• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT

POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK

APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

Disusun oleh:

ARIS WICAKSONO

NIM. M0307030

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2012

(4)

commit to user

iv

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT

POLISTIRENA TERSULFONASI DENGAN ZEOLIT UNTUK APLIKASI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

ARIS WICAKSONO

Jurusan Kimia. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit (PEM). Dalam penelitian ini, polistirena tersulfonasi (PST) disintesis melalui proses sulfonasi pada polistirena (PS) menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat dalam pelarut diklorometana dengan variasi konsentrasi asetil sulfat. Pembuatan membran komposit menggunakan metode inversi fasa dengan pencetakan larutan campuran pada plat gelas. Larutan campuran dibuat dengan melarutkan PST, polietilen glikol (PEG), dan zeolit dalam pelarut dimetil asetamida (DMAc) dengan variasi jenis dan konsentrasi zeolit % (b/b). Polimer dan membran komposit yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah (IR), X-ray Difractometer (XRD), analisis kapasitas tukar kation (KTK), analisis derajat pengembangan, analisis morfologi, dan analisis termal.

Hasil analisis gugus fungsi menunjukkan bahwa PST dan membran kompositnya berhasil disintesis. Kehadiran partikel zeolit dalam komposisi membran mampu meningkatkan nilai KTK dan derajat pengembangan membran. Nilai KTK membran komposit PST/zeolit alam (KZA) hampir sama dengan membran komposit PST/zeolit sintetik (KZS) yaitu sebesar 1,17 meq/g akan tetapi membran KZS memiliki nilai derajat pengembangan yang lebih rendah daripada KZA yaitu sebesar 15,68 %. Analisis morfologi menunjukkan permukaan membran KZS lebih homogen dibanding membran KZA. Analisis kristalografi menunjukkan PS dan PST bersifat amorf sedangkan membran kompositnya mengalami peningkatan kristalinitas. Analisis termal menunjukkan penambahan zeolit mampu meningkatkan ketahanan termal membran dan hampir semua membran komposit yang dihasilkan mengalami tiga tahap degradasi yaitu pelepasan molekul air, degradasi rantai utama PEG, dan degradasi rantai utama PST. Berdasarkan data yang diperoleh, membran komposit ini berpotensi besar untuk diaplikasikan sebagai material membran polimer elektrolit.

(5)

commit to user

SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF SULFONATED POLYSTYRENE WITH ZEOLITE COMPOSITE MEMBRANE FOR

POLYMER ELECTROLYTE MEMBRANE APPLICATIONS

ARIS WICAKSONO

Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University

ABSTRACT

Synthesis of sulfonated polystyrene/zeolite composite membrane for polymer electrolyte membrane (PEM) applications has been done. In this research, sulfonated polystyrene (SPS) was synthesized through sulfonation of polystyrene (PS) using the acetyl sulfate as sulfonation agent in dichloromethane with varying concentration of acetyl sulfate. The composite membranes were prepared with casting solution onto glass plate. The solutions were prepared by dissolving the sulfonated polystyrene, poly(ethylene glycol), and zeolite in DMAc (dimethylacetamide) with varying type and concentration of zeolite % (w/w). Polymer and the resulting composite membranes were characterized by Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), X-ray Diffractometer (XRD), cation exchange capacity (CEC), swelling degree, morphology, and thermal analysis.

Analysis of functional group indicated that sulfonated polystyrene and the composite membrane have been synthesized. The CEC and swelling degree of the composite membrane increased with the presence of zeolite particle in membrane composition. The CEC value of the natural zeolite composite membrane (NZC) equal with the synthetic zeolite composite membrane (SZC) that is 1.17 meq/g. However, SZC membrane has lower of swelling degree than NZC membrane that’s 15.68 %. Morphology analysis showed that the surface of SZC membrane seen more homogeneous than NZC membrane. Crystallography analysis indicated that both PS and SPS are amorphous, while the crystallinity of composite membrane is increased. Thermal analysis showed that the presence of zeolite particle in membrane composition can enhanced thermal stability of the composite membrane. According data result, these composite membranes are can be uses as PEM material.

Keyword : polystyrene, sulfonation, zeolite, composite, polymer electrolyte

(6)

commit to user

vi

MOTTO

v ”UNS, World Class University !!!”, Mahasiswa perkasa, UNS juara !!! v “Kesuksesan adalah 99 % kerja keras dan 1 % doa”

v “Lebih baik gagal setelah mencoba daripada diam tidak melakukan apa-apa”

v “Tidak ada kata terlambat untuk belajar”

v “….coba kau lihat dirimu dahulu, sebelum kau nilai kurangnya diriku…apa salahnya hargai diriku, sebelum kau nilai siapa diriku” (Armada)

v “Lakukan apa yang bisa dikerjakan hari ini tanpa harus menunda hingga esok hari”

v Satu kata, satu hati, satu suara….”We are the Champion”

(7)

commit to user

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan kepada :

Ø Bapak dan Ibu tercinta

Ø Kakak-kakakku dan adik-adikku yang kusayang Ø Keponakan-keponakanku yang selalu memberikan

keceriaan kepadaku

Ø Dosen-dosen jurusan Kimia yang telah mendidikku Ø Teman-teman seperjuangan Kimia angkatan 2007

semuanya

Ø Jurusan Kimia, tempatku berjuang menuntut ilmu Ø UNS, almamaterku yang sangat aku banggakan Ø Segenap Pembaca karya tulis ini

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Membran Komposit Polistirena Tersulfonasi dengan Zeolit Untuk Aplikasi Membran Polimer Elektrolit”. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc.(Hons), Ph.D, selaku Dekan FMIPA UNS

2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA UNS 3. Bapak Edi Pramono, M.Si., selaku Pembimbing I

4. Bapak I. F. Nurcahyo, M.Si., selaku Pembimbing II sekaligus ketua Lab Dasar Kimia FMIPA UNS

5. Bapak Drs. Mudjijono, Ph.D, selaku pembimbing akademik penulis

6. Bapak Dr. rer. nat. A. Heru Wibowo, M.Si., selaku Ketua Sub-Lab Kimia Pusat MIPA UNS

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA UNS

8. Teman-teman Kimia FMIPA UNS khususnya angkatan 2007

9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT membalas jerih payah dan pengorbanan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amiin.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012

(9)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN ABSTRAK... iv

HALAMAN ABSTRACT... v

HALAMAN MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2 1. Identifikasi Masalah ... 2 2. Batasan Masalah ... 5 3. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) ... 7

2. Membran Polimer Elektrolit dalam Sel Bahan Bakar ... 10

3. Agen Sulfonasi ... 12

4. Polistirena (PS) ... 13

5. Polistirena Tersulfonasi (PST) ... 14

6. Zeolit ... 15

(10)

commit to user

x

B. Kerangka Pemikiran ... 22

C. Hipotesis ... 24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

A. Metode Penelitian ... 25

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

C. Alat dan Bahan ... 25

D. Prosedur Penelitian ... 26

1. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit ... 26

2. Pembuatan Asetil Sulfat ... 26

3. Pembuatan Polistirena Tersulfonasi ... 26

4. Pembuatan Membran Komposit... 27

5. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 27

6. Analisis Gugus Fungsi ... 28

7. Analisis Kristalinitas Sampel ... 28

8. Analisis Termal ... 28

9. Analisis Derajat Pengembangan (DP) ... 29

E. Teknik Pengumpulan Data ... 29

F. Teknik Analisis Data .. ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Analisis Mineral Zeolit ... 32

B. Analisis Gugus Fungsi Sampel Zeolit ... 33

C. Sintesis Polistirena Tersulfonasi ... 35

1. Analisis Gugus Fungsi Polistirena dan Polistirena Tersulfonasi ... 38

2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK), Derajat Sulfonasi (DS), dan Rendemen dari Polistirena Tersulfonasi ... 40

3. Analisis Termal Polistirena (PS), Polistirena Tersulfonasi (PST), dan Zeolit ... 42

D. Sintesis Membran Komposit ... 45

(11)

commit to user

2. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Derajat

Pengembangan (DP) Membran Komposit ... 49

3. Analisis Morfologi ... 52

4. Analisis Kristalinitas Membran Komposit ... 54

5. Analisis Termal Membran Komposit ... 56

BAB V PENUTUP... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Material Penyusun Membran

Komposit ... 27

Tabel 2. Data Pengukuran KTK Membran Komposit ... 29

Tabel 3. Perbandingan Nilai d Sampel Zeolit ... 33

Tabel 4. Serapan Bilangan Gelombang Gugus Fungsi dari Membran Komposit ... 48

Tabel 5. Nilai KTK dan DP Membran Komposit. ... 49

Tabel 6. Data Perhitungan Rendemen PST. ... 66

Tabel 7. Data Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari PST. ... 67

Tabel 8. Data Perhitungan Derajat Sulfonasi (DS) dari PST. ... 68

Tabel 9. Data Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari Membran Komposit. ... 69

Tabel 10. Data Perhitungan Derajat Pengembangan (DP) dari Membran Komposit. ... 70

(13)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema sel bahan bakar ... 7

Gambar 2. Reaksi pembuatan asetil sulfat ... 13

Gambar 3. Struktur polistirena ... 13

Gambar 4. Struktur polistirena tersulfonasi ... 14

Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit ... 16

Gambar 6. Struktur kimia zeolit ... 16

Gambar 7. Struktur pori dalam zeolit ... 16

Gambar 8. Spektra XRD sampel zeolit ... 32

Gambar 9. Spektra IR sampel zeolit ... 34

Gambar 10. Reaksi sulfonasi polistirena ... 36

Gambar 11. Polistirena (A) dan polistirena tersulfonasi (B) ... 37

Gambar 12. Spektra IR polistirena dan dan polistirena tersulfonasi ... 38

Gambar 13. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen ... 40

Gambar 14. Pengaruh konsentrasi agen sulfonasi terhadap derajat sulfonasi (DS) ... 41

Gambar 15. Termogram PS dan PST dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi ... 43

Gambar 16. Termogram zeolit, PS, PST, dan membran PST ... 44

Gambar 17. Membran komposit PST tanpa penambahan zeolit (KTZ) ... 46

Gambar 18. Membran KZS dengan variasi konsentrasi zeolit sintetik (A) dan membran KZA dengan variasi konsentrasi zeolit alam (B) ... 46

Gambar 19. Spektra IR membran komposit ... 47

Gambar 20. Pengaruh konsentrasi zeolit sintetik terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) ... 50

Gambar 21. Pengaruh konsentrasi zeolit alam terhadap nilai KTK dan derajat pengembangan (DP) ... 51

(14)

commit to user

xiv

Gambar 23. Morfologi membran komposit KZA 3 % (A), KZA 5 % (B),

dan KZA 7 % (C) ... 53 Gambar 24. Morfologi membran komposit KZS 3 % (A), KZS 5 % (B),

dan KZS 7 % (C) ... 54 Gambar 25. Spektra XRD PST, membran KZA, dan membran KZS ... 55 Gambar 26. Termogram membran KZA dengan variasi konsentrasi

zeolit alam ... 57 Gambar 27. Termogram membran KZS dengan variasi konsentrasi

(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Rendemen PST ... 66

Lampiran 2. Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dari PST ... 67

Lampiran 3. Perhitungan Derajat Sulfonasi (DS) dari PST ... 68

Lampiran 4. Perhitungan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Membran Komposit ... 69

Lampiran 5. Perhitungan Derajat Pengembangan (DP) Membran Komposit ... 70

Lampiran 6. Hasil Analisis Spektroskopi IR Sampel Zeolit Alam ... 72

Lampiran 7. Hasil Analisis Spektroskopi IR Sampel Zeolit Sintetik ... 73

Lampiran 8. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Murni ... 74

Lampiran 9. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 10 (PST 10) ... 75

Lampiran 10. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 20 (PST 20) ... 76

Lampiran 11. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 30 (PST 30) ... 77

Lampiran 12. Hasil Analisis Spektroskopi IR Polistirena Tersulfonasi 40 (PST 40) ... 78

Lampiran 13. Hasil Analisis Spektroskopi IR Membran KZA 7 % ... 79

Lampiran 14. Hasil Analisis Spektroskopi IR Membran KZS 7 % ... 80

Lampiran 15. Data XRD untuk Mineral Mordenit Standar ... 81

Lampiran 16. Hasil Analisis XRD Zeolit Sintetik ... 82

Lampiran 17. Hasil Analisis XRD Zeolit Alam ... 84

Lampiran 18. Hasil Analisis XRD Membran KZA 7 % ... 85

Lampiran 19. Hasil Analisis XRD Membran KZS 7 % ... 86

Lampiran 20. Hasil Analisis XRD Polistirena Tersulfonasi (PST 30) ... 88

Lampiran 21. Perhitungan Intensitas Relatif dan Persentase Kandungan Mineral Sampel Zeolit ... 90

(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsumsi minyak bumi yang terus meningkat telah menyebabkan cadangan minyak bumi semakin berkurang. Pemakaian bahan bakar fosil secara terus-menerus juga memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mencari sumber energi lain yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan. Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan telah banyak dikembangkan. Sel bahan bakar bekerja dengan mengkonversi energi kimia secara langsung menjadi energi listrik dengan efisiensi tinggi dengan dampak terhadap lingkungan yang rendah (William, 2004). Polymer Electrolyte Membrane Fuel

Cell (PEMFC) merupakan salah satu jenis sel bahan bakar yang menjanjikan

untuk aplikasi pada kendaraan dan perangkat portable karena dapat menghasilkan densitas energi tinggi pada suhu operasi relatif rendah (60-80 °C), bersih, dan ramah lingkungan (William, 2004).

Membran polimer elektrolit merupakan salah satu komponen penting dalam Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cell (PEMFC) (Yohan dkk., 2005). Membran polimer yang digunakan dalam aplikasi PEMFC adalah berbasis

perfluorosulfonic acid (PFSA) misalnya Nafion® karena sifat konduktivitas ionik

yang tinggi, stabilitas kimia, serta sifat mekanik yang tinggi (Chen et al., 2004). Meski demikian, Nafion® masih memiliki kekurangan seperti tingginya permeabilitas membran Nafion® terhadap bahan bakar (fuel crossover), mahalnya harga membran, dan suhu operasi yang terbatas pada 80 °C.

Saat ini telah dikembangkan sel bahan bakar yang bekerja pada temperatur di atas 100 ºC. Usaha tersebut dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul pada temperatur operasi rendah (< 100 ºC), seperti efisiensi reaksi, manajemen air, kontaminasi CO, pemecahan gas hidrogen, dan pengaturan termal. Aplikasi sel bahan bakar temperatur tinggi membutuhkan material membran elektrolit yang memiliki ketahanan termal tinggi, sehingga diperlukan suatu usaha

(17)

pencarian material pengganti Nafion®. Salah satu usaha tersebut adalah pemilihan polimer tersulfonasi beserta membran komposit anorganiknya (Li et al., 2003). Membran komposit organik/anorganik telah dikembangkan secara luas karena banyak material anorganik yang dapat dioperasikan pada temperatur yang lebih tinggi daripada polimer murninya (Choi et al., 2009; Chi et al., 2011).

Polistirena telah digunakan sebagai material dasar dalam pembuatan membran polimer elektrolit karena stabilitas termalnya cukup tinggi dan karakteristik yang baik melalui modifikasi. Modifikasi secara kimia polistirena dapat dilakukan melalui proses sulfonasi untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (Martins et al., 2003; Smitha et al., 2003; Carretta et al., 2000). Namun demikian, derajat sulfonasi yang tinggi pada kerangka aromatiknya dapat menyebabkan pengembangan yang berlebihan di dalam air dan menyebabkan sifat fisiknya kurang baik sehingga sifat-sifat membran tersebut perlu ditingkatkan. Karakteristik membran polimer elektrolit dapat ditingkatkan dengan penggunaan pengisi (filler) anorganik seperti Al2O3, TiO2, SiO2, P2O5, ZrO2, dan zeolit (Shen

et al., 2006; Kim et al., 2006; Dewi dan Rochmadi, 2007; Dewi dan Handayani,

2007; Choi et al., 2009).

Zeolit telah digunakan sebagai pengisi dalam pembuatan membran komposit. Keberadaan zeolit dalam sistem membran polimer mampu menguatkan konduktivitas proton, kekuatan mekanik, dan kemampuan mempertahankan air dalam membran (Dewi, 2009; Choi et al., 2009; Paisan dan Siraprapa, 2008). Sintesis membran komposit polistirena tersulfonasi dengan zeolit diharapkan mampu menghasilkan membran yang memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik sehingga mampu diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

(18)

commit to user

adalah asetil sulfat, asam sulfat pekat, dan asam klorosulfonat. Sifat polimer yang mudah bereaksi dengan agen sulfonasinya akan menghasilkan kondisi reaksi yang lebih homogen dan distribusi sulfonat pada rantai polimernya diharapkan lebih merata.

Proses sulfonasi akan menghasilkan derajat sulfonasi polimer yang berbeda. Derajat sulfonasi perlu dikontrol karena akan meningkatkan kelarutan polimer tersulfonasi di dalam air. Salah satu metode untuk mengontrol derajat sulfonasi adalah mengatur konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan. Penelitian Martins et al. (2003) menunjukkan derajat sulfonasi yang meningkat dari 15-40 % pada polistirena (PS) tersulfonasi dapat dicapai dengan mengatur konsentrasi agen sulfonasi dari 15-275 mL. Studi pendahuluan kami mencoba variasi konsentrasi agen sulfonasi dari 10 hingga 80 mL. Hasil penelitian menunjukkan semua polimer mulai larut pada konsentrasi 50 mL sehingga kami menggunakan variasi konsentrasi dari 10 hingga 50 mL. Derajat sulfonasi juga dapat dikontrol dengan mengatur waktu sulfonasi dan temperatur sulfonasi (Lufrano et al., 2000; Handayani dkk., 2007).

Metode inklusi partikel anorganik meliputi sebagian besar serbuk yang terdispersi dalam larutan polimer. Kim et al. (2006) telah membuat membran komposit PVdF-HFP/TiO2 dengan teknik inversi fasa dan membran yang dihasilkan memiliki stabilitas elektrokimia yang unggul dan membran tersebut berpori. Metode inversi fasa dapat dilakukan dengan pencetakan larutan yang dicelupkan dalam air maupun dengan penguapan pelarut dalam kondisi ruang. Membran yang dihasilkan dengan pencelupan dalam air akan menyebabkan membran memiliki pori yang besar karena proses penghilangan pelarut terjadi secara tiba-tiba, sedangkan membran yang dihasilkan dengan penguapan akan memiliki pori yang lebih kecil karena penghilangan pelarut terjadi secara perlahan. Dalam aplikasi membran elektrolit diperlukan membran yang rapat (ukuran pori kecil), karena membran diharapkan memiliki nilai derajat pengembangan yang tidak terlalu tinggi.

Penelitian ini menggunakan material anorganik berupa zeolit. Zeolit dipilih untuk digunakan sebagai pengisi karena memiliki ketahanan termal yang

(19)

tinggi dan kemampuan sebagai konduktor proton. Konsentrasi zeolit dalam komposisi membran dapat mempengaruhi karakteristik membran. Paisan dan Siraprapa (2008) telah berhasil membuat membran komposit Nafion/zeolit dengan variasi konsentrasi dan jenis zeolit. Membran komposit yang dihasilkan mengalami peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK) dan derajat pengembangan, namun juga mengalami penurunan konduktivitas proton dengan meningkatnya konsentrasi zeolit dari 0-35 % (b/b). Penelitian lainnya menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida)/zeolit, dimana konsentrasi zeolit dari 0-10 % (b/b) mampu menurunkan derajat pengembangan dan meningkatkan ketahanan termal membran komposit yang dihasilkan (Choi et al., 2010). Dalam studi pendahuluan kami telah mencoba menggunakan konsentrasi zeolit 0, 1, 3, 5, 7, dan 9 % (b/b) dalam komposisi membran. Namun, pada konsentrasi 1 % dan 9 % tidak dihasilkan membran. Peristiwa ini dapat disebabkan karena larutan cetak terlalu encer ataupun terlalu kental sehingga penguapan pelarut tidak sempurna.

Mineral zeolit dan penyebarannya yang cukup banyak di Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai sumber daya mineral. Setiap daerah akan memiliki kandungan mineral zeolit yang berbeda, sehingga aplikasinya sebagai

filler akan mempengaruhi karakteristik membran komposit yang disintesis.

Beberapa lokasi di Indonesia telah diteliti diantaranya Tasikmalaya, Sukabumi, Bogor, Pacitan, Malang, Lampung, dan Wonosari. Endapan zeolit umumnya mengandung mineral mordenit dan klinoptilolit (Sutarti dan Rahmawati, 1994). Zeolit alam dari Pandansimping, Klaten belum dimanfaatkan secara optimal sehingga penggunaannya dalam pembuatan membran komposit akan meningkatkan nilai guna zeolit tersebut. Penelitian ini juga menggunakan zeolit sintetik yang diperoleh dari Lemigas karena memiliki kristalinitas dan nilai kapasitas tukar kation yang cukup tinggi. Penggunaan kedua jenis zeolit tersebut untuk membandingkan karakteristik membran komposit yang dihasilkan dengan pemakaian kedua zeolit tersebut.

(20)

commit to user 2. Batasan Masalah

a. Proses sulfonasi polistirena menggunakan agen sulfonasi asetil sulfat. b. Sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan mengatur konsentrasi asetil

sulfat yang digunakan yaitu 10, 20, 30, 40, dan 50 mL, sedangkan waktu sulfonasi dan suhu sulfonasi dibuat tetap yaitu selama 1 jam dan pada suhu ± 50 ºC.

c. Pembuatan membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit dilakukan menggunakan metode inversi fasa dengan penguapan larutan cetak.

d. Zeolit yang digunakan ada 2 jenis yaitu zeolit alam dari daerah Pandansimping, Klaten dan zeolit sintetik tipe mordenit.

e. Variasi konsentrasi zeolit alam maupun zeolit sintetik yang digunakan dalam pembuatan membran komposit dibuat sama, yaitu 0, 3, 5, dan 7 % (b/b) dari berat total larutan cetak.

3. Rumusan Masalah

a. Bagaimana pengaruh konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat terhadap kelarutan, derajat sulfonasi, dan nilai kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi ?

b. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap nilai kapasitas tukar kation, derajat pengembangan, dan sifat termal membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi asetil sulfat terhadap kelarutan, derajat sulfonasi, dan nilai kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi. 2. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap nilai kapasitas

tukar kation, derajat pengembangan, dan sifat termal membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit.

(21)

D. Manfaat Penelitian

1. Secara praktis dapat memberikan metode alternatif dalam pembuatan membran komposit untuk aplikasi membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.

2. Secara teoritis dapat memberikan informasi tentang sifat fisik dan kimia membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit untuk aplikasi membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.

(22)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

Sel bahan bakar adalah suatu perangkat elektrokimia yang mampu mengkonversikan energi kimia dalam bahan bakar menjadi energi listrik secara langsung, dapat menghasilkan energi dengan efisien tinggi, dan emisi polutan yang rendah terhadap lingkungan. Sel bahan bakar dapat menghasilkan energi dengan emisi polutan yang rendah karena tidak melewati proses pembakaran bahan bakar. Operasi sel bahan bakar dapat berlangsung secara terus-menerus selama bahan bakar sel diisi kembali secara kontinu (William, 2004). Skema sel bahan bakar seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema sel bahan bakar

Sel bahan bakar terdiri dari elektrolit yang memisahkan katoda dari anoda. Elektrolit hanya dapat menghantarkan proton, sedangkan elektron tidak bisa melewati elektrolit. Pada anoda akan dialirkan bahan bakar secara

(23)

berkesinambungan dan pada katoda dialirkan oksigen. Terdapat dua reaksi kimia yang terjadi pada sel bahan bakar, yaitu oksidasi di anoda dan reduksi di katoda. Apabila digunakan gas H2 sebagai bahan bakar maka reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Anoda : 2H2 ® 4H+ + 4e-

Katoda : O2 + 4H+ + 4e-® 2H2O

Reaksi keseluruhan : 2H2 + O2® 2H2O (Suhada, 2001)

Reaksi kimia yang terjadi pada kedua elektroda menghasilkan arus listrik, arus listrik ini dapat dijadikan sumber energi bagi berbagai keperluan. Lapisan elektrolit pada rangkaian alat sel bahan bakar dapat berupa padatan elektrolit misalnya membran. Berdasarkan jenis elektrolit yang digunakan, sel bahan bakar dibagi menjadi beberapa macam (William, 2004; Suhada, 2001; Carrete et al., 2001 dalam Luo, 2005), diantaranya :

a. Alkaline Fuel Cells (AFC)

Sel bahan bakar jenis ini biasanya menggunakan kalium hidroksida sebagai elektrolitnya dan beroperasi pada temperatur tinggi (~250 ºC). Dapat menghasilkan efisiensi hingga 70 %, namun biaya yang dibutuhkan mahal karena AFC sangat rentan terhadap kontaminasi CO dan CO2 sehingga membutuhkan oksigen dan hidrogen murni.

b. Proton Exchange Membrane/ Polymer Electrolyte Membrane Fuel Cells (PEMFC)

Jenis elektrolit dalam sel bahan bakar ini adalah membran polimer elektrolit. Membran ini berfungsi menghantarkan ion H+ dari anoda ke katoda. Pada kedua sisinya dilapisi elektroda karbon dengan elektrokatalis platina, efisiensinya dapat mencapai 40-50 % dan biasanya bekerja pada temperatur 60-80 ºC. Suhu operasi yang rendah membuat sel bahan bakar ini lebih cepat mencapai suhu optimumnya, dapat menghasilkan rapat arus tinggi, dan masalah korosi menjadi minimal karena cairan yang dihasilkan hanya air. Namun temperatur

(24)

commit to user

elektrolit tanpa membanjiri elektrolit. Disisi lain, PEMFC sangat sensitif terhadap kontaminasi CO, sulfur, dan amonia yang dapat diatasi dengan rapat arus operasi yang lebih rendah dan meningkatkan jumlah elektroda katalis, tetapi keduanya akan meningkatkan biaya sistem.

c. Phosphoric Acid Fuel Cells (PAFC)

Jenis ini menggunakan elektrolit asam posfat (H3PO4), biasanya beroperasi pada daerah temperatur 150-220 ºC dan menggunakan Pt sebagai elekrokatalis di anoda dan katoda. Gas hidrogen yang dimasukkan pada anoda dirubah menjadi ion dan dipindahkan menuju katoda melalui elektrolit. Aplikasinya banyak digunakan untuk penghasil listrik dan transportasi. Sel bahan bakar ini kurang sensitif terhadap CO dibanding PEMFC dan AFC, temperatur operasi memberikan kemudahan untuk pengaturan termal, dan panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk aplikasi komersial dan pembantu pembangkit listrik (cogeneration) industri.

d. Molten Carbonat Fuel Cells (MCFC)

Jenis ini menggunakan elektrolit kombinasi alkali karbonat, yang berada dalam matriks keramik LiAlO2. Pada sel bahan bakar ini menggunakan garam karbonat molten sebagai elektrolit dan beroperasi pada temperatur 650 ºC, ion karbonat mengalir dari katoda menuju anoda. Pada anoda gas hidrogen bereaksi dengan ion tersebut dan menghasilkan air, CO2, dan elektron. Elektron menuju katoda dengan memberikan tenaga listrik sedangkan karbondioksida pada anoda direaksikan dengan oksigen di katoda, dan dengan adanya elektron akan membentuk ion CO32- yang akan dilewatkan kembali melalui elektrolit menuju anoda dalam sel bahan bakar. Sel bahan bakar jenis ini banyak diaplikasikan untuk pembangkit listrik.

e. Solid Oxide Fuel Cells (SOFC)

Bahan yang digunakan sebagai elektrolit adalah keramik atau oksida logam tak berpori seperti Y2O3-terstabilisasi ZrO2 yang dioperasikan pada temperatur 650-1000 ºC. Biasanya anoda menggunakan Co-ZrO2 atau Ni-ZrO2 dan katoda Sr-terdoping LaMnO3. Oksigen yang bermuatan negatif mampu

(25)

berpindah dari katoda menuju anoda yang akan mengoksidasi bahan bakar yang mengandung hidrogen pada anoda, sehingga memungkinkan digunakan untuk temperatur tinggi. Sel bahan bakar ini banyak dicoba untuk keperluan pembangkit tenaga listrik. Elektron yang berpindah dari anoda menuju katoda dipergunakan sebagai tenaga listrik dengan efisiensi sekitar 60 %.

f. Direct Methanol Fuel Cells (DMFC)

Prinsip yang digunakan mirip dengan Proton Exchange Membrane (PEM) yaitu sama-sama menggunakan membran polimer elektrolit sebagai elektrolitnya sehingga ion H+ bisa dilewatkan menuju katoda. Namun pada DMFC, hidrogen diambil secara langsung oleh katalisator anoda yang berasal dari metanol cair.

Saat ini telah dikembangkan sel bahan bakar jenis PEMFC yang beroperasi pada temperatur di atas 100 ºC. Usaha ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan temperatur operasi rendah, seperti : manajemen air yang sulit, pengaruh kontaminasi CO, pemecahan gas hidrogen yang membutuhkan temperatur tinggi, energi panas yang dibebaskan sistem sedikit, dan pengaturan termal yang sulit (Li et al., 2003). Pengembangan membran elektrolit yang mampu beroperasi pada temperatur di atas 100 ºC diharapkan mampu memecahkan permasalahan tersebut. Beberapa keuntungan yang didapatkan pada temperatur operasi tinggi antara lain : kinetika reaksi di kedua elektroda akan meningkat, manajemen air mudah karena air berada dalam bentuk uap (satu fasa), daya tahan terhadap CO akan meningkat, sistem pendinginan menjadi mudah, dan efisiensi sistem akan meningkat. Oleh karena itu dibutuhkan suatu material membran yang memiliki ketahanan termal tinggi agar dapat diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar.

2. Membran Polimer Elektrolit dalam Sel Bahan Bakar

Sel bahan bakar jenis Proton Exchange Membrane Fuel Cell (PEMFC) telah menarik perhatian karena efisiensi konversi energi yang tinggi, rendah emisi polutan, dan temperatur operasi yang rendah sehingga cocok untuk aplikasi

(26)

commit to user

(membrane electrode assembly (MEA)) yang digunakan dalam PEMFC. Membran polimer elektrolit bertindak sebagai elektrolit padatan yang menghantarkan proton dari anoda menuju katoda untuk melengkapi reaksi redoks (Piboonsatsanasakul et al., 2007).

Saat ini polimer masih menjadi material utama pembuatan membran dalam teknologi membran dengan keuntungan fleksibilitas, kekuatan, dan sifat-sifat pemisahan yang baik. Namun karena keterbatasan sifat kimia, sifat mekanik, dan ketahanan termal telah membatasi aplikasinya (Yang and Wang, 2006). Polimer berbasis asam perflourosulfonat seperti Nafion® telah digunakan secara luas sebagai konduktor proton dalam PEMFC karena nilai konduktivitas ionik yang tinggi, stabilitas kimia, serta sifat mekanik yang tinggi (Chen et al., 2004). Nafion® termasuk membran yang mahal, permeasi metanol yang cukup tinggi dalam aplikasi DMFC, dan kinerja membran yang menurun pada temperatur di atas 80 oC telah membatasi aplikasinya sebagai membran elektrolit yang saat ini membutuhkan temperatur operasi tinggi (Handayani dkk., 2007). Beberapa metode telah digunakan untuk mengatasi kelemahan Nafion® diantaranya : memodifikasi Nafion®, penggunaan polimer tersulfonasi beserta membran kompositnya, dan penggunaan membran kompleks asam-basa (Li et al., 2003).

Saat ini telah dikembangkan pemakaian polimer tersulfonasi untuk mengatasi permasalahan pemakaian Nafion®. Sejumlah besar material polimer dipersiapkan dan dilakukan modifikasi sebagai membran polimer elektrolit untuk PEMFC. Syarat yang harus dipenuhi polimer sebagai membran sel bahan bakar diantaranya : konduktivitas proton, stabilitas kimia, stabilitas termal, sifat mekanik, permeabilitas terhadap gas yang rendah, penyerapan terhadap air rendah, kinetika reaksi untuk elektroda cepat, dan biaya murah serta mudah diperoleh. (Li et al., 2003).

Gugus bermuatan dapat ditambahkan pada struktur polimer guna meningkatkan konduktivitas proton. Hal tersebut dapat dilakukan melalui modifikasi secara kimia pada struktur polimer, salah satunya dengan sulfonasi. Proses sulfonasi dapat dicapai melalui beberapa cara seperti : sulfonasi secara langsung, litiasi-sulfonasi-oksidasi, grafting (cangkok) gugus yang mengandung

(27)

asam sulfonat pada polimer, grafting kopolimerisasi dengan radiasi energi tinggi, dan melalui sintesis dari monomer yang mengandung gugus asam sulfonat (Li et

al., 2003).

Modifikasi lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan karakteristik membran polimer elektrolit seperti konduktivitas proton, kekuatan mekanik, stabilitas termal, kandungan air dalam membran, dan permeabilitas metanol, yaitu dengan pembuatan membran komposit organik/anorganik. Beberapa pengisi (filler) anorganik seperti Al2O3, TiO2, SiO2, P2O5, ZrO2, dan zeolit telah digunakan dalam pembuatan membran komposit (Shen et al., 2006; Kim et al., 2006; Dewi dan Rochmadi, 2007; Dewi dan Handayani, 2007; Choi et al., 2009).

3. Agen Sulfonasi

Kriteria pemilihan agen sulfonasi berdasarkan kompatibilitas dengan polimer, sifat pembentukan film, dan kekuatan mekanik dari polimer tersulfonasi yang diinginkan (Smitha et al., 2003). Beberapa agen sulfonasi yang sering digunakan dalam reaksi sulfonasi antara lain :

a. Asam Sulfat

Pada penggunaan asam sulfat sebagai agen sulfonasi, derajat sulfonasi tidak dapat dikontrol. Walaupun jumlah asam yang ditambahkan sedikit, namun polimer yang dihasilkan larut dalam air karena tingginya derajat sulfonasi yang dihasilkan.

b. Asam Klorosulfonat

Sulfonasi poli(fenilen oksida) dan polisulfon dapat menggunakan reagen ini. Sulfonasi dapat dikontrol dan dihasilkan polimer yang mengembang dalam air tetapi tidak terlarut total. Kekuatan mekanik dan pembentukan film yang baik dari polimer menjadi alasan penggunaan reagen ini.

c. Asetil Sulfat

(28)

commit to user

polisulfon tidak dapat disulfonasi menggunakan agen ini karena tidak memiliki kompatibilitas dengan reagen. Asetil sulfat dibuat dengan mereaksikan asetat anhidrida dan asam sulfat pekat. Reaksi pembuatan asetil sulfat dapat dilihat pada Gambar 2.

(CH3CO)2O + H2SO4 → CH3COOH + CH3CO(OSO3H) Gambar 2. Reaksi pembuatan asetil sulfat (Martins et al., 2003)

4. Polistirena (PS)

Polistirena adalah polimer linier yang tersusun dari monomer stirena. Polistirena memiliki rantai hidrokarbon panjang dengan gugus fenil terikat pada salah satu gugus karbon dari setiap monomernya, seperti terlihat pada Gambar 3. Polistirena murni berbentuk padatan tidak berwarna. Polistirena komersil umumnya bersifat ataktik dan amorf (Billmeyer, 1962 dalam Febryani, 2008). Pada temperatur ruangan, polistirena umumnya merupakan suatu termoplastik yang berwujud padat, tetapi dapat meleleh pada temperatur tinggi (240 ºC) untuk dicetak dan kemudian dibentuk menjadi padatan kembali. Polistirena merupakan plastik keras dengan kelenturan terbatas. Gugus vinil yang terdapat pada stirena menjadikan stirena dapat mengalami reaksi adisi kontinu membentuk suatu polimer polistirena.

Gambar 3. Struktur polistirena

Polistirena banyak diproduksi untuk aplikasi barang kebutuhan sehari-hari karena proses sintesisnya yang mudah dan murah. Kegunaan polistirena diantaranya adalah untuk bahan pembungkus, peralatan rumah tangga, peralatan kendaraan bermotor, dan aneka macam bahan lainnya.

(29)

5. Polistirena Tersulfonasi (PST)

Adanya gugus benzena pada rantai polistirena memungkinkan adanya penambahan gugus samping pada polimer tersebut. Modifikasi secara sulfonasi dapat dilakukan pada polistirena untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (PST) (Makowski et al., 1975). Polistirena tersulfonasi dalam bentuk polimer murni, campuran, ataupun komposit polimer telah banyak dipelajari pada aplikasi PEM. Membran polistirena tersulfonasi memiliki konduktivitas proton tinggi, biaya pembuatan yang cukup murah, serta bersifat lebih fleksibel dibandingkan membran Nafion®. Namun, polistirena tersulfonasi memiliki batasan derajat sulfonasi karena polimer dapat larut dalam air pada derajat sulfonasi yang tinggi (Won et al., 2003). Interaksi ikatan hidrogen cukup kuat dapat terjadi antara molekul air dengan gugus asam sulfonat (~SO3H) pada membran. Interaksi ini dapat mempengaruhi transport air dan proton melalui membran.

Sulfonasi dapat memberikan konduktivitas proton polimer secara simultan sebaik sifat hidrofil alami. Polimer tersulfonasi dapat memiliki gugus asam bebas (~SO3H), garam (contoh : ~SO3-Na+) atau ester (~SO3R) (Smitha et al., 2003). Derajat sulfonasi dapat dikontrol sesuai keinginan dengan mengatur lama waktu polimerisasi dan jumlah agen sulfonasi yang ditambahkan. Proses sulfonasi dapat dilakukan pada tahap awal sintesis polimer yang akan disulfonasi atau pada polimer yang telah dihasilkan. Pada homopolimer apapun yang memiliki cincin aromatik atau ikatan ganda dapat dilakukan proses sulfonasi. Struktur polistirena tersulfonasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.

(30)

commit to user

kimia pada atom karbonnya. Polimer dan agen sulfonasi harus berada pada fase yang sama. Pelarut yang digunakan tidak boleh bereaksi dengan polimer maupun dengan agen sulfonasi. Polistirena tersulfonasi (PST) akan memiliki gugus ~SO3H pada posisi para hasil dari ikatan silang. Adanya gugus ~SO3H menyebabkan polistirena tersulfonasi mudah melepaskan ion H+. Kemudahan polimer untuk melepaskan ion H+ mengakibatkan peningkatkan sifat konduktifitas ioniknya dan menyebabkan PST bermuatan, sehingga dapat diaplikasikan menjadi membran polimer elektrolit (PEM) untuk sel bahan bakar (Jamal dkk., 2007).

6. Zeolit

Zeolit merupakan kristal mikropori alumino silikat terhidrasi yang dibangun dari jaringan tiga dimensional panjang tidak terbatas dari tetrahedral [SiO4]4- dan [ AlO4]5- yang dihubungkan satu sama lain oleh pembagian atom oksigen. Biasanya struktur zeolit dapat diperlakukan sebagai bangun polimer anorganik dari unit tetrahedral TO4, dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+. Masing-masing atom O terbagi diantara dua atom T. Gambar 5 menunjukkan struktur TO4 zeolit. Rumus struktur zeolit didasarkan pada unit sel kristalografi (Breck, 1974 dan Bekkum et al., 1991 dalam Georgiev et al., 2009) :

Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y]. wH2O

dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah kation valensi, w adalah jumlah molekul air per unit sel, x dan y adalah jumlah total tetrahedral per unit sel, dan ratio y/x biasanya mempunyai nilai 1 sampai 5 meski demikian zeolit dengan silika tinggi, y/x dapat mempunyai harga dari 10 sampai 100.

Zeolit merupakan material yang stabil secara termal dan bergantung dari rasio Si/Al. Beberapa zeolit dengan kandungan silika tinggi memiliki stabilitas termal hingga 1300 ºC. Zeolit secara luas dikenal sebagai “molecular sieves”, yang memiliki pori berukuran skala dimensi molekuler. Distribusi ukuran pori zeolit bergantung pada karakteristik struktural dan memiliki range sekitar 0.35-1.25 nm (Shi, 2008).

(31)

Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit (Rakhmatullah dkk., 2007)

Gambar 6. Struktur kimia zeolit (Fatimah dan Wijaya, 2005)

Kerangka zeolit yang bersifat anionik (Gambar 6) yang disebabkan oleh adanya perbedaan elektronegatifitas alumina dan silika dapat diseimbangkan oleh adanya kation-kation seperti ion natrium, kalium, kalsium, magnesium, serta kation golongan alkali dan alkali tanah lainnya. Ion-ion logam pada struktur zeolit dapat digantikan oleh kation lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversibel. Zeolit mempunyai struktur yang berongga (Gambar 7) dapat diisi oleh air dan kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh sebab itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekul, penukar ion, adsorben, dan katalisator (Sutarti dan Rahmawati, 1994).

(32)

commit to user

Zeolit merupakan salah satu material anorganik yang telah digunakan dalam pembuatan membran komposit. Penggunaan zeolit sebagai pengisi (filler) dapat menjadi tantangan tersendiri selama material ini memberikan perbedaan parameter seperti rasio Si/Al dan sifat-sifat penukaran ion yang dapat digunakan sebagai alat untuk membentuk sifat-sifat membran komposit sesuai tujuan yang diinginkan (Aksoy et al., 2006). Penambahan material ini ke dalam sistem membran polimer mampu menguatkan konduktivitas proton, kekuatan mekanik, dan kemampuan mempertahankan air dalam membran (Dewi, 2009; Choi et al., 2009; Paisan and Siraprapa, 2008).

Konsentrasi dan jenis mineral zeolit dapat mempengaruhi karakteristik membran komposit yang dihasilkan. Penelitian sebelumnya menunjukkan membran komposit Zeolit Beta-Poliuretan memiliki stabilitas termal dan stabilitas mekanik yang lebih tinggi daripada membran awal yang tanpa zeolit (Aksoy et

al., 2006). Paisan and Siraprapa (2008) telah berhasil membuat membran

komposit Nafion/Zeolit dengan variasi konsentrasi zeolit. Mineral zeolit yang digunakan adalah analcime dan faujasite. Membran komposit tersebut mengalami peningkatan nilai kapasitas tukar kation (KTK) dan derajat pengembangan, namun juga mengalami penurunan konduktivitas ionik dengan meningkatnya konsentrasi zeolit. Penelitian lainnya menunjukkan pengaruh variasi konsentrasi zeolit terhadap membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida) dengan zeolit, dimana membran komposit tersebut mengalami penurunan nilai KTK, derajat pengembangan, dan konduktivitas proton dengan meningkatnya konsentrasi zeolit di dalam membran. Namun demikian penambahan zeolit juga mampu meningkatkan stabilitas termal membran komposit yang dihasilkan (Choi et al., 2010). Penelitian Dewi dan Handayani (2007) menunjukkan bahwa penambahan zeolit sebanyak 3 % (b/b) dalam membran komposit Akrilonitril Butadiena Stirena (ABS) tersulfonasi/zeolit mampu meningkatkan konduktivitas proton dan menurunkan permeabilitas metanol membran.

(33)

7. Karakterisasi Sampel

Karakterisasi sampel bertujuan untuk mengetahui sifat fisik maupun kimia dari suatu sampel. Karakterisasi yang umum dilakukan untuk aplikasi membran elektrolit sel bahan bakar yaitu analisis gugus fungsi menggunakan alat spektroskopi inframerah (IR), analisis termal menggunakan alat

Thermogravimetric Analyzer (TGA), analisis derajat pengembangan dengan

perendaman, analisis kapasitas tukar kation (KTK) dengan metode titrasi, dan analisis morfologi dengan mikroskop/SEM. Beberapa penjelasan tentang analisis tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kapasitas Tukar Kation ( KTK )

Polimer yang digunakan sebagai material dalam pembuatan membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar harus memiliki kemampuan untuk menghantarkan proton, oleh karena itu perlu dilakukan pengujian KTK. Kapasitas penukar kation menunjukkan jumlah mili ekivalen ion dalam 1 g polimer kering. Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan perkiraan secara tidak langsung dari konduktivitas proton (Smitha et al., 2003). Penggunaan metode titrasi asam-basa merupakan metode yang umum digunakan dalam analisis KTK, dimana polimer direndam dalam larutan garam NaCl kemudian dititrasi dengan larutan NaOH (Lufrano et al., 2000; Fu and Manthiram, 2006). Cara lainnya bisa dilakukan dengan merendam polimer dalam larutan NaOH kemudian ditirasi dengan asam sulfat (Handayani dkk., 2007; Smitha et al., 2003; Dewi, 2009).

Nilai KTK dari polimer tersulfonasi dipengaruhi oleh derajat sulfonasi dari polimer tersebut, sehingga sulfonasi perlu dikontrol. Penelitian Carretta et al. (2000) menunjukkan polistirena tersulfonasi memiliki nilai KTK semakin besar (dari 0,93-1,41 meq/g) dengan meningkatnya konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat yang digunakan dari 10-20 % mol. Peningkatan nilai KTK disebabkan jumlah gugus sulfonat yang dihasilkan juga semakin besar, hal ini menyebabkan membran bersifat lebih hidrofil yang mampu menyerap air lebih banyak sehingga transport proton akan semakin baik (Handayani dkk., 2007).

(34)

commit to user

poli(1,4-fenilen sulfida) tersulfonasi dengan variasi konsentrasi zeolit dari 0 % hingga 10 % memiliki nilai KTK yang berangsur-angsur berkurang dari 1,50 meq/g hingga 1,03 meq/g, hal ini dihubungkan dengan berkurangnya jumlah gugus sulfonat dalam membran karena interaksi gugus sulfonat dari polimer dengan gugus hidroksil dari partikel zeolit.

b. Derajat Pengembangan (Swelling Degree)

Penyerapan air oleh membran sangat penting dalam aplikasinya sebagai membran polimer elektrolit dalam sel bahan bakar. Kandungan air yang tinggi dalam membran akan memfasilitasi transport proton, akan tetapi jika air yang diserap tertalu banyak akan menghasilkan membran yang secara mekanik kurang stabil karena sifat hidrofil yang tinggi dari membran (Swaminathan and Dharmalingam, 2009). Analisis derajat pengembangan dilakukan dengan merendam membran di dalam air dan dihitung dengan cara mengurangi berat membran basah dengan berat berat membran kering dibagi terhadap berat membran kering (Handayani dkk., 2007).

Derajat pengembangan berhubungan dengan jumlah gugus sulfonat yang ada dalam membran. Penelitian Handayani dkk. (2007) menunjukkan derajat pengembangan membran meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi agen sulfonasi dan waktu sulfonasi, hal ini disebabkan jumlah gugus sulfonat yang bergabung pada membran lebih besar. Kemampuan penyerapan air pada membran komposit juga dipengaruhi oleh konsentrasi pengisi. Choi et al. (2010) melaporkan membran komposit poli(1,4-fenilen sulfida) tersulfonasi dengan konsentrasi zeolit yang semakin besar dari 0 % hingga 10 % mampu menurunkan derajat pengembangan membran. Penelitian lainnya, membran komposit polistirena etilen butilen polistirena (PSEBS) tersulfonasi yang dimodifikasi dengan montmorilonit dengan variasi yang meningkat dari 0-10 % menunjukkan derajat pengembangan membran semakin berkurang karena terjadinya interaksi gugus sulfonat dengan montmorilonit (Swaminathan and Dharmalingam, 2009).

(35)

c. Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi pada suatu sampel dapat dilakukan dengan spektroskopi inframerah (IR). Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan suatu material yang bermuatan pada strukturnya. Material polimer bermuatan dapat diperoleh melalui modifikasi secara kimia dengan sulfonasi. Gugus sulfonat yang terbentuk pada rantai polimer dapat dilakukan dengan membandingkan serapan bilangan gelombang dari spektra IR polimer yang belum tersulfonasi dan polimer yang telah tersulfonasi (Krishnan et al., 2006).

Smitha et al. (2003) telah melaporkan analisis IR terhadap polistirena murni dan polistirena tersulfonasi. Polistirena memiliki serapan bilangan gelombang pada daerah 700 dan 780 cm-1 yang menunjukkan deformasi bidang luar C-H yang mengindikasikan monosubstitusi. Puncak baru yang muncul pada 520 cm-1 menunjukkan substitusi para yang mengindikasikan gugus sulfonat yang menyerang cincin fenil pada posisi para. Puncak pada 1360 cm-1 diidentifikasi berhubungan dengan stretching asimetrik ikatan S=O. Vibrasi simetrik ikatan S=O dihasilkan karakteristik pita serapan yang tersplit pada 1150-1185 cm-1. Juga telah diamati perubahan yang tidak signifikan pada puncak 2925 cm-1 menunjukkan ikatan C-C dan puncak 3000 cm-1 yang menunjukkan ikatan C-H.

Rubinger et al. (2007) mengamati spektra IR dari polistirena tersulfonasi pada daerah bilangan gelombang 400-4000 cm-1, tetapi untuk analisis gugus sulfonat diamati pada spektra dari daerah 800-1400 cm-1. Vibrasi gugus sulfonat teramati pada daerah 1040-1180 cm-1. Pita serapan 1040 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur simetrik gugus sulfonat dan pada 1127 cm-1 menunjukkan anion sulfonat yang meyerang cincin fenil (Kucera et al., 1998 dalam Martins et al., 2003). Rubinger et al. (2007) melaporkan vibrasi asimetrik S=O pada 1180 cm-1 yang ditunjukkan sebagai pita lebar pada daerah sekitar 1100-1350 cm-1.

Menurut penelitian Febryani (2008), terdapat tiga puncak serapan khas polistirena tersulfonasi yaitu pada bilangan gelombang 1180,44-1161,15 cm-1 yang dihasilkan dari vibrasi stretching simetrik O=S=O, vibrasi O-H pada

(36)

commit to user

Membran komposit juga dapat dianalisis dengan spektroskopi IR, hal ini bertujuan untuk mengetahui interaksi gugus-gugus aktif pada material penyusun membran yang dapat diketahui dari pergeseran serapan gugus fungsi dari material yang digunakan dalam pembuatan membran komposit. Choi et al. (2010) melaporkan analisis IR dari membran polimer elektrolit berbasis komposit organik/anorganik dari poli(1,4-fenilen sulfida) (PPS) tersulfonasi dengan zeolit. Vibrasi ulur simetris dari gugus sulfonat teramati pada 1190 cm-1 pada membran SPPS murni, dengan pencampuran zeolit pita vibrasi ulur ini bergeser menuju bilangan gelombang yang lebih pendek yaitu pada 1168 cm-1, yang mengindikasikan interaksi gugus sulfonat dari PPS tersulfonasi dengan partikel zeolit. Pita vibrasi ulur gugus hidroksil pada 3414 cm-1, berangsur-angsur terlihat mengalami pergeseran menuju bilangan gelombang yang lebih pendek yaitu pada 3366 cm-1 dengan meningkatnya jumlah zeolit, hal ini mengindikasikan gugus sulfonat berinteraksi dengan gugus hidroksil dari zeolit melalui interaksi spesifik.

d. Analisis Termal

Analisis termal suatu polimer dapat dilakukan dengan Thermogravimetric

Analyzer (TGA). Analisis TGA merupakan metode untuk menentukan ketahanan

termal suatu sampel. Analisis TGA menunjukkan nilai perubahan massa sebagai fungsi kenaikan temperatur. Aplikasi sel bahan bakar membutuhkan material polimer dengan ketahanan termal yang cukup tinggi karena proses pembentukan H+ dari H2 di dalam sistem sel bahan bakar membutuhkan pemanasan terlebih dahulu dan semakin tinggi suhu sistem maka pemecahan molekul H2 akan semakin sempurna yaitu pada temperatur sekitar 100-200 ºC. Smitha et al. (2003) telah menganalisis ketahanan termal dari beberapa polimer seperti polistirena, polisulfon, polikarbonat, dan poli(fenilen oksida) yang berpotensi untuk aplikasi membran penukar proton dalam PEMFC. Analisis TGA ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan termal dari polimer dan pengaruh gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer terhadap ketahanan termal dari polimer. Hasil penelitian menunjukkan adanya gugus sulfonat menurunkan ketahanan termal polimer karena gugus sulfonat terdegradasi pada temperatur yang lebih rendah.

(37)

Piboonsatsanasakul et al. (2007) telah mengamati ketahanan termal dari polistirena tersulfonasi. Hasil penelitiannya menunjukkan polimer tersebut mengalami 3 tahap degradasi yaitu pada temperatur 80-160 ºC yang menunjukkan lepasnya molekul air yang berada dalam membran. Tahap degradasi yang kedua terjadi pada temperatur 360-460 ºC yang menunjukkan depolimerisasi polistirena tersulfonasi dan yang ketiga terjadi pada daerah temperatur 500-700 ºC yang menunjukkan degradasi padatan residu.

Penambahan pengisi anorganik dalam pembuatan membran terbukti mampu meningkatkan ketahanan termal membran komposit. Membran polistirena etilena butilena polistirena (PSEBS) tersulfonasi menunjukkan ketahanan termal hingga 219 ºC yang menunjukkan degradasi termal gugus sulfonat. Proses sulfonasi mengurangi ketahanan termal membran karena degradasi gugus sulfonat terjadi pada temperatur yang lebih rendah. Ketika dibuat membran komposit dengan penambahan montmorilonit, membran yang dibuat memiliki stabilitas termal lebih tinggi yang ditunjukkan oleh pelepasan gugus sulfonat dari rantai polimer terjadi pada temperatur 291 ºC (Swaminathan and Dharmalingam, 2009).

Choi et al. (2010) melaporkan analisis TGA membran poli(1,4-fenilena sulfida) (PPS) tersulfonasi dan membran kompositnya dengan penambahan zeolit. Hasil analisis TGA menunjukkan membran komposit PPS tersulfonasi/zeolit mengalami tiga tahap degradasi, yaitu pada daerah 100 ºC yang mengindikasikan hilangnya air yang teradsorb oleh membran. Tahap kedua terjadi pada daerah 270 ºC yang menunjukkan degradasi gugus sulfonat dari rantai utama polimer, dan yang terakhir terjadi pada temperatur 460 ºC yang menunjukkan degradasi kerangka utama polimer. Berat residu dari membran komposit yang meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi zeolit mengindikasikan stabilitas termal mengalami penguatan dengan keberadaan zeolit.

B. Kerangka Pemikiran

(38)

commit to user

bagaimana reaksi sulfonasi dikontrol. Sulfonasi pada polistirena dapat dikontrol dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi asetil sulfat. Adanya gugus sulfonat yang bergabung pada rantai samping polimer akan meningkatkan sifat hidrofil dari polistirena tersulfonasi. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan maka derajat sulfonasi polimer meningkat, hal ini mengindikasikan jumlah gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer semakin besar. Derajat sulfonasi yang tinggi akan menyebabkan polimer bersifat semakin polar sehingga akan mudah berinteraksi dengan air. Kemudahan polimer berinteraksi dengan air akan meningkatkan kelarutan polimer. Gugus sulfonat (~SO3H) yang bergabung pada PST juga menyebabkan kemudahan polimer untuk melepaskan ion H+ yang berpengaruh terhadap nilai kapasitas tukar kation (KTK) polimer. Semakin banyak gugus sulfonat yang bergabung pada rantai polimer maka jumlah ion H+ yang dipertukarkan akan semakin besar sehingga nilai KTK akan meningkat. Sulfonasi pada polimer akan menurunkan ketahanan termal dari polimer karena gugus sulfonat yang bergabung akan mengalami degradasi pada temperatur yang lebih rendah dibanding polimer awalnya.

Sifat fisik dan kimia membran polistirena tersulfonasi dapat ditingkatkan dengan penambahan suatu pengisi berupa material anorganik seperti zeolit. Zeolit memiliki ketahanan termal yang tinggi dan telah dilaporkan sebagai material penghantar proton. Konsentrasi zeolit dalam pembuatan membran komposit akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia membran. Penambahan zeolit pada komposisi membran akan meningkatkan nilai KTK membran, akan tetapi pada konsentrasi yang semakin besar dapat menurunkan nilai KTK. Penurunan nilai KTK disebabkan adanya interaksi spesifik antara gugus sulfonat dari PST dengan gugus hidroksil dari kerangka zeolit sehingga jumlah gugus sulfonat menjadi semakin kecil. Adanya interaksi tersebut juga menyebabkan membran menjadi bersifat lebih hidrofil sehingga air yang diserap membran menjadi lebih banyak. Penyerapan air akan meningkatkan derajat pengembangan membran, akan tetapi pada konsentrasi pengisi yang semakin besar dapat menurunkan derajat pengembangan membran karena membran menjadi lebih rapat. Masuknya partikel zeolit dalam membran akan meningkatkan ketahanan termal membran komposit

(39)

karena zeolit memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi daripada polimer awal. Berdasarkan perkiraan sifat fisik dan kimia yang ada, maka membran komposit yang disintesis dapat diaplikasikan sebagai membran elektrolit dalam sel bahan bakar.

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan rumusan masalah yang ada, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Semakin besar konsentrasi agen sulfonasi yang digunakan dalam proses sulfonasi PS akan menyebabkan peningkatan derajat sulfonasi, kelarutan, dan kapasitas tukar kation dari polistirena tersulfonasi.

2. Semakin besar konsentrasi zeolit yang digunakan dalam komposisi membran komposit polistirena tersulfonasi/zeolit akan meningkatkan nilai kapasitas tukar kation (KTK), derajat pengembangan (DP), dan ketahanan termal membran komposit. Namun pada konsentrasi zeolit yang semakin besar dapat menurunkan nilai KTK dan DP membran komposit.

(40)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium untuk memperoleh data dan hasil. Proses sulfonasi pada polistirena dikontrol dengan memvariasikan konsentrasi agen sulfonasi untuk menghasilkan polistirena tersulfonasi (PST) dengan berbagai derajat sulfonasi. Membran komposit dibuat dengan mencampurkan antara PST dan zeolit yang dikontrol dengan variasi konsentrasi dan jenis zeolit. Polimer dan membran komposit yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan uji kapasitas tukar kation (KTK), derajat pengembangan (DP), spektroskopi inframerah (IR), X-ray Diffractometer (XRD), Thermogravimetric Analyzer (TGA), dan mikroskop digital.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Kimia MIPA UNS, Laboratorium Pusat MIPA Sub Laboratorium Kimia UNS, dan Laboratorium MIPA Terpadu Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta pada bulan Juli 2011 - selesai.

C. Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan alat dan bahan sebagai berikut :

Alat yang digunakan antara lain : Peralatan gelas, seperangkat alat refluks, seperangkat alat titrasi, stirrer, hot plate, oven, plat kaca, termometer, neraca digital, mikroskop digital Nicon Eclipse E200, spektrofotometer IR Prestige-21 SHIMADZU, X-Ray Diffractometer 6000 SHIMADZU, dan STA PT 1600 LINSEIS .

Bahan yang digunakan antara lain : Polistirena (Mw = 350.000) dari Aldrich, zeolit alam dari perusahaan SASTROSUGITO-Pandansimping, Klaten, zeolit sintetik dari Lemigas Jakarta, asam sulfat 96 % (E. Merck), anhidrida asetat (E. Merck), 1,2-diklorometan (E. Merck), 2-propanol (E. Merck), NaOH (E.

(41)

Merck), HCl 37 % (E. Merck), NaCl (E. Merck), polietilen glikol (E. Merck), akuades, kertas saring Whatman 42, indikator PP, dan dimetil asetamida (E. Merck).

D. Prosedur Penelitian

1. Preparasi dan Karakterisasi Zeolit

Zeolit alam dihaluskan dan diayak 150 mesh. Zeolit yang didapat selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, TGA, dan kapasitas tukar kation (KTK). Pada zeolit sintetik juga dilakukan karakterisasi yang sama seperti pada zeolit alam.

2. Pembuatan Asetil Sulfat

Pembuatan asetil sulfat mengacu prosedur yang dilakukan oleh Makowski

et al. (1975). Sebanyak 395,7 mL 1,2-diklorometana dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 100 mL yang sudah direndam es batu kemudian ditambahkan anhidrida asetat sebanyak 76,3 mL dan diaduk. Campuran tersebut didinginkan sampai suhu kurang dari 10 ºC kemudian ditambahkan asam sulfat 96 % sebanyak 28 mL dan diaduk sehingga diperoleh 500 mL larutan asetil sulfat 1 M.

3. Pembuatan Polistirena Tersulfonasi

Sulfonasi polistirena mengacu pada prosedur yang dilakukan oleh Martins

et al. (2003) dan Smitha et al. (2003). Sebanyak 20 mL 1,2-diklorometana

dimasukkan dalam labu leher dua kemudian ditambahkan polistirena sebanyak 8 gram, distirer sampai semua polistirena larut dan jenuh. Setelah polistirena larut dan jenuh kemudian ditambahkan asetil sulfat dari 10 mL sampai dengan 50 mL dan direfluks pada suhu ± 50 ºC selama 1 jam. Reaksi diterminasi dengan penambahan 2-propanol sebanyak 10 mL. Polistirena tersulfonasi (PST) diisolasi dengan meneteskan larutan PST ke dalam air mendidih sehingga diperoleh padatan polistirena tersulfonasi basah, kemudian dioven pada suhu ± 60 ºC selama satu malam untuk mendapatkan polistirena tersulfonasi kering, selanjutnya

(42)

commit to user

4. Pembuatan Membran Komposit

Zeolit direndam dalam larutan DMAc selama satu malam. Polistirena tersulfonasi dan PEG yang ditambahkan masing-masing dibuat tetap yaitu 20 % dan 10 % dari berat total 10 gram. Pengadukan dibantu dengan stirer sampai diperoleh campuran yang homogen kemudian didiamkan selama satu malam. Campuran tersebut dicetak pada plat kaca dan dikeringkan pada suhu ruang. Membran komposit yang dihasilkan selanjutnya dikarakterisasi dengan uji KTK, derajat pengembangan, XRD, TGA, FTIR, dan mikroskop digital. Perbandingan masing-masing komposisi material yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Material Penyusun Membran Komposit

Jenis Membran Komposisi Material % (b/b)

PST PEG Zeolit DMAc

KTZ

(Komposit Tanpa Zeolit) 20 10 0 70

KZA

(Komposit Zeolit Alam)

20 10 3 67

20 10 5 65

20 10 7 63

KZS

(Komposit Zeolit Sintetik)

20 10 3 67

20 10 5 65

20 10 7 63

5. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Analisis KTK mengacu prosedur yang dilakukan Lufrano et al. (2000) polistirena tersulfonasi (PST) kering sebanyak 0,5 gram dimasukkan ke dalam gelas beker lalu ditambahkan HCl 0,1 M sebanyak 50 mL dan ditutup dengan alumunium foil selanjutnya dioven pada suhu 50-60 ºC selama satu jam. Setelah satu jam campuran tersebut disaring dan dipisahkan antara filtrat dengan adatannya. Padatan tersebut selanjutnya direndam dengan NaCl 1 M sebanyak 100 mL dan distirer selama 12 jam lalu disaring. Filtrat yang diperoleh diambil 25 mL dan ditambahkan 3 tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 M

(43)

sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Saat terjadi perubahan warna, dicatat volume NaOH yang dibutuhkan. Pengukuran KTK zeolit juga menggunakan prosedur yang sama dengan PST, sedangkan untuk analisis KTK dari membran komposit, terlebih dahulu membran dipotong dengan ukuran 2 cm x 2 cm kemudian dilakukan langkah yang sama dengan analisis KTK dari PST dan dititrasi dengan NaOH 0,005 M. Nilai KTK dihitung dengan persamaan (1) sebagai berikut:

Dimana V adalah volume NaOH (mL) yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalen titrasi, sedangkan M adalah konsentrasi dari larutan NaOH (M) yang digunakan sebagai titran.

6. Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi zeolit, polistirena, polistirena tersulfonasi dan membran komposit ditentukan dengan menggunakan alat spektrofotometer IR Prestige-21 SHIMADZU. Spektra IR komposit membran dicatat pada bilangan gelombang antara 4000 dan 400 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1. Sampel dicampurkan dengan KBr dan dibuat dalam bentuk pelet KBr kemudian dianalisis IR.

7. Analisis Kristalinitas Sampel

Polistirena tersulfonasi, zeolit, dan membran komposit PST/Zeolit dianalisis menggunakan difraksi sinar-X Cu Kα, λ = 1,54060 Å (XRD-6000 SHIMADZU) pada 2θ = 5 s/d 70º untuk mengetahui kristalinitas sampel yang dianalisis.

8. Analisis Termal

Ketahanan termal dari zeolit, polistirena, PST, dan membran komposit ditentukan dengan alat TG/DTA (STA PT 1600 LINSEIS). Sampel dipanaskan

(44)

commit to user

9. Analisis Derajat Pengembangan (DP)

Membran dipotong ukuran 2 cm x 2 cm kemudian dioven pada suhu 50 – 60 ºC selama 12 jam dan ditimbang berat keringnya. Membran tersebut lalu direndam dengan aquades selama 24 jam dan ditimbang berat basahnya. Derajat pengembangan dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam sintesis polistirena tersulfonasi (PST), dengan variasi konsentrasi agen sulfonasi akan didapatkan titik kepolaran yang ditandai dengan larutnya polistirena tersulfonasi saat diisolasi. Selanjutnya dilakukan uji kapasitas tukar kation (KTK) terhadap masing-masing PST untuk memperoleh data KTK. Berdasarkan data KTK tersebut maka dapat ditentukan derajat sulfonasi dari masing-masing polistirena tersulfonasi. Polisiren tersulfonasi yang digunakan dalam pembuatan membran komposit adalah PST dengan nilai KTK dan nilai rendemen yang cukup tinggi. Setelah diperoleh membran komposit, selanjutnya juga dilakukan uji KTK untuk memperoleh data seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Pengukuran KTK Membran Komposit Jenis membran Berat

(g) V NaOH (mL) [NaOH] (M) KTK (meq/g) 25 mL 100 mL KTZ KZA 3 % KZA 5 % KZA 7 % KZS 3 % KZS 5 % KZS 7 %

(45)

Pengujian lainnya yang dilakukan untuk mengumpulkan data antara lain :

1. Serapan bilangan gelombang masing-masing gugus fungsi dari zeolit, PS, PST, dan membran kompositnya dilakukan analisis menggunakan FTIR. 2. Tingkat kristalinitas material penyusun membran dan membran

kompositnya dianalisis menggunakan XRD.

3. Tingkat/derajat pengembangan membran komposit dalam air diuji melalui derajat pengembangan (DP).

4. Morfologi dan homogenitas dari permukaan membran komposit dianalisis menggunakan mikroskop digital.

5. Ketahanan termal dari material penyusun membran dan membran kompositnya dianalisis menggunakan TGA.

F. Teknik Analisis Data

Masing-masing data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan beberapa metode diantaranya :

1. Hubungan konsentrasi agen sulfonasi dengan nilai KTK dan rendemen/kelarutan dibuat grafik untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi agen sulfonasi terhadap nilai KTK dan rendemen/kelarutan PST.

2. Spektra IR dari PS dan PST dibandingkan untuk menegaskan bahwa polimer telah memiliki gugus sulfonat, dan dibandingkan pula dengan literatur. Spektra IR zeolit juga dibandingkan dengan literatur untuk memastikan serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsi adalah milik zeolit. Spektra IR PST, zeolit, dan membran kompositnya dibandingkan untuk mengetahui interaksi antara PST dengan zeolit dengan melihat pergeseran serapan bilangan gelombang dari masing-masing gugus fungsi.

3. Data puncak pada 2θ difraktogram hasil analisis XRD zeolit alam dan zeolit sintetik dengan intensitas tertinggi dibandingkan dengan data nilai d

Gambar

Gambar 23.  Morfologi membran komposit KZA 3 % (A), KZA 5 % (B),
Gambar 1. Skema sel bahan bakar
Gambar 3. Struktur polistirena
Gambar 4. Struktur polistirena tersulfonasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan basil ini, maka dapat disimpulkan bahwa variabel Tingkat Pengetahuan dan Motivasi Kerja Pegawai berpengaruh positif dan signi:fika.tl terhadap

KEP-38/MK/IV/1972, menyatakan bahwa lembaga keuangan bukan bank (LKBB) adalah semua lembaga (badan) yang melakukan kegiatan dalam bidang keuangan yang secara langsung atau

Proses yang dilaksanakan dalam melakukan penyaluran bantuan santunan Ramadhan permintaan jumlah masyarakat miskin dari pihak Baitul Mal kepada kepala desa Kabupaten

M. APRIADI MUHAMMAD PARHAN NUNUN ARINA M. HASBI DONY PRASETIYO FEBRIANTO DINO INDRIANTO IKRIMA RASYA APRILLA NURMILASARI PUTRI SILSILLIA NATASYA M. DARMAWAN WIBOWO

Peningkatan hasil belajar pada setiap siklus menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) materi FPB dan

Bawah Pretest pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di Banjar Puaya Desa Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar Tahun 2015 ... 71 Tabel 5.5 Karakteristik

Strategi yang ditempuh dalam proses pemberdayaan (periksa siklus pemberdayaan) adalah ; (1) mengorganisir kelompok tani sebagai wahana interaksi dalam proses

Penelitian tentang hubungan perilaku cuci tangan ibu pakai sabun dengan kejadian diare pada balita usia 12-23 bulan di Desa Rumbio wilayah kerja Puskesmas Kampar