• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sahabat Senandika. Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Sahabat Senandika

Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha

Yayasan Spiritia

Daftar Isi

Kunjungan ke Papua 1

Laporan Kunjungan Penguatan Daerah

Bengkulu 2

Perubahan Istilah 2

Pertemuan Nasional Odha (PNO) III 2 Tes Darah Lengkap Dapat Berguna

untuk Meramalkan Kadar CD4 < 200 3

Skills Building ke-II 4

HAART Mungkin Lebih Berhasil pada

Perempuan 4

Terbitan Ulang Buku Kecil Spiritia ‘Hidup

dengan HIV/AIDS’ 4

Pertemuan UNICEF 5

Perempuan Merangkul Kotak Kenangan 5

Tanya-Jawab 6

Tips untuk Orang dengan HIV No. 15 6

No. 4, Maret 2003

Kunjungan ke Papua

Oleh Babe

Maret ini, Yuni sama saya diminta oleh proyek AusAID untuk melanjutkan survei tentang layanan untuk Odha dengan kunjungan ke Papua. Kali ini, kami ditemani oleh dr. Hendra Widjaja, yang baru mengikuti proyek ASA dengan tanggung jawab untuk perawatan dan dukungan klinis untuk Odha. Dr. Hendra sebelumnya bekerja empat tahun di RS Mitra Masyarakat di Timika, Papua.

Kami di Papua selama 16 hari, dan dalam waktu itu, mengunjungi delepan kota (Jayapura, Wamena, Nabire, Biak, Manokwari, Fakfak, Kaimana dan Sorong), dua di antaranya dua kali. Sebagian besar perjalanan kami adalah dalam pesawat terbang Merpati yang kecil, dan yang sering terlambat—kami sering harus lapor ke bandara pukul 5:30, tetapi pesawat baru berangkat pukul 9! Dari Manokwari ke Biak, kami pakai kapal Pelni “Ceremai’—petualangan baru!

Gambar yang kami dapat dari kunjungan singkat ini sangat memprihatinkan. Walaupun hanya ada sedikit orang yang mengetahui dirinya HIV-positif, karena konseling dan tes sukarela (VCT) praktisnya tidak tersedia, jumlah kasus yang diketahui melalui surveilans dan skrining donor darah adalah tinggi dan cepat meningkat. Contohnya, di Unit Transfusi Darah (UTD) Biak, dilaporkan empat donor HIV-positif pada 2001, delapan pada 2002, sedangkan sembilan (dari 236, atau hampir 4 persen) pada dua bulan pertama 2003. Walaupun begitu, masih ada darah yang ditransfusi di beberapa daerah tanpa skrining. Contohnya lain di Wamena: pada 1998, surveilans menujukkan 8 persen pekerja seks dan tamunya terinfeksi HIV. Namun belum ada surveilans lagi sejak itu. Di Fakfak, dilaporkan 12 kasus AIDS yang dirawat di rumah sakit, sebagian besar pada enam bulan terakhir ini.

Kami dengar bahwa 1 persen dari penduduk kota Sorong adalah pekerja seks. Surveilans terhadap pekerja seks di Sorong yang dilakukan

pada Desember 2002 menunjukkan 17 persen HIV-positif.

Di mana-mana, kami dengar bahwa tingkat infeksi menular seksual (IMS) sangat tinggi. Di Nabire, kami ketemu dengan seorang dokter Perancis dari Medecin du Monde, yang baru mulai program di daerah Puncak Jaya. Dia laporkan bahwa IMS adalah masalah yang cukup besar di antara masyarakat umum di pedalaman.

Dengan transfusi darah yang mungkin tidak aman, dan kekurangan alat suntik dan medis lain, yang memaksakan jarum suntik dipakai berulang kali, ada kemungkinan besar bahwa epidemi AIDS di Papua tidak ‘kalah’ dengan beberapa negara di Afrika sub-Sahara.

Umumnya layanan kesehatan untuk Odha di Papua sangat buruk. Kami dengar bahwa sebagian besar perawat di rumah sakit masih takut menangani pasien AIDS. Setelah diagnosis, keluarga sering kali diusulkan untuk bawa pasien pulang untuk meninggal dunia, karena ‘AIDS tidak dapat diobati.’

Berita yang baik adalah bahwa Pemerintah Provinsi Papua sudah menyediakan dana supaya 80 Odha dapat memperoleh obat antiretroviral

(2)

(ARV) secara gratis. Sudah ada sedkitnya dua teman kita di Jayapura yang baru mulai memakai ARV ini. Masalah terbesar adalah kekurangan dokter di luar Jayapura yang siap menatalaksanakan terapi ARV ini. Kami

membahas masalah ini di semua kota yang kami kunjungi, dan umumnya ada sedikitnya satu dokter yang mau terlibat dalam program ini.

Di setiap tempat yang kami kunjungi, baik dengan kelompok petugas kesehatan, maupun dengan kelompok pekerja seks, peran Mbak Yuni sangat berpengaruh. Sekali lagi, ini menunjukkan pentingnya keterlibatan Odha dalam semua kegiatan berhubungan dengan penanggulangan AIDS; kami harap pada

kunjungan berikut di Papua, kami dapat diikuti oleh Odha dari Papua.

Pertemuan Nasional Odha

(PNO) III

Pertemuan ini dilaksanakan pada triwulan I tahun 2003. Dilaksanakan selama 4 hari penuh dengan 50 peserta dari 23 kota dari 14 propinsi, acara dilaksanakan di Pulau Jawa, 80% peserta HIV positif beserta, dokter, suster, keluarga dan aktivis.

Pertemuan ini bertujuan antara lain untuk menyediakan suasana yang kondusif bagi odha dari berbagai daerah untuk bertemu, bertukar

Perubahan Istilah

Oleh Babe

Depkes saat ini mulai membentuk pedoman nasional perawatan, dukungan dan pengobatan bagi Odha. Babe terlibat sebagai anggota tim membentuk bagian pedoman tentang

pengobatan antiretroviral. Di antara anggota lain adalah dr. Hendra, yang dulu kerja di RS Mitra Masyarakat di Timika, Papua, dan sekarang bertanggung jawab untk perawatan klinis HIV di proyek ASA.

Pada pertemuan tim tersebut, kami membahas beberapa istilah berhubungan dengan perawatan untuk HIV. Sebagai hasil, kami sudah

memutuskan untuk mengubah istilah yang berikut:

• ‘kadar’, dengan arti ‘count’, diganti dengan ‘jumlah’, mis. jumlah CD4, bukan kadar CD4 • ‘tiruan’, dengan arti ‘copy’, diganti dengan ‘kopi’, mis. viral load 10.000 kopi

• ‘resistansi lintang’, dengan art ‘cross resistance’, diganti dengan ‘resistansi silang’.

Istilah baru akan dipakai dalam buku kecil dan lembaran informasi Spiritia waktu ada terbitan ulang.

Laporan Kunjungan

Penguatan Daerah Bengkulu

Oleh Daniel Marguari

Yayasan Spiritia melakukan kunjungan ke Bengkulu, merupakan propinsi ke 15 yang telah dikunjungi. Team ini berjumlah 4 orang dan sebagian besar adalah orang HIV positif dari Jaringan Odha Indonesia.

Bengkulu berpenduduk sekitar 2 juta orang terbagi dalam 5 kabupaten dan telah

mempunyai 10 kasus HIV positif berdasarkan hasil sero survey pada tahun 2001. Menurut info seorang teman yang melakukan pendampingan, telah mendampingi 2 odha dari Bengkulu yang memulai ARV (1 telah meninggal).

Kita melakukan pertemuan dengan berbagai sektor, baik lsm, dokter, rumah sakit, media massa, IDI, KPAD, DPRD, PMI, MUI, Ormas, jajaran pemerintahan terkait. Dari berbagi pertemuan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bengkulu hanya punya 1 alat tes HIV untuk sero surveilans yang dimiliki oleh

Laboratorium Kesehatan di Dinas Kesehatan.

2. Setidaknya dalam 2 tahun terakhir tidak ada pihak yang melakukan penyebaran

informasi dan penyuluhan HIV/AIDS, jikapun ada hanya dalam sekup terbatas dan pihak yang sangat terbatas.

3. VCT tidak tersedia, dan ada beberapa orang beresiko tinggi yang ingin di tes tetapi tak dapat dilayani.

4. Dalam 2 tahun terakhir ada sekitar 25 orang pengguna narkoba yang sebagian dirawat di rumah sakit ketergantungan obat (RSKO) di

rumah sakit jiwa, sebagian menggunakan putaw jarum suntik, ini menunjukkan sudah ada komunitas pecandu di Bengkulu.

5. Lembaga Pemasyarakatan Bengkulu ada sekitar 15 % dari 465 berlatar bekang IDU dan kegiatan seksual sejenis juga cukup tinggi.

6. Jajaran KPAD propinsi Bengkulu hanya unsur birokrat dan KPAD kabupaten belum terbentuk.

7. Belum ditemukan kasus AIDS dan belum ada pengalaman dokter dan rumah sakit dalam melakukan pengobatan Infeksi Oportunistik dan obat ARV.

(3)

pikiran dan mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan kehidupan mereka. Meningkatkan kesadaran dan wawasan odha tentang situasi HIV/AIDS di Indonesia.

Meningkatkan rasa solidaritas dan memperkuat jaringan dukungan antar odha di Indonesia.

Pada PNO II tahun 2001 telah dikeluarkan “Asas–Asas PNO” berdasarkan keinginan dan kesepakatan seluruh peserta yang telah didistribusikan ke berbagai kalangan di Indonesia. Dalam PNO III seluruh peserta mendukung dan ingin meneruskan “Asas–Asas PNO II” dengan melakukan beberapa

perubahan didalamnya. Hasil tersebut disepakati bersama dengan nama “Pernyataan Cikopo”. Asas-Asas PNO II dan Pernyataan Cikopo akan kami lampirkan pada Sahabat Senandika edisi bulan ini

Tes Darah Lengkap Dapat

Berguna untuk Meramalkan

Kadar CD4 < 200

Oleh Brian Boyle, MD, dari 10th

Retroviruses Conference, 10-14 February

2003 Boston, MA

Pengobatan HIV mencakup keputusan tentang kapan harus mulai dan kapan harus mengganti terapi antiretroviral (ART). Masalah ini akan sama penting di negara berkembang seperti di negara maju.

Sayangnya, karena kekurangan sumber daya dan kemampuan laboratorium di negara

berkembang, banyak sumber daya yang

dianggap biasa di negara maju, misalnya jumlah CD4, tes viral load dan resistensi, adalah tidak tersedia atau sangat terbatas.

Pada penelitian yang dikajikan di 10th

Conference on Retroviruses and

Opportunistic Infections, para peneliti menilai

penggunaan hasil tes laboratorium yang murah, yang secara umum dan mudah diperoleh, sebagai tanda gantian untuk jumlah CD4. Pasien terlibat jika jumlah CD4-nya (rata-rata 333) dan tes darah lengkap (TDL) pada hari yang sama.

Para peneliti menemukan bahwa dengan memakai data dari TDL, mereka dapat bikin algoritme untuk meramalkan jumlah CD4 di bawah 200. Model multivariable (lihat di bawah) untuk meramalkan jumlah CD4 di bawah 200 mempunyai sensitivitas, spesifisitas dan nilai peramal positif berurutan 91 persen, 73 persen dan 88 persen.

Para penulis menyimpulkan, “Dengan memakai hasil tes laboratorium yang murah berdasarakan TDL, analisis algoritme memberi model yang efektif yang jauh lebih mudah dipakai dibandingkan logistic regression equation untuk meramalkan apakah jumlah CD4 adalah di atas atau di bawah 200. Algoritme ini mempunyai relevansi dan penggunaan saat in untuk rangkaian sumber daya terbatas.”

Referensi: R. Y. Chen and others. Complete Blood Count as a Surrogate CD4 Marker for HIV Monitoring in Resource-limited Settings. Abstract 168. 10th CROI. February 10-14, 2003. Boston, MA, USA.

URL: http://www.hivandhepatitis.com/2003icr/10thretro/ docs/021903d.html

(4)

Skills Building ke-II

Oleh Hertin

Salah satu dari program Yayasan Spiritia adalah Skill Building atau Pelatihan Keterampilan untuk Odha. Pelatihan

keterampilan sebaya yang pertama diadakan di Jakarta dengan topik berbicara di depan umum. Pesertanya 12 orang dari 11 kota. Pelatihan keterampilan selanjutnya bertemakan kelompok dukungan sebaya.

Pada saat ini ada sekitar 10 kelompok dukungan sebaya di Indonesia. Kelompok dukungan sebaya sangat dibutuhkan sekarang, mengingat angka orang–orang yang terinfeksi HIV/AIDS cukup tinggi di Indonesia. Dengan adanya kelompok dukungan sebaya, diharapkan Odha mempunyai wadah yang nyaman untuk sharing dan mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS tentang perawatan maupun pengobatan tanpa ada rasa takut

didiskriminasikan atau adanya stigma (cap buruk) dari masyarakat di lingkungannya. Dan yang lebih penting lagi Odha bisa mandiri, percaya diri dan mempunyai semangat hidup kembali. Pelatihan keterampilan ini

dilaksanakan di Jogyakarta, pada awal April.

Terbitan Ulang Buku Kecil

Spiritia ‘Hidup dengan HIV/

AIDS’

Oleh Babe

Edisi perdana buku kecil ‘Hidup dengan HIV/ AIDS’ diterbitkan pada 1996. Sejak itu, buku tersebut direvisi dua kali dan diterbitkan ulang, terakhir pada November 1999 dalam bentuk buku saku. Buku ini selalu laku, dengan banyak permintaan, bukan hanya dari Odha dan keluarga, tetapi juga dari LSM dan petugas perawatan kesehatan.

Namun, dalam tiga tahun terakhir ini, ada beberapa kemajuan dan perkembangan berhubungan dengan hidup Odha, misalnya ketersediaan obat antiretroviral dengan harga yang lebih terjangkau.

HAART Mungkin Lebih

Berhasil pada Perempuan

Oleh Faith Reidenbach, 17 Maret 2003

Perempuan HIV-positif yang memakai terapi antiretroviral sangat manjur (HAART)

memperoleh manfaat sama dengan lelaki. Justru perkembangan penyakit dapat lebih lambat. Ini menurut penelitian Inggris.

Antonia L. Moore, anggota penelitian klinis di Royal Free and University College School of Medicine di London, dan rekan-rekan

memantau 497 lelaki dan 146 perempuan selama rata-rata 13 bulan setelah mereka mulai

HAART pertama kali. Di antara lelaki, 81 persen berkulit putih dan 75 persen homoseks. Sedangkan 58 persen perempuan adalah Afrika-Amerika dan sembilan persen lain tidak berkulit putih. Delapan puluh enam persen perempuan dan 15 persen lelaki diperkirakan terinfeksi akibat kegiatan heteroseks.

Persentase perempuan dan lelaki yang dirawat di rumah sakit sama. Ini menurut laporan kelompok Moore di Journal of Acquired

Immune Deficiency Syndromes edisi 1 Februari.

Analisis langsung menunjukkan cepatnya perkembangan penyakit, yang didefinisikan sebagai kematian atau diagnosis AIDS yang baru, adalah sedikit lebih lambat pada perempuan .

Perbedaan antara perempuan dan lelaki sedikit lebih besar lagi waktu para peneliti mengamati dua faktor tambahan yang berhubungan secara independen dengan perkembangan penyakit, yaitu riwayat AIDS dan jumlah CD4 yang lebih tinggi pada awal. Namun perbedaan tidak bermana secara statistik.

‘”Walaupun perempuan mempunyai jumlah CD4 yang lebih rendah pada awal dibandingkan lelaki, dengan viral load yang serupa, mereka mendapatkan manfaat dari HAART yang sama seperti lelaki,” Moore berkomentar kepada Reuters Health.

“Sementara hasil kami tampaknya menunjukkan beberapa manfaat tambahan untuk perempuan, penting untuk diakui beberapa batasan dari penelitian macam ini,” Moore menambah. “Kami membandingkan sekelompok lelaki yang sebagian besar berkulit putih dan homoseks dengan sekelompok perempuan yang sebagian besar orang Afrika berkulit hitam dan terinfeksi secara heteroseks. Walaupun kami berupaya untuk menghitung perbedaan ini dan yang lain yang diketahui antara jenis kelamin, mungkin ada perbedaan lain yang tidak dicatat atau diamati

berhubungan dengan jenis kelamin yang dapat memberi alasan lain untuk hasilnya.”

URL: http://www.hivandhepatitis.com/recent/women/ 031703e.html

(5)

Pertemuan UNICEF

Oleh Karni

Pada tanggal 12 Maret 2003 di Crowne Plaza Hotel, UNICEF mengadakan workshop sehari tentang HIV/AIDS untuk semua staf UNICEF tentang HIV/AIDS. Acara ini selain dari UNICEF sendiri dibantu juga dari beberapa instansi lain seperti:

1. Dr. Sigit dari Depkes

2. Dr. Flora dari Proyek FHI/ASA 3. Joyce D. dan David Gordon dari Yakita 4. Hertin S. dan Karni dari Yayasan Spiritia 5. Dr. Bing Wibisono dari WHO

6. Taufik M. dari ILO 7. Jane Wilson dari UNAIDS

Oleh karena itu, tim Spiritia sudah

merevisikan buku kecil ini, dan versi baru sudah diterbitkan. Karena inisiatif untuk buku asli datang dari pendiri Spiritia, almarhumah Suzana Murni yang meninggal dunia tahun lalu, edisi baru ini didedikasikan pada beliau. Buku diawali dengan cerita singkat tentang peranan Suzana, dan dilengkapi dengan kutipan dari beberapa tulisan beliau.

Ada anggapan bahwa bentuk buku lama terlalu kecil, dan tulisan sulit dibaca. Jadi versi baru adalah lebih besar, dan diharap ini akan lebih cocok. Kami di Spiritia menantikan komentar dan umpan balik dari pembaca mengenai buku ini.

Satu eksemplar buku ini, yang diterbitkan dan didistribusikan dengan dukungan Ford

Foundation, dikirim kepada semua penerima Sahabat Sendandika. Kami di Spiritia berharap buku ini akan dapat disampaikan kepada semua Odha, keluarga, dan pendamping lain di

Indonesia. Kelompok dukungan sebaya dan LSM lain yang ingin memperoleh buku ini dengan jumlah yang lebih besar dapat memintanya langsung dari Yayasan Spiritia. Pada halaman akhir buku ini ada tempat kosong yang diharapkan akan dipakai oleh penyalur buku untuk mencatat alamat dan informasi lain.

Ada banyak teman-teman Spriritia yang mengusulkan agar buku ini disebarluaskan melalui toko buku. Dengan ini, informasi dapat diperoleh oleh masyarakat umum yang

mungkin tidak terjangkau oleh jaringan Spiritia. Oleh karena ini, Spiritia berencana

menghubungi penyalur buku untuk mulai membahas masalah ini. Kami memikirkan untuk menjual dengan harga agak murah, dengan untung yang diperoleh akan disumbangkan pada Positive Fund.

Tujuan program UNICEF ini adalah: • Meningkatkan kepedulian oleh staf kantor UNICEF Indonesia tentang pola epidemi HIV/ AIDS dan dampaknya yang berpotensi pada tingkat individu, keluarga dan komunitas. • Memudahkan pembentuknya suasana yang mendukung di kantor UNICEF.

• Mendorong keterlibatan yang positif dan berdasarkan informasi oleh staf UNICEF dalam kenyataan saat ini dan tanggapan pada masa depan terhadap epidemi HIV di Indonesia.

Acaranya menarik karena semua peserta semangat mengikuti dan materi yang disajikan adalah pemahaman–pemahaman tentang HIV/ AIDS seperti:

1. Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia 2. Pengetahuan dasar HIV/AIDS

3. Penularan HIV/AIDS sehubungan dengan pemakaian jarum suntik

4. Pengalaman dari orang yang terinfeksi HIV dan bagaimana cara hidup positif HIV/ AIDS itu

Dan hasil pengamatan dari pertemuan ini bahwa penyebaran informasi tentang HIV/ AIDS memperlihatkan masih sedikit karena dari para peserta masih ada pertanyaan yang benar– benar mendasar. Maka dari itu untuk pembaca yang budiman marilah kita perluas lebih banyak lagi karena HIV/AIDS sudah ada di hadapan kita.

Perempuan Merangkul

Kotak Kenangan

Gladys Sananguray tinggal dalam gubuk tanpa listrik atau air ledeng sejak suaminya meninggal karena AIDS dan dia sendiri didiagnosis HIV-positif. Dia dan anak-anaknya diusir oleh keluarga almarhum suaminya. Tetapi perhatian Gladys sekarang adalah mengenai apa yang akan terjadi pada anaknya waktu dia tiada lagi. “Masa depan hidup ini, waktu saya sendiri meninggal... Saya tidak tahu siapa akan bertanggung jawab untuk anak-anak kecil saya ini.”

Begini dampak AIDS pada komunitas, dengan sejarah budaya dan keluarga hilang karena satu generasi anak keseluruhan menjadi yatim piatu.

Tetapi sebagai upaya memecahkan tabu dan kebisingan yang mengelilingi AIDS, Palang Merah Zimbabwe mendorong penggunaan kotak kenangan. Para ibu ditolong untuk menghubungi anak-anaknya melalui

menyediakan kotak simpanan harta benda diisi foto keluarga, surat, cerita dan sejarah.

(6)

Sahabat Senandika

Diterbitkan sekali sebulan oleh

Yayasan Spiritia

dengan dukungan THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD THE FORD FOUND FOUND FOUND FOUND

FOUNDAAAAATIONTIONTIONTIONTION Kantor Redaksi: Jl Radio IV/10 Kebayoran Baru Jakarta 12130 Telp: (021) 7279 7007 Fax: (021) 726-9521 E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com Editor: Hertin Setyowati

Copyright 2002 Yayasan Spiritia. Izin dikeluarkan bukan untuk diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon). Semua informasi di dalam Sahabat Senandika sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) menyatakan proyek ini membantu mengurangi penderitaan untuk si orang tua yang mengetahui dia akan meninggalkan anak yatim piatu dengan membolehkannya menghubungi anak tersebut setelah dia mati. Ini juga tetap menghidupkan ingatan si ibu untuk anaknya, dan membantu menetapkan rasa sejarah dan kepemilikan.

Upaya ini juga mendorong pembicaraan terbuka tentang penyakit—seperti contoh dengan anak Gladys. “Mereka sering mengambil buku kenangan saya, membacanya,

mengubahnya, dan membahas bersama.” Lexa Samugadza, seorang ibu yang belum kawin dengan tiga anak perempuan muda, didukung oleh keluarganya, tetapi dia juga khawatir mengenai apa yang dapat terjadi pada anaknya. “Saya rasa saya menulis di buku kenanganku bahwa mereka harus menjauhkan lelaki dan mementingkan sekolahnya, dan kemudian mereka harus tetap saling mendukung,” katanya.

Saudara Lexa, Adeline, yang berusia 25 tahun, bekerja di program HIV/AIDS Palang Merah. Dia menegaskan, agar perempuan dapat dilindungi, mereka harus diberdayakan untuk mandiri.

Di Afrika sub-Sahara, 58 persen orang dewasa dengan HIV/AIDS adalah perempuan. IFRC mengatakan bahwa upaya yang jauh lebih besar dibutuhkan untuk mengurangi kerentanan perempuanm pada HIV dan untuk memastikan kesinambungan budaya antara generasi.

Sumber: BBC News, 7 Maret 2003-03-29

URL: http://ww2.aegis.org/news/bbc/2003/BB030307.html

Tanya-Jawab

Jadwal Dosis Obat

Oleh Babe

T: Saya memakai terapi antiretroviral dengan

kombinasi AZT, 3TC dan nevirapine. Dokter bilang saya harus memakainya dua kali sehari. Apakah ini berarti saya harus memakai persis setiap 12 jam, atau apakah ada kelonggaran?

J: Memang sebaiknya kita memakai obat

dengan jangka waktu 12 jam antara setiap dosis. Namun dengan kombinasi ini, tidak ada

masalah besar jika kita terlambat satu atau dua jam.

Jika kita lupa satu dosis, dan baru ingat pada waktu dosis berikut harus dipakai, tidak ada manfaat menggandakan dosis.

Tips untuk Orang dengan

HIV No. 15

Nutrisi/gizi sangat penting untuk Odha. Satu akibat dari infeksi HIV adalah lebih banyak tenaga dan gizi dibutuhkan oleh tubuh kita, dan ada kehilangan zat mineral. Jadi diet yang seimbang adalah penting, dengan perhatian lebih besar pada vitamin dan zat mineral.

Walaupun mungkin perlu memakai suplemen agar tubuh kita memperoleh cukup vitamin dan mineral, adalah lebih baik untuk coba

memperolehnya dari makanan. Jika mungkin, makan lebih banyak sayuran segar, khususnya yang berwarna, dan buah-buahan, serta ikan berlemak. Buah alpokat sangat kaya vitamin dan mineral.

Gambar

Gambar yang kami dapat dari kunjungan singkat ini sangat memprihatinkan. Walaupun hanya ada sedikit orang yang mengetahui dirinya HIV-positif, karena konseling dan tes sukarela (VCT) praktisnya tidak tersedia, jumlah kasus yang diketahui melalui surveilans

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) koreksi at-sensor dan at-surface reflectance merupakan metode koreksi yang paling efektif dan sekaligus stabil untuk dijadikan basis

nasabah dan/atau Perusahaan termasuk atau tidak terbatas pada ilustrasi produk, brosur, kuitansi, polis dan/atau dokumen lainnya milik Perusahaan, yang dari waktu ke waktu

Dalam konteks penyuluhan kelautan dan perikanan, seseorang tersebut adalah lingkup PUSLUHDAYA KP dalam ruang lingkup yang kecil atau BPSDMP KP dalam ruang lingkup yang lebih

simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap rentabilitas ekonomi. Sedangkan untuk mengetahui signifikan pengaruh tingkat perputaran piutang dan tingkat perputaran

Pengumpulan data atau survei dilakukan hanya pada tempat yang biasanya menjadi asal dan tujuan responden, seperti: pusat-pusat perbelanjaan, sekolah, perkantoran dan perumahan.

Sebelum program KATPD semester 2, mahasiswa diwajibkan menyerahkan rencana judul penelitian Disertasi ke Ketua Program Studi atau ke bagian akademik.. KATPD semester 2

Untuk mengatakan bahwa hasil ulangan IPS terpadu adalah valid untuk mengukur tingkat kompetensi IPS terpadu siswa, maka perlu dibuktikan bahwa soal-soal tersebut telah

Setelah melaksanakan tindakan dan mengumpulkan berbagai data sesuai dengan tujuan perbaikan pembelajaran, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh guru