• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jl. Kimangunsarkoro No. 6 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia * ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jl. Kimangunsarkoro No. 6 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia * ABSTRACT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

VERIFIKASI METODE PENGUJIAN KEBISINGAN MENGGUNAKAN DATALOGGING DAN

INTEGRATING SOUND LEVEL METER

Verification Method Of Noise Measurement Use Datalogging And Integrating Sound Level Meter Yose Andriani1, Ikha Rasti Julia Sari2, Yohan Kaleb Setiadi3

123Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Jl. Kimangunsarkoro No. 6 Semarang, Jawa Tengah, Indonesia 50136

*Email: yose.andriani@kemenperin.go.id

Kontributor Penulis ABSTRACT

Noise is one of the parameters that must be monitored in the community and work environment with the aim of health, security and safety. The environmental noise threshold value is regulated in KepmenLH No. 48 of 1996. The latest regulation in SNI 8427-2017 regulates the method of measuring noise by integrating method but many still use datalogging sound level meter with a simple method. This study aims to verify the method of measuring noise with datalogging and integrating tools by comparing the measurement results of these two methods which were taken at the same time and place. The calculation results were processed statistically with the t test. The results of the comparison between t count and t table show that the measurement using the two methods is not significantly different.

Keywords: noise, datalogging, integrating, sound level meter 1 Kontributor Utama

2,3 Kontributor Anggota

ABSTRAK

Kebisingan merupakan salah satu parameter yang wajib dipantau dalam lingkungan masyarakat dan lingkungan kerja yang bertujuan untuk kesehatan, keamanan dan keselamatan. Nilai ambang batas kebisingan lingkungan diatur dalam KepmenLH No. 48 Tahun 1996. Aturan terbaru dalam SNI 8427-2017 mengatur cara pengukuran kebisingan dengan metode integrating tetapi masih banyak yang menggunakan datalogging sound level meter dengan metode sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk verifikasi metode pengukuran kebisingan dengan alat datalogging dan integrating dengan membandingkan hasil pengukuran kedua metode ini yang diambil pada tempat dan waktu yang sama. Hasil perhitungan diolah secara statistik dengan uji t. Hasil perbandingan t hitung dengan t tabel menunjukkan bahwa pengukuran dengan dua metode tidak beda nyata.

Kata Kunci : kebisingan, datalogging, integrating, sound level meter .

1. PENDAHULUAN

Kebisingan didefinisikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan pada tingkat tertentu yang dapat menimbulkan gangguan seperti mengalihkan perhatian atau kehilangan konsentrasi bahkan dapat berbahaya bagi kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (KLHK, 1996). Bising dapat bersumber dari alat-alat rumah tangga, kegiatan industri, ataupun mesin operasional gedung yang dikategorikan sebagai bising interior sedangkan suara yang bersumber dari kendaraan bermotor di jalan raya dikategorikan bising eksterior (Enda Murphy, 2014). Berdasarkan tingkat tekanan suara, bising dibagi menjadi kebisingan dengan fluktuasi tingkat

(2)

tekanan suara yang sangat kecil atau steady noise dan kebisingan yang tidak stabil karena tingkat tekanan suaranya bergeser secara signifikan yang disebut sebagai intermitten dan impulsive noise (Hansen, 2017).

Pemantauan kebisingan merupakan salah satu parameter wajib dalam usaha pengelolaan lingkungan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan manusia tidak mengubah tatanan lingkungan. Salah satunya mengganggu kesehatan dan kenyamanan manusia seperti mengakibatkan gangguan pendengaran yang timbul secara bertahap dan dalam waktu yang lama (Oishi and Schacht, 2011)(Septiana and Widowati, 2017).

Pengukuran kebisingan menggunakan alat sound level meter (SLM). SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia (Harris, Daigle and Ph, 1997).

Menurut International Electrotechnical Commission atau IEC 61672:2013, SLM dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas 1 dan kelas 2. Kelas 1 memilki rentang frekuensi yang lebih luas dan toleransi lebih ketat dari kelas 2. Kelas 1 digunakan untuk pengukuran yang lebih presisi di lapangan sedangkan kelas 2 dapat digunakan untuk tujuan umum. SLM kelas 1 dipasaran dikenal juga dengan istilah integrating sound level meter dan SLM kelas 2 sebagai datalogging sound level meter.

Di Indonesia, pemantauan kebisingan diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan Lingkungan untuk masing-masing peruntukan kawasan. Selain itu, dalam peraturan ini juga mengatur tentang metode pengukuran kebisingan yang dilengkapi dengan cara pernitungan. Terdapat dua metode yaitu metode sederhana dan metode integrated. Metode sederhana dapat menggunakan datalogging sound level meter dengan cara mengambil data setiap 5 detik selama 10 menit sehingga didapatkan 120 data yang akan diperhitungkan secara manual ekivalen tingkat kebisingan (Leq). Metode kedua yaitu menggunakan integrating sound level meter yang dapat mengukur langsung Leq, Lmin maupun Lmax setelah pengambilan data 10 menit atau sesuai pengaturan lama sampling.

Standar terbaru dalam pengukuran kebisingan diatur oleh Badan Standardisasi Nasional yang mengesahkan SNI 8427-2017 tentang Pengukuran Tingkat Kebisingan Lingkungan. Pengukuran kebisingan dalam SNI ini mempersyaratkan pengukuran kebisingan dengan integrating SLM yang memenuhi persyaratan standar nasional dan/atau internasional yang berlaku. Integrating SLM merupakan alat pengukur tingkat tekanan bunyi yang terdiri dari mikrofon, amplifier, pengolah sinyal dan display yang dapat menghitung Leq secara langsung dengan satuan dBA (BSN, 2017). Dengan adanya SNI ini, laboratorium beralih menggunakan

integrating SLM, akan tetapi beberapa laboratorium masih menggunakan datalogging SLM karena

ketersediaan alat. Oleh karena itu, dilakukan verifikasi pengukuran kebisingan lingkungan dengan menggunakan alat datalogging dan integrating SLM yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat beda nyata dalam hasil pengukuran kebisingan.

2. METODE

a. Lokasi sampling

Sampling dilakukan di dua tempat, area perkantoran dan pemukiman. Masing-masing lokasi dilakukan dua kali sampling. Pengambilan data di area perkantoran dilakukan di bagian selatan kantor BBTPPI Semarang tepatnya di taman depan laboratorium udara. Sampling kebisingan di area pemukiman dilakukan di Jl. Indragiri Raya Kelurahan Bugangan Kecamatan Semarang Timur. Perletakan alat berada sekitar 30 meter dari jalan yang biasa dilalui warga sekitar.

b. Alat

Pengambilan data kebisingan dilakukan dengan dua alat berbeda yang diletakan pada tempat yang sama. Metode sampling manual menggunakan datalogging sound level meter Extech HD600 class 2

(3)

sedangkan metode integrated menggunakan Rion NL-52 class 1. Alat dipasang pada tripod dengan ketinggian 1.5 meter dari permukaan tanah. Pemasangan alat sesuai SNI 8427-2017.

c. Cara sampling

Pengukuran dilakukan dengan cara merekam data selama 24 jam dengan sound level meter. Data yang terekam dibagi menjadi segmen L1-L7 jika stabil dan L1-L24 jika sumber bising tidak stabil. Pada setiap segemen, cara manual dilakukan dengan pengambilan data setiap 5 detik selama 10 menit sehingga didapat 120 data untuk dihitung tingkat kebisingannya atau Leq sedangkan pada integrating sound level meter, nilai Leq langsung terlihat pada akhir perekaman kebisingan. Rekaman data pada masing-masing SLM diimport ke PC dengan HD600 dan NL-52 software. Untuk melihat tingkat kebisingan pada siang (Ls), malam (Lm) serta Lsm (siang dan malam), nilai Leq sebagai data tingkat kebisingan per segmen dihitung dengan persamaan berikut:

Ls = 10 log 161 (100,1L1 + 100,1L2 + ………. + 100,1L4)

Lm = 10 log 18 (100,1L5 + 100,1L6 + ………. + 100,1L7)

Lsm = 10 log 241 (16 x 100,1Ls + 8 x 100,1(Lm + 5))

d. Verifikasi data

Verifikasi data tingkat kebisingan secara statistik dengan uji t. Uji t digunakan untuk menguji bagaimana pengaruh masing-masing variabel bebasnya secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikatnya dan menguji hipotesis antara mean sampel memiliki beda nyata atau tidak. Tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho = tidak ada beda nyata hasil pengukuran menggunakan alat datalogging dan integrating sound level

meter

H1 = terdapat beda nyata pengukuran menggunakan alat datalogging dan integrating sound level meter

Kesimpulan diambil dengan pernyataan jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan jika t hitung > t tabel

Ho ditolak dan H1 diterima.

e. Evaluasi terhadap baku mutu tingkat kebisingan dengan membandingkan Lsm perhitungan dengan baku mutu pada KemenLH No. 48 tahun 1996.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Analisa dan verifikasi data

Data yang terekam selama 24 jam dibagi menjadi 7 segmen, L1 (06.00 – 09.00), L2 (09.00 – 14.00), L3 (14.00 – 17.00), L4 (17.00 – 22.00), L5 (22.00 – 00.00), L6 (00.00 – 03.00), dan L7 (03.00 – 06.00). Pembagian 7 segmen ini diambil karena steady noise (kebisingan tunak) yaitu kebisingan yang memiliki karakteristik rata-rata yang konstan setiap waktu, yaitu 5 dBA atau disebut sebagai bising yang stabil. Terlihat pada Gambar 1 bahwa pada jam 08.00 – 18.00 WIB kebisingan stabil pada 60 – 65 dBA dan pada malam hari stabil pada 50 – 55 dBA.

Trend yang sama juga terlihat pada area pemukiman dengan kebisingan yang steady pada Gambar 2 pada pukul 21.00 – 04.00 WIB. Sumber kebisingan di pemukiman lebih bervariasi dibandingkan perkantoran yang disebabkan oleh lebih banyaknya populasi dan jenis kegiatan.

Sampling dilakukan di area perkantoran pada hari pertama (A) dan hari kedua (B) kemudian lanjut pada area pemukiman hari ketiga (C) dan hari keempat (D). Pada area perkantoran (A) dan (B) terlihat trend Leq cukup tinggi pada siang hari hari (L1 – L4) dan menurun pada malam hari (L5 – L7). Hal ini disebabkan oleh aktivitas perkantoran yang mulai berjalan pada jam 07.30 sampai 16.00 WIB sehingga sumber bising lebih dominan pada siang hari. Tingkat kebisingan yang terukur tidak terlalu berbeda secara signifikan. Pada lokasi A selisih nilai Leq berkisar antara 0.09 – 3.70 dBA. Pada lokasi B selisih nilai Leq berkisar antara 0.08 – 1.58 dBA. Antara datalogging SLM dan integrating SLM tidak ada yang mendominasi.

(4)

Gambar 1. Data logger area perkantoran

Gambar 2. Data logger area pemukiman

30 50 70 90 10: 55: 17 11: 40: 27 12: 25: 37 13: 10: 47 13: 55: 57 14: 41: 07 15: 26: 17 16: 11: 27 16: 56: 37 17: 41: 47 18: 26: 57 19: 12: 07 19: 57: 17 20: 42: 27 21: 27: 37 22: 12: 47 22: 57: 57 23: 43: 07 0: 28: 17 1: 13: 27 1: 58: 37 2: 43: 47 3: 28: 57 4: 14: 07 4: 59: 17 5: 44: 27 6: 29: 37 7: 14: 47 7: 59: 57 8: 45: 07 9: 30: 17 10: 15: 27 30 50 70 90 7: 59: 17 8: 43: 57 9: 28: 37 10: 13: 17 10: 57: 57 11: 42: 37 12: 27: 17 13: 11: 57 13: 56: 37 14: 41: 17 15: 25: 57 16: 10: 37 16: 55: 17 17: 39: 57 18: 24: 37 19: 09: 17 19: 53: 57 20: 38: 37 21: 23: 17 22: 07: 57 22: 52: 37 23: 37: 17 0: 21: 57 1: 06: 37 1: 51: 17 2: 35: 57 3: 20: 37 4: 05: 17 4: 49: 57 5: 34: 37 6: 19: 17 7: 03: 57 30 50 70 90 20: 20: 54 21: 01: 39 21: 42: 24 22: 23: 09 23: 03: 54 23: 44: 39 0: 25: 24 1: 06: 09 1: 46: 54 2: 27: 39 3: 08: 24 3: 49: 09 4: 29: 54 5: 10: 39 5: 51: 24 6: 32: 09 7: 12: 54 7: 53: 39 8: 34: 24 9: 15: 09 9: 55: 54 10: 36: 39 11: 17: 24 11: 58: 09 12: 38: 54 13: 19: 39 14: 00: 24 14: 41: 09 15: 21: 54 16: 02: 39 16: 43: 24 17: 24: 09 30 50 70 90 18: 18: 21 18: 59: 56 19: 41: 31 20: 23: 06 21: 04: 41 21: 46: 16 22: 27: 51 23: 09: 26 23: 51: 01 0: 32: 36 1: 14: 11 1: 55: 46 2: 37: 21 3: 18: 56 4: 00: 31 4: 42: 06 5: 23: 41 6: 05: 16 6: 46: 51 9: 31: 26 10: 13: 01 10: 54: 36 11: 36: 11 12: 17: 46 12: 59: 21 13: 40: 56 14: 22: 31 15: 04: 06 15: 45: 41 16: 27: 16 17: 08: 51 17: 50: 26

(5)

Pada area pemukiman (C), tingkat kebisingan lebih tinggi pada pagi dan siang hari. Hal ini disebabkan aktivitas warga sekitar yang biasanya memulai hari dari pukul 04.00 untuk ibadah dan bekerja. Selisih nilai Leq berkisar antara 0,58 – 3,85 dBA dan hari selanjutnya (D) menunjukkan selisih Leq sebesar 0,10 – 1,06 dBA dengan sebagian besar hasil perhitungan datalogging SLM lebih tinggi dari integrating SLM walaupun tidak signifikan seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram perbandingan tingkat kebisingan pada (A) perkantoran1, (B) perkantoran2, (C) pemukiman1, (D) pemukiman2

Verifikasi pengukuran kebisingan dengan datalogging dan integrating SLM ini menggunakan statistik yaitu student t test atau uji t dengan signifkansi 5% (α = 0.05). Selisih Nilai L1 sampai L7 serta Ls, Lm, Lsm pada kedua alat dihitung standar deviasinya untuk mendapatkan nilai t hitung yang kemudian dibandingkan dengan t table. Hasil perhitungan statistiknya dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel terlihat bahwa nilai t hitung pada ke empat sampel lebih kecil dari t table 2.26 (n = 10, α = 0.05).

Tabel 1. Hasil statistik perhitungan Uji t

Lokasi Standar deviasi T hitung T table (A) Perkantoran 1 2,32 0,23 2,26 (B) Perkantoran 2 0,74 0,39

(C) Pemukiman 1 1,77 1,05 (D) Pemukiman 2 0,65 1,04

Dari tabel di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh t hitung lebih kecil dari t table, sehingga hipotesis Ho dapat diterima bahwa tidak terdapat beda nyata pengukuran kebisingan

menggunakan datalogging dan integrating SLM. Dari kesimpulan ini, pengukur kebisingan dengan cara datalogging masih direkomendasikan untuk tipe steady noise meskipun SNI hanya mensyaratkan penggunaan integrating SLM dalam sampling kebisingan. Pada jenis bising yang tidak stabil, lebih di rekomendasikan menggunakan integrating SLM karena frekuensi yang lebih sensitif. Penelitian Abdullah et al. (2019) di lokasi sekolah yang sangat dekat dengan jalan raya menyatakan bahwa SLM kelas 1 lebih sesuai digunakan untuk pengukuran traffic noise.

0.00 20.00 40.00 60.00 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 Ls Lm Lsm

A

manual integrated 0.00 20.00 40.00 60.00 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 Ls Lm Ls m

B

manual integrated 0.00 20.00 40.00 60.00 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 Ls Lm Lsm

C

manual integrated 0.00 20.00 40.00 60.00 L1 L2 L3 L4 L5 L6 L7 Ls Lm Lsm

D

manual integrated

(6)

Penggunaan integrating SLM memang memiliki toleransi lebih ketat dan mempermudah petugas pengambil contoh dalam mendapatkan nilai Leq. Akan tetapi, datalogging SLM telah banyak digunakan dalam pengukuran kebisingan karena memiliki akurasi yang cukup baik. Berbagai merk dan type datalogging SLM digunakan dalam beberapa penelitian seperti Pulsar Model 64 yang digunakan

Norwani (2008), Jansen (2009) menggunakan data logging SLM dengan presisi of ± 1.4 dBA Model Voltacraft.Plus SL- 300, Picu (2009)menggunakanData Logging Sound Meter 840013 dengan akurasi ± 1.5 dBAuntuk estimasi kebisingan indoor dan outdoor serta Bhabananda and Kalyan (2013) menggunakan Extech Data Logging Sound Meter 407764 untuk pengukuran polusi kebisingan di India. b. Evaluasi terhadap baku mutu

Di area perkantoran, sumber bising berupa continous noise yang dominan dari air

conditioner. Pergerakan pegawai kantor tidak memberikan kontribusi signifian pada tingkat

kebisingan. Berbeda dengan perkantoran, area pemukiman memiliki sumber bising yang lebih variatif. Sumber kebisingan di sekitar pemukiman berupa aktivitas masyarakat seperti penggunaan alat-alat rumah tangga, aktivitas permainan anak-anak, dan kendaraan bermotor. Nilai Lsm diperoleh adalah 60 dBA pada hari pertama pengukuran baik menggunakan alat datalogging maupun integrating SLM. Sedangkan untuk hari kedua pengukuran, perhitungan data dari alat datalogging menunjukkan nilai 62 dBA dan 61 dBA untuk alat integrating. Nilai ini masih berada dibawah baku mutu tingkat kebisingan di area perkantoran sebesar 65 dBA. Hasil Lsm di area permukiman, 57 dBA dan 56 dBA pada hari pertama serta 59 dBA pada hari kedua. Nilai ini sudah melewati baku mutu kebisingan di pemukiman sebesar 55 dBA dengan toleransi 3 dBA.

Tabel 2. Evaluasi Tingkat Kebisingan terhadap Baku Mutu

Lokasi Lsm (dBA) Baku mutu (dBA) datalogging integrating Perkantoran 1 60 60 65 + 3 Perkantoran 2 62 61 Pemukiman 1 57 56 55 + 3 Pemukiman 2 59 59 4. KESIMPULAN

Cara pengambilan data kebisingan berbeda dari segi alat. Pengambilan data secara manual harus menghitung nilai Leq terlebih dahulu sedangkan integrated sound level meter dapat menghitung langsung nilai Leq, Lmin, Lmax. Hasil perhitungan nilai Ls, Lm dan Lsm menunjukkan bahwa nilai t test pada seluruh lokasi memenuhi nilai t table sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat beda nyata antara pengambilan data kebisingan dengan alat manual dan integrating sound level meter. Alat manual atau datalogging SLM masih direkomendasikan untuk digunakan dalam pengukuran tingkat kebisingan oleh laboratorium untuk sumber bising yang stabil (steady noise).

5. UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada personil Laboratorium Udara, Kebisingan dan Getaran Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Semarang yang telah membantu dalam proses pengambilan data kebisingan dalam penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. et al. (2019) ‘Sensitivity and suitability of environmental noise monitoring device: A preliminary study’, International Journal of Mechanical Engineering and Technology, 10(2), pp. 858–864.

Bhabananda, P. and Kalyan, K. (2013) An Experinmental Study of Noise Pollution in Gauhati University Campus,

Guwahati, Assam, India, Indian Journals. Available at:

http://www.indianjournals.com/ijor.aspx?target=ijor:ijes&volume=3&issue=5&article=044 (Accessed: 11 October 2020).

(7)

BSN (2017) ‘SNI 8427-2017 Pengukuran tingkat kebisingan lingkungan’.

Enda Murphy, E. A. K. (2014) Environmental Noise Pollution: Noise Mapping, Public Health, and Policy - Google

Buku. Available at:

https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=_bPrAgAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=noise+pollutio n&ots=0uP_q3dnWr&sig=g0ISaWzSEOgUEMskcEmFylbXW2U&redir_esc=y#v=onepage&q=noise pollution&f=false (Accessed: 11 October 2020).

Hansen, C. H. (2017) ‘FUNDAMENTALS OF ACOUSTICS’, Journal of Language Relationship, 15(1–2), pp. vii–viii. doi: 10.31826/jlr-2017-151-201.

Harris, C. M., Daigle, G. A. and Ph, D. (1997) Handbook of Acoustical Measurements and Noise Control, Third

Edition. Available at: Mcgraw Hill Inc.

Jansen, M. (2009) ‘Measuring temporal variation in calling intensity of a frog chorus with a data logging sound level meter : results from a pilot study in Bolivia’, 2(August), pp. 143–149.

KLHK (1996) ‘Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat kebisingan’. Norwani, A. (2008) ‘AIRCRAFT NOISE LEVEL STUDY AT THE SULTAN ISMAIL’, (November).

Oishi, N. and Schacht, J. (2011) ‘Emerging treatments for noise-induced hearing loss’, Expert Opinion on

Emerging Drugs. Taylor & Francis, 16(2), pp. 235–245. doi: 10.1517/14728214.2011.552427.

Picu, A. (2009) ‘A STUDY UPON OCCUPATIONAL NOISE POLLUTION EXPOSURE AT A METALLIC CONFECTIONS PLANT’, 4(2), pp. 65–74.

Septiana, N. R. and Widowati, E. (2017) ‘HIGEIA : JOURNAL OF PUBLIC HEALTH’, 1(1), pp. 73–82.

TANYA JAWAB :

Pertanyaan :

Makalah ini menguji atau memverifikasi dua peralatan pengukur kebisingan di lingkungan perkantoran atau lingkungan dengan tingkat kebisingan yang relatif normal di telinga manusia. Saran ke depan untuk pengembangan dengan verifikasi di lingkungan yang ekstrim, yaitu dengan tingkat kebisingan lebih tinggi. Sehingga lebih bisa terlihat apakah ada perbedaan untuk di lingkungan di lingkungan dengan tingkat kebisingan yang lebih tinggi.

Jawaban :

Untuk kebisingan yang ekstrim pernah disebutkan di referensi, dimana penulis pernah melakukan pengambilan contoh di area sekolah di pinggir jalan raya, mereka menyatakan penggunaan sound level meter kelas 1 dan 2 ada beda nyata.

Gambar

Gambar 2. Data logger area pemukiman 3050709010:55:1711:40:2712:25:3713:10:4713:55:5714:41:0715:26:1716:11:2716:56:3717:41:4718:26:5719:12:0719:57:1720:42:2721:27:3722:12:4722:57:5723:43:070:28:171:13:271:58:372:43:473:28:574:14:07 4:59:17 5:44:27 6:29:37
Gambar 3. Diagram perbandingan tingkat kebisingan pada (A) perkantoran1, (B) perkantoran2, (C)  pemukiman1, (D) pemukiman2
Tabel 2. Evaluasi Tingkat Kebisingan terhadap Baku Mutu

Referensi

Dokumen terkait

ahwa dalam upaya meningkatkan peran media komunikasi massa perlu dibentuk Lembaga Penyiaran Publik di Kota Sungai ahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (3)

5.3 Had Pindah Kredit Secara Vertikal yang boleh diberikan hendaklah tidak melebihi 30% (atau mengikut peratusan yang ditetapkan oleh Badan Profesional berkaitan) daripada

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah usaha mikro menjadi jenis usaha yang paling antusias dalam mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas

Pilih dan tuliskan metode pembelajaran yang akan digunakan dimana dalam proses learning pemilihan metode harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta untuk berperan

Permata Niaga II No. 73 Taman Royal I Tangerang, Telp./Fax.. WAHANA TRANS UTAMA sebagai perusahaan jasa transportasi terdepan di Indonesia yang didukung dengan pengelolaan

Perencanaan jaringan kerja pada aktivitas-aktivitas erection block kapal merupakan hal penting dan merupakan tanggung jawab manajemen yang mengelolah proyek

Hal itu dikarenakan debit input wash water pada column berubah- ubah sesuai dengan yang diperintahkan kontroler sehingga diperlukan perancangan sistem koreksi untuk mengukur

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kondisi operasi pembuatan sol-gel yaitu konsentrasi silika dalam sol terhadap diameter pori lapisan sol gel silika