• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN- VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN- VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT

KITOSAN-VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI

MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

Disusun Oleh :

WIWIT ARIYANTO

M0307071

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juli, 2012

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT” adalah benar-benar hasil penelitian sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2012

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PEMBUATAN MEMBRAN KOMPOSIT

KITOSAN-VANILIN/POLIVINIL ALKOHOL/LEMPUNG SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT

WIWIT ARIYANTO

Jurusan Kimia. Fakultas Matematia dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan membran komposit kitosan-vanilin (KV)/Polivinil alkohol (PVA)/lempung untuk aplikasi membran polimer elektrolit. Pada penelitian ini menggunakan dua jenis lempung yaitu lempung coklat (LC) dan lempung abu-abu (LA). Komposit kitosan-vanilin/PVA/lempung coklat (KVLC) dan komposit kitosan-vanilin/PVA/lempung abu-abu (KVLA) dibuat dengan penambahan resin KV dan PVA ke dalam lempung yang dikembangkan dalam larutan asam asetat 1% (w/w) selama 12 jam. Karakterisasi membran komposit dilakukan dengan spektroskopi infra merah (FT-IR), spektroskopi difraksi sinar-X (XRD), analisis termal (TGA), morfologi, kapasitas tukar kation (KTK), dan swelling degre (SD). Hasil analis KTK menunjukan membran KVLA memiliki nilai KTK lebih besar daripada KVLC yaitu 3,35 meq/g. Nilai KTK meningkat dengan penambahan lempung dan peningkatan suhu larutan cetak. Pengukuran TGA menujukan stabilitas termal KVLA dan KVLC lebih besar dari 100 oC dan mengalami dua tahap degradasi yaitu degradasi PVA dan polimer kitosan-vanilin. Nilai KTK dan stabilitas termal yang tinggi menunjukan bahwa membran KVLA memiliki potensi untuk digunakan sebagai membran polimer elektrolit dalam Polymer Electrolite Membrane Fuel Cell (PEMFC).

(5)

commit to user

v

PREPARED OF CHITOSAN-VANILIN/POLYVINYL ALCOHOL/CLAY COMPOSITE MEMBRANE AS POLYMER ELECTROLYTE

MEMBRANE

WIWIT ARIYANTO

Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University.

ABSTRACT

Composite membranes chitosan-vanilin/polyvinyl alcohol/clay with two types of clay, brown clay (BC) and grey (GC) have been prepared by dispersing chitosan-vanilin (CV) and polyvinyl alcohol (PVA) into swelling clay in acetic acid solution 1% (w/wt). Chitosan-vanilin/polyvinyl alcohol/brown clay (CVBC) composite membranes and chitosan-vanilin/polyvinyl alcohol/grey clay (CVGC) composite membranes were characterized by TGA, FT-IR, XRD, digital microscope, cation exchange capacity (CEC) and swelling degre. The CEC resulted indicate that CVGC membranes higher than CVBC membranes an equal to 3,35 meq/g. CEC value was increase with increasing of clay and temperature membranes preparation. Thermal analisys resulted that thermal stability of CVBC and CVGC more than 100 oC and have two degradation stage are polyvinyl alcohol degradation and chitosan degradation. High CEC value and thermal stability indicated that CVGC membrane have a potential to be use as polymer electrolyte membrane in polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC).

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi MOTTO

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang

terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali ‘Imran: 190)

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar Rahmaan:13)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah

hendaknya kamu berharap (A Lam Nasyrah:7-8)

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, kan keruh menggenang (Imam Syafi’i)

Kesuksesan dapat dicapai dengan logika, namun doa adalah penentu kesuksesan yang nyata walau tak dapat dilogika.

(Anonim)

Kita hidup dari apa yang kita dapatkan, Tapi kita bahagia dari apa yang kita berikan.

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya ini Saya persembahkan untuk, Orangtuaku tersayang “Bapak & Ibu”,

maaf kalau tidak bisa menyelesaikan ini semua tepat waktu. Terimakasih atas kasih sayang dan do’a yang selalu tercurah untukku.

Kakak dan adikku tercinta “Ami, Ian, Anik, Pras dan Riki” ,

yang selalu memberikan dukungan untukku.

“Schatzy ’07”

Terimakasih atas do’a, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan untukku.

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan segenap syukur bagi Allah SWT yang telah menunjukkan jalan yang indah bagi penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan baik sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana sains Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Atas segala karunia-Nya pulalah penulis menyadari bahwa segala sesuatu memiliki proses dan waktunya masing-masing.

Dalam menyusun skripsi ini penulis menemui berbagai hambatan dan permasalahan yang beragam. Namun, atas bimbingan, kritikan, saran, dan dorongan semangat yang bermanfaat dari berbagai pihak, semua hambatan dan permasalahan tersebut dapat penulis atasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, yaitu sebagai berikut.

1. Dr. Eddy Heraldy., M.Si., selaku ketua jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta

2. M. Widyo Wartono., M.Si., selaku pembimbing akademik

3. Edi Pramono., M.Si., selaku pembimbing I, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis

4. Candra Purnawan., M.Sc., selaku pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

5. I.F. Nurcahyo., M.Si., selaku ketua laboratorium Kimia Dasar, yang telah memberikan akses bagi penulis melakukan penelitian di laboratorium Kimia Dasar bagian Komputasi Kimia

6. Bapak Ibu dosen dan seluruh staf jurusan Kimia yang telah memberikan fasilitas dan pelayanan yang baik bagi penulis

7. DP2M Dikti atas dana yang diberikan untuk penelitian ini

8. Bapak, Ibu, kakak-kakakku, Riki, Pras, dan Keyla di rumah, atas dukungan dan motivasi yang diberikan untuk segera menyelesaikan karya ini

9. Teman-teman seperjuangan di Kelompok Peneilitan Material Organik Sub Devisi Kimia Polimer atas bantuan, kritik, dan sarannya

(9)

commit to user

ix

10. Dewi, Devi, dan Cita atas kebersamaan yang selama ini telah kita lalui

11. Teman-teman Himamia periode 2009/2010 yang telah menjadi keluarga kedua di Solo

12. Teman-teman Kimia angkatan 2007 dan semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu, terimakasih atas semua dukungannya selama ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan bagi pembaca.

Surakarta, Juli 2012

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah ... 3 1. Identifikasi Masalah... 3 2. Batasan Masalah ... 4 3. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Sel Bahan Bakar dan Membran Sel Bahan Bakar ... 6

2. Polimer dalam Membran Sel Bahan Bakar ... 7

3. Kitosan-vanilin sebagai Membran Polimer Elektrolit ... 9

4. Polivinil Alkohol ... 11

5. Lempung dalam Membran Komposit Elektrolit... 12

(11)

commit to user

xi

a. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) ... 17

b. Spektroskopi Difraksi Sinaar-X (XRD)... 17

c. Thermogravimetric Analisys (TGA) ... 18

d. Mikroskop Digital ... 19

B. Kerangka Pemikiran ... 19

C. Hipotesis ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Metode Penelitian ... 22

B. Tempat danWaktu Penelitian ... 22

C. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan... 22

1. Alat ... 22 2. Bahan ... 23 D. Prosedur Penelitian………..……. ... 23 1. Persiapan Bahan... 23 2. Deasetilasi Kitosan ... 24 3. Sintesis Kitosan-vanilin ... 24

4. Pembuatan Komposit KV/PVA/Lempung ... 24

5. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 25

6. Analisis Derajat Pengembangan Membran (swelling degre) ... 25

7. Analisis Spektrofotometer Difraksi Sinar-X (XRD) ... 26

8. Analisis Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR) ... 26

9. Analisis Stabilitas Termal Membran ... 26

10. Analisis Morfologi Permukaan membran ... 26

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 26

1. Penentuan Derajat Deasetilasi (DD) kitosan ... 26

2. Penentuan Komposisi Optimum Membran ... 27

3. Penentuan Derajat Pengembangan Membran (swelling degre)... 27

4. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) ... 27

5. Analisis Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD) ... 28

6. Analisis Stabilitas Termal Membran ... 28

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Karakterisasi Kitosan... 29

B. Karakterisasi Lempung ... 31

C. Sintesis Kitosan-vanilin ... 33

D. Membran Komposit KV/PVA/Lempung ... 37

1. Analisis Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD) ... 38

2. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) ... 40

3. Analisis Kapasitas Tujar Kation (KTK) dan swelling degre ... 41

4. Analisis Sifat Termal ... 44

5. Analisis Morfologi Membran ... 47

6. Kajian Pengaruh Variasi Suhu dalam Pembuatan Membran Komposit ... 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA. ... 54

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Serapan FT-IR dari kitosan, vanilin, dan KV ... 17 Tabel 2. Serapan FT-IR karakteristik kitosan, vanilin, dan kitosan-vanilin ... 35 Tabel 3. KPK dan SD membran KV/PVA ... 42

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema sel bahan bakar ... 6

Gambar 2. Struktur kitin dan kitosan... 8

Gambar 3. Skema modifikasi kimia dari kitosan ... 9

Gambar 4. Struktur kimia vanilin ... 10

Gambar 5. Sintesis kitosan-vanilin ... 11

Gambar 6. Struktur kimia polivinil alkohol... 12

Gambar 7. Ilustrasi secara kimia dari tipe komposit yang mungkin terbentuk dari proses interkalasi ... 16

Gambar 8. Spektrum FT-IR kitosan ... 30

Gambar 9. Deasetilassi kitosan dengan basa kuat ... 31

Gambar 10. Difraktogram lempung coklat dan lempung abu-abu ... 32

Gambar 11. Reaksi pembentukan basa Schiff pada kitosan ... 33

Gambar 12. Kitosan (a) dan Kitosan-vanilin ... 34

Gambar 13. Spektrum FT-IR vanilin, kitosan, dan kitosan-vanilin ... 35

Gambar 14. Termogram kitosan-vanilin ... 37

Gambar 15. Difraktogram membran KV/PVA, LC, LA, KVLC, dan KVLA ... 38

Gambar 16. Spektrum FT-IR lempung coklat, lempung abu-abu, membran KV/PVA, dan membran komposit KVLC 0,125 ... 40

Gambar 17. Kurva hubungan KTK dan SD membran komposit KVLC dengan variasi berat lempung coklat ... 42

Gambar 18. Kurva hubungan KTK dan SD membran komposit KVLA dengan variasi berat lempung abu-abu ... 43

Gambar 19. Termogram PVA, KV, dan membran KV/PVA ... 45

Gambar 20. Termogram membran komposit KVLC 0,025; KVLC 0,1; dan KVLC 0,125 ... 47

Gambar 21. Termogram membran komposit KVLA 0,025; KVLA 0,1; dan KVLA 0,125 ... 47

(15)

commit to user

xv

Gambar 23. Permukaan membran komposit KVLC 0,025; KVLC 0,1; dan KVLC 0,125 dengan pembesaran 100 kali ... 48 Gambar 24. Permukaan membran komposit KVLA 0,025; KVLA 0,1; dan

KVLA 0,125 dengan pembesaran 100 kali ... 48 Gambar 25. Kurva hubungan KPK dan SD membran komposit KVLA dengan

variasi berat lempung abu-abu ... 50 Gambar 26. Termogram membran komposit KVLA dengan variasi larutan

cetak pada suhu 40 oC, 50 oC, dan 60 oC ... 51 Gambar 27. Permukaan membran komposit KVLA 0,1 dengan variasi larutan

cetak pada suhu 40 oC (a), 50 oC (b), dan 60 oC setelah pembesaran 1000 kali ... 52

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Penentuan Derajat Deasetilasi (DD) kitosan ... 57

Lampiran 2. Penentuan berat molekul (BM) kitosan dan kitosan-vanilin ... 59

Lampiran 3. Penentuan rendemen massa kitosan-vanilin ... 61

Lampiran 4. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) lempung coklat, lempung abu-abu, dan resin kitosan-vanilin ... 62

Lampiran 5. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-vanilin ... 62

Lampiran 6. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-vanilin dengan variasi penambahan lempung coklat ... 63

Lampiran 7. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-vanilin dengan variasi penambahan lempung abu-abu ... 64

Lampiran 8. Penentuan nilai kapasitas tukar kation (KTK) membran kitosan-vanilin dengan penambahan lempung abu-abu 0,1 dan variasi larutan cetak ... 66

Lampiran 9. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin ... 67

Lampiran 10. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin dengan variasi penambahan lempung coklat ... 68

Lampiran 11. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin dengan variasi penambahan lempung abu-abu ... 68

Lampiran 12. Penentuan swelling degre (SD) membran kitosan-vanilin dengan penambahan lempung abu-abu 0,1 dan variasi larutan cetak ... 69

Lampiran 13. Diagram alir persiapan bahan ... 70

Lampiran 14. Diagram alir deasetilasi kitosan... 71

Lampiran 15. Diagram alir pembuatan kitosan-vanilin ... 72

Lampiran 16. Diagram alir pembuatan membran komposit ... 73

Lampiran 17. Diagram alir penentuan kapasitas tukar kation membran ... 74

(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemakaian bahan bakar fosil di Indonesia terus meningkat. Hal ini menyebabkan penurunan ketersediaan minyak bumi. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengembangkan pemakaian sumber energi lain yang dapat diperbaharui, seperti sel bahan bakar atau fuel cells. Sel bahan bakar adalah alat yang menghasilkan energi listrik secara elektokimia dengan cara mengubah hidrogen menjadi arus listrik dengan produk samping berupa air. Keuntungan dari sel bahan bakar antara lain efisiensi tinggi, ramah lingkungan, dan dapat diperbaharui. Sel bahan bakar yang banyak dikembangkan saat ini yaitu Polymer

Electrolite Membrane Fuel Cells (PEMFC) dimana salah satu komponen

utamanya berupa membran polimer elektrolit (Dresselhaus et al., 2001; Hall et al., 2003).

Membran polimer elektrolit berperan sebagai media transfer proton dari anoda ke katoda. Dari sekian banyak jenis membran polimer elektrolit yang telah dikembangkan, salah satunya adalah Polymer Exchange Membrane (PEM) berbasis perfluorinated atau polimer asam perflorosulfat misalnya Nafion®. Nafion® merupakan membran yang menjadi pilihan utama dan mudah ditemukan dipasaran karena kapasitas penukar kationnya yang tinggi. Selain harganya yang mahal, terdapat beberapa hal yang membatasi pemakaiannya (life time) yaitu degradasi, korosif, dan suhu operasi. Nafion® dalam aplikasinya terdapat pembatasan suhu yaitu tidak bisa melebihi 80 oC dikarenakan pengunaan diatas suhu tersebut akan membuat membran mengerut dikarenakan membran kehilangan banyak air sehingga mengurangi kinerja membran. Pencarian material baru yang dapat digunakan sebagai pengganti Nafion®, yang memiliki kapasitas penukar kation dan stabilitas termal tinggi terus dilakukan (Adjemian et al., 2002).

Penggunaan polimer alam sebagai membran polimer elektrolit mulai dikembangkan. Polimer alam berbasis hidrokarbon seperti kitosan memiliki

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

stabilitas termal yang cukup tinggi namun memiliki kapasitas penukar kation yang rendah. Selain itu, membran polimer elektrolit berbasis polimer hidrokarbon lebih cepat dalam tranfer proton daripada membran yang berbasis polimer asam perflorosulfat (Handayani et al., 2007; Wald, 2004). Wiyarsi (2008) telah berhasil memodifikasi kitosan dengan vanilin menghasilkan senyawa turunan kitosan berupa kitosan-vanilin (KV) yang memiliki gugus fenol pada rantai samping kitosan. Namun, dalam penelitiannya Wiyarsi membatasi penggunaan KV sebagai agen antibakteri pada kain. Adanya gugus fenol pada KV menyebabkan KV mudah membentuk muatan negatif pada ujung-ujung gugus fenol dengan melepaskan ion H+. Kemudahan KV melepaskan ion H+ akan meningkatkan kapasitas tukar kationnya (KTK) sehingga KV dapat digunakan untuk membuat membran polimer elektrolit.

Pembuatan membran dari kitosan sering terkendala akan sifat fisik membran yang dihasilkan. Banyaknya ikatan hidrogen yang terdapat pada rantai polimer kitosan menyebabkan membran kitosan memiliki tingkat elastisitas yang rendah atau kaku dan sulit dibentuk saat preparasi membran. Penambahan senyawa pemlastis seperti polivinil alkohol (PVA) akan mengurangi gaya antarmolekul rantai polimer kitosan sehingga elastisitas membran meningkat dan membran mudah dibentuk saat preparasi (Mat dan Liong, 2009).

Peningkatan sifat-sifat membran polimer elektrolit seperti kapasitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, derajat pengembangan (swelling degre) (SD) dapat dilakukan dengan penambahan oksida. Oksida dengan karakteristik bermuatan negatif pada strukturnya akan memberikan nilai lebih pada kapasitas penukar kation membran sehingga kinerja membran dalam proses transfer proton akan lebih baik dari membran KV sebelumnya. Oksida yang memiliki karakteristik tersebut salah satunya adalah montmorilonit (Dewi, 2007; Tan et al., 2007).

Montmorilonit merupakan minereal yang banyak terkandung dalam bentonit. Bentonit adalah nama perdagangan sejenis lempung yang banyak terdapat di Indonesia salah satunya di kecamatan Wonosegoro, Boyolali. Sifat lempung yang mudah mengembang membuat material ini banyak dimodifikasi

(19)

commit to user

dengan menyisipkan senyawa lain diantara lapisannya. Penyisipan atau interkalasi lempung dengan senyawa lain bertujuan untuk mendapatkan lempung terpilarisasi yang memiliki stabilitas termal yang lebih tinggi. Interkalasi lempung dengan kitosan telah banyak dilakukan namun belum pernah dilakukan interkalasi lempung dengan KV. Interkalasi lempung dengan KV diharapkan akan menghasilkan membran polimer elektrolit yang memiliki kapasitas tukar kation dan stabilitas termal yang tinggi serta swelling degre membran yang rendah (Lumingkewas, 2009; Akay, 2008; Li et al., 2010).

B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Polimer kitosan memiliki gugus fungsional yang memungkinkan untuk dimodifikasi, yaitu 1 gugus amino (NH2) dan 2 gugus hidroksi (OH) dalam setiap

unit ulangnya. Beberapa proses derivatisasi dapat berlangsung melalui gugus ini dengan beberapa cara, yaitu proses substitusi (O-N karboksilasi, substitusi enzimatik, pembentukan basa Schiff dan khelasi logam), proses perpanjangan rantai (kopolimerisasi cangkok dan crosslink) serta proses depolimerisasi, baik secara kimia, fisika maupun enzimatik (Kaban, 2009). Menurut Wiyarsi (2008) pembentukan basa Schiff terjadi saat kitosan direaksikan dengan senyawa aldehid baik aldehid alifatik seperti glutaral dehid maupun aldehid aromatik seperti arilamina, salisilaldehid dan vanilin. Efektifitas substitusi vanilin ke dalam kitosan dipengaruhi oleh jumlah vanilin, derajat deasetilasi (DD) dan berat molekul (BM) kitosan. Kitosan dengan DD tinggi memiliki gugus amino bebas yang lebih banyak sehingga kemungkinan vanilin yang tersubstitusi akan lebih banyak. Sedangkan semakin tinggi BM kitosan akan menyebabkan sistem menjadi

crowded sehingga mempersulit vanilin untuk tersubstitusi ke dalam kitosan.

Penambahan material pengisi (filler) diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat membran. Filler anorganik seperti TiO2, SiO2, CaO, zeolit, dan

lempung dapat meningkatkan kapsitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, serta mengurangi swelling degre (SD) membran (Dewi et al., 2007). Oksida dengan karakteristik bermuatan negatif pada permukaannya seperti lempung efektif

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

meningkatkan KTK membran. semakin banyak lempung yang ditambahkan maka nilai KTK membran akan semakin besar. Penelitian Wang et al. (2005) menunjukan penambahan lempung 2,5-10% dari berat polimer mampu meningkatkan stabilitas termal membran kitosan hingga 30 oC. Sedangkan peningkatan suhu akan interkalasi akan meningkatkan jumlah kitosan yang masuk ke dalam ruang antar lapis lempung sehingga nilai KTK dan stabilitas membran semakin meningkat.

Analisis yang dapat dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dalam pembuatan membran komposit kitosan-vanilin/PVA/lempung sebagai membran polimer elektrolit meliputi konduktivitas, kapasitas tukar kation, swelling degre, stabilitas termal, analisis gugus fungsi, analisis interaksi antar bahan, dan homogenitas membran. Kapasitas tukar kation membran dapat diketahui dengan metode titrasi atau menggunakan 1H NMR. Swelling degre ditentukan dengan metode perendaman membran dalam akuades selama 24 jam. Analisis stabilitas termal dapat dilakukan dengan metode Thermogravimetric Analisis (TGA). Analisis gugus fungsi menggunakan spektroskopi infra merah. Analisis interaksi antar bahan menggunakan spektroskopi infra mmerah dan spektroskopi difraksi sinar-x (XRD). Sedangkan homogenitas membran dapat diketahui dengan alat SEM, TEM, dan mikroskop digital.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi oleh :

a. Kitosan yang digunakan untuk sintesis kitosan-vanilin berasal dari Bratachem. b. Modifikasi kitosan dilakukan dengan penggunaan vanilin dengan perbandingan

kitosan : vanilin (1 : 3,5 w/w).

c. Lempung yang digunakan berasal dari Kecamatan Wonosegoro, Boyolali. d. Jenis lempung yang digunakan adalah lempung yang berwarna coklat dan

lempung yang berwarna abu-abu.

e. Variasi berat lempung yang digunakan adalah 0 g; 0,025 g; 0,05 g; 0,075 g; 0,1 g; 0,125 g (0%; 6,67%; 13,3%; 20%; 26,67% dan 33,3% dari berat KV).

(21)

commit to user

f. Variasi suhu larutan cetak adalah 28 oC, 40 oC, 50 oC, dan 60 oC.

g. Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji kapasitas tukar kation, uji derajat pengembangan, TGA, FT-IR, XRD, dan mikroskop digital.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalampenelitian ini adalah :

a. Apakah penambahan vanilin dapat meningkatkan kapasitas tukar kation kitosan?

b. Bagaimana pengaruh penambahan lempung terhadap kapasitas tukar kation dan ketahanan termal membran KV?

c. Bagaimana pengaruh suhu larutan cetak terhadap karakterisik membran KV?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penambahan vanilin terhadap kapasitas tukar kation kitosan.

2. Mengetahui pengaruh penambahan lempung terhadap ketahanan termal dan nilai kapasitas penukar kation membran kitosan-vanilin.

3. Mengetahui pengaruh peningkatan suhu larutan cetak terhadap kapasitas tukar kation dan stabilitas termal membran.

D. Manfaat Penelitian

Penambahan vanilin pada rantai samping kitosan dapat meningkatkan kapasitas tukar kation kitosan. Penambahan lempung mampu meningkatkan ketahanan termal dan nilai kapasitas tukar kationnya

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Sel Bahan Bakar dan Membran Sel Bahan Bakar

Sel bahan bakar atau fuel cells adalah alat yang menghasilkan energi listrik secara elektrokimia dengan cara mengubah hidrogen (H2) menjadi arus

listrik dengan produk samping berupa air. Keuntungan dari sel bahan bakar antara lain efisiensi tinggi, ramah lingkungan, dan dapat diperbaharui. Sel bahan bakar bekerja seperti baterai, namun tidak membutuhkan recharging atau pemasokan energi. Produksi energi akan dapat terus berjalan selama bahan bakar sel tersebut masih ada dalam sistem sel bahan bakar (Dresselhaus et al., 2001). Bentuk dasar dari sel bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Sel Bahan Bakar (Williams, 2004)

Secara umum cara kerja sel bahan bakar tersebut adalah bahan bakar yang berupa hidrogen dialirkan pada bagian anoda dan oksigen di alirkan ke katoda. Reaksi kimia akan terjadi pada kedua elektroda yang akan menghasilkan arus listrik, arus listrik ini dapat dijadikan sumber energi bagi berbagai keperluan.

(23)

commit to user

Reaksi kimia yang terjadi pada sel bahan bakar, yaitu oksidasi di anoda dan reduksi di katoda. Reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Anoda : 2H2 → 4H+ + 4e

-Katoda : O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O

Reaksi sel keseluruhan : 2H2 + O2 → 2H2O

Lapisan elektrolit pada rangkaian alat sel bahan bakar dapat berupa padatan elektrolit misalnya membran. Membran polimer elektrolit berperan sebagai media transfer proton (H+) dari anoda ke katoda. Membran tersebut banyak digunakan dalam polymer electrolyte membrane fuel cells (PEMFC). Syarat utama membran yang dapat digunakan sebagai komponen sel bahan bakar adalah memiliki muatan negatif pada strukturnya. Muatan tersebut akan memfasilitasi transport proton dari anoda ke katoda (Hall et al., 2003).

2. Polimer dalam Membran Sel Bahan Bakar

Dewasa ini pembuatan material baru berbahan dasar polimer sebagai membran dalam sel bahan bakar terus dikembangkan. Dari sekian banyak jenis membran polimer elektrolit yang telah dikembangkan, salah satunya adalah membran penukar ion atau Polymer Exchange Membrane (PEM) berbasis

perfluorinated atau polimer asam perflorosulfat misalnya Nafion®. Nafion® merupakan membran yang menjadi pilihan utama dan mudah ditemukan dipasaran karena kapasitas tukar kation (KTK) dan konduktifitas ionik yang tinggi. Selain harganya yang mahal, terdapat beberapa hal yang membatasi pemakaiannya (life time) yaitu degradasi, korosif, dan suhu operasi. Nafion® dalam aplikasinya terdapat pembatasan suhu operasi yaitu tidak bisa melebihi 80

o

C dikarenakan penggunaan diatas suhu tersebut akan menyebabkan membran terhidrat atau kering akibat dari penguapan air yang berlebihan sehingga mengurangi efisiensi kinerja membran. Pencarian material baru yang memiliki sifat tidak korosif, kapasitas tukar kation (KTK), dan stabilitas termal tinggi sebagai pengganti Nafion® terus dilakukan (Adjemian et al., 2002).

Penggunaan polimer alam sebagai membran polimer elektrolit mulai dikembangkan. Polimer alam berbasis hidrokarbon memiliki stabilitas termal

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

yang cukup tinggi. Selain itu, membran polimer elektrolit berbasis polimer hidrokarbon lebih cepat dalam transfer proton daripada membran polimer elektrolit berbasis polimer asam perflorosulfat (Wald, 2004). Polimer alam berbasis hidrokarbon seperti selulosa, kitosan, dan pati merupakan polimer alam yang melimpah keberadannya di alam. Namun, polimer alam sebagian basar tidak bermuatan sehingga perlu adanya modifikasi agar bermuatan negatif. Dari ketiga polimer alam diatas, kitosan yang paling banyak menarik perhatian karena mudah untuk dimodifikasi (Kaban, 2009).

Kitosan merupakan kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya melalui proses deasetilasi dengan penambahan NaOH atau KOH. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli glukosamin (Wiyarsi, 2008). Kebanyakan mutu kitosan komersil mengandung 75-95% glukosamin dan 5-25% unit N-asetilglukosamin (Stephen, 1995). Polimer kitosan memiliki gugus fungsional yang memungkinkan untuk dimodifikasi, yaitu 1 gugus amino (NH2) dan 2 gugus hidroksil (OH) dalam setiap

unit ulangnya. Struktur kitin dan kitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur kitin (kiri) dan kitosan (kanan) (Kaban, 2009)

Beberapa proses derivatisasi dapat berlangsung melalui gugus ini dengan beberapa cara, yaitu proses substitusi (O-N karboksilasi, substitusi enzimatik, pembentukan basa schiff dan khelasi logam), proses perpanjangan rantai (kopolimerisasi cangkok dan crosslink) serta proses depolimerisasi, baik secara kimia, fisika maupun enzimatik. Beberapa jenis reaksi modifikasi kimia dari kitosan untuk menghasilkan turunan kitosan dapat dilihat pada Gambar 3.

(25)

commit to user

Gambar 3. Skema modifikasi kimia dari kitosan (Kaban, 2009)

3. Kitosan-vanilin sebagai Membran Polimer Elektrolit

Keberadaan gugus amino bebas pada kitosan merupakan hal yang penting karena bersifat nukleofilik yang reaktif. Salah satu proses derivatisasi melalui gugus amino adalah pembentukan basa Schiff atau imina (Kenawy et al., 2005). Senyawa ini diperoleh sebagai hasil reaksi antara kitosan dengan aldehid atau keton. Imina yang stabil diperoleh dari reaksi antara amina primer dengan aldehid aromatik seperi benzaldehid maupun arilamina.

Modifikasi kitosan dengan pembentukan basa Schiff telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Sintesis basa Schiff dari kitosan dan turunan salisilaldehid dilakukan oleh Santos et al. (2005). Keenam reaksi antara kitosan dengan turunan salisilaldehid yang berbeda menunjukkan serapan C=N dalam spektrum IR, yaitu

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

pada rentang bilangan gelombang 1631,5 cm-1 sampai 1640,4 cm-1. Modifikasi kitosan dengan aldehid aromatik seperti vanilin menghasilkan senyawa turunan kitosan berupa kitosan-vanilin (KV) (Wiyarsi, 2008).

Kitosan-vanilin (KV) adalah turunan kitosan yang memiliki gugus fenol pada rantai sampingnya. KV dibuat dengan mereaksikan kitosan dengan vanilin. Vanilin atau 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid merupakan senyawa aldehid aromatis dengan bau harum yang khas dan banyak digunakan sebagai bahan pemberi aroma vanila pada produk makanan, minuman, parfum, dan kosmetik. Vanilin memiliki rumus molekul C8H803 dengan berat molekul 152,15 g/mol.

Kelarutan vanilin cukup tinggi dalam alkohol dan eter, sedangkan dalam air kelarutannya sebesar 1 g/100 mL. Struktur vanilin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktrur kimia vanilin (Wiyarsi,2008)

Vanilin memiliki 3 gugus fungsional, yaitu gugus aldehid, gugus eter dan gugus fenol, sehingga memungkinkan untuk mengalami tranformasi atau perubahan menjadi gugus lain. Vanilin termasuk senyawa karbonil aromatis yang dapat mengalami reaksi adisi nukleofilik pada atom C. Adanya gugus karbonil (C=O) pada struktur vanilin memungkinkan untuk diserang oleh gugus amino (NH2) kitosan yang bersifat nukleofilik. Amina primer merupakan nukleofil yang

baik karena tidak adanya gangguan sterik. Nukleofil ini dapat menyerang gugus karbonil pada aldehid dan membentuk imina, suatu senyawa yang mengandung gugusan C=N. Imina tersubstitusi yang terbentuk dari amina primer dengan aldehid aromatik, seperti vanilin, merupakan produk yang stabil dan disebut basa Schiff. Gambar 5 menunjukkan reaksi adisi amina pada aldehid dalam sintesis kitosan-vanilin.

(27)

commit to user

Gambar 5. Sintesis kitosan-vanilin (Wiyarsi, 2008)

Keberadaan gugus fenolik mengakibatkan polimer lebih bersifat asam dan mudah melepas ion H+. Kemudahan polimer untuk melepaskan ion H+ mengakibatkan peningkatkan sifat konduktifitas ioniknya dan menyebabkan polimer kitosan vanilin bermuatan negatif. Sifat konduktifitas ionik yang disumbangkan oleh gugus fenolik memungkinkan pengaplikasian kitosan-vanilin sebagai polimer penukar kation.

4. Polivinil Alkohol (PVA)

Pembuatan membran dari polimer alam terkendala akan sifat fisik membran yang dihasilksn. Membran dari polimer alam seperti kitosan memiliki nilai kuat tarik yang besar namun tingkat elastisitas membran rendah atau kaku. Elastisitas membran yang rendah akan menyebabkan membran sulit dibentuk dan getas atau mudah patah. Penggunaan senyawa pemlastis atau plasticizer dapat meningkatkan elastisitas membran sehingga membran lebih mudah dibentuk (Mat and Liong, 2009).

Plasticizer merupakan bahan adiktif yang ditambahkan dalam suatu

polimer untuk mengurangi sifat kekakuannya. Penambahan plasticizer akan mengurangi gaya antar molekul sehingga rantai polimer lebih mudah bergerak, akibatnya bahan yang tadi kaku akan memnjadi lembut (Arsyad, 2008).

Plasticizer digunakan dalam pembentukan membran untuk mengurangi

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

Jika pemlastis dengan polimer sudah mampu membentuk suatu campuran homogen selama dan setelah proses terjadi, pemlastis akan tetap berada dalam senyawa itu baik pada saat pendinginan, penurunan temperatur. Tingkat homogenitas yang tinggi pada senyawa yang terbentuk dapat dicapai jika mempunyai polaritas yang relatif sama antara pemlastis dengan polimer (O’Rourke, 2007). Plasticizer yang sering digunakan yaitu asam palmitat, asam laurat, dioktil ftalat (DOP), dioktil adipat (DOA), polietilen glikol (PEG), dan polivinil alkohol (PVA) (Nirwana, 2001).

Poli(vinil alkohol) (PVA) merupakan salah satu jenis polimer hidrofilik yang tidak beracun, tidak larut dalam air, dan larut dalam panas > 80 oC pada batas konsentrasi < 20% (b/v). Poli(vinil alkohol) mempunyai rumus molekul monomer [ CH2-CH(OH)-]n. Struktur PVA ditunjukan pada Gambar 6. PVA yang

dipolimerisasi dengan cara pemanasan akan menghasilkan gel yang bila dikeringkan pada suhu kamar menghasilkan film transparan. Namun demikian film ini dapat mengembang kembali dalam air berupa gel yang rapuh.

Gambar 6. Struktur kimia polivinil alkohol (PVA) (Saxena,2004)

Penggunaan PVA dalam pembuatan membran telah dilakukan oleh Binsu

et al. (2006) dan Mat and Liong (2009). Penelitian keduanya menunjukan

kompabilitas PVA dan kitosan. Hal ini dikarenakan PVA memiliki banyak gugus hidroksi sehingga polaritas PVA hampir sama dengan kitosan.

5. Lempung dalam Membran Komposit Elektrolit

Peningkatan sifat-sifat membran polimer elektrolit seperti konduktifitas, kapasitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, dan derajat pengembangan atau

(29)

commit to user

anorganik seperti TiO2, SiO2, CaO, zeolit, dan montmorilonit (Dewi, 2007).

Penambahan filler anorganik ke dalam membran polimer elektrolit akan menghasilkan komposit. Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum dicampur dan terjadi ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun (Pramono, 2008).

Pemakaian TiO2 sebagai filler dilakukan oleh Akay (2008). Hasil

penelitian menunjukan pemakaian TiO2 dapat meningkatkan konduktivitas,

stabilitas membran dan menurunkan swelling degre membran. Stabilitas termal membran dapat mencapai 120-140 oC. Adjemian et al. (2002) dan Kim et al. (2006) menggunakan SiO2 sebagai filler. Penggunaan SiO2 meningkatkan

konduktivitas, stabilitas membran dan menurunkan permeabilitas air dan etanol. Membran komposit mempunyai stabilitas termal 130 oC. sedangkan penggunaan CaO dilakukan oleh Mat and Liong (2009) dan penggunaam zeolit dilakukan oleh Laomongkonnimit dan Soontarapa (2007). Penggunaan CaO efektif mengurangi

swelling degre membran namun kurang efektif untuk meningkatkan KTK

membran. Penambahan zeolit dapat meningkatkan KTK dan stabilitas termal membran namun menurunkan kuat tarik membran.

Penggunaan montmorilonit sebagai filler dalam pembuatan membran komposit dilakukan oleh Tan et al. (2001) dan Wang et al. (2005). Hasil penelitian keduanya menunjukan semakin basar montmorilonit yang digunakan akan meningkatkan stabilitas termal, KTK membran dan menurunkan swelling

degre membran. Penambahan montmorilonit 2,5-10% dari berat total mampu

meningkatkan stabilitas membran 10-30 oC. Montmorilonit dapat meningkatkan KTK membran dikarenakan montmorilonit mempunyai karakteristik bermuatan negatif pada permukaan strukturnya.

Montmorilonit merupakan mineral yang banyak terkandung dalam bentonit. Bentonit adalah nama perdagangan sejenis lempung yang banyak terdapat di Indonesia salah satunya di kecamatan Wonosegoro, Boyolali (Lumingkewas, 2009). Lempung didefinisikan sebagai mineral alam dari keluarga

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis atau struktur dua dimensional dan mempunyai ukuran partikel lebih kecil dari dua mikrometer, bersifat liat saat basah dan keras saat kering. Di antara lapisan lempung terdapat kation-kation yang berfungsi menyeimbangkan muatan negatif yang ada pada bidang lapisnya. Kation-kation tersebut diantaranya adalah Na+, K+, dan Ca2+ (Wijaya et al., 2004 dan Brindley, 1979).

Berdasarkan perbandingan jumlah tetrahedral dan oktahedralnya, dikenal tipe-tipe struktur mineral berlapis berikut:

a. Mineral tipe 1:1

Mineral tipe 1:1 yaitu mineral yang terdiri dari satu lapisan oktahedral dan satu lapisan tetrahedral, misalnya kaolin dan haolisin.

b. Mineral tipe 2:1

Mineral tipe 2:1 yaitu mineral yang terdiri dari dua lapisan tetrahedral dan satu lapisan oktahedral, misalnya montmorillonit dan illit.

c. Mineral tipe 2:2 atau 2:1:1

Mineral tipe 2:2 atau 2:1:1 yaitu mineral yang merupakan jenis 2:1 dengan satu lapis oktahedral tambahan yang tersusun selang-seling, misalnya klorit (tipe 2:2) dan sepolit (tipe 2:1:1) (Tan, 2007).

Montmorillonit merupakan kelompok mineral filosilikat yang paling banyak menarik perhatian. Hal ini disebabkan karena montmorillonit memiliki kemampuan untuk mengembang serta kemampuan untuk diinterkalasi dengan senyawa organik membentuk material komposit organik-anorganik. Interkalasi merupakan suatu proses penyisipan atom-atom atau molekul-molekul ke dalam antarlapis material berlapis dengan tidak merusak struktur lapisan tersebut (Simpen, 2001). Interkalasi ke dalam antarlapis silikat lempung terjadi karena interkalat (atom-atom atau molekul-molekul yang akan disisipkan) yang masuk berupa kation atau ion bermuatan positif menggantikan kation-kation yang ada di antara lapisan lempung seperti Na+, K+ dan Ca2+. Pemilaran smektit atau montmorillonit dapat dilakukan dengan cara menginterkalasikan polimer polikation seperti kitosan. Kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat 1% akan terprotonasi gugus aminonya menjadi bermuatan positif (-NH3+) sehingga dapat

(31)

commit to user

menggantikan ion-ion yang ada di ruang antar lapis montmorilonit (Monvisade dan Punnama, 2009).

Semakin encer kitosan yang digunakan untuk interkalasi berarti karakter kitosan sebagai agregat (bulk) semakin kecil sehingga akan lebih mudah untuk membuka lapisan montmorilonit dan keberadaannya di ruang antarlapis tidak sebagai gumpalan akan tetapi terdispersi merata seperti film tipis. Berat molekul (BM) kitosan yang semakin rendah maka kelarutan kitosan akan meningkat dan agregatnya (bulk) akan semakin kecil. Kemudahan interkalasi kitosan ke dalam ruang antarlapis montmorilonit juga dipengaruhi oleh suhu. Chang et al. (2008) dalam El-Sherif dan El-Masry (2011) menyatakan bahwa peningkatan suhu akan menurunkan basal spacing lempung yang disebabkan oleh penguapan molekul-molekul kecil yang keluar dari ruang antarlapis lempung. Dengan demikian, kitosan yang masuk ke dalam ruang antarlapis lempung dapat tercapai secara maksimal. Penelitian Wijaya et al. (2002) menyatakan suhu optimum interkalasi adalah 40 oC. Sedangkan penelitian Monvisade dan Punnama (2009), Wang et al. (2005) menyatakan suhu optimum interkalasi adalah 60 oC.

Kitosan berfungsi sebagai pilar atau tiang antarlapis lempung (Simpen, 2001). Pilar-pilar yang terbentuk berfungsi sebagai pengikat antarlapis alumina silikat lempung sehingga struktur lempung menjadi lebih kuat dan relatif lebih tahan terhadap perlakuan panas dibandingkan dengan lempung tanpa terpilar yang dapat mengalami kerusakan struktur di atas temperatur 200 oC.

Ada 3 tipe dari komposit yang mungkin terbentuk dari proses interkalasi yaitu :

a. Intercalated nanocomposites

Intercalated nanokomposites yaitu pemasukan polimer matrik ke dalam

lapisan silikat terjadi secara teratur membentuk pola tertentu dalam peningkatan basal spacing antar lapisan silika. Intercalated nanokomposites biasanya terinterkalasi oleh beberapa lapisan molekul dari polimer.

b. Flocculated nanocomposites

Flocculated nanocomposite secara konseptual sama dengan intercalated nanokomposites . Bagaimanapun, kadang lapisan silikat mengalami flokulasi antar

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

lapisan silikat satu dengan yang lainya terkait dengan terhidroksilasinya tepi-tepi dari lapisan silikat.

c. Exfoliated nanocomposites

Exfoliated nanocomposites apabila lapisan silika terpisah secara sendiri-sendiri pada matrik polimer secara terus-menerus dengan rata-rata jarak pemisahan tergantung dari kapasitas lempung (Ray et al., 2007). Gambar 7 menunjukan ilustrasi secara kimia dari tipe komposit yang mungkin terbentuk dari proses interkalasi.

Gambar 7. Ilustrasi secara kimia dari tipe komposit yang mungkin terbentuk dari proses interkalasi (Ray et al., 2007)

6. Karakterisasi Membran Polimer Elektrolit

Karakterisasi membran polimer yang dihasilkan meliputi karakterisasi gugus fungsi dengan spektroskopi infra merah (FT-IR), kristalinitas dan interkalasi dengan spektroskopi difraksi sinar-x (XRD), ketahanan termal dengan

Thermogravimetric Analisis (TGA), dan homogenitas membran dengan

(33)

commit to user a. Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)

Spektrum serapan inframerah suatu material mempunyai pola yang khas sehingga memungkinkan untuk identifikasi material tersebut dan juga menyingkap keberadaan gugus-gugus fungsional utama dalam struktur senyawa yang diidentifikasi. Identifikasi gugus fungsi kitosan dan KV telah dilakukan oleh Wiyarsi (2008). Gugus fungsi kitosan, vanilin, dan KV disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Serapan FT-IR dari kitosan, vanilin, dan KV (Wiyarsi, 2008)

Jenis Vibrasi Kitosan Vanilin Derivat

Rentangan –CH 2885,3 2862,2 & 2746,4 2877,79 Rentangan –OH dan –NH 3440,8 3178,5(fenol) 3417,86

Vibrasi tekuk –NH 1596,9 - -

Rentangan C-O asimetri 1087,8 1026,1 1064,71

Rentangan C-OH (fenol) - 1265,2 1288,45

Rentangan C=O 1665 1666,4 -

Rentangan C=N - - 1643,35

Rentangan C=C aromatis - 1597,06 & 1519,9

1589,2 & 1512,1

Deformasi CH3 1380,2 1373,3 1365,6

Penelitian Mekhamer (2011) dan Wijaya et al. (2004) menunjukan serapan FT-IR yang khas dari lempung. Serapan pada bilangan gelombang sekitar 3406 merupakan serapan rentangan gugus -OH yang tumpang tindih dengan gugus –NH sedangkan serapan disekitar 1631 cm-1 merupakan OH bending pada lempung. Serapan kuat disekitar 1043 cm-1 merupakan vibrasi Si-O streching dan Si-O bending pada 468 cm-1. Serapan Mg-O streching pada 522 cm-1, Al-OH dan Mg-Al-OH terlihat pada serapan lemah di sekitar 918 dan 883 cm-1.

b. Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD)

Kristalinitas suatu bahan dapat ditentukan dengan spektroskopi sinar-x. Material dengan kristalinitas tinggi akan menghasilkan difraktogram yang runcing dengan intensitas yang tinggi. Polimer alam seperti kitosan, KV merupakan material semikristalin karena menghasilkan difraktogram dengan puncak melebar. Difraktogram kitosan menunjukan tiga puncak nyata yaitu puncak pada 2θ = 10,5 dan puncak pada 2θ = 20,1 yang merupakan puncak karakteristik dari kristal kitosan dan puncak kecil pada 2θ = 22,3. Difraktogram KV juga menunjukan

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

puncak yang berbeda dengan kitosan. Puncak pertama pada 2θ = 13 mengidikasikan danya vanilin. Puncak utama terdapat pada 2θ = 20,3 yang merupakan puncak karakteristik kitosan yang lebih melebar (Wiyarsi, 2008). Puncak karakteristik dari montmorilonit ditunjukan dengan adanya puncak dengan intensitas tinggi pada 2θ dibawah 10 dengan harga d 12,3 Å (Sherif and El-Masry, 2011).

Proses interkalasi kitosan ke dalam lempung dapat diamati dari peningkatan jarak antar lapis (basal spacing) lempung dan bergesernya puncak utama lempung ke kiri (2θ lebih kecil). Penelitian El-Sherif dan Mansour (2011) menunjukan proses interkalasi kitosan ke dalam ruang aantar lapis lempung menambah nilai basal spacing menjadi 13,1 Å sampai 14 Å pada 2θ = 6,3. Sedangkan penelitian Monvisade and Siriphannon (2009) menunjukan proses interkalasi meningkatkan basal spacing menjadi 13,6 Å dan 22,5 Å pada 2θ = 6,6. Peningkatan basal spacing menjadi 13,6 Å diperkirakan kitosan terinterkalasi dalam bentuk monolayer sedangkan peningkatan basal spacing hingga 22,5 Å menunjukan kitosan dalam bentuk bilayer.

c. Thermogravimetric Analisys (TGA)

Teknik-teknik yang dicakup dalam metode analisis termal adalah analisis termogravimetri (Thermogravimetric Analisis), yang didasari pada perubahan massa akibat pemanasan. Suhu degradasi ditandai dengan perubahan bentuk kurva termogram secara tajam. Penelitian Wiyarsi (2008) menunjukan stabilitas termal kitosan dan KV yang hampir sama. Termogram kitosan dan KV menunjukan perubahan massa pada suhu 60-100 oC yang menunjukan hilangnya molekul air. Perubahan kedua terjadi pada suhu 250-325 oC untuk kitosan dan 250-300 oC untuk KV menunjukan hilangnya gugus asetil dan gugus amino yang tidak tersubstitusi. Perubahan ketiga KV pada suhu 300-350 menunjukan hilangnya gugus vanilin. Daerah perubahan pada suhu lebih dari 350 oC merupakan degradasi dan pemutusan rantai polimer kitosan atau KV menjadi monomernya. Sedangkan suhu degradasi PVA terjadi pada suhu 230 oC (Samal et al., 2009) dan degradasi lempung terjadi pada suhu diatas 400 oC (Wang et al., 2005).

(35)

commit to user d. Mikroskop Digital

Homogenitas atau morfologi permukaan membran dapat diamati menggunakan mikroskop digital. Mikroskop digital dengan kemampuan pembesaran hingga 1000 kali mampu menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi dari suatu permukaan sampel. Penggunaan PVA dalam pembuatan membran kitosan menghasilkan membran yang homogen. Sedangkan penambahan oksida akan menghasilkan membran dengan persebaran oksida yang tidak merata pada membran (Mat and Liong, 2009).

B. Kerangka Pemikiran

Faktor penting dalam pemilihan polimer sebagai bahan untuk membuat membran poilmer elektrolit adalah kemampuan menghantarkan proton dan stabilitas termal polimer. Polimer haruslah bermuatan negatif dan stabilitas termalnya tinggi (diatas 100 oC). Polimer alam seperti kitosan memiliki stabilitas termal yang tinggi yaitu sekitar 220 oC, namun kitosan tidak bermuatan. Modifikasi pada polimer tersebut perlu dilakukan agar menghasilkan material yang bermuatan sehingga dapat digunakan sebagai membran polimer elektrolit. Modifikasi kitosan menjadi kitosan-vanilin (KV) akan menyebabkan kitosan memiliki gugus fenolik pada rantai sampingnya. Gugus fenolik membuat kitosan-vanilin menjadi lebih bersifat asam sehingga mudah melepas ion H+. Lepasnya ion H+ menyebabkan gugus fenolik pada kitosan-vanilin bermuatan negatif sehingga dapat digunakan untuk pembuatan membran polimer elektrolit. Keberhasilan modifikasi kitosan menjadi kitosan-vanilin dapat diketahui dengan terbentuknya gugus imina (C=N) dimana gugus ini akan memberikan serapan pada bilangan gelombang sekitar 1640 cm-1 pada spektra IR. Selain itu, modifikasi kitosan menjadi kitosan-vanilin akan meningkatkan nilai kapasitas tukar kation (KTK) kitosan yang dapat diketahui dengan metode titrasi.

Peningkatan sifat-sifat membran polimer elektrolit seperti konduktifitas, kapasitas tukar kation (KTK), stabilitas termal, dan derajat pengembangan atau

swelling degre (SD) dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengisi (filler)

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

permukaannya akan memberikan nilai lebih pada kapasitas tukar kation membran. Oksida dengan karakteristik diatas adalah montmorilonit. Montmorilonit banyak terkandung dalam lempung yang terdapat di daerah Wonosegoro. Lempung memiliki sifat yang mudah mengembang dan kation-kation yang ada di ruang antarlapis lempung dapat dipertukarkan. KV yang dilarutkan dalam asam asetat akan terprotonasi gugus aminonya menjadi bermuatan positif (NH3+) sehingga

dapat digunakan untuk menggantikan kation-kation dalam ruang antarlapis lempung melalui proses interkalasi. Penyisipan KV ke dalam ruang antarlapis lempung akan menyebabkan lempung terpilarisasi. Lempung terpilarisasi memiliki ketahanan termal yang lebih tinggi dikarenakan KV yang terinterkalasi ke dalam ruang antarlapis lempung akan membantu mempertahankan struktur lempung sehingga tidak mudah rusak oleh pemanasan. Selain itu, masuknya KV ke dalam ruang antarlapis lempung akan mengurangi ikatan hidrogen yang terjadi antara gugus hidroksi KV dengan gugus hidroksi PVA sehingga kapasitas tukar kationnya juga meningkat.

Proses interkalasi KV ke dalam ruang antarlapis lempung dapat ditingkatkan dengan peningkatan suhu interkalasi. Peningkatan suhu interkalasi akan mempercepat penguapan molekul-molekul kecil keluar dari ruang antarlapis lempung sehingga KV yang masuk ke dalam ruang antarlapis lempung lebih banyak. Semakin banyak KV yang masuk ke dalam ruang antarlapis lempung maka kapsitas tukar kation dan ketahanan termal akan semakin meningkat dikarenakan ikatan hidrogen KV dengan PVA akan semakin berkurang dan agen pemilar lempung semakin banyak. Keberhasilan proses interklasi KV ke dalam ruang antarlapis lempung dapat diketahui dari analisa XRD. Proses interkalasi akan menggeser puncak lempung pada 2θ sekitar 6o

ke kiri atau ke arah 2θ yang lebih kecil. Pilarisasi yang terjadi akan meningkatkan KTK dan stabilitas termal membran sehingga dapat diaplikasikan sebagai membran polimer elektrolit. Peningkatan stabilitas termal membran dapat diketahui dengan

(37)

commit to user C. Hipotesis

1. Penambahan vanilin dapat meningkatkan konduktivitas kitosan.

2. Penambahan lempung dapat meningkatkan ketahanan termal dan nilai kapasitas tukar kation membran kitosan-vanilin.

3. Variasi suhu larutan cetak akan mempengaruhi nilai kapasitas tukar kation dan ketahanan termal membran.

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental di laboratorium. Penelitian ini secara garis besar meliputi pembuatan resin kitosan-vanilin (KV), pembuatan membran komposit dengan variasi jenis dan berat lempung serta variasi suhu larutan cetak. Selanjutnya sifat-sifat membran komposit tersebut dianalisis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar jurusan Kimia FMIPA UNS dan Laboratorium Pusat Universitas Sebelas Maret Sub Laboratorium Kimia yang dilakukan mulai bulan April 2011 sampai dengan Desember 2011.

C. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan

1. Alat

a. Spektrofotometer Infra Merah SHIMADZU IR Prestige-21 b. Spektrofotometer Difraksi Sinar-X SHIMADZU XRD-600 c. DTA-TGA Linseis STA PT-1600

d. Mikroskop digital Nikon Eclipse E-200 e. Seperangkat alat refluks

f. Seperangkat alat pencetak membran g. Termometer

h. Oven

i. Neraca analitik AND GF-300 j. Hot plate

k. Blender elektrik merk Miyako l. Ayakan 150 mesh

(39)

commit to user n. Penggerus porselin

o. Magnetig stirer p. Peralatan gelas

2. Bahan

a. Kitosan dengan derajat deasetilasi (DD) 82% dari Breatachem b. Lempung dari Kecamatan Wonosegoro, Boyolali

c. Polivinil Alkohol (PVA) dengan BM 72.000 (Merck) d. Pyperidin p.a (Merck)

e. Asam asetat p.a (Merck) f. NaOH p.a (Merck) g. Etanol p.a (Merck) h. HCl p.a (Merck) i. NaCl p.a (Merck) j. Indikator PP k. akuades

D. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Bahan

Kitosan diblender sampai halus kemudian disaring dengan ayakan 150 mesh. Kitosan yang lolos ayakan 150 mesh kemudian dikumpulkan dan disimpan dalam flakon kaca dan ditutup rapat. Kitosan hasil ayakan akan digunakan dalam proses deasetilasi.

Lempung dilarutkan dalam air kemudian disaring dengan kain. Larutan koloid hasil saringan kemudian didiamkan semalam hingga mengendap. Setelah terbentuk dua lapisan, lapisan atas yang berupa air dibuang hingga didapatkan lempung dalam bentuk pasta. Pasta dioven pada temperatur 150 oC hingga kering. Lempung yang sudah kering dihaluskan dengan lumpang porselin dan disaring dengan ayakan 150 mesh.

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Serbuk kitosan seberat 20 g dimasukan dalam labu alas bulat kemudian ditambahkan larutan NaOH 60% (w/v) sebanyak 300 mL (perbandingan kitosan : larutan NaOH = 1 : 15). Campuran kemudian direfluks selama 3 jam dengan suhu 120 oC. Setelah 3 jam, campuran disaring dan residu yang berupa padatan dicuci dengan akuades sampai pH-nya netral. Endapan hasil penyaringan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 oC sampai kering. Kitosan yang diperoleh ditimbang dan dikarakterisasi dengan FTIR.

3. Sintesis Kitosan-vanilin

Pembuatan resin kitosan-vanilin (KV) mengacu pada penelitaian yang pernah dilakukan Wiyarsi (2008). Langkah pertama dalam derivatisasi kitosan dengan vanilin adalah sebanyak 66,5 g vanilin dilarutkan dalam 285 mL etanol absolut. Kemudian ditambahkan 19 g kitosan (perbandingan kitosan : vanilin = 1 : 3,5) dengan pengadukan dan ditambahkan 2 tetes larutan piperidin kedalam larutan yang berfungsi sebagai katalis. Pengadukan dilakukan selama 48 jam pada suhu kamar. Proses dilanjutkan dengan pengadukan pada suhu 80 oC selama 72 jam. Setelah itu, campuran disaring kemudian endapan dicuci dengan etanol sampai bersih. Kitosan-vanilin yang diperoleh dioven pada suhu 60 oC sampai kering. Hasil yang diperoleh di timbang dan dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, DTA-TGA, dan kapasitas penukar ionnya.

4. Pembuatan Komposit KV/PVA/Lempung

Sintesis membran komposit KV/PVA/lempung dilakukan dengan menggunakan konsentrasi berat/berat (w/w). 0,025 g lempung ditambahkan kedalam 49,25 g asam asetat kemudian diaduk selama 12 jam menggunakan megnetik stirer. Setelah itu, 0,375 g kitosan-vanilin dan 0,35 g PVA ditambahkan ke dalam campuran sehingga berat total campuran 50 g. Campuran kemudian diaduk selama 12 jam pada temperatur kamar. Campuran dioven pada suhu 80 oC selama 30 menit untuk melarutkan sisa-sisa PVA. Larutan kemudian dicetak diatas plat kaca yang dilapisi plastik stiker dan dikeringkan pada suhu 60 oC selama 6 jam. Langkah yang sama digunakan untuk variasi jenis dan penambahan

(41)

commit to user

berat lempung 0,05 g, 0,075 g, 0,1 g, dan 0,125 g. Sedangkan pembuatan membran komposit dengan variasi suhu larutan cetak dilakukan dengan memilih komposisi optimum membran kemudian pengembangan lempung dan pelarutan polimer KV dan PVA dilakukan variasi suhu 40 oC, 50 oC, dan 60 oC.

5. Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Resin KV seberat 0,25 gram ditambahkan 50 mL akuades kemudian dimasukkan ke dalam oven dipasanaskan pada suhu 60 oC selama 1 jam. Kemudian ditambahkan 50 mL natrium klorida 0,5 M dan didiamkan selama 1 malam. Larutan campuran diambil sebanyak 10 mL kemudian ditambahkan indikator phenol phtalen (PP) 2 tetes dilanjutkan dengan titrasi menggunakan natrium hidroksida 0,005 M hingga warna larutan berubah dari jernih menjadi pink dan dicatat volume natrium hidroksida yang dibutuhkan.

Penentuan KTK membran hampir sama dengan metode yang dilakukan untuk penentuan KTK resin. Membran dengan ukuran 2 x 2 cm ditimbang dan dicatat beratnya. Membran dimasukan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 mL akuades kemudian dioven pada suhu 60 oC selama satu jam. Larutan NaCl 1 M sebanyak 50 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer dan didiamkan semalam. Larutan kemudian diambil 10 mL dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,005 M.

6. Analisis Derajat Pengembangan Membran (swelling degre)

Swelling degre (SD) membran ditentukan dengan menimbang membran

dengan ukuran 2 x 2 cm sebagai berat kering kemudian membran direndam dalam 50 mL akuades selama 24 jam. Akuades yang menempel dipermukaan membran dibersihkan dengan tisu kemudian membran ditimbang sebagai berat basah. Nilai SD membran ditentukan sebagai persen (%) perbandingan membran berat kering dengan berat membran basah.

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

7. Analisis Spektrofotometer Difraksi Sinar-X (XRD)

Karakterisasi kristalinitas dan interaksi mikroskopis dilakukan dengan metode difraksi sinar–X menggunakan XRD-600 SHINADZU dengan radiasi dari Kα Cu, voltage 40 kV. Pengukuran dilakukan pada range 2θ 3o

- 70o.

8. Analisis Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan menganalisis spektra FT-IR yang diperoleh dari pengukuran menggunakan alat IRPrestige-21 SHIMADZU dengan plat KBr. Range bilangan gelombang dari 4000-370 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1.

9. Analisis Stabilitas Termal Membran

Stabilitas termal membran komposit dan membran kitosan-vanilin dianalisa menggunakan alat Linseis STA PT-1600. Pemanasan dilakukan pada suhu 30-700 oC dengan kecepatan pemanasan 20 oC per menit pada atmosfer udara dan reference Al2O3.

10. Analisis Morfologi Permukaan Membran

Morfologi permukaan membran dianalisis menggunakan mikroskop digital Nikon Eclipse E 200 dengan pembesaran 1000 kali.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

1. Penentuan Derajat Deasetilasi (DD) Kitosan

Derajat deasetilasi kitosan ditentukan berdasarkan karakter spektra IR. Derajat deasetilasi kitosan diperoleh dari perbandingan absorbansi puncak pada daerah serapan sekitar 1650 cm-1 yang merupakan serapan gugus karbonil dan absorbansi puncak serapan sekitar 3450 cm-1 yang merupakan serapan hidroksil sebagai standar internal atau puncak referensi dari metode spektroskopi IR. Semakin besar derajat deasetilasi kitosan, intensitas serapan pada daerah sekitar 1650 cm-1 yang menunjukan C=Ostreching semakin menurun, sedangkan intensitas

(43)

commit to user

serapan pada daerah sekitar 1596 cm-1 yang menunjukan amina primer (-NH2)

semakin meningkat.

2. Penentuan Komposisi Optimum Membran

Kapasitas tukar kation (KTK) membran ditentukan dengan metode titrasi. Dari proses titrasi diperoleh jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi. Membran dengan KTK optimum adalah membran yang mampu menukarkan kation tertinggi. Kondisi optimum KTK membran ditunjukan oleh jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi per satuan berat membran. Semakin banyak NaOH yang diperlukan maka nilai KTK membran akan semakin tinggi. Membran dengan nilai KTK tertinggi diambil sebagai membran dengan komposisi optimum.

3. Penentuan Derajat Pengembangan Membran (swelling degre)

Swelling degre (SD) membran ditentukan dengan perendaman membran

dalam akuades selama 24 jam. Dari proses ini akan diperoleh data berupa berat basah membran. Nilai SD membran diperoleh dari perbandingan selisih berat awal membran dan berat membran setelah dilakukan perendaman dengan berat awal membran. Membran dengan nilai SD optimum ditunjukan oleh membran dengan nilai SD paling kecil.

4. Analisis Spektroskopi Infra Merah (FT-IR)

Spektrofotometer infra merah (FT-IR) dapat digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatau senyawa dan melihat interaksi antara senyawa penyusun membran. Data IR meliputi gugus-gugus pada mineral lempung dan polimer kitosan, PVA, dan KV. Gugus fungsi suatu senyawa akan memberikan serapan-serapan karakteristik pada bilangan gelombang tertentu. Penurunan intensitas pada serapan tertentu dan munculnya serapan baru mengindikasikan adanya ikatan baru. Keberhasilan terbebentuknya KV ditunjukan munculnya serapan baru pada bilaangan gelombang sekitar 1640 cm-1 yang merupakan serapan karakteristik dari basa Schiff (C=N).

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

5. Analisis Spektroskopi Difraksi Sinar-X (XRD)

Spektrofotometer difraksi sinar-x dapat digunakan untuk menentukan kristalinitas dan interaksi senyawa penyusun membran. Analisis XRD akan memberikan difraktogram yang menunjukan puncak-puncak pada 2θ tertentu. Selain itu, dari data XRD akan diperoleh jarak antar atom (d). Semakin runcing dan tinggi intensitas puncak yang dihasilakan maka kristalinitasnya akan semakin tinggi. Interaksi antara lempung dan KV dapat diamati perubahan jarak antar lapis lempung pada 2θ dibawah 6o

. Semakin tinggi perubahan jarak antar lapis lempung maka KV yang masuk diantara ruang antar lapis lempung semakin banyak.

6. Analisis Stabilitas Termal Membran

Stabilitas termal membran ditentukan dengan metode Thermogravimetric

Analysis (TGA). Data termogram menunjukan berkurangnya massa akibat

pemanasan. Perubahan stabilitas termal dilihat dengan membandingkan termogram masing-masing membran.

7. Analisis Homogenitas Permukaan Membran

Homogenitas permukaan membran ditentukan dengan mikroskop digital. Data foto mikrografi berupa gambar dengan pembesaran tertentu yang menunjukan homogenitas permukaan membran. Semakin homogen pencampuran bahan, maka persebaran lempung dalam membran semakin merata.

(45)

commit to user

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakterisasi Kitosan

Kitosan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki derajat deasetilasi (DD) sebesar 82%. Secara fisik kitosan ini berupa serbuk berwarna putih. Untuk mengetahui serapan karakteristik dari kitosan ini dilakukan analisa menggunakan spektroskopi FT-IR. Spektrum FT-IR (Gambar 8) digunakan untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsionalnya. Serapan karakteristik kitosan terdapat pada bilangan gelombang 3444,8 cm-1 yang menunjukan vibrasi rentangan –OH yang tumpang tindih dengan rentangan –NH. Serapan pada 2885,5 cm-1 menunjukan adanya vibrasi rentangan dari –CH. Sedangkan vibrasi tekuk – CH muncul pada bilangan gelombang 1381 cm-1. Vibrasi tekuk –NH terlihat pada bilangan gelombang 1595, 1 cm-1. Vibrasi rentangan C-O yang merupakan salah satu karakteristik polisakarida muncul pada bilangan gelombang 1082 cm-1. Serapan pada daerah 1650 cm-1 menunjukan adanya rentangan gugus karbonil amida (R-NH-C=O). Dari spektra FT-IR terlihat serapan pada daerah ini semakin lemah yang menandakan sebagian besar gugus amida telah berubah menjadi amina. Pengubahan gugus amida menjadi amino dinamakan deasetilasi.

Atom N pada gugus amino yang bersifat polikationik ini diduga dapat digunakan sebagai transfer proton. Sifat polikationik kitosan dikarenakan adanya pasangan elektron bebas (lone pair elektron) pada atom N gugus amino yang dapat menarik ion H+ mementuk gugus –NH3+. Adanya ion H+ yang dapat

dipertukarkan membuat kitosan dapat digunakan sebagai polimer elektrolit. Namun analisis kapsitas tukar kation (KTK) menunjukan KTK kitosan masih kecil, hampir mendekati nol. Velasques et al. (2005) menyatakan pembentukan gugus polikationik (-NH3) terjadi saat kitosan dilarutkan dalam suatu asam lemah

sedangkan dalam keadaan netral gugus amino kitosan tetap berupa NH2. Selain

itu, adanya ikatan hidrogen antara gugus amino dan hidroksil baik secara intermolekuler atau intramolekuler mempersulit terjadinya pertukaran ion H+ (Kaban, 2009).

(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Gambar 8. Spektrum FT-IR kitosan

Derajat Deasetilasi (DD) kitosan dapat ditentukan berdasarkan spektrum FT-IR dengan metode base line. Pada penelitian ini, penentuan DD dilakukan dengan metode base line b yang diusulkan oleh Baxter et al. (Khan,2002). Berdasarkan perhitungan, DD kitosan yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitosan sebesar 82 %. DD kitosan tidak meningkat secara signifikan dikarenakan proses deasetilasi yang dilakukan hanya satu tahap walaupun menggunakan konsentrasi NaOH yang tinggi dan waktu yang lama. Perlakuan NaOH secara bertahap dengan regenerasi NaOH pada tiap tahap secara signifikan meningkatkan derajat deasetilasi kitosan yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Junaidi (2008). Kitosan dengan derajat deasetilasi besar menunjukan semakin banyaknya gugus asetil kitin yang diubah menjadi gugus amino.

Gambar

Gambar  23.  Permukaan  membran  komposit  KVLC    0,025;  KVLC  0,1;  dan  KVLC 0,125 dengan pembesaran 100 kali ....................................
Gambar 1. Skema Sel Bahan Bakar (Williams, 2004)
Gambar 3. Skema modifikasi kimia dari kitosan (Kaban, 2009)  3.  Kitosan-vanilin sebagai Membran Polimer Elektrolit
Gambar 4. Struktrur kimia vanilin (Wiyarsi,2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu dilakukan penelitian untuk mengetahui batasan penggunaan campuran dedak ampas tahu yang difermentasi dengan Monascus purpureus dalam ransum, yang dapat

Ayat dan ungkapan di atas mengindikasikan akan peran dan tanggung jawab yang begitu besar bagi para pendidik (orangtua) secara khusus, karena anak sebagai &#34;titipan&#34;

Strategi yang ditempuh dalam proses pemberdayaan (periksa siklus pemberdayaan) adalah ; (1) mengorganisir kelompok tani sebagai wahana interaksi dalam proses

Untuk menghindari gunungan sampah di TPA menurut ketua komunitas KerDUS sebaiknya masyarakat diberikan edukasi tentang pentingnya mengurangi jumlah sampah dengan mengolah barang

Berdasarkan hasil kegiatan pendidikan, pelatihan ,dan pendampingan pengolahan limbah botol plastik, dapat disimpulkan bahwa pertama, hasil nyata dari kegiatan ini adalah

maka ikatan rantai hidrokarbon sampah plastik dapat merekah dan terputus akibat terjadi kontak dengan panas dan tekanan pada reaktor menjadi senyawa hidrokarbon

Proses yang dilaksanakan dalam melakukan penyaluran bantuan santunan Ramadhan permintaan jumlah masyarakat miskin dari pihak Baitul Mal kepada kepala desa Kabupaten

Anda diberi tugas mencadangkan skema kawalan ramalan model (MPC) untuk sistem campuran tangki teraduk berterusan seperti yang ditunjukkan dalam Rajah S.3.[b].. Objektif kawalan