• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Jaringan Long-haul Dense Wavelength Division Multiplexing dengan Pengkodean Kanal Return Zero

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kinerja Jaringan Long-haul Dense Wavelength Division Multiplexing dengan Pengkodean Kanal Return Zero"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kinerja Jaringan Long-haul Dense Wavelength Division

Multiplexing dengan Pengkodean Kanal Return Zero

Olivian Bagas Pratama, Anggun Fitrian Isnawati, Dodi Zulherman

Program Studi S1 Teknik Telekomunikasi, Institut Teknologi Telkom Purwokerto

Jalan D.I. Panjaitan No. 128 Purwokerto, Jawa Tengah-53145

bagasvian352@gmail.com

Abstract—In line with the development of information technology, the increase in internet demand has risen sharply in the recent years. Increasing of the access needs can be supported by the use of large capacity transmission media such as optical fiber with shared channel technology (e.g. Dense Wavelength Division Multiplexing). In this study, we analyzed the effect of optical power launch and the length of the optical link on the value of Q-factor and BER (Bit Error Rate) in long-haul DWDM network. The variations of optical power launch are 0, 2, 4, 6 and 8 dBm and the the length variations of link are 200, 400, 600, 800 and 1000 km. The system design uses external modulation and return zero channel coding on the transmitter, the EDFA amplifier on the transmission and direct detection on the receiver. Based on result, not all channel can meet the BER and Q-factor on ITU standard.

Keywords-long haul; DWDM; return zero; bit error rate; Q-factor

I. PENDAHULUAN

Perkembangan jangkauan dan penggunaan internet mendorong pengembangan penyediaan layanan dengan transmisi data yang cepat dan kapasitas yang besar seperti layanan berbasis serat optik. Serat optik saat ini menjadi pilihan yang sangat tepat untuk dipergunakan sebagai media transmisi karena memiliki kapasitas bandwith yang besar dan kecepatan transmisi yang sangat tinggi. Pengoptimalan kapasitas dalam serat optik dilakukan melalui proses penjamakan kanal dalam satu media transmisi. Terdapat beberapa metode penjamakan pada komunikasi serat optik seperti Time Division Multiplexing (TDM) dan Wavelength Division Multiplexing yang pada generasi selanjutnya berkembang menjadi sebuah teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM). Teknologi DWDM dianggap paling unggul sebagai media multiplexing karena pada teknologi tersebut dapat membagi kanal dalam daerah panjang gelombang, sehingga tenologi tersebut lebih mudah diakses dibandingkan oleh pembagian atas dasar waktu pada TDM [1]. Untuk mendukung performa media transmisi DWDM diperlukan pemilihan teknik pengiriman seperti modulasi eksternal dan pengkodean kanal yang dapat diimplementasikan. Terdapat berbagai jenis pengkodean kanal seperti NRZ (No Return to Zero) dan RZ (Retrun to Zero). Pemilihan format pengkodean tersebut bertujuan agar kinerja yang didapatkan maksimal. Format modulasi dan pengkodean kanal dapat mempengaruhi sebuah kualitas sinyal, kecepatan media pengiriman serta mengurangi efek dispersi [2].

Penelitian Rajat Paliwal membahas tentang meningkatkan kinerja link optik DWDM 10 Gbps pada

komunikasi optik berkecepatan tinggi. Penelitian ini membahas kinerja link optik DWDM 10 Gbps dengan membandingkan hasil Q-factor dan BER menggunakan 2 jenis pengkodean kanal. Penelitian ini menggunakan 32 kanal dengan spasi kanal 100 GHz dan panjang link optik 50 km serta dispersion compensating fiber (DCF). Pada penelitian tersebut kanal 1, 8 ,dan 16 menjadi kanal yang parameter Q-factor dan BER diamati. Hasil dari simulasi berdasarkan nilai Q-factor dan BER pengkodean NRZ lebih baik digunakan [3].

Penelitian Faramarz E. Seraji dan Marzieh Sadat Kiae membahas tentang evaluasi hasil Eye-Diagram rancangan dengan pengkodean kanal RZ dan NRZ dengan bit rate 10 Gb/s dan 160 Gb/s pada jaringan WDM. Pada penelitian ini menggunakan pengkodean RZ dan NRZ pada panjang link 100 km dan 400 km dengan 32 kanal serta penguat EDFA. Hasil dari simulasi dengan bit rate 10 Gb/s pada panjang link 100 dan 400 km berdasarkan nilai Q-factor dan BER NRZ lebih baik digunakan sedangkan dengan bit rate 160/s Gb pada panjang link 100 dan 400 km berdasarkan nilai Q-factor dan BER pengkodean RZ lebih di unggulkan [4].

Pada penelitian Sures Kumar dan Deepak Sharma pada tahun 2017 membahas tentang analisis performansi pengkodean NRZ dan RZ pada skema link serat optik menggunakan penguat EDFA. Penelitian tersebut menggunakan 32 kanal dengan link optik sepanjang 100 km. Penelitian tersebut membandingan hasil performansi NRZ dan RZ menggunakan hasil Q-factor dan BER (Bit Error Rate) pada sample link 60, 80, dan 100km dengan besar gelombang pump source 980nm dan 1480nm. Hasil dari penelitian tersebut di dapatkan hasil Q-factor dan BER sepanjang link optik 100km dengan pump source menggunakan 980nm dan 1480 nm didapatkan hasil format modulator RZ lebih baik untuk digunakan [5].

Berdasarkan kajian dari penelitian sebelumnya jaid pada penelitian ini akan menggunakan skema pengkodean RZ dengan menggunakan link longhaul DWDM sepanjang 200, 400, 600, 800, dan 1000 km dengan bit rate 40 Gbps sebagai pengaruh pembanding hasil terhadap Q-factor dan BER.

II. DASARTEORI

A. Serat Optik

Serat optik merupakan sebuah media transmisi yang terbuat dari kaca dan berfungsi sebagai media transmisi sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lainnya. Sumber cahaya yang digunakan dalam sistem komunikasi optik berupa LED atau laser namun laser lebih banyak

(2)

digunakan dalam komunikasi jarak jauh. Kecepatan transmisi pada serat optik sangat tinggi sehingga menjadi sangat bagus dipergunakan sebagai media transmisi dalam bidang telekomunikasi [6].

B. Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM)

DWDM (Dense Wavelength Division Multiplexing) merupakan teknik multiplexing dimana beberapa sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda beda ditransmisikan secara bersamaan melalui serat optik tunggal. Pada teknologi DWDM memiliki prinsip kerja serupa dengan WDM. Pada sistem WDM memiliki daerah panjang gelombang yaitu 1310 dan 1550nm, dan pada perkembangannya yaitu DWDM memiliki panjang gelombang 1550, tetapi pada sistem DWDM terdapat pembagian lebar spectrum yang sangat kecil sehingga mendapatkan banyak panjang gelombang sebagai kanal pembawa. Teknologi DWDM dapat membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8 ,16 , 32 dan seterusnya). Masukan pada sistem trafik DWDM memiliki format laju bit yang berbeda yang dihubungkan dengan laser DWDM. Pada laser tersebut akan mengubah masing masing sinyal informasi dan akan memancarkan panjang gelombang yang berbeda beda λ 1, λ 2, λ 3,………, λN yang di masukan dalam multiplexer lalu di transmisikan sepanjang serat optik [1]

.

C. Format Pengkodean Kanal

Format pengkodean kanal merupakan masukan modulator optik pada teknik modulasi eksternal yang berfungsi untuk meminimalisir error yang di hasilkan pada saat terjadi proses pentransmisian. Terdapat beberapa jenis format pengkodean, namun yang umum digunakan pada komunikasi optik adalah NRZ (Non-return to Zero) dan RZ (Retrun to Zero) [6].

1) No-return to Zero ( NRZ)

Format pengkodean NRZ merupakan format dengan setiap data stream secara serial dan on-off, sinyal direspresantikan sebagai bit “1” dari masukan arus atau cahaya yang masuk di representasikan periode bit”0” sebagai tidak adanya cahaya yang masuk untuk di transmisikan [6].

2) Return to Zero (RZ)

Format pengkodean RZ merupakan format yang memiliki nilai bit “1” pada setengah dari periode bit pertama atau kedua. Bit ”0” direpresentasikan ketika tidak ada sinyal yang masuk pada periode bit [6].

D. Dispersion Compensating Fiber ( DCF )

Dispersion Compensating Fiber adalah jenis kompensator yang digunakan untuk menangani masalah dispersi pada serat optik. Dispersi merupakan pelebaran pulsa pada panjang gelombang tertentu saat merambat pada serat optik. Pelebaran pulsa pada transmisi dapat memberikan efek distorsi sehingga mengurangi kinerja sistem. Pada jenis serat optik single mode memiliki nilai dispersi yang positif sedangkan DCF memiliki nilai dispersi negatif, sehingga nilai dispersi total akan terkompensasi hingga mencapai nilai nol. Kompensator DCF memiliki nilai dispersi negatif hingga -100 ps/km.nm dan digunakan pada serat optik yang memiliki nilai dispersi positif untuk proses pentransmisian [7]. E. Parameter Unjuk Kerja

1) Q-factor

Q-factor merupakan Kualitas yang menentukan bagus atau tidaknya suatu link jaringan optik. Nilai minimum link optik Q-factor bernilai 6 [8].

2) Bit Error Rate (BER)

Bit error rate (BER) merupakan kesalahan laju bit yang terjadi dalam sistem transmisi digital, dimana besaran tersebut sebagai parameter untuk mengukur kualitas sinyal dalam sistem komunikasi digital. Kualitas BER untuk voice sebesar 10-3 maksudnya dari 1000 bit sinyal yang dikirim maksimal jumlah bit yang salah adalah 1 bit. Untuk komunikasi video maksimum BER 10-9[8] .

III. METODEPENELITIAN

Metode pada penelitian kinerja pengkodean RZ pada jaringan longhaul DWDM menggunakan software Optisystem. Simulasi untuk mendapatkan hasil nilai BER dan Q-factor. Pada rangkain simulasi dibagi menjadi 3 bagian yaitu blok pengirim, blok media transmisi, dan blok penerima.

A. Blok Pengirim

Blok pengirim terdiri dari pengaturan frekuensi, daya, jenis pengkodean kanal serta bitrate yang digunakan.

Gambar 1. Struktur serat optik [1]

(a)

(b)

Gambar 2. Format pengkodean kanal, (a) tipe non-return-zero (NRZ) dan (b) tipe return-zero (RZ)

(3)

Rancangan subsistem pengirim dalam tulisan ini menggunakan pengkodean kanal tipe RZ. Kanal yang digunakan sebanyak 16 kanal dengan frekuensi L-Band menggunakan spasikanal 100 GHz dengan daya 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm. Gambar 3 menampilkan skema blok pengirim

dan Tabel I menampilkan parameter rancangan blok pengirim yang dipergunakan dalam penelitian ini.

TABLE I. PARAMETERBLOKPENGIRIM

B. Blok Media Transmisi

Blok media transmisi terdiri dari serat optik, Optical Amplifier (EDFA), dan loop control. Serat optik yang digunakan berjenis single mode serta menggunakan serat optik berjenis DCF (Dispersion Compensating Fiber) sebagai kompensator yang digunakan untuk menangani masalah dispersi pada serat optik. Gambar 4 dan Tabel II

menampilkan skematik dan parameter rancangan blok media transmsi.

TABLE II. PARAMETERMEDIAPENGIRIM

C. Blok Penerima

Blok Penerima terdiri dari WDM demuxtiplexer, optical receiver, dan BER analyzer. Pada optical receiver terdiri dari detektor penerima berjenis APD dan menggunakan jenis filter Low pass bassel filter dengan frekuensi cut off 7,5 GHz. Gambar 5 menampilkan skema

rancangan blok penerima dan Tabel III menampilkan parameter masing-masing blok.

TABLE III. BLOKPENERIMA

IV. HASIL DANPEMBAHASAN

Pengujian rancangan pada bagian metode menggunakan perangkat lunak optisystem dengan variasi panjang link optik sebesar 200, 400, 600, 800, dan 1000 km dan variasi daya pancar optik sebesar 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm. Nilai minimum parameter kinerja berdasarkan Q-factor bernilai 6 atau nilai maksimum parameter kinerja berdasarkan BER sebesar 10-9 (kedua kriteria ini dipersyaratkan dalam ITU-Standard). Berdasarkan hasil percobaan, data pengamatan yang diammbil meliputi nilai Q-factor minimal, Q-factor rata-rata, Q-factor maksimal

Parameter Nilai Satuan

Frequency 191,1 – 189,6 THz Power CW Laser 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm

Frequency Spacing 100 GHz

Bit Rate 40 Gb/s

Input Ports Mux 16

-Insertion Loss Mux 5 dB

Nama Paramter Nilai Satuan

Single Mode Fiber (SMF) Length 200, 400, 600,800, dan 1000 Km Attenuation 0,18 dB/Km Dispersion 18 ps/nm/km Dispersion Compensating Fiber (DCF) Length 50 Km Attenuation 0,24 dB/Km Dispersion -54 ps/nm/km Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA) Gain 20 dB Noise Figure 4 dB

Nama Parameter Nilai Satuan

WDM Demux

Output Ports Mux 16

-Insertion Loss Mux 4,7 dB

APD Responsivity 1 A/W

Gain 3 dB

LBPF Cut off frequency 0,75 GHz

Gambar 3. Rancangan blok pengirim

Gambar 4. Rancangan blok media transmisi

(4)

dengan membandingkan hasil BER dan Q-factor menggunakan daya 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm dengan panjang 1000 km.

A. Pengaruh pengubahan daya pancar optik terhadap kinerja sistem

Berdasarkan hasil simulasi diperoleh nilai Q-factor dengan penggunaan daya 0, 4, dan 8 dBm pada jarak 1000 km sebagai berikut nilai Q-factor minimal pada daya 0 dBm sebesar 5,37, pada daya 4 dBm sebesar 5,34, dan pada daya 8 dBm sebesar 5,32. Sedangkan nilai Q-factor rata-rata pada daya 0 dBm sebesar 7,65, pada daya 4 dBm mendapatkan hasil sebesar 7,75, dan pada daya 8 dBm mendapatkan hasil sebesar 7,80. Sedangkan nilai Q-factor maksimal pada daya 0 dBm mendapatkan hasil sebesar 11,33, pada daya 4 dBm mendapatkan hasil sebesar 11,68, dan pada daya 8 dBm mendapatkan hasil sebesar 11,85. Gambar 5 menampilkan grafik kinerja sistem berdasarkan Q-factor minimal, rata-rata dan maksimal dari 16 kanal yang digunakan dalam rancangan.

Gambar 6 menampilkan hasil pengujian sistem dengan variasi daya pancar optik. Dari hasil tersebut membuktikan jika daya berpengaruh terhadap hasil Q-factor. Variasi daya pada jarak tetap berpengaruh terhadap hasil nilai Q-factor namun tidak signifikan. Peningkatan daya tidak mengakibatkan perubahan nilai Q-factor kearah positif secara tajam bahkan cenderung stabil. Sedangkan nilai Q-factor rata-rata mendapatkan hasil 7. Nilai minimal Q-factor dari setiap kanal berkisar 5 hingga 12. Terdapat kanal yang tidak memenuhi nilai minimal Q-factor karena pada hasil kanal 11 berdasarkan semua variasi daya mendapatkan nilai di bawah nilai minimum (dalam grafik ditandai garis merah).

Berdasarkan pengamatan terhadap nilai BER, kinerja sistem dengan variasi daya terhadap nilai jarak konstan diperoleh hasil nilai BER minimal, BER rata-rata, BER maksimal. Nilai BER minimal, BER rata-rata dan BER maksimal yang diperoleh sebagai berikut nilai BER minimal pada daya 0 dBm sebesar 4,54×10-30, pada daya 4 dBm sebesar 8,17×10-32, dan pada daya 8 dBm sebesar

1,08×10-32. Sedangkan nilai BER rata-rata seperti pada daya 0 dBm mendapatkan hasil 2,50×10-09, daya 4 dBm mendapatkan hasil 2,95×10-09, dan daya 8 dBm mendapatkan hasil 3,28×10-09. Sedangkan untuk hasil nilai

BER maksimal pada daya 0 dBm mendapatkan hasil 4,00×10-08, daya 4 dBm mendapatkan hasil 4,72×10-08, dan pada daya 8 dBm mendapatkan hasil 5,24×10-08.

Gambar 7 menampilkan grafik perubahan nilai BER yang diakibatkan oleh perubahan daya pancar optik pada jarak link optik konstan. Grafik menampilkan hasil nilai BER maksimal 10-8 sedangkan nilai BER rata-rata berkisar 10-9 dan nilai BER minimal pada saat daya 0 dBm sebesar 10-30. Peningkatan nilai daya pancar akan mengakibatkan penurunan nilai BER namun laju penurunannya tidak tajam. Berdasarkan hasil pengujian, terdapat nilai BER yang tidak memenuhi standar yaitu pada kanal 11 karena masing-masing variasi daya tidak mendapatkan hasil BER ≤ 10-9.

B. Pengaruh pengubahan jarak terhadap kinerja sistem Berdasarkan hasil pengujian terhadap kinerja sistem berdasarkan nilai Q-factor dan BER dengan panjang link optik 200, 400 ,600 ,800 ,dan 1000 km dan daya konstan 0 dBm diperoleh nilai Q-factor yang baik meskipun terdapat nilai yang dibawah standar Q-factor yang di tetapkan. Serta hasil nilai BER yang di dapatkan baik meskipun terdapat nilai yang buruk kurang dari nilai standar yaitu ≤ 10-9

Hasil pengujian mendapatkan nilai Q-factor berdasarkan jarak 200, 400, 600, 800, dan 1000 km dengan daya 0 dBm menggunakan modulasi RZ. Dari percobaan tersebut di ambil hasil nilai Q-factor minimal, Q-factor rata-rata, Q-factor maksimal. Dari jarak yang di gunakan di ambil 3 contoh pada daya 0 jarak 200 km mendapatkan nilai Q-factor minimal 5,39, jarak 600 km mendapatkan nilai minimal Q-factor 5,38, dan pada jarak

Gambar 6. Grafik Q-factor minimal, rata-rata dan maksimal untuk sistem dengan jarak 1000 km dan variasi daya pancar optik sebesar 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm

Gambar 7. Grafik BER minimal, rata-rata dan maksimal untuk sistem dengan jarak 1000 km dan variasi daya pancar optik sebesar 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm

(5)

1000 km mendapatkan nilai minimal Q-factor 5,37. Sedangkan pada nilai rata-rata jarak 200 km mendapatan nilai 7,38, jarak 600 km mendapat nilai 7,55, dan jarak 1000 km mendapatkan 7,65. Nilai Q-factor maksimal jarak 200 km mendapat nilai 10,57, jarak 600 km mendapat nilai 11,03, dan jarak 1000 km mendapat nilai 11,33. Kinerja sistem pada daya 0 dBm mendapatkan nilai Q-factor minimal sekitar 5, nilai rata-rata sekitar 7 dan nilai maksimal sekitar 11. Dari hasil tersebut jarak tidak mempengaruhi kinerja sistem secara signifikan. Pada percobaan tersebut Q-factor minimal tidak memenuhi ketentuan karena pada kanal 11 disetiap jarak mendapatkan nilai yang buruk dan kurang dari nilai Q-factor yang ditetapkan yaitu 6. Gambar 8 menampilkan pengaruh perubahan jarak terhadap kinerja sistem berdasarkan Q-factor.

Selanjutnya pengamatan kinerja sistem berdasarkan nilai BER. Pada percobaan ini diambil tiga contoh yaitu jarak 200 km mendapatkan nilai BER minimal 1,94×10-26, jarak 600 km mendapatkan nilai BER 1,36×10-28, dan jarak 1000 km mendapatkan nilai BER 4,54×10-30. Sedangkan nilai BER rata rata pada jarak 200 km mendapatkan nilai 2,16×10-09, jarak 600 mendapatkan nilai BER 2,28×10-09, dan jarak 1000 km mendapatkan nilai BER 2,5×10-09. Untuk nilai BER maksimal pada jarak 200 km mendapatkan nilai 3,45×10-08, jarak 600 km mendapatkan nilai BER 3,64×10-08dan pada jarak 1000 km mendapatkan nilai BER 4,00×10-08.. Gambar 9 menampilkan pengaruh perubahan jarak terhadap kinerja sistem berdasarkan BER.

Gambar 8 menampilkan pengaruh perubahan jarak terhadap kinerja sistem untuk daya pancar optik tetap. Peningkatan jarak tidak mempengaruhi kinerja sistem secara signifikan karena penggunaan penguat. Rancangan sistem dapat dipergunakan hingga jangkauan 1000 km untuk sebagian besar kanal kecuali kanal nomor 11. Kondisi yang sama juga tergambar dari grafik nilai BER terhadap perubahan jarak pada Gambar 9. Peningkatan

jarak link optik tidak mengakibatkan peningkatan nilai BER secara signifikan. Sebagian besar kanal dalam sistem DWDM dapat dipergunakan karena memenuhi standar ITU-T kecuali kanal 11.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil nilai Q-factor dan BER dengan variasi jarak serta daya pada rancangan jaringan longhaul DWDM menggunakan pengkodean kanal RZ mendapakan nilai yang baik namun masih terdapat beberapa kanal yang tidak memenuhi standar ITU-T sehingga jenis modulasi RZ kurang tepat digunakan dalam sistem jaringan longhaul DWDM. Berdasarkan hasil pengujian terhadap kinerja sistem berdasarkan nilai Q-factor dan BER dengan panjang link optik 200, 400 ,600 ,800 ,dan 1000 km dan daya 0, 2, 4, 6, 8 dBm diperoleh nilai Q-factor yang kurang baik dikarenakan terdapat nilai yang dibawah standar Q-factor yang di tetapkan serta hasil nilai BER yang di dapatkan kurang baik karena terdapat nilai yang buruk lebih dari nilai standar yaitu ≤ 10-9

DAFTAR PUSTAKA

[1] E. Sudarmilah, "Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) sebagai Solusi Krisis Kapasitas Banwidth pada Transmisi Data," JURNAL TEKNIK ELEKTRO, vol. 2, p. 1, MARET 2002.

[2] A. R. O. Putra, "Pengujian dan Simulasi Hybrid Coarse Wavelength Division Multiplexing/Time Division Multiplexing-Passive Optical Network (CWDM/TDM-PON) pada Next Generation Passive Optical Network stage-2 (NG-PON2)," Gambar 8. Grafik Q-factor minimal, rata-rata dan maksimal untuk

sistem dengan daya pancar optik 0 dBm dan variasi jarak link optik sebesar 200, 400, 600, 800, dan 1000 km

Gambar 9. Grafik BER minimal, rata-rata dan maksimal untuk sistem dengan daya pancar optik 0 dBm dan variasi jarak link optik sebesar 200, 400, 600, 800, dan 1000 km

(6)

UNIVERSITAS TELKOM, BANDUNG, 2017.

[3] R. Paliwal, "Enhancing Performance of 10 Gbps DWDM Optical Link for High Speed Optical Communication," International Journal of Innovative Studies in Sciences and Engineering Technology, vol. 3, no. 4, pp. 30-36, April 2017.

[4] M. S. K. Faramarz E. Seraji, "Eye-Diagram-Based Evaluation of RZ and NRZ Modulation Methods in a 10-Gb/s Single-Channel and a 160-Gb/s WDM Optical Networks," International Journal of Optics and Application, vol. 7, no. 2, pp. 31-36, 2017. [5] D. S. Suresh Kumar, "Performance Analysis of NRZ and RZ

Modulation Schemes in Optical Fiber Link Using EDFA," International Journals of Advance Researh in computer Science and Software Engineering, vol. 7, no. 8, pp. 161 - 168, Agustus 2017.

[6] G. Kaiser, "Digital Transmission System," in Optical Fiber Communication, 1991.

[7] N. G. Herbert Venghaus, Fiber Optic Communication, Springer. [8] H. D. Ditya, "Analisis Dan Simulasi Efek Non Linier Three Wave

Mixing Pada Link Dense Wavelength Divison Multiplexing (DWDM) Sistem Komunikasi Serat Optik," UNIVERSITAS TELKOM, Bandung, 2017.

Gambar

Gambar 1. Struktur serat optik [1]
TABLE III. B LOK P ENERIMA
Gambar 5 menampilkan grafik kinerja sistem berdasarkan Q-factor minimal, rata-rata dan maksimal dari 16 kanal yang digunakan dalam rancangan.
Gambar 8 menampilkan pengaruh perubahan jarak terhadap kinerja sistem untuk daya pancar optik tetap.

Referensi

Dokumen terkait

landasan bagi berlangsungnya suatu konseling, dan dapat juga diartikan sebagai suatu proses pembinaan informasi antara dua orang manusia atau lebih dengan menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalis strategi Influencer Marketing pada kampanye Traveloka Epic Sale 2019 dalam mempromosikan fitur Traveloka

[r]

Penelitian ini menemukan bahwa responden dengan dimensi mutu bukti langsung buruk berisiko 14 kali un- tuk tidak puas terhadap pelayanan program Jampersal di RSUD Kabupaten Rokan

tersembunyi ( hidden curriculum ) yang hanya disisipkan dalam kegiatan pembelajaran utama. Pendidik pada zaman bersaing ini nampaknya perlu mengembangkan aspek

Bimbingan Kelompok adalah layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama

Alternatif lain adalah dengan mengirimkan tiap isyarat optik pada sebuah panjang gelombang yang berbeda, yang disebut Wavelength Division Multiplexing (WDM), yang dapat

CCITT telah dan jawab telah untuk ar i ngan ak an diterminasikan oleh NT1. Akan tetapi di USA al ini telah di tentukan secara I-esmi bahwa NT1 akan men