harus diwakili tidak kurang dari 25% dari Jumlah Pokok terhutang atas EBA Kelas A untuk memulai suatu tindakan, tuntutan, atau gugatan atas namanya dimana kedudukan Bank Kustodian adalah sebagai Wali Amanat berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam KIK-DBTN03. Sehingga saat gagal bayar terjadi untuk Pemegang EBA dengan nominal kurang dari 25% tidaklah dapat melakukan tindakan, tuntutan, atau gugatan dikarenakan Pasal 21.2 KIK-DBTN03 tersebut, sehingga Pasal 51 ayat (2) UUPM tidak berlaku untuk investor Pemegang EBA dengan nominal terhutang kurang dari 25%.

Bentuk perlindungan hukum dalam KIK-DBTN03 tidaklah dimuat pengaturan khusus mengenai hal tersebut, peraturan-peraturan EBA seperti yang telah dijelaskan diatas mengenai aturan perlindungan hukum untuk investor pemegang EBA hanya membuat investor terlindungi ketika belum terjadi gagal bayar (preventif) akan tetapi saat terjadi gagal bayar secara eksplisit perlindungan hukum itu tidaklah jelas (represif) hanya dikatakan kalau investor dapat menuntut. Namun, tidak diaturnya pihak yang akan bertanggung jawab terhadap resiko gagal bayar dari pihak debitur membuat

(4)

pihak investor pemegang EBA bingung untuk menuntut, dikarenakan terjadi tiga perjanjian atau kontrak sebelum terbitnya EBA, dan ini secara umum maupun khusus tidaklah diatur dalam UUPM, UUOJK, ataupun dalam KIK-DBTN03 itu sendiri. Prospektus KIK-KIK-DBTN03 mengatakan jika terjadi gagal bayar oleh debitur, maka penyedia jasa melakukan pendaftaran balik nama Hak Tanggungan ke atas nama Bank Kustodian dan melakukan eksekusi terhadap agunan kredit (Properti dibiayai), jadi apabila terjadi gagal bayar dan tidak jelasnya debitur maka agunan kredit debitur dapat dijual beserta sarana peningkatan kredit akan tetapi jika agunan tersebut tidak mencukupi untuk melunasi EBA maka hal ini sudah merupakan risiko investor. Penerbit hanya bertanggung jawab sebesar aset keuangan Sarana Peningkatan Kredit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi investor pemegang EBA masih lemah yang mana tidak memenuhi kepentingan investor.

(5)

(Gambar 4)

Struktur/Konstruksi Penerbitan EBA di Indonesia Berdasarkan Pereturan Bapepam-LK Nomor XI.K.1

Keterangan Gambar:

a. Terdapat Fasilitas Kredit atau perjanjian hutang piutang antara Debitur dengan Kreditur Awal.

b. Manajer Investasi dan Bank Kustodian membuat Kontrak Investasi Kolektif EBA.

Debitur Kreditur Awal

Akta Pembelian Kredit Perjanjian Pemberian Jaminan Pemberi Jasa Akta jual Beli/Tukar Menukar Piutang Akta Cessie Perjanjian Jaminan Ikut Berlaih Akta Penyedia Jasa Penagihan Pemberitahuan tentang adanya Cessie KIK EBA

Manajer Investasi Bank Kustodian

Dokumen Keterbukaan EBA

(6)

c. Manajer Investasi membeli/tukar menukar aset-aset keuangan dari Kreditur Awal untuk dan atas nama Kontrak Investasi Kolektif.

d. Bank Kustodian menyimpan aset-aset keuangan dalam rekening KIK-EBA.

e. Manajer Investasi untuk dan atas nama KIK-EBA menerbitkan instrumen EBA untuk dijual kepada Investor.

f. Investor membayarkan harga pembelian instrumen EBA ke rekening Bank Kustodian.

g. KIK-EBA mengeluarkan sertifikat EBA kepada Investor Pemegang EBA. h. Bank Kustodian melakukan pembayaran kepada Kreditur Awal sebagai

pembayaran harga pembelian aset-aset keuangan.

i. Hak dan Kewajiban yang mengikuti aset-aset keuangan beralih ke KIK-EBA.

j. Kreditur Awal sebagai Penyedia Jasa menagih Debitur atas angsuran pembayaran tagihan-tagihan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan. k. Kreditur Awal sebagai penyedia Jasa membayarkan kepada Bank

Kustodian segala angsuran pembayaran tagihan-tagihan yang berhasil ditagih.

l. Bank Kustodian menerima pembayaran dari Kreditur Awal sebagai Penyedia Jasa atas Pembayaran tagihan-tagihan Debitur tersebut untuk disimpan dalam rekening Bank Kustodian untuk dan atas nama KIK-EBA. m. Kumpulan pembayaran tagihan-tagihan Debitur tersebut dikelola oleh

Manajer Investasi untuk kepentingan Investor Pemegang EBA.

n. Bank Kustodian membayarkan pokok dan bunga dari instrumen EBA kepada Investor Pemegang EBA.

Menilik melalui Kostruksi yang telah dijelaskan diatas ternyata dapat dilihat bahwa terdapat banyak pihak, terdapat banyak proses dalam penerbitan KIK-EBA, terdapat banyak kontrak/perjanjian sebelum terbitnya KIK-KIK-EBA, yang sulit untuk dipahami karena prosesnya yang dapat dikatakan terbilang rumit.

Untuk hubungan hukum dalam KIK-EBA itu sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:

(7)

a. Jika melihat Peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.K.1, transaksi KIK-EBA prosensnya pertama kali diawali dengan adanya kontrak-kontrak antara Kreditur Awal/Fasilitas kredit atau perjanjian hutang, Kreditur Awal dalam KIK-DBTN03 disini adalah Bank BTN. Debitur dalam hal ini memberikan jaminanya kepada Kreditur Awal sebagai Jaminan bahwa Debitur akan membayar hutangnya, jaminan tersebut kemudian dijadikan aset likut oleh Kreditru Awal. Terdapat kontrak/perjanjian antara kedua belah pihak yakni Kreditur Awal dan Debitur dimana pada dasarnya menimbulkan tagihan keuangan bagi Kreditur Awal dan di lain pihak menimbulkan kewajiban pembayaran bagi Debitur, tagihan keuangan tersebut merupakan aset keuangan milik Kreditur Awal yang akan menjadi underlying assets untuk penerbitan instrumen EBA. Disimpulkan, bahwa hubungan hukum yang pertama terjadi adalah antara Kreditur Awal dan Debitur.

b. Lalu, Kreditur Awal menawarkan aset-aset likuid dari Debitur ke Pasar Modal yakni pada Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA. Yang menyebabkan, Manajer Investasi (dalam KIK-DBTN03 Manajer Investasninya adalah PT.Danak Reksa) membeli/tukar menukar aset-aset keuangan dari Kreditur Awal (Bank BTN) untuk dan atas nama KIK-EBA dalam perjanjian kedua ini Manajer Investasi mengikatkan diri untuk mengelola instrumen EBA yang telah beralih dari Kreditur Awal ke Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA dalam bentuk portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian (dalam KIK-DBTN03 Bank Kustodiannya adala Bank Mandiri) mewakili kepentingan investor. Disimpulkan, bahwa hubungan hukum yang kedua terjadi antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikatkan diri pada Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA.

c. Selanjutnya, Manajer Investasi untuk dan atas nama KIK-EBA menerbitkan instrumen EBA untuk dijual kepada Investor. Hal ini menyebabkan, Manajer Investasi dan Bank Kustodian menjadi terikat untuk melaksanakan prestasi mereka kepada pihak ketiga yakni Investor pembeli EBA. Dapat dilihat

(8)

bahwa hubungan hukum ketiga terjadi antara Manajer Investasi, Bank Kustodian dan pihak Ketiga yakni Investor.

Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa dalam KIK-EBA terdapat 3 perjanjian, dimana dalam setiap perjanjian para pihak yang mengikatkan diri juga berbeda dan masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang berbeda pula, yang mana antara perjanjian satu dan lainnya para pihak tidak bertanggungjawab untuk perjanjian selain pokoknya. Sebelum diterbitkannya EBA kepada investor, hak milik atas tagihan tersebut dialihkan kepada KIK-EBA. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.K.1, peristiwa perdata yang merupakan alas hak perolehan kepemilikan atas piutang bagi KIK-EBA:

a. Perjanjian jual beli piutang/tagihan; atau b. Perjanjian tukar menukar/tagihan.

Dengan terjadinya jual beli atau tukar-menukar tagihan-tagihan keuangan, maka segala perjanjian-perjanjian jaminan ikut terjual atau tertukar bersama dengan perjanjian pokoknya. Perjanjian-perjanjian jaminan tersebut akan ikut beralih ke tangan pemilik perjanjian pokoknya. Hal ini, menyebabkan Kreditur Awal pada prinsipnya tidak bertanggung jawab lagi apabila dikemudian hari ternyata Debitur tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutangnya. Sehingga dalam hal ini risikonya sudah beralih kepada pihak pembeli piutang yang dalam hal ini adalah Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA (Munir Fuady, 2002:59). Yang mana diperkuat juga dengan adanya, Pasal 1533 KUHPerdata yang mengatakan: “Penjualan suatu piutang segala sesuatu yang melekat padanya, seperti penanggungan-penanggungan hak istimewa dan hipotik-hipotik.” Kemudian Pasal 1546 KUHperdata mengatakan bahwa untuk ketentuan jual beli piutang juga berlaku tukar menukar, yang mana perjanjian-perjanjian jaminan yang melekat pada perjanjian pokok akan ikut beralih ke tangan pemilik perjanjian pokok yang baru dalam hal ini Reksa Dana (PT.Dana Reksa) Kontrak Investasi Kolektif EBA.

(9)

2. Kaitan Konstruksi Hukum dan Hubungan Hukum antara Para Pihak KIK-EBA dengan Pemenuhan Prinsip Hukum Pasar Modal

a. Keterbukaan Informasi

Pasal 1 angka 25 UUPM menyebutkan bahwa,

”Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau Efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga efek tersebut”.

Pada dasarnya pelaksanaan keterbukaan di pasar modal dilakukan melalui 3 (tiga) tahap, yaitu (M. Irsan Nasarudin, 2001:226) yaitu:

1) Keterbukaan pada saat melakukan penawaran umum (primary market level), yang didahului dengan pengajuan Pernyataan Pendaftaran Emisi ke Bapepam dengan menyertakan semua dokumen penting yang dipersyaratkan dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.C.10 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran, antara lain : Prospektus, Laporan Keuangan yang telah diaudit akuntan, Perjanjian Emisi, Legal Opinion, dan sebagainya.

UUPM mengatur mengenai keterbukaan pada saat melakukan penawaran umum dalam Pasal 1 angka 7 mengenai informasi atau fakta material, Pasal 80 ayat (1) mengenai tanggung jawab atas informasi yang tidak benar, Pasal 86 ayat mengenai pelaporan dan keterbukaan informasi yang dalam hal ini isi dari Pasal-pasal tersebut terwakili oleh adanya Peraturan Nomor IX.C.10/Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-51/Pm/1997 tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities) menentukan informasi yang harus dimuat dalam Prospektus Efek Beragun Aset. Pasal 1 angka 26 UUPM mengatakan bahwa

(10)

Prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan Penawaran Umum.

Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Danareksa BTN03-KPR (selanjutnya disebut KIK-DBTN03) telah memenuhi prinsip keterbukaan informasi hukum pasar modal tahap pertama yakni keterbukaan saat penawaran umum. Hal ini dapat dilihat dalam Prospektus KIK-DBTN03 dimana prospektus tersebut terdiri atas:

a) Pada bagian luar kulit Prospektus:

(1) lengkap, logo, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat kantor, Kreditur Awal, Arranger dan Pendukung Kredit, Manajer Investasi, Bank Kustodian dan Penjamin Pelaksana Emisi;

(2) tanggal efektif, tanggal penjatahan, tanggal distribusi Efek Beragun Aset secara elektronik, nama Bursa Efek dan tanggal pencatatan;

(3) penjelasan singkat mengenai jenis aset yang menjadi portofolio dari Efek Beragun Aset;

(4) sifat, jumlah, harga, dan keterangan singkat tentang hak-hak PemegangEfek Beragun Aset;

(5) penjelasan singkat mengenai pendukung kredit; (6) tempat dan tanggal Prospektus diterbitkan; (7) hasil pemeringkatan;

(8) pernyataan yang dicetak dalam huruf besar bahwa:

BAPEPAM TIDAK MEMBERIKAN PERNYATAAN MENYETUJUI ATAU TIDAK MENYETUJUI EFEK INI, TIDAK JUGA MENYATAKAN KEBENARAN ATAU KECUKUPAN ISI PROSPEKTUS INI. SETIAP PERNYATAAN YANG BERTENTANGAN DENGAN HAL-HAL TERSEBUT ADALAH PERBUATAN MELANGGAR HUKUM; dan

(11)

MANAJER INVESTASI DAN PENJAMIN PELAKSANA EMISI EFEK BERTANGGUNG JAWAB SEPENUHNYA ATAS KEBENARAN SEMUA INFORMASI ATAU FAKTA MATERIAL, SERTA KEJUJURAN PENDAPAT YANG TERCANTUM DALAM PROSPEKTUS INI;

(9) Faktor risiko Efek Beragun Aset; b) daftar isi;

c) keterangan singkat tentang hal-hal terpenting mengenai Efek Beragun Aset disertai referensi dengan menyebutkan nomor halaman Prospektus di mana terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai hal dimaksud;

d) informasi mengenai Efek Beragun Aset, antara lain :

(1) proyeksi arus kas dan proyeksi keuangan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset;

(2) laporan keuangan awal Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang diaudit oleh Akuntan yang terdaftar di Bapepam serta pendapat Akuntan tersebut;

(3) informasi tentang Kreditur Awal yang berkaitan dengan aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif disertai dengan data historis tentang pembayaran aset-aset keuangan tersebut;

(4) perkiraan hasil portofolio Kontrak Investasi Kolektif, setiap kelas unit Efek Beragun Aset, dan setiap unit Efek Beragun Aset dalam berbagai kondisi perekonomian termasuk kondisi yang ekstrim;

(5) informasi mengenai rata-rata tertimbang jatuh tempo aset keuangan portofolio dan kemungkinan pembayaran sebelum jatuh tempo atas aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset;

(6) ketentuan mengenai investasi kembali arus kas Kontrak Investasi Kolektif, jika ada;

(12)

(7) informasi bahwa Efek Beragun Aset sesuai untuk investasi bagi jenis pemodal kelembagaan tertentu;

(8) prosedur pelaporan kepada pemegang Efek Beragun Aset; (9) perlakuan/standar akuntansi yang dipergunakan dan

frekuensi pemeriksaan oleh Akuntan; dan

(10) uraian metode penjatahan Efek Beragun Aset, jika ada; e) pengalaman Manajer Investasi berkaitan dengan Efek Beragun

Aset;

f) pengalaman Bank Kustodian berkaitan dengan Efek Beragun Aset;

g) asuransi dan jaminan lainnya, jika ada;

h) perpajakan yang berkaitan dengan Efek Beragun Aset termasuk perpajakan bagi pemodal baik dari dalam maupun luar negeri; i) hasil pemeringkatan dari perusahaan pemeringkat yang telah

memperoleh izin dari Bapepam;

j) pendapat dari Konsultan Hukum yang terdaftar di Bapepam antara lain meliputi keabsahan perjanjian yang berkaitan dengan Efek Beragun Aset, hak dan kewajiban pemegang untuk setiap kelas Efek Beragun Aset, kesesuaian setiap kelas Efek Beragun Aset untuk pemodal tertentu, dan perkara yang berkaitan dengan aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif; k) nama, alamat, dan tanggung jawab Biro Administrasi Efek, jika

ada, Kreditur Awal, Penyedia Jasa, dan Lembaga Pemeringkat; l) faktor risiko antara lain :

(1) risiko likuiditas dan risiko pasar Efek Beragun Aset; (2) risiko nilai tukar mata uang dan risiko suku bunga;

(3) risiko kredit aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset;

(4) risiko pembayaran atas aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset sebelum jatuh tempo;

(13)

(5) risiko operasional dalam pelaksanaan kegiatan Manajer Investasi, Bank Kustodian, dan Penyedia Jasa; dan

(6) risiko yang berkaitan dengan segi hukum;

m) Sarana Peningkatan Kredit (Credit Enhancement)/Arus Kas (Cash Flow), jika ada;

n) hak pemegang Efek Beragun Aset termasuk antara lain hak-hak untuk memperoleh:

(1) laporan keuangan secara periodik;

(2) informasi mengenai pajak yang wajib dibayar oleh pemegang Efek Beragun Aset; dan

(3) pembayaran kepada pemegang Efek Beragun Aset; dan o) tata cara dan persyaratan pemesanan Efek Beragun Aset.

Pertanggungjawaban dalam Keterbukaan pada saat melakukan penawaran umum, Manajer Investasi (PT.Dana Reksa) dan penjamin pelaksana emisi efek bertanggung jawab sepenuhnya atas kebenaran semua informasi atau fakta material, serta kejujuran pendapat yang tercantum dalam prospektus.

2) Keterbukaan setelah emiten (perusahaan publik) mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa (secondary market level). Dalam hal ini emiten wajib menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan terus menerus (continuously disclosure) kepada Bapepam dan bursa, termasuk laporan keuangan berkala yang diatur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-36/Pm/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam Nomor X.K.2). Setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa, bentuk keterbukaan yang wajib emiten lakukan adalah menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan terus menerus (continuously disclosure) kepada Bapepam-LK dan bursa termasuk laporan keuangan berkala yang diatur dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor: Kep-36/Pm/2003 tentang Kewajiban

(14)

Penyampaian Laporan Keuangan Berkala (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam Nomor X.K.2).

KIK-DBTN03 dalam hal ini telah memenuhi keterbukaan setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa dengan adanya ketentuan dari Pasal 15.2 huruf m menyebutkan bahwa "Manajer Investasi wajib menyampaikan kepada Bapepam-LK laporan tahunan KIK-DBTN03 yang telah diaudit dan Pasal 18.2 huruf t dimana dikatakan bahwa Bank Kustodian berkewajiban memberi laporan-laporan (berkala dan bila diminta) kepada Manajer Investasi, Pendukung Kredit, Lembaga Pemeringkat, Bapepam-LK, termasuk laporan insidental kepada para Pemegang EBA serta dalam Pasal 22 KIK-DBTN03 dikatakan bahwa laporan keungan tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam-LK oleh Manajer Investasi setelah diaudit oleh akuntan. Diketahui dengan adanya Pasal-pasal tersebut dalam KIK-DBTN03, KIK-DBTN03 telah memenuhi keterbukaan informasi tahap kedua dengan mewajibkan emiten untuk menyampaikan laporan keuangan secara berkala dan terus menerus (continuously disclosure) kepada Bapepam-LK dan bursa termasuk laporan keuangan berkala. Para pihak yang terlibat dalam hubungan hukum ini adalah Manajer Investasi (PT.Dana Reksa), Bank Kustodian (Bank Mandiri), Pendukung Kredit (PT.SMF), Lembaga Pemeringkat, dan Bapepam-LK (OJK) untuk dipertanggungjawabkan kepada maisng-masing pihak terutama investor

3) Keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya harus disampaikan secara tepat waktu (timely disclosure) yakni peristiwa yang dirinci dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-86/Pm/1996 tentang Keterbukaan Informasi (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam nomor X.K.1).

Keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya harus disampaikan secara tepat waktu (timely disclosure) yakni

(15)

peristiwa yang dirinci dalam Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-86/Pm/1996 tentang Keterbukaan Informasi (selanjutnya disebut Peraturan Bapepam nomor X.K.1), yang dimaksud adalah Informasi atau Fakta Material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga Efek atau keputusan investasi pemodal, contohnya adalah keadaan kahar.

KIK-DBTN03 telah memenuhi prinsip keterbukaan informasi mengenai keterbukaan karena terjadi peristiwa penting dan laporannya harus disampaikan secara tepat waktu (timely disclosure). Dapat kita lihat mengenai Keadaan Kahar yang diatur KIK-DBTN03 pada Pasal 24.1 dimana dikatakan bahwa “keadaan kahar adalah semua kejadian yang timbul setelah tanggal kontrak yang tidak dapat diduga sebelumnya, tidak dapat dihindari dan di luar kendali suatu Pihak, dan yang mencegah seluruh pelaksanaan atau sebagian besar darinya oleh Pihak tersebut. Yang termasuk keadaan kahar adalah perang, bencana alam, mogok, sabotase, perselisihan tenaga kerja yang dianggap penting atau setiap kejadiaan yang merupakan kehendak Tuhan (act of God).” Kemudian, dalam Pasal 24.2 KIK-DBTN03 mewajibkan Pihak yang terkena dampak atas kejadiaan tersebut untuk memberitahu Pihak lainnya dan Lembaga Pemeringkat secara tertulis mengenai kejadian tersebut dan juga wajib untuk mengumumkan kepada para Pemegang EBA.

Jika dilihat KIK-DBTN03 telah memenuhi prinsip keterbukaan informasi dengan terpenuhinya tiga tahapan keterbukaan informasi dalam Pasal-pasal KIK-DBTN03.

b. Profesionalisme dan Tanggung Jawab Para Pelaku Pasar Modal Pasal 1 angka 21 UUPM, dijelaskan tentang Perusahaan Efek. Pada Pasal ini menjelaskan bahwa perusahaan efek haruslah memperhatikan prinsip/asas Profesionalisme dan tanggung jawab,

(16)

dimana dalam pasal ini dikatakan bahwa perusahaan efek merupakan pihak yang bertanggung jawab melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin Emisi efek, Perantara Pedagang Efek, dan atau Manajer Investasi harus memberiakan jasa secara profesional.

Prinsip Profesionalisme juga berhubungan dengan tanggung jawab para pelaku pasar modal. Oleh karenanya, Pasal 80 UUPM mengatur mengenai pertanggungjwaban dari pihak/para pelaku pasar modal, mereka terdiri atas:

1) Setiap pihak yang menandatangani Pernyataan Pendaftaran. 2) Direktur dan Komisaris Emiten.

3) Penjamin Pelaksanaan Emisi Efek. 4) Profesi penunjang pasar modal.

Adanya Pasal 3 KIK-DBTN03 tentang Perjanjian Untuk Kepentingan Para Pemegang EBA yakni Pasal 3.1 mengatakan bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian mengikatkan diri kepada para Pemengang EBA untuk memenuhi semua kewajiban-kewajiban Manajer Investasi dan Bank Kustodian. Sehingga terpenuhinya prinsip profesionalisme dan tanggung jawab dalam Pasar Modal yang terdapat dalam Pasal 21 angka 1 UUPM dan Pasal 80 UUPM dimana dalam KIK-DBTN03 Manajer Investasi dan Bank Kustodian selaku pihak yang menandatangani pernyataan pendaftaran haruslah berlaku profesional dan bertanggung jawab kepada para Pemegang EBA dengan mengikatkan diri dan memenuhi semua kewajiban-kewajibannya masing-masing.

Secara lebih signifikan, Peraturan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor Kep 178/Bl/2008 tentang Perubahan Peraturan Nomor V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi Berkaitan Dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities) juga mengatur mengenai prinsip profesionalisme dan tanggung jawab dari manajer investasi, hal itu terdiri atas:

(17)

1) Melakukan tugas dan bertanggung jawab atas pengelolaan portofolio kontrak investasi kolektif efek beragun aset sebagaimana ditentukan dalam kontrak investasi kolektif;

2) Bertindak dengan cermat dan sikap profesional dalam meneliti kreditur awal, aset keuangan yang akan diperoleh, aspek hukum dan perpajakan, dan hal lain dalam proses strukturisasi efek beragun aset;

3) Bertanggung jawab atas keterbukaan dan kebenaran atas fakta material tentang efek beragun aset, sebagaimana dinyatakan dalam dokumen keterbukaan efek beragun aset dan dalam pernyataan pendaftaran apabila efek beragun aset tersebut ditawarkan melalui penawaran umum.

Peraturan Nomor: VI.A.2 dimana dikatakan bahwa Bank Kustodian haruslah bersikap profesional dengan memenuhi instruksi manajer investasi yang sesuai dengan ketentuan dalam kontrak investasi kolektif. Kemudian bank kustodian dilarang untuk memenuhi instruksi manajer investasi apabila instruksi tersebut bertentangan dengan kontrak investasi kolektif atau bertentangan dengan tanggung jawabnya untuk melindungi aset keuangan portofolio kontrak investasi kolektif, dan bank kustodian wajib melaporkan instruksi tersebut secara tertulis kepada Bapepam-LK (sekarang OJK) dan selanjutnya bank kustodian dapat melaksanakan instruksi tersebut jika ada persetujuan terlebih dahulu dari Bapepam-LK (sekarang OJK).

Pemenuhan Prinsip Profesionalisme dan tanggung jawab Peraturan Nomor V.G.5 tentang Fungsi Manajer Investasi dan Peraturan Nomor: VI.A.2 Berkaitan Dengan Efek Beragun Aset dapat dilihat dengan adanya Pasal 15 KIK-DBTN03 yakni mengenai Tugas dan Tanggung Jawab Manajer Investasi dimana diuraikanlah tugas dan tanggung jawab tersebut kedalam Pasal 15.1-Pasal 15.6 KIK-DBTN03. Kemudian, dalam Pasal 18 KIK-DBTN03, pada Pasal ini

(18)

diuraikan mengenai Tugas dan Tanggung Jawab Bank Kustodian yakni dari Pasal 18.1 hingga Pasal 18.9. Adanya Pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa KIK-DBTN03 memenuhi prinsip dalam hukum Pasar Modal Profesionalisme dan tanggung jawab sebab dengan adanya Pasal tersebut dalam KIK-DBTN03 diharapkan Manajer Investasi dan Bank Kustodian dapat Profesional dan bertanggungjawab dalam melaksanakan tugas masing-masing.

Prinsip/asas pasar modal Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal juga diatur dalam Peraturan Nomor: IX.K.1 yang mengatur profesionalisme dan tanggung jawab dari penyedia jasa (servicer) dalam KIK EBA bentuk profesionalisme dan tanggung jawab itu adalah penyedia jasa (servicer) diberi tanggung jawab untuk memproses dan mengawasi pembayaran yang dilakukan debitur; melakukan tindakan awal berupa peringatan atau hal-hal lain karena debitur terlambat atau gagal memenuhi kewajibannya, melakukan negosiasi, menyelesaikan tuntutan terhadap debitur dan jasa lain yang ditetapkan dalam kontrak. Kemudian, untuk profesi penunjang seperti konsultan hukum juga diatur mengenai Prinsip/asas Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal dimana dalam penerbitan EBA, konsultan hukum haruslah bersikap profesional dengan bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan dari segi hukum dan memberikan pendapat hukum mengenai keabsahan perjanjian yang berkaitan dengan efek beragun aset, hak dan kewajiban pemegang untuk setiap kelas efek beragun aset, kesesuaian setiap kelas efek beragun aset untuk pemodal tertentu, dan perkara yang berkaitan dengan aset keuangan dalam portofolio kontrak investasi kolektif. Akuntan publik sebagai profesi penunjang dalam kegaiatan pasar modal juga dituntut untuk memenuhi Prinsip/asas Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal, dalam hal ini akuntan publik bertanggung jawab untuk memeriksa aset keuangan yang akan dialihkan oleh kreditur awal kepada penerbit dan

(19)

juga memeriksa laporan keuangan awal dan laporan keuangan tahunan kontrak investasi kolektif. Akuntan publik dalam menjalankan tanggung jawabnya harus tunduk pada prinsip akuntansi yang berlaku umum serta pada peraturan Bapepam-LK (sekarang namanya OJK). Akan tetapi, untuk penyedia jasa dan profesi penunjang tidak diatur dalam KIK-DBTN03 sebab dibentuk perjanjian terpisah untuk keduanya.

Dari beberapa uraian regulasi hukum diatas terkait para pihak/pelaku pasar modal. Dapat dicermati bahwa KIK-DBTN03 telah menerapkan Prinsip/asas pasar modal yakni Profesionalisme dan tanggung jawab para pelaku Pasar Modal sebagaimana diatur dalam UUPM dan regulasi lainnya terkait EBA walau pun untuk penyedia jasa dan profesi penunjang tidak diatur dalam KIK DBTN-03 sebab dibentuk perjanjian terpisah untuk keduanya.

c. Pasar yang Tertib dan Modern

Indikator dari prinsip pasar modal tertib dan modern adalah sebagai berikut (Mohammad Samsul, 2006:7):

1) Mekanisme perdagangan sudah tanpa warkat (scripless trading); UUPM dalam Pasal 55 ayat (1) dimana dinyatakan bahwa “Penyelesaian Transaksi Bursa dapat dilaksanakan dengan peyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang diterapkan dengan Peraturan Pemerintah”.

Transaksi perdagangan Efek tanpa warkat merupakan Sistem perdagangan Efek di bursa Efek yang dilaksanakan secara elektronik dengan penyelesaian melalui sistem pemindah bukuan (book-entry settlement system) atau perpindahan Efek maupun dana hanya melalui mekanisme debit-kredit atas suatu rekening sekuritas (securities account). Adapun tanda bukti kepemilikan Efek tidak lagi akan berbentuk fisik sertifikat Efek, tetapi diwujudkan dalam rekening Efek pada Kustodian Sentral.

(20)

KIK-DBTN03 dalam Pasal 6 Efek Beragun Aset yakni dalam Pasal 6.12 diketahui bahwa Penerbitan Sertifikat Jumbo EBA Kelas A adalah tanpa warkat melalui mekanisme transaksi over the counter (OTC). Kemudian, Pasal 7 Ketentuan-Ketentuan dan Syarat-Sayarat EBA telah mengatur menegenai transaksi tanpa warkat tersebut yakni dalam Pasal 7.2 huruf i dan Pasal 7.3 huruf g dimana metode pembayaran dalam KIK-DBTN03 Kelas A dan Kelas B dilakukan dengan cara elektronik yakni transfer ke rekening efek Kustodian Sentral Pemegang EBA pada tiap pembayaran. Diketahui bahwa, prinsip tertib dan modern dalam Hukum Pasar Modal telah diatur di KIK-DBTN-03 yakni mekanisme perdagangan yang tanpa warkat.

2) Terdapat Pasar Kesatu, Pasar Kedua, Pasar ketiga dan Pasar Keempat;

Menurut Mohammad Samsul (2006:46) terdapat empat kategori pembagian pasar modal, yaitu :

a) Pasar perdana/pertama adalah tempat atau sarana bagi perusahaan yang untuk pertama kali menawarkan saham atau obligasi ke masyarakat umum.

b) Pasar Kedua adalah tempat atau sarana transaksi jual-beli efek antar investor dan harga dibentuk oleh investor melalui perantara efek.

c) Pasar Ketiga adalah saran transaksi jual-beli efek antara market maker serta investor dan harga dibentuk oleh market maker. Market maker adalah anggota bursa yang saling bersaing satu sama lain untuk menentukan harga saham.

d) Pasar Keempat adalah sarana transaksi jual-beli antara investor jual dan investor beli tanpa melalui perantara efek. Transaksi ini dilakukan secara tatap muka dan dilaksansakan oleh para investor besar karena dapat menghemat biaya transaksi daripada dilakukan di pasar sekunder.

(21)

Untuk pengaturan mengenai pasar kesatu, kedua, ketiga, dan keempat tidaklah dimuat dalam KIK-DBTN03 sebab transaksi dilakukan dilapangan secara langsung terhadap investor tanpa aturan tertulis/aturannya dibuat sesuai yang diperjanjikan dilapangan.

3) Jumlah jenis saham dan obligasi yang diperdagangkan sangat banyak dan kapitalisasi pasar sangat besar;

Hal ini tidaklah dimuat dalam KIK-DBTN03, sebab untuk jumlah dan jenis saham yang diperdagangkan diperjanjikan dalam aturan lain.

4) Terdapat lembaga central custodian dan central clearing;

Central custodian atau lebih dikenal dengan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian di pasar modal Indonesia yang menyediakan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi efek (http://kamusbisnis.com/?s=kustodian+sentral). Central clearing atau dikenal dengan Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI) dibentuk karena bertujuan untuk menyediakan jasa kliring dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa agar tertib, teratur, wajar dan efisien. Untuk KIK-DBTN03 sendiri dalam tiap Pasalnya menyertakan KSEI untuk menerbitkan, melaporkan, memelihara memperbaharui nama-nama para Pemegang EBA kepada Bank Kustodian.

5) Efek yang disimpan di central custodian sudah atas nama investor bukan atas nama perusahaan broker (street name);

KIK-DBTN03 dalam Pasal 6.8 telah mengatur mengenai hal tersebut, yakni dikatakan bahwa tiap Pemegang EBA Kelas A wajib membuka rekening atas namanya sehingga prinsip hukum pasar modal tertib dan modern telah terpenuhi.

(22)

6) Tidak ada diskriminasi aturan dalam kepemilikan saham.

Dengan adanya prinsip tertib dan pasar modern dalam pasar modal maka, tidak ada pembedaan perlakuan terhadap sesama pemilik saham, dari yang memiliki saham tertinggi sampai yang terendah sekalipun dalam kegiatan di pasar modal. KIK-DBTN03 telah menerapkan hal tersebut dalam Pasal 23 mengenai Rapat Pemegang EBA dimana dalam Pasal 23.1 semua Pemegang EBA Kelas A maupun Kelas B dapat memutuskan hal-hal yang berkenaan dengan modifikasi syarat-syarat pembayaran EBA, Tanggal Pembayaran, Tanggal Jatuh Tempo Final, penggantian Penyedia Jasa dan Penggantian Bank Kustodian dengan ketentuan Pemegang EBA Kelas A dan B telah membayar lunas. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada pembedaan pemeberlakuan untuk Pemegang EBA tertinggi dan yang terendah.

d. Efisiensi

Setelah memahami mengenai prinsip efisiensi dari pasar modal di Indonesia. Penulis kemudian akan membahas penerapan prinsip ini dalam KIK EBA. Prinsip Efisiensi dalam KIK EBA telah diterapkan, hal ini dapat kita lihat dari prinsip keterbukaan informasi yang telah diterapkan dalam EBA dimana KSEI menyediakan fasilitas Investor Area. Fasilitas Investor Area, akan memungkinkan nasabah sebagai end client memonitor data posisi kepemilikan Efek dan mutasinya secara real time, sehingga perlindungan dan transparansi atas portofolio nasabah terjamin. Bagi Anggota Bursa (AB), fasilitas memberikan manfaat, yaitu meningkatkan efisiensi dan akurasi pelaporan dan memiliki tujuan untuk meningkatkan perlindungan dan transparansi atas portofolio nasabah, sekaligus mengantisipasi penyalahgunaan atau penyelewengan Efek atau dana nasabah oleh pihak-pihak tertentu (Fokuss, 2009). Ini merupakan penerapan dari prinsip Efisiensi dalam Pasar Modal di KIK EBA yang

(23)

menguntungkan investor, dimana melindungi investor dalam mendapatkan informasi yang sama di antara sesama pelaku transaksi efek.

Prinsip Efisiensi dapat kita lihat penerapannya dalam EBA yakni, pada bank atau lembaga keuangan sebagai kreditur awal (originator) prinsip efisiensi yang diterapkan melalui penggunaan modal yang efisien dalam EBA dimana berakibat pada struktur neraca perusahaan yang semakin besar daya ungkitnya (leverage) akibat prinsip efisiensi dari EBA yang menyebabkan relatif tingginya daya ungkit (leverage) yang menguntungkan bank atau lembaga keuangan sebagai kreditur awal (originator) dan ini merupakan salah satu keunggulan dari EBA.

EBA melakukan perdagangan yang efisien dimana para pihak yang berkepentingan dengan perdagangan efek dapat melakukan perdagangan dengan mudah, cepat dan dengan biaya yang relatif murah, semua pihak merupakan pembentuk harga (price taker) termasuk di dalamnya adalah penyelesaian transaksi yang cepat dan murah ini merupakan bentuk akurasi dari ekspektasi harga perwujudan prinsip efisiensi pasar modal yang diterapkan dalam EBA. (R. Erwin Hendarwin, 2015: 13).

Selanjutnya, seperti yang telah dibahas dalam prinsip pasar modal tertib dan modern diketahui bahwa Pemegang Rekening KSEI di KIK EBA dapat mentransaksikan instrumen ini melalui pemindahbukuan (scripless trading). Untuk KIK-DBTN03 sendiri prinsip efisiensi pasar modal telah juga diterapkan hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 6.8 yakni, dikatakan bahwa tiap Pemegang EBA Kelas A wajib membuka rekening atas namanya, dengan demikian, penerbitan, pentransferan, maupun pembayaran EBA dapat dilakukan secara elektronik sehingga dapat menciptakan efisiensi bagi penerbit EBA dan pelaku pasar, ini merupakan pemenuhan dari prinsip hukum pasar modal tertib dan modern (menggunakan alat elektronik/transfer) dan

(24)

melakukan penyimpanan maupun pembayaran dengan cara elektronik/transfer membuat penyimpanan maupun pembayaran EBA menjadi lebih sederhana dan menghemat waktu, ini adalah prnisip efisiensi dari KIK EBA. Terpenuhinya prinsip pasar modal tertib dan modern secara otomatis juga menyebakan terpenuhinya prinsip pasar modal efisien sebab prinsip pasar modal tertib dan modern berjalan beriringan dengan prinsip pasar modal yang efisien. Mencermati apa yang telah penulis bahas diatas dapat disimpulkan bahwa KIK-DBTN03 telah menerapkan prinsip efisiensi tersebut.

e. Kewajaran

KIK-DBTN03 Pasal 6 tentang Efek Beragun Aset pada Pasal 6.1 dikatakan bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian bekerjasama dengan Penjamin Efek akan mengundang masyarakat untuk berinvestasi dalam EBA Kelas A dari KIK-DBTN03 dengan menawarkan partisipasi kepemilikan bersama atas Kumpulan Tagihan yang dibeli Kreditur Awal (Originator), dari isi Pasal tersebut diketahui bahwa tidak adanya suatu intervensi baik oleh pemerintah, pihak-pihak penyelenggara dan perushaan yang menciptakan kepentingan pribadi yang dapat merugikan kepentingan investor sebab investor yakni masyarakat juga dilibatkan dengan diundnagnya sebagai peserta investasi sehingga prinsip pasar modal yakni kewajaran terpenuhi, dimana tidak terdapatnya suatu dominasi pihak tertentu.

Selanjutnya, kita dapat menilik penerapan prinsip kewajaran di EBA yakni dalam penerbitan EBA, dimana profesi penunjang di EBA (akuntan publik) bertanggung jawab untuk memeriksa aset keuangan yang akan dialihkan oleh kreditur awal (originator) kepada penerbit (issuer) dan juga memeriksa laporan keuangan awal dan laporan keuangan tahunan KIK EBA. Hal tersebut, berdasarkan Peraturan Nomor IX.K.1 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian, pemenuhan kondisi jual beli atau tukar

(25)

menukar putus/lepas wajib didukung dengan pendapat akuntan yang terdaftar di Bapepam-LK sekarang OJK). Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, akuntan tidak diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh transaksi yang ada, namun dia diperkenankan untuk melakukan pemeriksaan atas dasar sampling. Oleh karenanya, akuntan dalam memberikan pendapatnya akan menyatakan kewajaran atas laporan keuangan, bukan kebenaran atas laporan keuangan. Sepanjang akuntan telah melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar auditing yang berlaku, maka akuntan yang bersangkutan tidak dapat dibebankan tanggung jawab atas kesalahan tersebut. Akuntan publik dalam menjalankan tanggung jawabnya, akuntan publik harus tunduk pada prinsip akuntansi yang berlaku umum serta pada peraturan Bapepam-LK (sekarang OJK). Adanya aturan terebut bertujuan untuk menghindari manipulasi pasar, dengan adanya suatu pemerikasaan laporan keuangan yang dilakukan oleh akuntan publik agar adanya nilai wajar perusahaan, nilai pasar wajar, kewajaran terhadap suatu hal-hal yang material seperti rugi laba, posisi keuangan, equity apakah telah disajikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia sehingga terciptanya prinsip kewajaran supaya harga menjadi tidak didominasi oleh salah satu pihak. KIK-DBTN03 dibuat karena adanya kespekatan dari para pihak yakni Bank Kustodian, Manajer Investasi, Kreditur Awal, Pendukung Kredit yang telah melakukan pemeriksaan sebelum adanya kesepakatan dari para pihak dari akuntan publik yang mereka percayai, sehingga prinsip pasar modal yakni kewajaran telah diterapkan KIK-DBTN03.

f. Perlindungan Investor

Prinsip perlindungan investor di Pasar Modal merupakan suatu prinsip yang dapat berjalan dan dilaksanakan apabila semua prinsip dalam pasar modal berjalan beriringan yang mana akan menghasilkan suatu

(26)

perlindungan terhadap investor. Misalnya, jika pasar modal teratur/berprinsip tertib, berprinsip untuk bertanggungjawab, beprinsip wajar, dan adanya prinsip efisiensi, serta keterbukaan informasi maka pemodal dapat terlindungi dari praktik yang merugikan di pasar modal dan terciptalah prinsip perlindungan investor.

Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pemegang efek beragun aset, Bapepam-LK (sekarang bernama OJK) mewajibkan adanya transparansi mengenai risiko dalam penerbitan Efek Beragun Aset dengan demikian Pemegang Efek Beragun Aset dapat berhati-hati dalam menanamkan modalnya. Transparansi/keterbukaan merupakan bentuk dari penerapan prinsip perlindungan investor. KIK-DBTN03 menerapkan hal tersebut pada Pasal 21 tentang Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Serta Resiko Para Pemegang EBA dalam Pasal tersebut para investor dapat mengetahui dan memahami hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta resiko-resiko yang dapat terjadi sebagaimana sebelum adanya KIK-DBTN03 telah diuraikan secara jelas dalam prospektusnya sehingga masyarakt/investor diharapkan dapat melakukan pilihan yang sesuai dengan tujuan investasi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang didapat sekaligus risiko yang dikandung KIK-DBTN03.

Peraturan Nomor IX.K.1, dijelaskan bahwa Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset adalah kontrak antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat Pemegang Efek Beragun Aset dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. KIK-DBTN03 menerpakan apa yang terdapat dari peraturan tersebut yaitu pada Pasal 3 Perjanjian mengenai Untuk Kepentingan Para Pemegang EBA yakni dalam Pasal 3.1 juga dijelaskan seperti Peraturan Nomor IX.K.1 dimana dikatakan bahwa Manajer Investasi dan Bank Kustodian masing-masing mengikatkan diri pada ketentuan dan syarat-syarat kontrak ini dan juga mengikatkan diri terhadap para Pemegang EBA dimana Manajer Investasi dan Bank Kustodian berkewajiban memenuhi

(27)

kewajiban-kewajibannya seperti yang telah disepakati. Adanya Pasal tersebut dapat menjamin perlindungan investor, dimana Manajer Investasi dan Bank Kustodian telah mengikatkan diri terhadap para Pemegang EBA/investor sehingga keduanya berkewajiban untuk melindungi dan tidak merugikan Pemegang EBA/investor dalam kontrak yang telah dibuat ini merupakan bukti bahwa KIK-DBTN03 telah menerapkan prinsip perlindungan investor.

Prinsip perlindungan investor dalam EBA juga dapat dilihat dari True sale atau jual putus yang merupakan kunci sukses sekuritisasi aset. Tujuan disyaratkannya jual putus tersebut yang paling utama adalah untuk perlindungan investor pasar modal. Investor menjadi secured lender karena piutang yang dijual tersebut telah beralih kepemilikannya. Persyaratan pengalihan aset secara true sale dijelaskan dalam ketentuan di Indonesia mengenai persyaratan true sale sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/4/PBI/2005 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum, yaitu:

1) Seluruh manfaat yang diperoleh dan atau akan diperoleh dari aset keuangan telah dialihkan kepada Penerbit;

2) Risiko kredit dari aset keuangan yang dialihkan secara signifikan telah beralih kepada Penerbit; dan

3) Kreditur Awal tidak memiliki pengendalian baik langsung maupun tidak langsung atas aset keuangan yang dialihkan.

Berdasarkan persyaratan tersebut diatas, bahwasanya pengalihan aset secara jual putus adalah adanya perbuatan hukum berupa jual beli aset secara jual putus dimana risiko kredit yang penting berhubungan dengan asset yang disekuritisasi telah dialihkan ke pihak ketiga dan Kreditur Awal (originator) tidak mengatur aset tersebut.

KIK-DBTN03 melibatkan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) (SMF), seperti diketahui bahwa SMF adalah lembaga keuangan yang didirikan oleh pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 jo Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pembiayaan

(28)

Sekunder Perumahan. SMF dalam KIK-DBTN03 merupakan pendukung kredit dimana telah menandatangani Perjanjian Induk Sekuritisasi Tagihan KPR BTN V (“Perjanjian Induk”) tanggal 25 September 2012 dan telah melakukan proses seleksi, pemilihan dan penunjukan para pihak penunjang transaksi. SMF telah mengatur mengenai Kumpulan Tagihan yang memenuhi syarat dan struktur transaksi “jual putus” Dengan mengadopsi konsep struktur Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (“KIK-EBA”), sesuai ketentuan Bapepam-LK, SMF menunjuk PT Danareksa Investment Management sebagai Manajer Investasi dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebagai Bank Kustodian, artinya KIK-DBTN03 telah menerapkan prinsip perlindungan hukum melalui pengaturan jual putus tersebut. Seperti yang telah penulis bahas diatas dapat dipahami bahwa KIK-DBTN03 telah menerapkan prinsip dari pasar modal yakni prinsip perlindungan investor, namun untuk risiko gagal bayar tidaklah diatur secara jelas dalam peraturan KIK-DBTN03, sehingga sebenarnya prinsip perlindungan investor dalam hal tertentu seperti risiko gagal bayar masih belum jelas pengaturannya.

Jika, melihat KIK-DBTN03 dapat dikatakan bahwa KIK-DBTN belumlah memenuhi prinsip-prinsip dalam Hukum Pasar Modal karena untuk perlindungan investor dalam hal terjadinya risiko gagal bayar masih belum diatur secara jelas apalagi di dalam KIK-DBTN03, hanya memuat hak-hak dan kewajiban investor tanpa memperinci mengenai risiko gagal bayar.

B. Perlindungan Hukum Investor Reksa Dana Kontrak Investasi Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) dalam Hal

Terjadinya Gagal Bayar

1. Gagal Bayar (default) dalam KIK-DBTN03

Ketika kita melakukan suatu kegiatan akan ada manfaat dan risiko dari kegiatan tersebut. Begitu juga dengan Efek Beragun Aset (EBA), dalam

(29)

prosesnya EBA memiliki manfaat dan resiko untuk para pelaku pasar modal yang memilih EBA sebagai instrumen dalam berivenvestasi di pasar modal. Manfaat dan risikonya yakni (Subowo Musa, 1997:13):

a. Manfaat sekuritisasi aset terhadap perekonomian:

1) Sekuritisasi aset umumnya mempunya risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan instrument keuangan lainnya seperti saham atau obligasi;

2) Originator yang mempunyai sumber pendanaan yang memadai akan meningkat pula skala usahanya dan tentu akan berdampak pada peningkatan kemampuan mereka dalam mencetak laba. Hal ini tentu membawa potensi peningkatan penerimaan pajak bagi pemerintah. b. Risiko Efek Beragun Aset

1) Risiko aset (piutang dan pembayarannya)

a) kualitas piutang yang dijual kepada issuer (semakin tinggi NPL (Non Performing Loan) dari bank, maka semakin rendah kualitas piutang); dan

b) kualitas originator dalam memberikan pinjaman Untuk menilai kelayakan piutang, proses sekuritisasi melibatkan pemeringkat. 2) Risiko Servicer

Pada umumnya servicer adalah juga originator dari piutang yang dialihkan tersebut. Servicer merupakan satu-satunya pihak yang merupakan penghubung antara debitur dalam piutang asal, termasuk jaminan yang mungkin melekat padanya. servicer atau originator yang nakal dapat saja melakukan tindakan memilah-milah piutang sehingga yang dijual pada issuer merupakan piutang dengan kualitas yang lebih rendah. Piutang dengan kualitas lebih bagus masih tetap dipertahankan servicer atau originator;

3) Perselisihan antar pihak yang bertransaksi;

4) Resiko suku bunga, dimana efek beragun aset akan mengalami fluktuasi harga akibat pengaruh dari perubahan suku bunga, harga efek beragun aset akan turun bila terjadi peningkatan suku bunga.

(30)

5) Pelunasan lebih awal (early call) akan memengaruhi yield yang diterima bila terjadi pelunasan lebih awal;

6) Gagal bayar, pemegang efek beragun aset akan mengalami kerugian apabila debitur dari aset jaminan mengalami kebangkrutan atau tidak mampu membayar tepat pada waktunya atas bunga dan pinjaman pokok.

Gagal bayar (default) merupakan risiko investasi yang sangat mengkhawatirkan bagi investor. Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran baik yang berkaitan dengan bunga yang diperjanjikan maupun jumlah pokok pinjaman tentunya akan menimbulkan kerugian bagi investor karena hilangnya sejumlah uang telah diinvestasikan dalam EBA yang bersangkutan, investor pemegang EBA akan mengalami kerugian apabila debitur dari aset jaminan mengalami kebangkrutan atau tidak mampu membayar tepat pada waktunya atas bunga dan pinjaman pokok. Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan investor pemegang EBA, Bapepam-LK (sekarang bernama OJK) mewajibkan adanya transparansi mengenai risiko dalam penerbitan EBA dengan demikian investor Pemegang EBA dapat berhati-hati dalam menanamkan modalnya.

Berdasarkan Pasal 7 KIK-DBTN03 tentang Ketentuan-Ketentuan dan Syarat-Syarat EBA yakni Pasal 7.2 huruf k, gagal bayar (default) terjadi apabila:

(1) Terjadi kegagalan pembayaran bunga atas Efek Beragun Aset Kelas A pada tiap Tanggal Pembayaran;

(2) Terjadi kegagalan untuk membayar sepenuhnya jumlah Pokok Efek Beragun Aset Kelas A pada Tanggal Pembayaran terakhir dan kegagalan tersebut tidak diperbaiki dalam waktu 15 (lima belas) Hari Kerja.

Kemudian, dalam Pasal 7.2 huruf l dikatakan bahwa konsekuensi Gagal Bayar (default) adalah Bank Kustodian wajib mengadakan Rapat Pemegang EBA yang pengaturan mengenai Rapat tersebut terdapat di dalam Pasal 23 KIK-DBTN03 dimana dalam rapat tersebut akan dinyatakan atau disampaikan bahwa telah terjadi Gagal Bayar (default) sehingga EBA kelas A

(31)

jatuh tempo dan wajib dibayar Jumlah Pokok Terhutang berikut bunga-bunga terhutang, dan Pembayaran tersebut wajib dilakukan sesuai dengan Pasal 13.3, yang isinya adalah mengenai Urutan Prioritas Pembayaran yang berlaku pada Rekening Koleksi Bunga dan Rekening Koleksi Pokok, termasuk Rekening Cadangan dan Rekening Dana Transisi Penyedia Jasa (yang berlaku pada Tanggal Jatuh Tempo Final), akan dimodifikasi sebagaimana tertera di bawah dalam hal terjadinya suatu Kejadian Gagal Bayar EBA pada Tanggal Pembayaran :

a) pajak DBTN03 (akumulasi dari pajak yang wajib dibayar oleh KIK-DBTN03 dikurangi dengan jumlah tersisa dalam Rekening Pajak) yang ditransfer ke dalam Rekening Pajak;

b) Biaya-biaya Senior, yang dibayarkan secara pari pasu dan prorata di antara para pihak;

c) Imbalan Jasa Penyedia Jasa;

d) bunga EBA Kelas A yang jatuh tempo dan belum dibayar; e) Jumlah Pokok Terhutang EBA Kelas A sampai terbayar penuh;

f) membayar Pendukung Kredit untuk jumlah sampai dengan Jumlah Maksimum Ambang Batas Rekening Cadangan ;

g) jumlah tersisa dibayarkan pada Pemegang EBA Kelas B.

Pemegang EBA Kelas B, dalam hal terjadinya gagal bayar EBA, EBA Kelas B tidak dibayar sampai seluruh pembayaran atas EBA Kelas A telah dibayar penuh. Gagal bayar, juga dapat disebabkan oleh faktor ketidakterbukaan atas informasi atau fakta material.

Kemudian, dalam Pasal 21.1 KIK-DBTN03 tentang hak-hak pemegang EBA dikatakan dikatakan bahwa hak-hak pemegang EBA yaitu memperoleh bukti kepemilikan EBA, menerima pembayaran triwulan, menerima laporan triwulan tentang investasi. Pasal 21.2 dikatakan bahwa Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIK-DBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya kepada Bank Kustodian secara tertulis mengenai wanprestasi yang dilakukan

(32)

Bank Kustodian ... Bank Kustodian menjadi wali amanat untuk memulai tindakan, tuntutan atau gugatan atas nama Pemengan EBA dengan permintaan tertulis dari Pemegang EBA. Disimpulkan dari kedua Pasal ini bahwa untuk hal terjadinya gagal bayar tidaklah diatur dalam Pasal 21 KIK-DBTN03 tentang Hak-hak dan kewajiban pemegang EBA dimana dikatakan bahwa hak-hak pemegang EBA yaitu memperoleh bukti kepemilikan EBA, menerima pembayaran triwulan, menerima laporan triwulan tentang investasi dan Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIK-DBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya kepada Bank Kustodian secara tertulis (proses pemberitahuan permintaan tertulis kepada Bank Kustodian harus diwakili tidak kurang dari 25% dari Jumlah Pokok terhutang atas EBA Kelas A) untuk memulai suatu tindakan, tuntutan, atau gugatan atas namanya dimana kedudukan Bank Kustodian adalah sebagai Wali Amanat berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam KIK-DBTN03. Sehingga saat gagal bayar terjadi untuk Pemegang EBA dengan nominal kurang dari 25% tidaklah dapat melakukan tindakan, tuntutan, atau gugatan dikarenakan Pasal 21.2 KIK-DBTN03 tersebut.

2. Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Investor dalam Hal Terjadinya Gagal Bayar (default)

Bentuk Perlindungan Hukum dalam hal terjadinya gagal bayar ada dua, yakni perlidungan hukum secara preventif dan represif:

a. Perlindungan hukum preventif

Bentuk perlindungan hukum preventif adalah melalui peraturan perundang-undangan yakni pada Pasal 85, Pasal 86 ayat (1), Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 89 ayat (1) UUPM yang mengatur mengenai keterbukaan informasi baik oleh Penerbit (issuer) yaitu perusahaan publik atau wali amanat yaitu Bank Kustodian. Kemudian dalam

(33)

lampiran Keputusan: 412/Bl/2010 (Peraturan Nomor VI.C.4) tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang angka 4 huruf e mengenai jaminan dan angka 4 huruf f mengenai hak keutamaan (senioritas) dari efek bersifat utang, Peraturan tersebut berisi pedoman yang dapat digunakan untuk mencegah gagal bayar dalam EBA perusahaan oleh Penerbit (issuer) dalam Pasal-pasal tersebut termuat mengenai prinsip keterbukaan informasi. Lalu, Pasal 1 angka 25 UUPM, yaitu pedoman umum yang mensyaratkan emiten/penerbit, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada UUPM untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat, seluruh informasi material mengenai usaha atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan investor terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut. Kemudian, menurut Peraturan Nomor X.K.1. IV-1. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal. Nomor KEP-86/PM/1996 tentang Keterbukaan Informasi. Keterbukaan terhadap informasi dan fakta material merupakan faktor yang menjadi pertimbangan investor untuk membeli efek atau tidak membeli efek yang ditawarkan. Telah banyak regulasi yang mengatur mengenai keterbukaan informasi dan fakta material di pasar modal maupun dalam kegiatan EBA seperti yang di bahas pada sub bab sebelumnya. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Nomor KEP-51/Pm/1997 (Peraturan Nomor IX.C.10) tentang Pedoman Bentuk dan Isi Prospektus Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities); menentukan informasi yang harus dimuat dalam Prospektus Efek Beragun Aset.

Perlindungan hukum preventif lainnya yang diberikan oleh Pemerintah adalah bentuk perlindungan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (UUOJK), Pasal 28 UUOJK memberikan perlindungan hukum bersifat pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat yang dilakukan oleh OJK adalah:

(34)

1) memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;

2) meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan 3) tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan. b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran (Muchsin 2003:20). Perlindungan hukum represif tersebut dalam EBA terlihat ketika penerbit yakni perusahaan publik yang mengalami gagal bayar dapat dikenakan sanksi administratif, sanksi pidana, dan sanksi perdata.

Sanksi administratif diatur dalam Pasal 102 ayat (1) UUPM bentuk perlindungan hukum represif yang diberikan oleh pemerintah melalui

Pasal 102 ayat (1) UUPM

“Bapepam mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya yang dilakukan oleh setiap pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau pendaftaran dari bapepam.”

Sesuai ketentuan Pasal 102 ayat (2) UUPM, sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, denda atas pembayaran sejumlah uang, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha, pembatalan persetujuan, dan pembatalan pendaftaran.

Selanjutnya juga terdapat sanksi pidana, Sanksi pidana diatur dalam Pasal 103 UUPM, yaitu diberikan kepada pihak yang melakukan kegiatan pasar modal tanpa izin, persetujuan, dan pendaftaran dapat diancam dengan kurungan 1 (satu) tahun dan denda maksimal Rp. 1.000.000.000.000,00.

Upaya hukum lain yang dapat ditempuh investor di luar perjanjian perwaliamanatan adalah dengan mengajukan gugatan ganti kerugian atas

(35)

gagal bayar (wanprestasi) ke pengadilan sesuai dengan ketentuan Pasal 111 UUPM.

Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.

Bentuk perlindungan hukum lainnya yang bersifat represif dalam UUOJK Pasal 29:

1) memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;

2) mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Dari isi Pasal tersebut terlihat bahwa Perlindungan hukum represif yang diberikan yaitu investor pemegang EBA diberikan kesempatan untuk melakukan suatu gugatan atau menuntut ganti rugi kepada debitor maupun yakni perusahaan publik melalui pengadilan jika terjadi risiko gagal bayar yang nantinya akan ditentukan oleh putusan hakim. Ketentuan pasal 111 UUPM tersebut hanya berlaku secara umum karena dalam hal terjadi risiko gagal bayar EBA korporasi, gugatan dan tuntutan ganti rugi melalui pengadilan diajukan oleh wali amanat.

Kepentingan investor diwakili oleh wali amanat sesuai ketentuan Pasal 51 ayat (2) UUPM, yang mengatakan bahwa “sejak ditandatangani perjanjian perwaliamanatan antara emiten dan wali amanat, maka wali amanat telah

(36)

sepakat dan mengikatkan diri untuk mewakili pemegang efek bersifat utang.” Wali amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-Undang untuk mewakili investor pemegang EBA dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan investor pemegang EBA tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak investor pemegang EBA, baik di dalam maupun di luar pengadilan, tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari investor pemegang EBA. Pasal 21.2 dikatakan bahwa Pemegang EBA tidak memiliki hak untuk memulai suatu tuntutan, tindakan, atau gugatan dalam hubungan KIK-DBTN03 terhadap para debitur, penyedia jasa atau pihak ketiga lainnya kecuali Pemegang EBA telah memberi tahu sebelumnya kepada Bank Kustodian secara tertulis mengenai wanprestasi yang dilakukan Bank Kustodian ... Bank Kustodian menjadi wali amanat untuk memulai tindakan, tuntutan atau gugatan atas nama Pemengan EBA dengan permintaan tertulis dari Pemegang EBA yang mana dalam proses pemberitahuan permintaan tertulis kepada Bank Kustodian harus diwakili tidak kurang dari 25% dari Jumlah Pokok terhutang atas EBA Kelas A untuk memulai suatu tindakan, tuntutan, atau gugatan atas namanya dimana kedudukan Bank Kustodian adalah sebagai Wali Amanat berdasarkan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat dalam KIK-DBTN03. Sehingga saat gagal bayar terjadi untuk Pemegang EBA dengan nominal kurang dari 25% tidaklah dapat melakukan tindakan, tuntutan, atau gugatan dikarenakan Pasal 21.2 KIK-DBTN03 tersebut, sehingga Pasal 51 ayat (2) UUPM tidak berlaku untuk investor Pemegang EBA dengan nominal terhutang kurang dari 25%.

Bentuk perlindungan hukum dalam KIK-DBTN03 tidaklah dimuat pengaturan khusus mengenai hal tersebut, peraturan-peraturan EBA seperti yang telah dijelaskan diatas mengenai aturan perlindungan hukum untuk investor pemegang EBA hanya membuat investor terlindungi ketika belum terjadi gagal bayar (preventif) akan tetapi saat terjadi gagal bayar secara eksplisit perlindungan hukum itu tidaklah jelas (represif) hanya dikatakan kalau investor dapat menuntut. Namun, tidak diaturnya pihak yang akan bertanggung jawab terhadap resiko gagal bayar dari pihak debitur membuat

(37)

pihak investor pemegang EBA bingung untuk menuntut, dikarenakan terjadi tiga perjanjian atau kontrak sebelum terbitnya EBA, dan ini secara umum maupun khusus tidaklah diatur dalam UUPM, UUOJK, ataupun dalam KIK-DBTN03 itu sendiri. Prospektus KIK-KIK-DBTN03 mengatakan jika terjadi gagal bayar oleh debitur, maka penyedia jasa melakukan pendaftaran balik nama Hak Tanggungan ke atas nama Bank Kustodian dan melakukan eksekusi terhadap agunan kredit (Properti dibiayai), jadi apabila terjadi gagal bayar dan tidak jelasnya debitur maka agunan kredit debitur dapat dijual beserta sarana peningkatan kredit akan tetapi jika agunan tersebut tidak mencukupi untuk melunasi EBA maka hal ini sudah merupakan risiko investor. Penerbit hanya bertanggung jawab sebesar aset keuangan Sarana Peningkatan Kredit. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum bagi investor pemegang EBA masih lemah yang mana tidak memenuhi kepentingan investor.

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan lawan dari stock split dimana nilai nominal saham digabungkan menjadi lebih besar sehingga jumlah saham yang beredar menjadi lebih

Kemampuan metakognitif pada bidang sains matematika untuk pengetahuan deklaratif, procedural dan kondisional sangat rendah, namun sikap metakognitif berdasarkan persepsi

Unsur karakter bangsa yang terdapat dalam cerita rakyat Si Mardan secara umum yakni (1) nilai kejujuran, (2) nilai toleransi (3) nilai disiplin (d) nilai kerja keras, (5) mandiri,

Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa hasil belajar siswa meningkat dari siklus I hingga siklus II dan dapat tuntas pada siklus ke II, karena

Perbezaan pandangan serta kekeliruan keterangan yang terdahulu akan dikemukakan bagi memberikan kesedaran bahawa sejarah lisan nyata akan memberikan satu pemahaman

Agung Perdana yang berdiri di Desa Padang Loang tidak pernah melakukan suatu kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang mereka lakukan hanya memikirkan

Sebarang kerugian atau kerosakan atau kontigensi lain yang berlaku semasa wujudnya keadaan yang luar biasa (sama ada fizikal atau sebaliknya) yang disebabkan oleh atau menerusi

Pada saat penghentian pengakuan atas aset keuangan secara keseluruhan, maka selisih antara nilai tercatat dan jumlah dari (i) pembayaran yang diterima, termasuk aset baru