• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anak

Sosiologi memandang anak merupakan bagian dari masyarakat. Dimana bagian dari masyarakat. Dimana keberadaan anak sebagai bagian dari yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya , baik dengan keluarga, komunitas, atau pada masyaraakat pada umumnya. Sosiologi menjelaskan tugas atau peran anak pada masa perkembangannya. Child (anak) adalah seorang yang menurut hukum punya usia tertentu sehingga hak dan kewajibannya dianggap terbatas pula. (Hartini : 1992).

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang anak usia terletak pada skala 0 – 21 tahun. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anakyang menyatakan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Anak putus sekolah adalah keadaan di mana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Putus sekolah dipandang sebagai masalah pendidikan dan sosial yang amat serius selama beberapa dekade terakhir ini.Dengan meninggalkan sekolah sebelum lulus, banyak individu putus sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan yang cukup sehingga kesejahteraan ekonomi dan sosialnya menjadi terbatas sepanjang hidupnya sebagai orang dewasa kelak. Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak

(2)

tamat menyelesaikan program belajarnya (http://makalahcentre.blogspot.com/2011/01/anak-putus-sekolah.html).

2.2. Pendidikan

Menurut John Dewey, pendidikan adalah suatu proses perubahan dalam mengartikan makna dari peristiwa yang terjadi. Pengalaman bisa didapat dari pergaulan dengan orang dewasa, orang yang labih muda, dan mungkin juga terjadi secara sengaja yan terstruktur untuk menghasilkan masyarakat yang berkesinambungan. Proses ini melibatkan pegawasan dan perkembangan dari orang yang dewasa maupun kelompok dimana dia hidup. ( dalam Abu Ahmadi, Nur Uhbiyati, 2007 ).

Pendidikan di persepsikan oleh Durkheim sebagai satu kesatuan yang utuh dari masyarakat secara keseluruhan. Durkheim juga memandang bahwa pendidikan sebagai “ social thing “ yang mengungkapkan bahwa pendidikan bukanlah satu bentuk, tapi bermacam-macam. Seberapa banyaknya perbedaan lingkungan di kalangan masyarakat itu sendiri, dengan demikian akan menentukan tipe-tipe pendidikan yag diselenggarakan. Pendidikan juga merupakan alat untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri dan kesadaran sosial.

Sosiologi pendidikan merupakan kajian bagaimana institusi dan kekuatan sosial yang mempengaruhi proses dan outcome pendidikan dan begitu pula sebaliknya. Pendidikan seperti dikatakan Sargent (1994) merupakan instrumen untuk mengatasi kesenjangan, mencapai derajat kesetaraan yang tinggi dan mencapai tingkat kesejahteraan yang baik bagi siapa saja. Pembelajaran memiliki semangat dan motivasi mengejar aspirasi menuju kemajuan dan usaha menjadi manusia yang terbaik.

2.3. Putus Sekolah

Putus sekolah adalah suatu keadaan dimana murid tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat belajarnya ( Kaufman dan

(3)

Whitener, 1996 dalam www.makalahcentre.blogspot.com, diakses 3 september 2014, pukul 21:00 Wib ). Putus sekolah juga bisa dikatakan sebagai seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan untuik belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus sehingga mereka berhenti atau keluar dari sekolah. Dalam kamus istilah pendidkan yang dimaksud dengan siswa yang putus sekolah adalah siswa yang putus sekolah karena satu atau alasan lain meninggalkan sekolah yang telah ditentukan ( 1997 : 290).

Ary H. Gunawan dalam bukunya ( 2010 ) menulis putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidkan, sehingga tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang berikutnya.

2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi anak putus sekolah

1. Faktor ekonomi menjadi faktor penyebab yang paling dominan putus sekolah. Kenyataan itu dapat dilihat dari tingginya angka rakyat miskin di Indonesia yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah karena tidak ada biaya, kurangnya minat untuk meraih pendidikan/ mengenyam pendidikan dari anak itu sendiri, karena faktor lingkungan baik itu pergaulan sehari-hari dengan teman sebaya maupun lingkungantempat tinggalnay, kurangnya motivasi dan pengawasan orang tua yang disebabkan karena orang tua tidak pernah mengenyam pendidikan dan tidak memahami arti pentingnya pendidikan bagi kehidupan bangsa, dan bernegara juga merupakan penyebab kasus anak putus sekolah.Anak putus sekolah juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya yaitu faktor dari dalam diri anak putus sekolah disebabkan malas untuk pergi sekolah karena merasa minder, tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolahnya, sering dicemoohkan karena tidak mampu membayar kewajiban biaya sekolah.

(4)

2. Kurangnya minat anak untuk bersekolah yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah. adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah: anak kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang.

3.Kondisi lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan. Oleh sebab itu seharusnya lingkungan tempat tinggal anak ini dapat berperan dan ikut serta di dalam membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif.

4. Pandangan masyarakat terhadap pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam menempuh pendidikan di bangku sekolah.Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu pendidikan mereka maju pula, demikian pula anak-anak mereka akan menjadi bertambah maju pula pendidikannya dibanding dengan orang tua mereka.Maju mundurnya suatu masyarakat, bangsa dan negara juga ditentukan dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan.

Pada umumnya masyarakat yang terbelakang atau dengan kata lain masyarakat tradisional mereka kurang memahami arti pentingnya pendidikan, sehingga kebanyakan anak-nakan mereka tidak sekolah dan kalau sekolah kebanyakan putus di tengah jalan. Hal tersebut bisa terjadi karena mereka beranggapan sekolah sangat sulit, merasa tidak mampu, mempengaruhi, buang waktu banyak, lebih baik bekerja sejak anak-anak ajakan membantu orang tua, tujuan sekolah sekedar bisa membaca dan menulis, juga karena

(5)

anggapan mereka tujuan akhir dari sekolah adalah untuk menjadi pegawai negeri, hal ini tentu karena kurang memahami arti, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional.

Padahal fungsi pendidikan nasional bukan demikian, hal ini sebagaimana tergambar dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, pasal 3, “pendidikan nasio nal berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan upaya tujuan nasional.”

Demikian juga tujuan pendidikan nasional bukan seperti anggapan masyarakat tradisional, yang mana tujuan pendidikan nasional sebagaimanan juga yang termuat dalam Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, pasal 4.“Pendidikan nasional b erfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk terbentuknya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab”. (http://siunyupunyacerita.blogspot.com/2013/03/hal-hal-yang-menjadi-faktor-penyebab.html).

Lingkungan sosial baik secara langsung atau tidak mempengaruhi cara berpikir individu. Kerap kali pengaruh tersebut tidak disadari oleh individu tersebut, demikian halnya dengan masyarakat yang kurang menyadari pengaruh lingkungan terhadap cara berpikir dan bertingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari tidak terkecuali dalam hal pendidikan. Dan juga mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk biaya pendidikan.Selain karena mahalnya biaya pendidkan, masyarakat juga kurang memahami pentingnya pendidikan.Di samping faktor biaya, pengetahuan masyarakat terhadap pendidikan tergolong rendah.Para orangtua kurang memotivasi anak-anaknya arti pentingnya pendidikan.

(6)

2.5. Teori Struktural Fungsional

Dasar dari teori struktural fungsional Robert K Merton yaitu, bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari pada anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu dan mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan sehingga masyarakat dapat dipandang suatu sistem fungsional yang terintegrasi secara keseimbangan. Dalam teori struktural fungsional masyarakat merupakan sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau sub-sistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup. Teoritis fungsional umumnya membatasi diri untuk menganalisis masyarakat sebagai satu kesatuan, tapi Merton menjelaskan bahwa analisis juga dapat dilakukan terhadap sebuah organisasi, institusi, atau kelompok.

Fungsional struktural awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktural sosial atau pada fungsi institusi sosial tertentu. Menurut Merton analisis cenderung mencampuradukan motif subjektif individual dengan fungsi struktur atau institusi. Perhatian analisis struktur fungsional harusnya memusatkan fungsi sosial ketimbang pada motif individual. Menurut Merton, fungsi didefenisikan sebagai “ konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaian dari sistem tertentu” (1949/1968:105). Adaptasi dan penyesuaian diri mempunyai akibat positif, dan negatif. Maka dari itu Merton megembangkan gagasan tentang disfungsi. Bila dikaitkan dengan penelitian ini, dapat diketahui bahwa terdapat disfungsi dalam sistem karena lingkungan dapat berpengaruh terhadap anak, seperti di atas adanya akibat negatif dari adaptasi lingkungan tempat tinggal. Karena dalam penelitian ini menyinggung tentang banyaknya anak putus sekolah yang mengakibatkan sistem tidak berjalan sebagaimna tujuan akhir dari teori struktural.

(7)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah analisis secara teoritis mengenai hubungan antar variabel-variabel yag hendak diteliti. Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berpikir bagi peneliti, yang digunakan sebagai pemandu berjalannya penelitian. Hubungan tersebut hendaknya dilukiskan dalam alur pendidikan berbentuk diagram. Berdasarkan deskripsi eoritis tentang pengaruh lingkungan tempat tinggal terhadap tingginya angka nak putus sekolah, maka dapat dibangun kerangka konseptual penelitian, sebagai berikut:

Secara ringkas ada dua komponen utama dalam kerangka konseptual penelitian ini, yang pertama (a) Lintkungan Tempat Tinggal, dan (b) Putus sekolah.

Kerangka konseptual penelitian ini, menunjukkan bahwa lingkungan tempat tinggal, di identifikasi dapat mempengaruhi anak tidak bersekolah. Artinya, anak yang terlalu sering bermain di lingkungannya dapat menjadi pemicu putus sekolah. Dengan demikian terdapat pengaruh dan hubungan yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal terhadap tingginya angka anak putus sekolah.

Dapat peneliti gambarkan dalam diagram hubugan antar variabel yang diteliti, sebagai berikut:

Diagram 1.1 Kerangka Konsep Pengaruh Lingkungan Tempat Tinggal Terhadap Tingginya Angka Anak Putus Sekolah

Lingkungan Tempat Tinggal

 Keluarga

 Teman bermain

 Teman sekolah

Referensi

Dokumen terkait

b) Melakukan montoring target di bawah ini sesuai dengan Lampiran I: setidaknya 95% hewan dipingsankan dengan efektif pada kali pertama proses pemingsanan. • Lakukan

Dengan memperhatikan peta penurunan luas sawah, dapat diketahui bahwa daerah Kecamatan Somba Opu adalah daerah yang paling tinggi perubahan alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Hal

Untuk ibu yang ikut berpartisipasi dalam ber-KB setelah diberi penyuluhan sebesar 92,5% yang tidak ikut ber-KB setelah diberi penyuluhan sebesar 7,5% sedangkan

Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi ini hanya dapat

Namun yang jelas, dengan menambah node-B, maka kapasitas suatu BTS akan meningkat drastis, karena pelanggan yang menggunakan handset 3G bisa diarahkan untuk menggunakan jaringan 3G,

Membayar uang pendaftaran khusus bagi calon siswa yang berdomisili di luar kota Blitar, sedangkan siswa yang berdomisili di kota Blitar bebas uang pendaftaran

Pelayanan perawatan kesehatan rumah diberikan kepada individu dan keluarga sesuai kebutuhan mereka, dengan perencanaan dan koordinasi yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan

Sekolah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh perseratus) dari total jumlah