Tanggungjawab Pendidikan Keluarga
Ungkapan tersebut bukanlah semboyan
klasik, tapi
merupa-kan suatu kenyataan yang dapat kita lihat,
rasakan, danbahkan
jalani saat ini,
mela-lui
gencarnya
pe-rubahan yang
ber-iangsung
di
sekitarkita. Untuk kalangan
negara berkembang,
isu perubahan
bah-kan menjadi
temayang sengaja
dipo-pulerkan, karena hal
tersebut dipahami sebagai suatu upaya dalam mengikis
keterbela-kangan, kebodohan, dan
keterting-galannya dari bangsa-bangsa lain di
dunia,
baik di
bidang
sosioekonomi, sosio
politik,
dan sosiobudaya.
sia dalam berbagai bidang,
sehing-ga eksistensinya harus senantiasa
dalam
kerangkayang
berkelan-jutan.
Seiring dengan logika
di
atas,maka dengansendirinya pula akan
memunculkan keinginan untuk
JPI Fahultas Tarbiyah UII, Vol.4 M.III Maret 1998
Pengernbangan
Pendidikan
Nilai
dengan
Keteladanan
di
Tengah
Percaturan
Global
Oleh Ahmad Darmadji dan Muhammad Idrus Dosen Fakultas Tarbiyah UII Yogyakarta
erakleitos mencandra bahwa kenyataan itu bersifat
pantha-rei,
rnettgalir dan
berubah.Dari sini maka kemudian dapat
pula dipahami, bahwa perubahan
itu
sesungguhnya adalah suatu prosesyang tidak
akan pernah
men-capai
titik
jenuh. Sebab dari segipro-ses perubahan me-nganut
prinsip
on-going procces dan on-going formulation.
Sedangkan dari
se-gi motivasi, peruba-han memuat
sasa-ran-sasaran yang i^gin dicapai secara pasti dalam rangka
meningkatkan ku-alitas hidup
Ahmad Darmadji dan Muhammad Idrus, Pengembangan
melakukan penyempurnaan pada
piranti
yar.g telahdimiliki
dalam merencanakan, membangun/me-ngarahkan, dan memanfaatkan pe-rubahan. Tetapi tentu harus dengan memperhitungkan berbagai per-soalan yang dapat muncul
di
da-lamnya sesuai langkah dan tingkat perubahan yang dilakukan"
Mengacu
pada
pengamatanyang
sederhana,kita
dapat
me-nangkap bahwa berbagai persoalan tampak semakin menggejala dan muncul ke permukaan, sebagai ek-ses suatu proses perubahan yang
berlangsung,
baik
yangbernilai
Iah manusia baru merasakan ten-tang perlunya satu pegangan
spiri-tual yang dapat melegakannya. Ber-bagai upaya ditempuh manusia
un-tuk
dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya itu, narnun sayang ti-dak semua upaya dapat membuah-kan hasil yang dapat dinikmatise-cara komunal dan melegakan. Teori fungsional Thomas F. O' Dea
(1,994), menempatkan agama
se-bagai jawaban atas berbagai
keti-dakberdayaan
manusia
dalammenghadapi fenomena hidup.
jika
demikian, tentunya ajaran agamaharus dapat diterjemahkan dalam
kehidupan
empi-ris. Agama dalam hal ini, hendaknya
menjadi
sumbersegala aktivitas ke-hidupan
kemanu-siaan, dan rnenjadi inspirasi dari
selu-ruh ide serta
men-jadi landasan
per-buatan dan sikap
hidup
manusia. Lagi-lagi manusiadihadapkan pada
beragam
agamayang memiliki
va-positif maupun yang bersifat negatif.
Khu-susnya yang
mende-kati
atau memasuki wilayah negatif,tam-pak memerlukan pe-mecahan segera.
Se-mentara itu di lain sisi,
tidak bisa dipungkiri pula bahwa manusia masih dilibatkan
de-ngan persoalan yang rnenyangkut kebera-daannya secara
onto-iogis, epistimologis, dan keharusan
aksio-fuama dalam hal ini,
hendaknya medadi
sumber segala ahtivihs
kehidupan kemanusiaan, dan menjadi inspirasi dari selur,uh ide serta meniadi landasan per,buatan dan
sikap hidup uldorsis.
logis.
Melalui proyeksi
di
atas, makadapat dicandrabahwa wajah dunia
di
masa sekarang, apalagi masamendatang tampak bukan hanya menampakkan sisi manis saja,
teta-pi juga sekaligus potret buramnya.
Pada keadaan yang demikian
itu-86
rian yang berbeda pula.
Pada sisi tersebut manusiaharus secara jeli "mengelola" ajaran
aga-ma dan
tidak
hanya berorientasi pada keakhiratan saja, tetapi jugamemiliki
akses dalam kehidupandunia. Artinya, agama bukan hanya menanggapi secara ekstrem
Ahmad Darmadji dan Muhammad Idrus, Pengembangan
hadap satu
sisi
saja,tetapi
yangmemiliki
keseimbangan antaradi-mensi keakhiratan serta tidak me-lupakan pembahasan atas
perso-alan kemanusian di dunia.
Untuk pemenuhan seluruh ide
di
atas, maka tidaklah berlebihanuntuk dikatakan bahwa Islam
me-nempati pada posisi pertama dan sangat meyakinkan yang dapat me-menuhi keduanya (dunia-akhirat)
secara seimbang. Artinya, dari
se-luruh
agama yanghadir
di
muka bumi, secara obyektif dapatdikata-kan, Islam menjadi agarna yang
me-miliki
persyaratan yangdibutuh-dan persaudaraan kepada siapa saja.
Sebagaimana diuraikan secara
sempurna dalam Q.S.
Al
Hujarat ayat\3,
bahwaAllah
SWTme-nyerukan, Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu
sekalian terdiri dari laki-laki dan perem-puan, dan Kami jadikankamu sekalian
bergolongan-golong an dan
bersuku-suku agar saling kenal mengenal (satu
sama lainnAa), Sesungguhnya yang paling mulia di antarakalian di sisi AI-Iah adalah yang paling bertaqu.ta.
FirmanAllah SWT ini lebih
tam-pak mengedepankan sisi kualitas
kemanusiaan
di-banding
etnik,
rasgolongan, pangkat,
atau status sosial. Dan semuanya ha-nya dibedakan
pa-da
sejauhmana
amal
dan
taqwayang dapat
ditun-jukkan
seseorang atas fenomenape-rintah dan larangan
yang
dibebankankepadanya.
Penggambaran
ini
sesuai sepertikanbagipemenuhan
kriteria
yang diaju-kan manusia.Keberadaan
Manu-sia dan
Misi
serta FitrahnyaTidak ada
salah-nya bagi
kita
untuk mencobamemper-tanyakan secara
on-tologis
sisi
keber-adaan manusia.
Se-bab
hal ini
akanmembawakesadaran bahwa pada awal
ke-dari seluruh agama yang hadir di muka bumi, secara obyektifdapat
dikahkan, Islam menjadi
agamapng memiliki perslarabn yang
dibutuhkan bagi pemenuhan laiteria yaqg
diajukan manusia.
hadirannya
manusiadiciptakan
dengan suatu tujuan. Meski pada
awal kehadirannya manusia tidak
sendiri dan terpecah dalam etnis,
budaya, serta agama yangberbeda, namun hal ini bertujuan agar saling mengenal (1ita'irafir), saling
mem-beri dan menerima, berbagi kasih
JPI Fahultas Taftiyah UII, Yol.4 TH.III Maret 1998
yang
diungkap
dalamAl-Quran
bahwa bar angsiapa ber amal kebaj ikan sebesar dzar ah pun akan melihat. F
ak-ta tersebut menjelaskan bahwa ha-nya amal saleh (ketaqwaan) saja
men-jadi perhitungan
dan
sekaligusyang membedakan seseorang
de-ngan manusia lainnya. Dari
Ahmad Darmadji dan Muhamrnad Idrus, Pangembangan
gasan
ini
muncul pertanyaern, me-ngapa kita harus melakukan haldi
atas ?. Bukankah oranghidup
de-ngan urusan rumah tangganya ma-sing-masing ?.Al-Quran
menegaskan bahwamanusia adalah umat yang tunggal (Q.S. 1:213 danQ.S L0: L9). Artinya, pada
awal
kejadiannya manusia diciptakan sebagai komunitas yang satu, sebagai makhlukbumi.
Na-mun/
pemahaman manusia atasfenomena tersebut
belum
dapat dikatakan menggembirakan.Realita yang
kita
dapatkan
dalam. setiap bagian sejarahpera-macam bentuk keyakinaan-keya-kinan. Ini tercermin dalam pernya-taan
Allah
Swt. dalam Al-Quran, bahkan Islam tidak pernahmemak-sakan manusia untukmasuk dalam
komunitasnya (Q.S . L: 256).
Persoalan yang muncul adalah
tangkapan atas umat tentang spirit
keberagaman yang dimunculkan Al-Quran tidaklah sama. Lagi-lagi sitiran Al-Quran harus
dikedepan-kan, meski
manusia dahulunyahanyalah satu umat tetapi kemudi-an mereka berselisih (Q.S. 10: 19). Perselisihan
yang muncul
sebe-narnya lebih disebabkan oleh pola
perubahan
yang menciptakan aro-gansi pada seseo-rang tentang kelebi-han-kelebihanyang dimilikinya.Pada akhirnya
arogansi tersebut
akan lebih
menge-depankan sisi anti
kerukunan
diban-ding
bersaingse-cara
kompetitif
demi
satukebaji-kan (fastabiqti
al-khairit).
Andaika-daban manusiaada-lah munculnya
ke-inginan
untuk
men-guasai atas sesaman-ya,
baik
eksploitasi etnis maupunagarna.Kecenderungannya
bahkan
untuk
ber-laku
sebagai.musuhantar satu
denganyang
lainnya,
danhanya
sedikit
sajayang
diperjelas
se-bagai sahabat dalam
sisi kemanusiaan.
Bagi Islam, untuk
Realita, l@,kita, dapatkan dalam.setiap bagian
sejarah pemdaban manusia adalah
muncuhya keinginan
untuk menlluasai atas sesamanyar,baik
elsploibsi etris maupun agema.
aspek kerjasama antar agama
da-lam
masalah kemashlahatanse-sungguhnya bukan lagi suatu yang masih
dihitung
kemungkinannya, tetapi hal tersebut secara kuatjus-tru ditempatkan sebagai suatu
ke-harusan. Isiam mengakui
kebera-gaman dan menghormati segala
88
ta hal tersebut selalu mengedepan,
maka yang terjadi adalah
ketidak-nyarnanan hidup dunia, dan
rusak-nya peradaban manusia, serta
han-cur pula sistem silaturrahmi, ukhu-wah, atas bentuk solidaritas dalam konteks kemanusiaan secara uni-versal.
Ahmad Darmadji dan Muhamrnad Idrus, Pengembangan
Fenomena ini setidaknya, harus
menjadi pengkajian lanjut bagi
se-genap anakbangsa, terutama dalam
merumuskan kembali model
soli-daritas (ukhuwah) yang lebih se-jalan dengan kondisi masyarakat
yang telah berubah.
Namun
haitersebut harus berpijak pada ajaran
agama (Islam) tentang l:.al persau-daraan yang tentu tetap relevan un-tuk diwujudkan dalam wajahbaru, sehingga format agamis tidak
ter-singkirkan
sebagai sistem norma dalam kehidupan masyarakat mo-derenya
g sedang kita jalani kini.Peran
Umat
Islam
bagiDiri
danLing-kungannya
Dalam
suatuse-minar dan diaiog
an-tar tokoh
agamadi
Yogyakarta tanggal 1,0 Agustus 1993, Ab- durrahmanWahidrne-ngungkapbahwa
ke-rukunan
agamadi
Indonesiamasihber-sifat artifisial.
Tam-paknya
Abdurrah-man
Wahid
yang
akrab dipanggil Gus
Seharusnyalah hal tersebut dapat diselesaikan dengan penuh kearifan, dan generasi muda Islam
yang dihitung saqgat potensial ini, kiianya
dapat mendukung secara nyata upaya dalam mencari titik temu di anhra masing-masing
agama,
umat beragama saja, tetapi pada le-vel intern umat beragama dan
ini
masih menjadi fenomena yang san-gat nyata. Seharusnyalah hal terse-but dapat diselesaikan dengan penuhkearifan, dan generasi muda Islam
yang dihitung sangat potensial ini,
kiranya dapat mendukung secara
nyata upaya dalam mencari
titik
temu di antara masing-masing aga-ma, meminjam istilah yang dipakai
Cak Nur, menuju kalimatun saunua.
Untuk
sampaipada
datarantersebut memangbukan satu
Peker-jaan mudah. Mengingat tingkat
pengetahuan keberagaman Yang
dimiliki
anakbang-saini
belum padatitik yang sederajat,
apalagi
untuk
me-nuju pada
kesetara-an tertentu
sebagai-mana yar.g
dibu-tuhkan. Hal inikru-sial
memang, tapi bagaimanapun juga semuanya adalahtanggungjawab kita sebagai intelektual
yang berposisi pula
sebagaibagianbang-sa
beragama
danDur, menengarai adanya kesemuan dalam acara-acara dialog antar umat beragama.Ini tercermin dari model dialog yang terjadi selama ini, yang
masih selalu mengedepankan sisi
keungguian masing-masing agama.
Sitiran Gus Dur sebenarnya bu-kan hanya terjadi pada level antar
JPI Fahultas Tarbiyah UII, VoI.4 TH.III Maret 1998
berketuhanan.
Untuk mewujudkan konsep
tri
kerukunan beragama seperti yang diajukan ne gara, negara artinya pe-merintah, masyarakat, danindi-vidu-individu,
memeriukanPe4a-lanan
lvaktu
yang panjang Yaitusampai
mampu
menghadirkan
89Ahmad Darrnadji dan Muhammad ldrus, pengembangan
manusia
yang
sadarnilai.
Seka-lipun
semangat bersatu telah ada sejak pra dan setelah era kemerde-kaan, untukkurun
waktu era glo-bal dewasaini,
haruslahterumus-kan secara lebih jelas dan konsisten.
Di sinilah peran para cendekiawan
muda (seperti
dari
UII
misalnya), yangdi
tuntut untuk dapat tampil lebih dominan, di samping kelom-pok cendekiawan agarna dan kala-ngan birokrat, serta para orangtua sendiri.Namun begitu
untuk
memu-lainya, kita haruslah terlebihdahu-lu
mampu menempatkandiri
se-kan prose s enlighting (pencerahan)
secara sempurna atas
diri
danling-kungannya. Dengan begitu, maka setiap muslim harus dengan
ikh-las
hati
menerima
perubahan
yang
positif,
termasukmemper-kaya
diri
denganilmu
pengeta-huan dan informasi yang bernilaikebajikan.
Selain itu, dalam proses tersebut
juga harus melakukan penyadaran
diri
bahwa
dirinya
merupakan bagian dari umat yang satu, bukankelompok-kelompok tertentu, se-bagai paradigma persatuan yang
harus diwujudkan dan dipertahan-kan. Tentunya se-tiap muslim harus mampu menerima perbedaan
penda-pat dari
sekeliling-nya
dan bersikap terbuka untuk me-lakukanpembena-ran atas kasus atau
pendapat
yang
bersifat universal. Di sisi ini klairn bahwadirinyayang
terbaik
bukanlah suatu yang harusbagai tauladan.
Da-lam
arti
yang lebih
dalam,penggerakpe-mersatu,
peningkat
ketaatan
dan
ketaq-waan manusiakepa-da Tuhannya, harus
mempunyai tingkat
steril yang tinggi atas
anti kemapanan, anti
kesatuan,
dan
per-pecahan.
Ini
harus
menjadimodal
agar keteladanan yangdi-tunjukkannya
tidak
sekadarartifisial
de-setiap muslim harus
ilnmpu menerima
perbdaan pendapat dari sekelilingrya dan bersikap tertUka rmtrk melakukao Bemhnaran
atas kasus abt{
pendapatlang bersifut unisersal;
mi
mencapai tujuan-tujuan yangsubyektif,
baik
sebagaiindividu
maupun sebagai komunitas.Dalarn mewujudkan kepenting-an yang
lebih
besar dan sebagaibagian
dari
umat Islarn
dunia,
kaum muslimin Indonesia
memili-ki
pula
keharusanuntuk
melaku-90
selalu
dikedepan-kan dengan cara memposisikan
ke-lompok lain sebagai yang salah. per-soalan pembenaran secara hak, yang
terindah
adaiah dengan menye-rahkan pada sang Khalik. Kebena-ran bagi manusia adalah usahanyamendekati
sangKhalik,
bukan
mengklaim bahwa sang Khalik
Ahmad Darmadji dan Muhammad Idrus, Pengembangan
liknya, orang lain tidak mempunyai hak atasNya.
Tugas lainnya adalah, mencoba membiaskan kesadaran tersebut kepada masyarakat sekelilingnya. Di sini harus tegas sikap yang
men-jauh kan proses atau model intimida-si, pemaksaan, ataupun janji
terten-tu sebagai pencipta sirnpati. Cukup-lah janjinya dalam bentuk kehar-monisan
hidup
dan ganjaran beri-kut akan diraih secara pribadi dariAllah berupa kedamaian
di
dunia dan kedamaian di akhirat.Selain itu, bahasa yang dipakai harus bahasa kemanusiaan, yang
rani memposisikan
diri
seperti di-gariskandi
atas, maka persoalanglobal
danvariasi
pluralitasnyatidak akan mencederai sej arah
pera--daban manusia masa berikutnya,
terutama millenium ketiga yang
te-lah diraba merumuskan tantangan yang lebih besar dan berat.
Menjadikan agama sebagai eti-ka universal bukan berarti
meleceh-kannya, tapi justru memposisikan-nya sebagai pelindung dan rahmat bagi seluruh alam. Berupaya men-jadikan bahasa agama sebagai
ba-hasa kemanusiaan, bukan berarti berpaling dari agama, tetapi seba-gai upaya manusia
untuk
memahamikaidah
Tuhan da-lam bingkaikema-nusiaan yang
men-dapat bimbingan
Ilahi.
Akhirnya,
seba-gai salah satu
upa-ya kita
yang
ber-kedudukan sebagaibagian masyarakat
dalam membangun
umat yang
damaidan sejahtera, maka
kita
harus mampu menunjukkan partisipasi yangak-tif,
korektif, inovatif, dankostruk-tif
untuk
mewujudkan persatuanbaik interen maupum antar umat beragama.
Memuiai hal
tersebuttentu
dengan
teriebih
dahulu
mengisiketauhidan
diri
sampair:nenj adi moralitas keluarga,
sehing-dimengerti oleh hati
manusia dan dengan
kata-kata yang
lem-but (bil hikmah) yang
dapat diolah
kemba-li
secara lesan danmenjadi
perbuatan (keteladanan).An-daikata ada
perselisi-han (terutama
pa-ham), hendaklah
di-selesaikan dengan
bi-jaksana. Danbila
ter-nyata
tidak
menca-pai
titik
temuseba-gaimana yang
di-harapkan, maka perbedaan tersebut
dipandang
sebagai satu wisdomyang
dimiliki
oleh orang
lain.
Dalam perjalanan
sejarah nabiMusa AS teiah dibuktikan, bahwa
ada kebenaran lain selain yang
di-milikhya, dan itu kebenaran Kiridir
AS yang datang dari Allah. Jika
be-JPI FakuJtas Tarbiyah IJII, Vot.4 TII.lll Maret 1998
9r
Menjadikan agama sebagai etika universal
bul6n berarti
melecehkannya, tapi
iusfiu memposisikannya sebagai pelindung dan
rahmat bagi seluruh alam.
Ahmad Darmadji dan Muhamrnad Idrus, Pengembangen
ga kelak menjadi barometer akhlak
keumatan. Ini akan mengisi etos hi-dup masyarakat muslim terhadap
Tuhannya, sesama manusia dande-ngan alam ciptakan Tuhan tempat makhluq menumpang hidupnya.
Kiranya
disinilah arti
penting seorangintelektual muslim
me-nempatkan dirinya sebagaimanu-sia yang shalih secara pribadi dan shalih pula secara sosial, terutama dalam mencip tak an enlight ing b agl
perwujudkan peran manusia
mus-lim
dalam era percaturan global. Sisiini
berhubungan denganke-mampuannya mengaca diri dengan
nilai
ketuhanan, menciptakanke-hidupan bersama yang rukury dan
tetap
dalam norma-norma yangkonstruktif
menurut
pandangan agama, sekalipun berada dalam tantangan norma yanglahir
dariberbagai perubahan yang
dicipta-kan manusia sendiri.