• Tidak ada hasil yang ditemukan

REDESIGN MANAJEMEN KEPROTOKOLAN DI PENGADILAN AGAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REDESIGN MANAJEMEN KEPROTOKOLAN DI PENGADILAN AGAMA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

REDESIGN MANAJEMEN KEPROTOKOLAN

DI PENGADILAN AGAMA

ALIMUDDIN, SHI1

PROLOG

Dipandang dari sudut psikologis, filosofis dan religi, hakim adalah jabatan utama dan mulia dalam lembaga peradilan. Tidaklah tepat kalau jabatan ini diserahkan kepada orang-orang yang lemah profesionalismenya, wawasan keilmuan dan moralnya. Jabatan hakim di manapun di dunia ini selalu dipatok persyaratan maksimum seperti layaknya persyaratan para Nabi.

Demikianlah seharusnya bagi para hakim untuk

mengimplementasikan sifat-sifat Nabi, yaitu siddiq, amanah, tabligh, dan fatanah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai hakim seperti layaknya wakil Tuhan yang berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara yang diajukan kepadanya. Sifat-sifat tersebut juga harus mempengaruhi perilaku hakim di luar kedinasan.

Perilaku terjadi karena adanya interaksi antara hakim yang memiliki latar belakang, sifat, karakter dan kepribadian berbeda dengan institusi formal lembaga peradilan. Perilaku yang sesuai dengan aturan dan tuntutan institusi merupakan perilaku positif, sebaliknya adalah perilaku negatif.

Tugas pokok dan fungsi hakim seperti tersebut di atas, dalam ilmu manajemen proses disebut problem solving dan decision making. Ada dua etika dalam memangku jabatan Hakim, seyogyanya kepribadian, watak atau karakternya dapat dibentuk oleh karakter jabatan hakim tersebut. “ The old judge is never die “ karena hakim tidak sekedar soal jabatan atau pekerjaan saja, tetapi telah mengkristal menjadi kepribadian

1

. Hakim Pengadilan Agama Pandan

(2)

dan perilaku yang akan mewarnai kehidupannya sampai akhir hayat, dan diteruskan generasi berikutnya.2

Hakim juga dituntut melaksanakan prinsip pokok kehakiman. Ada dua prinsip pokok dalam sistem peradilan : 1. The principle of judicial independence, harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang dihadapinya. 2. The principle of judicial impartiality, adalah prinsip ketidakberpihakan. Kedua prinsip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistem peradilan di semua negara yang

disebut hukum modern atau modern constitutional state. 3

Dengan kepribadian, perilaku, tugas dan fungsi yang dibebankan di pundak para hakim yang semuanya telah diimplementasikan dengan baik belum cukup untuk mengangkat harkat, martabat, wibawa atau kehormatan hakim. Prinsip independensi Hakim disamping harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memeriksa dan memutus perkara, juga tercermin dalam berbagai peraturan perundang-undangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, masa kerja, pengembangan karier, sistem penggajian, protokoler dan pemberhentian para Hakim.

Sistem penggajian dan tunjangan, jaminan kesehatan, kendaraan dinas, rumah dinas, dan jaminan keamanan adalah bagian dari kesejahteraan hakim. Disamping itu aturan protokoler bagi hakim terutama dalam acara-acara resmi kenegaraan perlu segera ditetapkan Presiden. Itu semua telah diatur dalam perundang-undangan semua lingkungan peradilan, yaitu UU No 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, UU No 48 Tahun 2009 perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No 49 Tahun 2009 perubahan kedua tentang Peradilan Umum, UU No 50 Tahun 2009 perubahan kedua tentang Peradilan Agama, dan UU No 51 perubahan kedua tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

2 . Ahmad Thonthowi, Drs., Manajemen Proses Berbasis Kinerja, Madani Press, Palembang : 2002.

Hal. 35 3

. Jimly Asshiddiqie, Prof. Dr. SH., Pengantar Hukum Tata Negara, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2010. Hal. 316

(3)

Pasal 11 ayat (1) huruf (d) dan ayat (3) UU Nomor 43 Tahun 1999 menyatakan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan adalah Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu yang tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.

Dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan Hakim pada Badan Peradilan adalah Hakim yang berada di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer.

Pasal 48 ayat (1) dan (2) UU Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, yang kemudian diatur dalam perundangan semua Badan Peradilan, yaitu UU Nomor 50 Tahun 2009 Perubahan Kedua Tentang Peradilan Agama, UU Nomor 49 Tahun 2009 Perubahan Kedua Tentang Peradilan Umum, dan UU Nomor 51 Tahun 2009 Perubahan Kedua Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dengan tidak merubah pasal-pasal yang berkaitan dengan jaminan negara terhadap keamanan, kesejahteraan, dan protokoler hakim. Pasal-pasal tersebut sampai sekarang belum berhasil direalisasikan.

Sistem keprotokolan sendiri sebenarnya telah berjalan di lingkungan peradilan agama, hanya durasi perjalanannya belum sejauh apa yang diharapkan. Masih banyak keluhan sejumlah tamu-tamu penting, baik dari internal badan peradilan agama sendiri maupun yang berasal dari luar badan peradilan agama, salah satu keluhan para tamu tersebut adalah

sistem keprotokolan yang berlaku.4

Dengan demikian, ibarat seorang perancang busana terkemuka, mendesain ulang (redesign) rancangan busananya sesuai dengan tuntutan pasar dan nilai jual adalah tindakan yang dibenarkan, begitu juga dengan mendesain ulang sistem dan manajemen keprotokolan di lingkungan badan peradilan agama adalah sebuah keniscayaan, dalam rangka menjalankan

4

. "Hakim PA Harus Memahami Tata Cara Keprotokolan," Majalah MADANI, edisi 24, Palembang, 2009. Hal. 3

(4)

peran dan fungsi tata laksana organisasi pejabat peradilan agama dan membumikan UU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan.

SEKILAS TENTANG KEPROTOKOLAN

Dari segi bahasa, protocol berasal dari bahasa latin protocollum, yang

terdiri atas kata yaitu protos dan kolla, yang artinya lembar pertama dari dokumen resmi (the first leaf of legal document). Kata protokol mengandung pengertian Rules of etiquette and order in diplomatic or military ceremonies

Minutes of rough draft of some diplomatic document A document relating the proceedings of diplomatic meeting, and after ratification, having the force of treaty.5 Inti pengertian kira-kira demikian, ialah:

1. Lembaran pertama yang dilekatkan pada suatu dokumen yang berisi 2. persetujuan, baik yang bersifat nasional maupun internasional

3. Keseluruhan dokumen persetujuan (bukan hanya lembaran pertama) 4. Selain dokumen itu sendiri, juga seluruh dokumen yang melengkapi

persetujuan pokok, yaitu seluruh catatan resmi yang dibuat pada akhir sidang dan ditandatangani oleh seluruh peserta.

Dalam UU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, banyak istilah-istilah penting menyangkut keprotokolan pada lembaga negara dan instansi pemerintah. Keprotokolan adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau

kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat.6

Fungsi Protokol sangat penting karena terkait dengan sukses tidaknya penyelenggaraan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pejabat negara, pejabat pemerintah, dan tokoh masyarakat. Karena protokol merupakan seperangkat aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sehubungan dengan penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara.

5 . Wuryanto, ME Satrio, Pengetahuan tentang protokol di Indonesia. Yogyakarta, Liberty : 1992.

(5)

Banyak terjadi di beberapa organisasi atau institusi formal, person-personnya kadang tidak memahami pentingnya protokoler. Sehingga kadang opening ceremony (upacara pembukaan) suatu kegiatan menjadi carut marut. Memang kadang orang berpikir ceremonial tak begitu dipermasalahkan jika substansi dari acara itu sendiri bagus dan lancar. Tapi protokoler seperti ini tidak akan pernah bisa kita hilangkan begitu saja, terlebih jika kegiatan yang diselenggarakan berhubungan atau dihadiri mereka yang memiliki jabatan dan pangkat tertentu (VIP) dan juga memiliki derajat tertentu (Very Important Citizen).

Jadi protokol itu memang penting karena menyangkut dignity dan

image building, dimana orang itu dihormati atau tidak, penting atau tidak

pentingnya ditentukan oleh protokol. Misalnya contoh kasus secara makro, ketika Presiden berkunjung ke Singapura untuk keperluan business

meeting, walaupun kunjungan itu tidak sebagai Pemimpin Negara tetapi

tetap Singapura menyambutnya sebagai Kepala Negara, itu artinya Singapura itu respect kepada Pemimpin Indonesia. Secara mikro, dalam lingkungan peradilan agama sendiri terkadang sistem protokoler tidak berjalan, banyak pejabat tertinggi di badan peradilan agama yang berkunjung ke daerah (PTA atau PA) tidak disambut sedemikian apik dan menjalankan fungsi keprotokolan, padahal mereka adalah VIP yang secara kedinasan dilindungi peraturan perundang-undangan.

Dalam dunia protokol, dikenal apa yang namanya nobless obless, itu artinya bahwa setiap bangsawan itu berkewajiban, kewajiban dalam dunia diplomasi adalah menjunjung tinggi komitmen yang semuanya itu diatur dengan sangat detil di dalam protokol, dimana cara duduk saja diatur sedemikian rupa, cara bicara dan sebagainya.

MANAJEMEN KEPROTOKOLAN DI PENGADILAN AGAMA

Protokol itu sebetulnya pelayan kelas tinggi, fungsi kita itu melayani, karena itu orang yang masuk di protokol itu harus cerdas, cermat dan punya tanggung jawab, karena berjalannya suatu program acara itu bertumpu pada kita. Orang hanya melihat bagaimana berjalannya suatu acara, tetapi di belakang itu sebetulnya kita sudah mempersiapkan secara

(6)

detil dua bulan sebelumnya dan melalui perundingan yang mungkin cukup alot, karena masing-masing pihak bisa saja mempunyai keinginan dan aturan yang berbeda, dan kita berupaya untuk mencapai suatu titik temu

yang disepakati semua pihak.7

Secara yuridis, dalam ketentuan Pasal 2 UU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan, asas umum yang mengatur jalannya keprotokolan adalah, kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan timbal balik.

Pengaturan Keprotokolan bertujuan untuk : (a) memberikan

penghormatan kepada Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan Negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyarakat Tertentu, dan/atau Tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam negara,

pemerintahan, dan masyarakat, (b) memberikan pedoman penyelenggaraan

suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar, dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara nasional maupun

internasional, dan (c) menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan

antarbangsa.8

Menyimak beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, dipandang perlu merumuskan sistem keprotokolan yang layak diberlakukan untuk aparat peradilan agama, baik dia seorang ketua dan wakil ketua pengadilan tinggi agama dan atau ketua dan wakil ketua pengadilan agama (tingkat pertama), hakim, panitera, sekretaris, panitera pengganti, jurusita/jurusita pengganti, pelaksana humas, pejabat struktural dan seluruh pegawai di lingkungan pengadilan tingga agama dan atau pengadilan agama tingkat pertama.

Kendatipun badan peradilan agama tengah merumuskan petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) humas dan keprotokolan, namun setidaknya berbagai stakeholders turut berperan serta memberikan masukan dan saran agar rumusan yang tengah berjalan semakin komprehensif.

7

. Sugiyah Hariyadi, "Protokol Menyangkut Martabat dan Harga Diri”,

http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/47-agustus-2008/372-protokol-menyangkut-martabat-dan-harga-diri.html. Posted : 22 Agustus 2009, Akses (Sabtu, 31 Maret 2012).

(7)

Melalui tulisan ini, saya sedikit membagi pengalaman dan pelajaran tentang manajemen keprotokolan selama menjadi wartawan, praktisi public

relation, staf protokoler Rektor sebagian universitas di Sumatera Selatan

tahun 2003-2005, dan staf humas dan keprotokolan ketua umum partai politik nasional tahun 2004-2006.

HAL-HAL TERKAIT KEPROTOKOLAN 1. Aktifitas Keprotokolan

Aktifitasnya terdiri atas 5 hal utama, yaitu : a. Tata ruang

b. Tata upacara c. Tata tempat d. Tata busana e. Tata warkat

1.A. TATA RUANG

Ialah pengatur ruang atau tempat yang akan dipergunakan sebagai tempat aktifitas. Ruang harus dipersiapkan sesuai dengan ketentuan, tergantung dari jenis aktifitas. Misalnya aktifitas untuk upacara pelantikan dan serah terima jabatan akan berlainan dengan tata ruang yang akan dipergunakan untuk upacara wisuda sarjana.

Perangkat keras, adalah berbagai macam perlengkapan yang

diperlukan untuk maksud suatu kegiatan berupa meja, kursi/sofa, sound

system/ public address, dekorasi, permadani, bendera, taman dan lain

sebagainya. Perangkat lunak, antara lain personil yang terlibat dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan seperti, penerima tamu, pemandu acara, petugas keamanan, petugas konsumsi dan sebagainya. Penunjang lain seperti palu, gong, nampan /alasnya dan lain-lain.

Yang perlu diperhatikan :

1) Ruang harus sesuai dengan kebutuhan (jumlah kursi dan meja)

2) Pengaturan pemasangan bendera kebangsaan merah putih, disesuaikan dengan ruangan (khusus ruang sidang ditambah bendera mahkamah agung)

(8)

4) Lambang Garuda Pancasila (khusus ruang sidang dalam acara pelantikan dan sumpah jabatan)

5) Papan nama petunjuk yang diperlukan

6) Tata suara yang memadai, disesuaikan dengan tata ruang dan tempat 7) Tata lampu yang mencukupi kebutuhan.

Penjelasan mengenai perangkat keras sudah disebutkan, namun masih perlu diingat mengenai:

a. Jumlah kursi, meja dan perlengkapan sound system, perlengkapan konsumsi

b. Perangkat lunak, terdiri dari personil yang bertugas sebagai pelaksana di lapangan, termasuk pemandu acara/pembawa acara, penerima tamu, konsumsi, keamanan dan sebagainya

c. Khusus Pemandu Acara (MC), dapat dijelaskan sebagai berikut: 1). Sebagai pemandu acara ia akan melaksanakan tugas sebagai MC

 Sikap yang tegas dan berdisiplin tinggi

 Volume suara yang konstan dan mantap

 Kemampuan menguasai bahasa secara baik, bahasa Indonesia

maupun bahasa asing.

 Kepekaan terhadap situasi, dalam arti mampu menguasai keadaan

 dan mampu mengambil keputusan

 Sifat yang tidak mudah tersinggung

 Berkepribadian baik

 Khusus menggunakan istilah bahas asing (inggris atau arab), ucapan

(phonetic) harus jelas, pronunciation (logat) harus sesuai sehingga

audience (tamu yang hadir) memahami.

2). Pemandu acara adalah kemudi dari seluruh pelaksanaan kegiatan acara, oleh sebab itu harus trampil dengan cepat tanggap membaca situasi.

3). Harus dapat menempatkan diri cukup sopan dan simpatik

4). Mengetahui tempat posisi berdiri yang tepat (menguasai arena kegiatan) 5). Pandai mengatur volume suara

6). Tidak dibenarkan pemandu acara mengulas (memberikan komentar) pidato seseorang

(9)

7). Mampu menguasai massa (pahami psikologi massa dan retorika).

1. B. TATA UPACARA

Ialah tata urutan kegiatan, yaitu bagaimana suatu acara harus

disusun sesuai dengan jenis aktifitasnya. Untuk keperluan itu harus diperhatikan :

a) jenis kegiatan;

b) bahasa pengantar yang dipergunakan; c) materi aktifitas

Dalam tata upacara, supaya direncanakan siapa yang akan terlibat dalam kegiatan upacara, personil penyelenggara dan alat penunjang lain. Pengisi acara, misal dalam memberikan sambutan, diperhatikan jenjang jabatan mereka yang akan memberikan sambutan. Kesediaan mereka yang menyambut, jauh sebelumnya sudah dihubungi. Untuk kelancaran suatu “upacara” diperlukan seorang “stage manajer” yang bertugas menjadi penghubung antara pembawa acara dan pelaksana upacara.

1. C. TATA TEMPAT atau PRESEANCE

Ialah ketentuan atau norma yang berlaku dalam hal tata duduk para pejabat, yang biasanya didasarkan atas kedudukan ke tata negaraan dari pejabat yang bersangkutan, kedudukan administratif/struktural dan kedudukan sosial. Tata urutan tempat duduk di Indonesia diatur dengan Keputusan Presiden Nomor 265 tahun 1968. Tata tempat pada hakekatnya meliputi:

o Tata tempat duduk

o Tata urutan memasuki kenderaan

o Tata urutan kedatangan dan kepergian/pulang.

a .Tata Tempat duduk, mempunyai aturan dasar. Preseance berarti urutan

yaitu siapa yang berhak mendapatkan prioritas dalam suatu urutan atau tata urutan atau tata tempat duduk.

Secara umum tata urutan antara lain :

- Orang yang dianggap paling utama atau tertinggi, mempunyai urutan paling depan atau mendahului,

(10)

- Apakah mereka duduk berjajar, orang yang duduk di sebelah kanan orang-orang yang paling utama, dianggap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada duduk sebelah kirinya.

- Jika duduknya menghadap meja, yang dianggap tempat pertama adalah menghadap pintu keluar. Yang duduk di dekat pintu dianggap paling terakhir.

- Bila ada dua orang, yang kanan adalah yang pertama ( 2, 1) - Bila ada tiga orang, yang kanan adalah yang pertama ( 3, 1, 2 )

Cara penempatan/penerapan harus ditetapkan terlebih dahulu tempat yang pertama kemudian baru yang lain dengan ketentuan yang berada di sebelah kanan dari tempat yang pertama adalah dianggap lebih tinggi dari yang duduk di sebelah kirinya.

b-Tata urutan memasuki kendaraan

Tata urutan memasuki kendaraan bagi undangan resmi atau

kenegaraan memerlukan perhatian dan penanganan khusus bahkan perencanaan yang matang. Tipe kendaraan juga mempengaruhi pengaturan itu. Peranan pengemudi, ia juga harus mengenal pengetahuan protokoler, termasuk penampilannya.

Beberapa cara bagaimana memasuki pesawat udara, kapal laut, kendaraan mobil atau kereta api sebagai berikut:

1. Pesawat udara : Seorang dengan urutan pertama akan masuk pesawat udara yang paling akhir, sedangkan kalau menuruni pesawat, orang yang utama akan turun lebih dahulu.

2. Kapal laut: orang yang utama, naik terlebih dahulu dan akan turun lebih dahulu

3. Kendaraan mobil atau kereta, orang yang paling utama, baik sewaktu naik maupun sewaktu turun akan mendahului yang lain. Namun demikian apabila letak kendaraan tidak dapat diatur sedemikian rupa karena keadaan, hal tersebut merupakan suatu perkecualian.

4. Letak kendaraan hendaknya dihadapkan ke kiri, artinya arah kendaraan akan menuju, berada di sebelah kiri kita

5. yang utama duduk di tempat duduk sebelah kanan, sedang berikutnya di sebelah kiri

(11)

6. bila sampai ke tempat tujuan dan akan turun, hendaknya kendaraan dihadapkan ke sebelah kanan, sehingga memudahkan yang utama dapat turun lebih dahulu

7. Jika penumpang mobil tiga orang dan duduk di belakang, maka orang yang paling terhormat duduk disebelah kanan, orang ke dua duduk paling kiri, dan orang ketiga duduk di tengah.

8. Jika mobil dimungkinkan diduduki oleh lebih dari 5 atau 6 orang, karena ada tambahan bak di tengah, maka bak yang paling tengah diduduki oleh orang yang paling rendah kedudukannya, yang lebih tinggi menduduki di sebelah kanan kirinya.

1. D. TATA BUSANA

Tata busana disini ialah pakaian yang harus dipakai dan yang

dimaksud ialah pakaian yang harus dikenakan pada suatu aktifitas protokoler, baik oleh para pejabat undangan ataupun pelaksana kegiatan. Tata busana harus ditentukan atau dicantumkan pada surat undangan yang dikirimkan. Jenis tata busana yang perlu diketahui:

a. Pakaian Sipil Lengkap (PSL) b. Pakaian Sipil Harian (PSH) c. Pakaian Dinas Lapangan (PDL) d. Pakaian Dinas Harian (PDH)

e. Pakaian Dinas Upacara I, II, II, (PDU) untuk kalangan militer. f. Pakaian Resmi Jabatan (untuk pejabat tertentu)

g. Pakaian Nasional atau pakaian resmi organisasi (Dharmayukti Karini, Korpri)

h. Toga (Untuk Pengambilan Sumpah Hakim)

Perlu diketahui termasuk di dalam Tata busana ialah sepatu yang dipakai, topi, tanda kebesaran/kehormatan, tanda jabatan (cakra hakim) yang merupakan kelengkapannya. Sedangkan pakaian batik lengan panjang sebenarnya hanya dianggap sebagai pakaian resmi dalam suatu jamuan makan yang bersifat resmi, sedang dalam suatu upacara masih belum dianggap resmi, hanya disebut sebagai pakaian “rapi”. Hal tersebut tergantung pada catatan yang disebutkan di dalam undangan mengenai jenis pakaian yang perlu dikenakan.

(12)

1. E. TATA WARKAT

Pengaturan mengenai undangan yang akan dikirim untuk suatu kegiatan. Hal yang perlu diperhatikan ialah:

a. Daftar nama tamu yang akan diundang hendaknya sudah disiapkan sesuai dengan jenis/keperluan kegiatan

b. Jumlah undangan disesuaikan dengan kapasitas tempat, kepentingan serta tercapainya tujuan kegiatan sendiri.

c. Bentuk undangan sedapat mungkin dibakukan untuk setiap jenis kegiatan, baik mengenai format, isi dan sebagainya.

d. Menulis nama orang yang diundang hendaknya secara benar dan jelas baik mengenai nama, pangkat, jabatan dan alamatnya.

e. Dalam undangan perlu dijelaskan undangan diperuntukkan beserta istri/suami atau tidak. Tidak dibenarkan dalam undangan resmi disebutkan undangan berlaku untuk beberapa orang.

f. Mencantumkan kode undangan pada sampul undangan untuk mempermudah penempatan duduknya.

g. Mencantumkan ketentuan mengenai pakaian yang dikenakan h. Menentukan batas waktu penerimaan tamu

i. Catatan dalam undangan agar memberitahukan kehadirannya atau ketidak hadirannya (RSVP yang merupakan singkatan : repondez s’il vous plaiz)

j. Undangan dikirim dalam waktu relatif tidak terlalu lama dengan waktu pelaksanaan kegiatan (seminggu sebelumnya hendaknya sudah terkirim)

EPILOG

Lalu, bagaimana dengan sistem dan manajemen keprotokolan di lingkungan pengadilan agama? Protokol di lingkungan badan peradilan agama diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010, artinya tetap berpedoman pada UU tersebut sebelum ada peraturan terkait sebagai pedoman petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis.

Dalam Rapat Kerja Nasional-Rakernas Protokol tanggal 7 – 9 Maret 2004 di Jakarta disepakati, bahwa keprotokolan ialah “Norma-norma atau aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang dianut atau diyakini

(13)

dalam kehidupan bernegara, berbangsa, pemerintah dan bermasyarakat.”

Siapa yang mengatur? Yang mengatur pejabat protokol yang

berkompeten dalam penyelenggaraan keprotokolan dan seseorang yang memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan keprotokolan.

Bagaimana cara mengaturnya?

1. Tata cara : setiap kegiatan acara harus dilakukan secara tertib, khidmat serta setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan menurut aturan dan urutan yang telah dilakukan

2. Tata krama: yaitu etiket dalam pemberian penghormatan

3.Aplikasi aturan-aturan: yaitu penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keprotokolan dan yang berkaitan dengan keprotokolan harus berlaku selaras dengan situasi dan kondisi sebelum lahir Undang-Undang keprotokolan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan sebuah pedoman Keprotokolan yang berdasarkan Keputusan Menteri Nomor 0298 Tahun 1984 di lingkungan Departemen P dan K (sekarang disebut Departemen Pendidikan Nasional 2005),bahwa keprotokolan mengatur tata cara pergaulan antar pejabat yang dilibatkan dalam suatu kegiatan tertentu yang bersifat resmi berdasarkan norma, kesepakatan, atau kelaziman yang berlaku dalam tata pergaulan tersebut.

Ketika seluruh aparat peradilan agama mau melaksanakan tata

laksana keprotokolan tersebut, maka tata laksana organisasi akan berjalan baik, martabat aparat peradilan agama termasuk hakim di dalamnya akan terjaga, dan tata krama antara sesama manusia tidak ternodai, sebuah ungkapan tersirat, " The right man in the right place".

DAFTAR BACAAN

Asshiddiqie, Jimly, Prof. Dr. SH., Pengantar Hukum Tata Negara, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2010.

Departemen P&K, Pedoman keprotokolan di lingkungan Departemen

(14)

"Hakim PA Harus Memahami Tata Cara Keprotokolan," Majalah MADANI, edisi 24, Palembang: 2009.

Hariyadi, Sugiyah, Protokol Menyangkut Martabat dan Harga Diri”,

http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/47-agustus-2008/372-protokol-menyangkut-martabat-dan-harga-diri.html. Posted : 22 Agustus 2009, Akses (Sabtu, 31 Maret 2012).

OII, Helena, Dra, MM., Modul Public Speaking, FIKOM UMB, Jakarta : 2007.

Sekertaris Jenderal MPR RI, Ceramah keprotokolan di depan mahasiswa

Fikom UMB, Jakarta : 2005.

Thonthowi, Ahmad, Drs., Manajemen Proses Berbasis Kinerja, Madani Press, Palembang : 2002.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan.

Wuryanto, ME Satrio, Pengetahuan tentang protokol di Indonesia, Liberty, Yogyakarta : 1992.

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada kehamilan di bawah usia 38 minggu, terdapat perbedaan bermakna hanya pada berat badan janin namun tidak mempengaruhi panjang badan janin, hal ini

penyimpanan berpengaruh tidak signifikan terhadap vigor umbi bibit bawang merah, sedangkan kadar air dan interaksi antara kadar air dan suhu penyimpanan juga

Berdasarkan peta hasil prediksi penggunaan lahan di Kecamatan Asemrowo tahun 2030, teridentifikasi bahwa perubahan penggunaan lahan menjadi industri dan pergudangan

Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta

Sudan Selatan menjadi negara melewati berbagai konflik yang berada di Sudan seperti konflik yang terjadi di Sudan sendiri memang begitu rumit dan mengganggu tatanan

Berdasarkan hasil belajar yang diperoleh siswa pada pretest, maka peneliti melakukan peningkatan hasil belajar akhlak pada materi dosa besar dengan menggunakan

Hal ini sesuai dengan karakteristik semakin besar semakin baik yang digunakan sebagai target untuk mengukur karakteristik multirespon kualitas yang dihasilkan dari

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa penulis panjatkan atas segala berkat, rahmat, dan limpahan kasih-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan