• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

14 1. Peranan Guru

Memperbincangkan konteks pendidikan, elemen terpenting yang tak bisa diabaikan adalah sosok seorang guru. Guru memiliki peran yang signifikan dalam mem-format anak didiknya disekolah. Nuni Yusvavera Syatra, (2013: 7) Pendidikan karakter dan kepribadian yang diharapkan menjadi tonggak keberhasilan pendidikan, tidak bisa lepas dari peran guru. Dengan demikian, relasi antara guru dan anak didik harus berjalan harmonis agar tujuan mulia pendidikan mulai tercapai tanpa hambatan.

Sehubungan dengan fungsinya sebagi pendidik dan pembimbing, maka diperlukan adanya berbagi peranan pada diri guru. Peranan guru ini akan senantiasa menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya baik dengan siswa (yang terutama), sesama guru, maupun dengan staf yang lain. Goble Norman, (1983:41)

Dalam proses belajar mengajar, guru berusaha untuk mendorong, membimbing dan memberi fasilitas belajar bagi anak didik untuk mencapai tujuan, Prihatin Eka, (2008:57) Guru seyogyanya dapat melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu anak didik melalui tahap perkembangannya. Melalui peranannya sebagai pengajar, guru juga diharapkan mampu mendorong anak didik agar senantiasa belajar, pada berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media. Untuk mengetahui lebih jauh tentang peran guru, dalam buku pengelolaan pengajaran, secara singkat Drs. H. Abdurrahman, S.Pd (1993: 58) menekankan bahwa untuk mengetahui tugas-tugas keguruan itu, seorang guru harus berperan sebagai:

a. Motivaror, artinya seorang guru hendaknya memberi dorongan dan anjuran kepada anak didiknya agar secara aktif, dan positif berinteraksi

(2)

dengan lingkungan atau pengalaman baru, berupa pelajaran yang ditawarkan kepadanya.

b. Fasilitator, artinya guru berupaya menciptakan suasana dan menyediakan fasilitas yang memungkinkan anak didik dapat berinteraksi secara positif, aktif, dan kreatif.

c. Organisator, artinya guru berupaya mengatur, merencanakan, memprogramkan, dan mengorganisasikan seluruh kegiatan dalam proses belajar mengajar.

d. Informator, artinya guru mampu memberikan informasi yang diperlukan oleh anak didik, baik untuk kepentingan masa depan anak didik.

e. Konselor, artinya guru hendaknya memberikan bimbingan dan penyuluhan, atau pelayanan khusus kepada anak didik yang mempunyai permasalahan, baik yang bersifat educational maupun emosional, sosial, serta yang bersifat mental spiritual.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas guru dalam pengajaran atau kependidikan bukan hanya sebatas kegiatan belajar, akan tetapi lebih dari itu, juga harus mampu menyelesaikan hal yang sifatnya kejiwaan. Nuni Yusvavera Syatra (2013:58)

Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber daya pendidikan lain yang memadai sering kali kurang berarti apabila tidak disertai dengan kualitas guru yang memadai. Begitu juga yang terjadi sebaliknya, apabila guru berkualitas kurang ditunjang oleh sumber daya pendukung yang lain yang memadai, juga dapat menyebabkan kurang optimal kinerjanya, Raka Joni, (1984:98). Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Untuk itu, peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas guru.

Di samping itu, menurut Samami dkk yang dikutip oleh H.A.R Tilaar (2006:3), yang perlu disadari adalah bahwa guru adalah subsistem pendidikan nasional. Dengan adanya sertifikasi, diharapkan kompetensi guru sebagai agen pembelajaran akan meningkat sesuai dengan standar yang

(3)

telah ditetapkan. Dengan kompetensi guru yang memenuhi standar minimal dan kesejahteraan yang memadai diharapkan kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran dapat meningkat. Goble Norman, (1983:105) Kualitas pembelajaran yang meningkat diharapkan akan bermuara akhir pada terjadinya peningkatan prestasi hasil belajar siswa dan diharapkan dapat membuahkan pendidikan yang bermutu.

Sebagai tulang punggung pendidikan, guru bukanlah pekerjaan biasa yang berorientasi pada materi semata. Menjadi guru adalah pilihan mulia untuk mengabdikan ilmu dan keahlian bagi kemajuan pendidikan bangsa, Usman Uzer, (1998:158) Dalam hal ini tentu diperlukan kemampuan dan keilmuan yang baik sehingga martabat guru tak lagi dipandang sebelah mata oleh profesi-profesi lain. Dengan semangat inilah pemerintah mencanangkan program sertifikasi guru, yaitu agar para guru mencapai tahap profesional dalam kinerjanya sebagai agen pembelajaran. Sagala Syaiful, (2009:55)

Tugas Guru-Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya, Tafsir Ahmad, (1992:48) Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap dan keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya.

Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000:36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah :

a. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman

b. Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila

(4)

c. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983

d. Sebagai prantara dalam belajar

e. Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya

f. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

g. Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu

h. Sebagai adminstrator dan manajer Guru sebagai perencana kurikulum i. Guru sebagai pemimpin

j. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak

Untuk itu sebagai guru dalam peranannya harus bisa adanya suatu pendekatan terhadap siswa yang bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi komponen-komponen belajar mengajar. Tapi di samping komponen pokok yang ada dalam kegiatan belajar-mengajar, ada factor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, yaitu soal hubungan antara guru dan siswa. Hubungan guru dengan siswa/anak didik di dalam proses belajar mengajar merupakan factor yang sangat menentukan. Bagimana baiknya bahan pelajaran yang diberikan, bagaimanpun sempurnanya metode yang digunakan, namun jika hubungan guru-siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.

Dalam hubungan ini, salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui contact-hours di dalam hubungan guru-siswa. Contact-hours atau jam-jam bertemu antara guru-siswa, pada hakikatnya merupakan kegiatan di luar jam-jam prestasi di muka kelas seprti biasanya. Rosalin Ellin, (2008:36) Perlu dikembangkan sikap demokratis dan terbuka dari para guru dan ada keaktifan dari pihak siswa dan guru harus bersikap ramah sebaliknya siswa juga harus bersikap sopan, saling hormat menghormati, guru lebih bersifat manusiawi,

(5)

rasio guru dan siswa yang lebih bersifat proporsional, masing-masing pihak bila perlu mengetahui latar belakang baik guru maupun siswa. Sagala Syaiful, (2009:64), Ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan.

a. perlu dedikasi yang penuh dikalangan guru yang disertai dengan kesadaran akan fungsinya sebagai pamong bagi anak didiknya/siswa. b. menciptakan hubungan yang baik antara sesama staf pengajar dan

pimpinan, sehingga mencerminkan pola hubungan baik antara guru dan siswa.

c. sistem pendidikan dan kurikulum yang mantap.

d. adanya fasilitas dan ruangan yang memadai bagi para guru untuk mencukupi kebutuhan tempat bertamu antara guru dan siswa.

e. rasio guru dan siswa yang rasional, sehingga guru dapat melakukan didikan dan hubungan secara baik.

f. perlu adanya kesejahteraan guru yang memadai sehingga guru tidak terpaksa harus mencari hasil sampingan.

Dalam peranannya seorang guru harus memiliki Kode etik, kode etik disini juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya. Adapun rumusan kode etik guru yang merupakan kerangka pedoman guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya itu sesuai dengan kongres PGRI XIII, yang terdiri dari sembilan item berikut ini:

a. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.

b. Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.

c. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalah gunaan.

(6)

d. Guru menciptakan suasanan kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.

e. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.

f. Guru secara sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.

g. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan. h. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan

mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.

i. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Pada hakekatnya pemaparan diatas suatu gambaran yang harus dimiliki oleh seorang guru, dan selain itu adapun peranan dan tugas lain. Guru sebenarnya bukan hanya disekolah saja, tetapi bisa dikatakan dimana saja mereka berada. Di rumah, guru sebagai orang tua atau ayah-ibu adalah pendidik dari para putra dan putrinya. Di dalam masyarakat sekitar yaitu masyarakat kampung, desa tempat tinggalnya guru sering kali terpandang sebagai tokoh suri teladan bagi orang-orang disekitarnya, baik dalam sikap dan perbuatannya misalnya cara dia berpakaian, berbicara dan bergaul, maupun pandangan-pandangannya.

2. Hakikat Guru a. Pengertian Guru

Guru sebagai pekerjaan profesi, secara holistik adalah berada pada tingkatan tertinggi dalam sistem pendidikan nasional. Karena guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya memiliki otonomi yang kuat, Nawawi hadari, (1982:69). Adapun tugas guru sangat banyak baik yang terkait dengan kedinasan dan profesinya disekolah. Seperti mengajar dan membimbing para muridnya, memberikan penilaian hasil belajar peserta didiknya,

(7)

mempersiapkan administrasi pembelajaran yang diperlukan, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelajaran. Syaiful Sagala, (2009:11-12) Disamping itu guru haruslah senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan jaman, ataupun di luar kedinasan yang terkait dengan tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah.

Dalam mealaksanakan tugasnya guru bukanlah sebatas kata-kata, akan tetapi juga dalam bentuk perilaku , tindakan dan contoh-contoh. Pengalaman Anwar dan Sagala (2006: saifil sagala 2009:13) menunjukan bahwa sikap dan tingkah laku jauh lebih efektif dibanding dengan perkataan yang tidak dibarengi dengan amal nyata. Lebih jauh Wens Tanlain, dkk, (1989) menyebutka ada beberapa point yang menjadi tanggung jawab seorang guru, antara lain: mematuhi norma dan nilai kemanusiaan, menerima tugas mendidik bukan sebagai beban, tetapi dengan gembira dan sepenuh hati, menyadari benar akan apa yang dikerjakan dan akibat dari setiap perbuatannya itu. Syaiful Sagala, (2009:13) Belajar dan mengajar memberikan penghargaan kepada orang lain termasuk kepada anak didik, bersikap arif bijaksana dan cermat serta hati-hati, dan sebagai orang beragama melakukan kesemua yang tersebut di atas berdasarkan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jadi guru adalah figur pemimpin yang dalam batas-batas tertentu dapat mengendalikan para muridnya. Guru seorang arsitek yang berusaha membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru juga memiliki peluang menentukan untuk membangun sikap hidup atau kepribadian anak didiknya sehingga dapat berguna bagi diri dan keluarganya kelak. Guru bekerja melaksanakan tugas profesional kependidikan tidak karena takut pada pimpinannya, tetapi karena panggilan tugas profesionalnya dan juga ibadah. (Syaiful sagala, 2009:14)

Menurut Noor Jamaluddin (2012: 1) Guru adalah pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai

(8)

kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.

Profesi guru masih dihadapkan kepada banyak permasalahan, karena profes guru merupakan suatu profesi yang sedang tumbuh, semua permaslahannya masih relevan untuk dibicarakan, salah satu diantaranya profesi harus melalui pendidikan tinggi keguruan. Hal ini sejalan dengan UU No. 14 tahun 2005 Pasal 8 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian pasal 9 menyatakan kualifikasi akademik sebagimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Pembahasan pada bagian ini mengenai standar yang dipersyaratkan menjadi guru yang profesional meliputi tugas dan tanggung jawab guru, guru profesional senantiasa meningkatkan kualitasnya, standar profesional guru di indonesia, dan kode etik dan kepribadian guru.

Menurut Ametembun sebagaimana yang dikutip dari wordpress sarjanaku (2011: 1) megemukakan bahwa “Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun luar sekolah.

Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan

(9)

pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan.

Kompetensi pada hakekatnya menggambarkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang harus dikuasai peserta didik dan direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hall dan Jones (1976) dikutif dari buku Syaiful Sagala (2009:157) mengatakan kompetensi (competence) adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur. Pusat kurikulum dan Depdiknas (2002) mengatatakan kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai dasar yang merefleksikan dalam kebiasan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus.

Kamus Dewan, guru bermaksud pengajar, pendidik atau pengasuh. Seorang guru ialah merupakan pembimbing dalam proses pembelajaran. Menurut Mok Soon Sang (1990) pula, guru merupakan seorang ahli masyarakat yang mempunyai perhubungan sosial yang saling berkait rapat dengan masyarakat berstatus. Guru merupakan tenaga ikhtisas di dalam bidang perguruan yang dipertanggungjawabkan untuk mendidik pelajar di sekolah. Guru juga sebagai anggota masyarakat, harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu, guru harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan sebagai anggota masyarakat, guru mempunyai keterampilan membina kelompok, berkerjasama dalam kelompok untuk menyelesaikan sesuatu masalah. Nasution, (2010:83)

Antara fungsi dan peranan guru ialah guru sebagai pendidik dan pengajar haruslah memiliki kestabilan emosi, ingin memajukan pelajar, bersikap realistik, bersikap jujur dan terbuka, peka terhadap perkembangan terutamanya dalam inovasi pendidikan, Usman Uzer, (1998:131). Maka guru harus memiliki dan menguasai berbagai jenis bahan pelajaran, menguasai teori dan praktikal pendidikan juga mampu memahami psikologi lingkungan

(10)

sekitar dalam pendidikan terutama tugasnya sebagai guru dalam pemahaman anak didiknya disekolah. Norman M Goble, (1983:11)

b. Kinerja Guru

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance. Menurut Meiner dalam As’ad (2000:7) menyebutkan bahwa

job performance diartikan sebagai kedudukan seseorang dalam

melaksanakan suatu pekerjaan. Berdasarkan pengertian tersebut, job performance dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi kedua (1996 : 503) mengartikan kinerja atau performance sebagai prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian diatas, dapatlah dinyatakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan, kecakapan atau keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam mengelola proses belajar mengajar.

Jabatan guru merupakan jabatan profesional, artinya jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Keahlian tersebut diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan serta akan dipercaya dengan pengalaman. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih atau membimbing, Sagala Syaiful, (2009:154) Mendidik artinya mengembangkan nilai-nilai kehidupan, mengajar berarti meneruskan atau memelihara dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi, sedangkan melatih atau membimbing adalah mengembangkan keterampilan. Di dalam pelaksanaannya tugas mendidik, mengajar dan melatih merupakan kegiatan yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sagala Syaiful, (2009:156) Pada saat seorang guru mengajar, ia sekaligus mendidik dan juga melatih atau membimbing, sehingga guru berperan penting terhadap pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksi, baik dengan siswa, dengan sesama guru, dengan institusi maupun dengan masyarakat. Peran ini merupakan refleksi kinerja guru dalam arti penampilan kerja guru, karena guru harus tampil sebagai pegawai profesional.

(11)

Ada 3 kelompok aktivitas yang dilakukan guru dalam kinerjanya, yaitu: pertama, kinerja guru dalam kegiatan pembelajaran; kedua, kinerja guru yang berkaitan dengan institusi; dan ketiga, kinerja guru yang berkaitan dengan tanggung jawab profesional. (Bafadal Ibrahim, 2003 : 10) 1) Kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran, meliputi :

a) Kinerja guru dalam merencanakan pembelajaran

Fungsi dari perencanaan pembelajaran adalah sebagai rambu-rambu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Adapun manfaat merencanakan pembelajaran adalah : pertama, dapat lebih memperjelas kaitan antara kompetensi-kompetensi khusus dan urutannya untuk dikuasai siswa; kedua, memudahkan guru untuk menentukan awal bahan mengajar; ketiga, memudahkan guru dalam memperkirakan beban mengajar, waktu serta jenjang tingkat kompetensi yang harus dikuasai.

b) Kinerja guru dalam mengelola kelas dan pengajaran

Mengajar yang dilakukan oleh seorang guru dapat diartikan sebagai bimbingan yang diberikan oleh guru kepada siswa dalam aktivitas belajarnya. Dalam pengelolaan kelas ini, fungsi guru sebagai manajer yang mengarahkan aktivitas siswa agar berlangsung secara lancar dan kondusif sehingga memungkinkan terciptanya iklim belajar yang efektif dan teratur.

c) Kinerja guru dalam mengelola hasil evaluasi

Pengelolaan hasil evaluasi yang dimaksud di sini adalah meliputi penanganan guru atas evaluasi perilaku-perilaku siswa sebagai perwujudan hasil belajar yang dituangkan dalam catatan yang terdokumentasikan.

2) Kinerja guru berkaitan dengan institusi

Melaksanakan tugas dalam kurikuler, ekstrakurikuler dan kegiatan lain yang dibebankan kepadanya merupakan perwujudan dari kinerja guru terhadap sekolah.

(12)

Kegiatan kurikuler adalah kegiatan belajar yang dilakukan melalui tatap muka yang alokasi waktunya telah ditentukan dalam susunan program dan diperdalam melalui tugasnya. Sedangkan langkah-langkahnya meliputi : membuat analisis materi pembelajaran atau pengembangan silabus, menyusun program tahunan dan program semester, menyusun rencana persiapan mengajar dalam satuan pelajaran, melaksanakan proses belajar mengajar dan penilaian (evaluasi).

Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan belajar yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka, dilaksanakannya di sekolah atau di luar sekolah untuk lebih memperluas wawasan dan keterampilan, peningkatan dan penerapan nilai pengetahuan dan kemampuan yang telah dipelajari dari berbagai mata pelajaran. Kegiatan ini dapat berupa aktifitas remedial siswa, Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Pramuka, PMR, PKS, koperasi siswa, sanggar seni, paskibra, olahraga dan sebagainya.

3) Kinerja guru yang berkaitan dengan tanggung jawab sebagai guru professional

Guru sebagai pekerja profesional dapat tercermin dari perilaku yang dipersyaratkan oleh Bernaed Barber yang dikutip oleh Bafadal Ibrahim (2003 : 13), yaitu :

a) Mengacu kepada ilmu pengetahuan

b) Berorientasi kepada kepentingan masyarakat bukan kepentingan pribadi

c) Pengendalian perilaku dengan mengacu kepada kode etik

d) Imbalan atau kompensasi uang atau kehormatan merupakan simbol prestasi kerja bukan tujuan profesi

Selain 3 macam bentuk kinerja di atas, guru juga dituntut aktif di lembaga atau organisasi di luar sekolah seperti organisasi profesi, organisasi keagamaan di masyarakat sekitarnya ataupun organisasi sosial lainnya.

(13)

c. Kinerja Guru Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan

Mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja atau upaya) baik berupa barang maupun jasa. Sudarwan Danim, (2005:53). Sedangkan pendidikan, seperti termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 berarti :

“usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam mengacu pada masukan, proses, luaran dan dampaknya. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif, psikomotor), metodelogi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi, sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana kondusif. Purwanto Ngalim, (1994:39)

Mutu dalam konteks “hasil pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu. Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum atau UN). Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan.

Pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu, Nawawi Hadari, (1982:61). Keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik sedangkan keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis keterampilan yang diperoleh siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Nawawi Hadari, (1982:65) Di luar kerangka itu, mutu luaran juga dapat dilihat dari nilai-nilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju dan lain-lain yang diperoleh anak didik selama menjalani pendidikan.

(14)

Prinsip-prinsip peningkatan mutu pendidikan menurut Nana Syaodih Sukmadinata dkk (2006 : 9-11) sebagai berikut :

1) Peningkatan mutu pendidikan menuntut kepemimpinan profesional dalam bidang pendidikan. Manajemen mutu pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan oleh para profesional pendidikan untuk memperbaiki sistem pendidikan bangsa kita

2) Kesulitan yang dihadapi para profesional pendidikan adalah ketidakmampuan mereka dalam menghadapi “kegagalan sistem” yang mencegah mereka dari pengembangan atau penerapan acara atau proses baru untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada

3) Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. Norma dan kepercayaan lama harus diubah. Sekolah harus belajar bekerja sama dengan sumber-sumbernya yang terbatas. Guru harus membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global

4) Uang bukanlah kunci utama dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika administrator, guru, staf, pengawas dan pemimpin kantor Diknas mengembangkan sikap yang terpusat pada kepemimpinan, team work, kerjasama, dan akuntabilitas

5) Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan, pimpinan dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk memperbaiki efisiensi, produktifitas dan kualitas layanan pendidikan. Guru akan menggunakan pendekatan yang baru atau model-model mengajar, membimbing dan melatih dalam membantu perkembangan siswa

6) Banyak profesional di bidang pendidikan yang kurang mampu memiliki pengetahuan dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global

7) Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara langsung dalam pendidikan tetapi membutuhkan

(15)

penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan. Budaya lingkungan dan proses kerja tiap organisasi berbeda. Para profesional pendidikan harus dibekali oleh program yang khusus dirancang untuk menunjang pendidikan

8) Salah satu komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pengukuhan. Dengan menggunakan sistem pengukuhan memungkinkan para profesional pendidikan dapat memperlihatkan dan mendokumentasikan nilai tambah dari pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan, baik terhadap siswa, orang tua maupun masyarakat

9) Masyarakat dan manajemen pendidikan harus menjauhkan diri dari kebiasaan menggunakan “program singkat”, peningkatan mutu dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan tidak dengan program singkat

Untuk mengetahui kinerja guru dapat dilihat pada saat proses belajar mengajar. Saat terjadi proses belajar, maka pada saat itu pula terjadi proses mengajar. Raka Joni, (1984:154) Dalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subjek belajar, dituntut adanya profil kualifikasi tertentu. Kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi agar proses ini dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menjelaskan beberapa aspek yang harus ditampilkan oleh seorang pengajar dalam proses belajar mengajar, yaitu :

1) Menggunakan metode, media, alat dan bahan pengajaran

2) Mendorong dan mengoptimalkan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar

3) Mengorganisasikan waktu dalam proses belajar mengajar

4) Melaksanakan penilaian hasil belajar dalam proses belajar mengajar Ukuran kinerja guru terlihat dari rasa tanggung jawabnya dalam menjalankan amanah profesi yang diembannya, rasa tanggung jawab

(16)

moral dipundaknya. Sikap ini akan dibarengi pula dengan rasa tanggung jawabnya mempersiapkan segala perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran, Yusvavera Nuni, (2013:86). Selain itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodelogi yang akan digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai serta alat penilaian yang digunakan di dalam pelaksanaan evaluasi. Gunawan Imam, (2013:142)

Suatu hal yang mustahil bila sekolah ingin menghasilkan lulusan yang bermutu, namun proses pendidikan tidak berjalan dengan baik. Keberhasilan proses pendidikan sangat tergantung dan tercermin dalam kinerja guru itu sendiri. Jadi kinerja guru yang berkualitas dalam proses belajar mengajar, bisa menunjang peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

d. Guru Profesional

Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister, (2005:65) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 4, professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Profesional merupakan orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, (2009:132) seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu

(17)

yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang. Jadi, profesional menitikberatkan pada pelakunya. Uzer Usman, (2006:71) Ciri-ciri orang yang professional ialah sebagai berikut:

1) Orang yang tahu akan keahliannya.

2) Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu. 3) Hidup dari pekerjaan itu.

4) Bangga akan pekerjaannya.

Dengan ciri-ciri tersebut di atas maka kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas rata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik, Kunandar, (2007:53) Jika profesional itu ialah guru, maka guru tersebut sudah seharusnya menciptakan masyarakat yang berkualitas melalui pendidikan pada generasi muda.

Kita juga sering mengaitkan antara profesi, professional, dan profesionalisme. Apabila profesi itu pekerjaannya dan profesional ialah pelaku pekerjaan tersebut, maka profesionalisme merupakan jembatan antara kedua hal tersebut. Menurut Jasin, Anwar (Dalam Rahardjo , Dawam, 1997:35) profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya.

Profesionalisme lebih cenderung kepada sifat si pelaku terhadap pekerjaannya. Mulyasa, (2007:47) Profesionalisme kerja seseorang akan timbul apabila dia bekerja sesuai aturan dan kaidah-kaidah yang berlaku. Profesionalisme adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan yang berkaitan dengan mata pencaharian

(18)

seseorang.Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian, (Kunandar, 2009:46). Jadi profesionalisme seseorang dapat dikatakan baik apabila dia bersifat dan bersikap sesuai aturan terhadap profesinya. Seperti mendahulukan kepentingan umum/ masyarakat, ahli dalam bidangnya, totalitas dalam bidangnya dan sebagainya.

Arifin, (2000:94) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai:

1) Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21.

2) Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia.

3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 2 (Kunandar, 2009:98) yaitu:

1) Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; 2) Penguasaan ilmu yang kuat;

3) Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan

4) Pengembangan profesi secara berkesinambungan.

Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional. Professional yaitu seorang guru, yang ahli dalam bidang keilmuan yang dikuasainya dituntut bukan

(19)

hanya sekedar mampu mentransfer keilmuan ke dalam diri anak didik, tetapi juga mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Maka, bentuk pembelajaran konkret dan penilaian secara komprehensif diperlukan untuk bisa melihat siswa dari berbagai perspektif.

Persiapan pembelajaran menjadi sesuatu yang wajib dikerjakan, dan pelaksanaan aplikasi dalam kelas berpijak kepada persiapan yang telah dibuat dengan menyesuaikan terhadap kondisi setempat atau kelas yang berbeda. Kepedulian untuk mengembangkan kemampuan afektif, emosional, social dan spiritual siswa, sesuatu yang vital untuk bisa melihat kelebihan atau keungulan yang terdapat dalam diri anak. Peserta didik diberi kesempatan untuk mengembangkan diri dan menemukan aktualisasi sehingga tumbuh rasa percaya diri.

Berikut akan diuraikan tentang 2 tuntutan yang harus dipilih dan dilaksanakan guru dalam upaya mendewasakan anak didik, Uno Hamzah, (2011:32) Tuntutan itu adalah:

(1) Mengembangkan visi anak didik tentang apa yang baik dan mengembangkan self esteem anak didik.

(2) Mengembangkan potensi umum sehingga dapat bertingkah laku secara kritis terhadap pilihan-pilihan. Secara konkrit anak didik mampu mengambil keputusan untuk menentukan mana yang baik atau tidak baik. Apabila seorang guru dalam kehidupan pekerjaannya menjadikan pokok satu sebagai tuntutan yang dipenuhi maka yang terjadi pada anak didik adalah suatu pengembangan konsep manusia terhadap apa yang baik dan bersifat eksklusif, Kunandar, 2009:52) Maksudnya adalah bahwa konsep manusia terhadap apa yang baik hanya dikembangkan dari sudut pandang yang sudah ada pada diri siswa sehingga tak terakomodir konsep baik secara universal. Dalam hal ini, anak didik tidak diajarkan bahwa untuk mengerti akan apa yang baik tidak hanya bertitik tolak pada diri siswa sendiri tetapi perlu mengerti konsep ini dari orang lain atau lingkungan sehingga menutup kemungkinan akan timbulnya visi bersama (kelompok) akan hal yang baik.

(20)

Berbeda dengan tujuan yang pertama, tujuan yang kedua lebih menekankan akan kemampuan dan peranan lingkungan dalam menentukan apa yang baik tidak hanya berdasarkan pada diri namun juga pada orang lain berikut akibatnya. Di lain pihak guru mempersiapkan anak didik untuk melaksanakan kebebasannya dalam mengembangkan visi apa yang baik secara konkrit dengan penuh rasa tanggung jawab di tengah kehidupan bermasyarakat sehingga pada akhirnya akan terbentuklah dalam diri anak sense of justice dan sense of good.

Komitmen guru dalam mengajar guna pencapaian tujuan mengajar yang kedua lebih lanjut diuraikan bahwa guru harus memiliki loyalitas terhadap apa yang ditentukan oleh lembaga (sekolah). Martinis Yamin, (2008:31) Sekolah selanjutnya akan mengatur guru, KBM dan siswa supaya mengalami proses belajar mengajar yang berlangsung dengan baik dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan jabatan. Namun demikian, sekolah juga perlu memberikan kebebasan bagi guru untuk mengembangkan, memvariasikan, kreativitas dalam merencanakan, membuat dan mengevaluasi sesuatu proses yang baik (guru mempunyai oto-nomi). Hal ini menjadi perlu bagi seorang yang profesional dalam pekerjaannya, Martinis Yamin. (2008:52)

Masyarakat umum juga dapat membantu guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap proses anak didik, Syaiful Sagala, (2009:109). Masyarakat dapat mengajukan saran, kritik bagi lembaga (sekolah). Lembaga (sekolah) boleh saja mempertimbangkan atau menggunakan masukan dari masyarakat untuk mengembangkan pendidikan tetapi lembaga (sekolah) atau guru tidak boleh bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat karena hal ini menyebabkan hilangnya profesionalitas guru dan otonomi lembaga (sekolah) atau guru, Uzer Usman, (2006:76)

Dengan demikian, pemahaman akan visi pekerjaan sesuai dengan etika moral profesi perlu dipahami agar tuntutan yang diberikan kepada guru bukan dianggap sebagai beban melainkan visi yang akan dicapai guru

(21)

melalui proses belajar mengajar. Guru perlu diberikan otonomi untuk mengembangkan dan mencapai tuntutan tersebut.

Untuk menjadi guru yang profesional kita dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar, Kunandar, (2009:72) diantaranya:

1) Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi mata pelajaran yang diajarkannya;

2) Guru harus dapat membuat urutan dalam pemberian pelajaran dan penyesuiannya dengan usia dan tahapan tugas perkembangan pesertadidik;

3) Sesuai dengan prinsip repitisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas;

4) Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta didik secara individual;

5) Guru harus dapat membangkitkan minat peserta didik untuk aktif dalam berfikir;

6) Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik;

7) Guru wajib memperhatikan dan memikirkan korelasi antara mata pelajaran dengan kenyataan;

8) Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar peserta didik;

9) Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan social;

10) Guru juga dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan peserta didik.

Seorang guru harus memiliki kompetensi professional yang menjadi andalan guru dalam menjalankan tugasnya, kompetensi professional merupakan seperangkat kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru agar dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil.

(22)

e. Kompetensi Guru

1) Definisi Kompetensi Guru

Tugas guru sebagai pendidik dan pengajar yang demokratis memerlukan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti kompetensi kepribadian, bidang studi, dan pendidikan atau pembelajaran. Paul Suparno, (2004:47)

Kompetensi harus selalu dikembangkan dan diolah sehingga tinggi. Dengan kompetensi yang semakin tinggi diharapkan guru dapat melakukan tugas panggilannya lebih baik dan bertanggung jawab. Menurut Kamus Besar Indonesia kompetensi berarti kekuasaan atau kewenangan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Uzer Usman, (2006:14)

Istilah Kompetensi sebenarnya memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan berikut ini: Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak. Sifat tanggungjawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika.

Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diterapkan. Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa:

“competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”

Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu

(23)

pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.

Mengacu pada beberapa pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai suatu gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan oleh seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Lebih jauh, Raka Joni sebagaimana dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan tiga jenis kompetensi guru, yaitu :

a) Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya. b) Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan

siswa, sesama guru, maupun masyarakat luas.

c) Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Sementara itu, dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana yang tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu :

a) Kompetensi pedagogik

Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dikemukakan kompetensi pedagogik adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas (2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran.

(24)

Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Berdasarkan pengertian di atas maka Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Syaiful Sagala, (2009:32)

b) Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan. Nilai kompetensi kepribadian dapat digunakan sebagai sumber kekuatan, ispirasi, motivasi, dan inovasi bagi peserta didiknya. Syaiful Sagala, (2009:33)

c) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

d) Kompetensi professional, Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)

(25)

kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.

2) Cara Pengembangan Kompetensi Guru a) Program sertifikasi

Sertifikasi guru adalah proses perolehan sertifikat pendidik bagi guru. Sertifikat pendidik bagi guru berlaku sepanjang yang bersangkutan menjalankan tugas sebagai guru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Serifikat pendidik ditandai dengan satu nomor registrasi guru yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Sertifikasi diperoleh melalui pendidikan profesi yang diakhiri dengan uji kompetensi. Dalam program sertifikasi telah ditentukan kualifikasi pendidikan bagi semua guru di semua tingkatan, yaitu minimal sarjana atau Diploma IV. Dengan kualifikasi itu, diharapkan guru akan memiliki kompetensi yang memadai. Menurut Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Apapun penjelasannya sebagai berikut.

Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa dan menjadi teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia.

Kompetensi Sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional`merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang

(26)

menaungi materinya. Kompetensi ini juga disebut dengan penguasaan sumber bahan ajar atau sering disebut dengan bidang studi keahlian.

Dalam praktik keempat kompetensi itu merupakan satu kesatuan yang utuh, dan kompetensi profesional sebenarnya merupakan “payung”, karena telah mencakup kompetensi lainnya. Guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan dan memenuhi persyaratan dapat disertifikasi dengan berpedoman pada ketentuan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku. Sertifikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi atau ditunjuk pemerintah. Setelah disertifikasi guru akan memperoleh sertifikat pendidik, yaitu bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Dengan memiliki sertifikat pendidik, guru akan memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum, meliputi: gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah diberi gaji sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sementara guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diberi gaji berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.

Undang-undang Nomor 14/ 2005 memberi angin segar kepada guru, karena memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan karier dan mendapatkan penghargaan yang sepantasnya. Undang-undang itu akan dapat mengangkat harkat dan martabat guru yang memiliki kedudukan dan peranan strategis dalam pembangunan nasional, yang sebelum adanya undang-undang tersebut tampak kurang mendapatkan perhatian.

Untuk memperoleh sertifikat pendidik tidak semudah membalikkan telapan tangan, dan memerlukan kerja keras para guru. Sertifikat

(27)

pendidik akan dapat diperoleh guru apabila mereka benar-benar memiliki kompetensi dan profesionalisme. Bagi para guru yang memiliki kompetensi dan profesionalisme, hal ini mungkin bukan merupakan persoalan yang pelik, melainkan tinggal menunggu waktu. Sebaliknya, para guru yang kurang memiliki kompetensi dan profesionalisme, hal ini dapat menjadi persoalan yang pelik ketika giliran untuk disertifikasi telah tiba. Sehubungan dengan hal itu, sesuatu yang pasti adalah guru harus mempersiapkan diri sedini mungkin untuk disertifikasi, agar kesempatan yang baik itu tidak hilang begitu saja karena tidak adanya persiapan yang memadai. Guru harus siap mental, keilmuan, dan finansial. Dalam kaitan dengan persiapan dalam hal keilmuan, guru perlu meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya.

b) Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Guru

Untuk kepentingan sertifikasi dan menjamin mutu pendidikan perlu dilakukan peningkatan kompetensi dan profesionalisme seorang guru. Hal ini perlu dipahami karena dengan adanya pasca sertifikasi guru harus tetap meningkatkan kemampuan dan profesionalismenya agar mutu pendidikan tetap terjamin. Peningkatan kompetensi dan profesionalisme guru dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut ini.

(1) Studi Lanjut Program Strata 2

Studi lanjut program Strata 2 atau Magister merupakan cara pertama yang dapat ditempuh oleh para guru dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Ada dua jenis program magister yang dapat diikuti, yaitu program magister yang menyelenggarakan program pendidikan ilmu murni dan ilmu pendidikan. Ada kecenderungan para guru lebih suka untuk mengikuti program ilmu pendidikan untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. (2) Kursus dan Pelatihan

Keikutsertaan dalam kursus dan pelatihan tentang kependidikan merupakan cara kedua yang dapat ditempuh oleh guru untuk

(28)

meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Walaupun tugas utama seorang guru adalah mengajar, namun tidak ada salahnya dalam rangka peningkatan kompetensi dan profesionalismenya juga perlu dilengkapi dengan kemampuan meneliti dan menulis artikel/ buku. (3) Pemanfaatan Jurnal

Jurnal yang diterbitkan oleh masyarakat profesi atau perguruan tinggi dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kompetensi dan profesionalisme. Artikel-artikel di dalam jurnal biasanya berisi tentang perkembangan terkini suatu disiplin tertentu. Dengan demikian, jurnal dapat dipergunakan untuk memutakhirkan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang guru. Dengan memiliki bekal ilmu pengetahuan yang memadai, seorang guru bisa mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya seorang guru dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik. Selain itu, jurnal-jurnal itu dapat dijadikan media untuk mengomunikasikan tulisan hasil pemikiran dan penelitian guru yang dapat digunakan untuk mendapatkan angka kredit yang dibutuhkan pada saat sertifikasi dan kenaikan pangkat.

(4) Seminar

Keikutsertaan dalam seminar merupakan alternatif keempat yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme seorang guru. Tampaknya hal ini merupakan cara yang paling diminati dan sedang menjadi trend para guru dalam era sertifikasi, karena dapat menjadi sarana untuk mendapatkan angka kredit. Melalui seminar guru mendapatkan informasi-informasi baru. Cara itu sah dan baik untuk dilakukan. Namun demikian, di masa-masa yang akan datang akan lebih baik apabila guru tidak hanya menjadi peserta seminar saja, tetapi lebih dari itu dapat menjadi penyelenggara dan pemakalah dalam acara seminar. Forum seminar yang diselengarakan oleh dan untuk guru dapat menjadi wahana yang baik untuk mengomunikasikan berbagai hal yang menyangkut bidang ilmu dan profesinya sebagai guru.

(29)

3. Peserta Didik (siswa)

Secara umum peserta didik dapat diartikan orang yang sedang memperoleh pendidikan dari pendidiknya. Peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkkungan masyarakat dimana anak tersebut berada.

Menurut Toto Suharto (2006: 123) peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum tercaapi taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara maksimal tanpa melalui proses pendidikan.

Adapun peserta didik dalam pendidikan islam menurut Hery Noer Aly (1999: 113) ialah setiap manusia yang sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, bukan hanya ank-anak yang sedang dalam pengasuhan dan pengasihan orangtuanya, bukan pula anak-anak dalam usia sekolah.

Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam system pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, (1991:174)

Sebagai peserta didik juga harus memahami kewajiban, etika serta melaksanakanya. Ramayulis, (2008:54) Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan yang harus di tati dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar. Namun itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak

(30)

mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga mengenali potensi yang dimilikinya. Samsul Nizar, (2002:45)

Secara defenitif yang lebih detail para ahli teleh menuliskan beberapa pengertian tentang peserta didik. Samsul Nizar, (2002:57) menuliskan, Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memilki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.

Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, (1991:251) juga menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu.

Dari definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik.

Samsul Nizar, sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis, (2008:77) mengklasifikasikan peserta didik sebagai berikut :

1) Peserta didik bukanlah miniature orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.

2) Peserta didik memiliki periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.

3) Peserta didik adalah makhluk allah yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh factor bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.

(31)

4) Peserta didik merupakan dua unsure utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsure rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.

5) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

Adapun hakikat peserta didik menurut (Zahara Idris dan H. Lisma Jamal, 1998:173) adalah sebagai berikut :

1) peserta didik adalah pribadi yang sedang berkembang

2) peserta didik bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.

3) Peserta didik adalah pribadi yang memiliki potensi, baik fisik maupun psikologis yang berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik.

4) Peserta didik memerlukan pembinaan individual dan perlakuan yang manusiawi.

5) Peserta didik pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungannya.

6) Peserta didik memiliki kemampuan untuk mandiri.

Menurut Raka Joni, (2001:131) menyatakan bahwa hakikat peserta didik didasarkan pada 4 hal yaitu:

1) Peserta didik bertanggung jawab terhadap pendidikan sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup.

2) Memiliki potensi baik fisik maupun psikologi yang berbeda-beda sehingga masing-masing subjek didik merupakan insan yang unik.

3) Memerlukan pembinaan individual serta perlakuan yang manusiawi. 4) Pada dasarnya merupakan insan yang aktif menghadapi lingkungan.

Samsul Nizar dalam “Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis” (2002:16) menyebutkan beberapa deskripsi mengenai hakikat peserta sebagai berikut.

(32)

1) Peserta didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa 2) Peserta didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap

perkembangan dan pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan islam dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dialami peserta didik.

3) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi baik yang menyangkut kebutuhan jasmani atau rohani

4) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations) baik yang disebabkan karena faktor bawaan maupun lingkungan tempat ia tinggal

5) Peserta didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmani dan ruhaniah. Unsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dapat dkembangkan melalui proses pembiasaan dan latihan, sementara unsur ruhani berkaitan dengan daya akal dan daya rasa

6) Peserta didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu dikembangkan secara terpadu (Toto Suharto. 2006: 124-125).

Disamping itu perbedaan individu dapat ditimbulkan oleh adanya faktor-faktor perkembangan, yaitu:

1) Faktor kemampuan dasar: Terdiri atas kemampuan dasar umum yang disebut intelegensi (IQ), dan kemampuan dasar khusus yang disebut aptitude/bakat.

2) Faktor lingkungan: Yakni lingkungan alam sekitar, lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

3) Faktor kepribadian: Yang berpengaruh dalam perkembangan meliputi: sikap, minat, motivasi, sosialitas dan pandangan hidup.

(33)

4. Broken Home

a. Definisi Broken Home

Broken Home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah diatur, Yusvavera Nuni, (2013:92) Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang pelajar hal inilah yang mengakibatkan seorang pelajar tidak mempunyai minat untuk berprestasi. Wirawan sarlito, (2012:41)

Sebelum berlanjut dalam permasalahan Broken Home akan membahas remaja sebagai subyek dalam bahasan psikologi pendidikan. Psikologi Secara harafiah,Syah, (1997:7) Berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu: psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Jadi, psikologi berarti ilmu jiwa. Poerbakawatja dan Harahap Syah, (1997:8) membatasi psiklogi sebagai “cabang ilmu pengetahuan yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”. Dimana gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa tersebut meliputi respon organisme dan hubungannya dengan lingkungannya.

Membuat kesimpulan tentang pengertian psikologi dari beberapa definisi di atas, dimana psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan dan kejadian yang ada di sekitar manusia.

Pendidikan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Syah, (1997: hal.10) Pendidikan berasal dari kata “didik”, yang mendapat awal me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberilatihan. Menurut McLeod Syah, (1997:10) Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, danpimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

(34)

Poerbakawatja dan Harahap (Syah, 1997:11). Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Pengertian Psikologi Pendidikan Arthur S. Reber (Syah, 1997:12) Psikologi pendidikan adalah sebuah subdisiplin ilmu psikologi yang berkaitan dengan teori dan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal sebagai berikut : a. Penerapan prinsip-prinsip belajar dalam kelas, b. Pengembangan dan pembaharuan kurikulum c. Ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan. Sosialisasi proses-proses dan interaksi proses-proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitife.

Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar. Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik, Syamsudin abin, (2007:171). Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.

Istilah “broken home” biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan akibat orang tua tidak lagi peduli dengan situasi dan keadaan keluarga di rumah. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan anak-anaknya di masyarakat. Willis Sofyan, (2008:49)

Namun, broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian. Willis, Sofyan

(35)

S. (2008:57) Kondisi ini menimbulkan dampak yang sangat besar terutama bagi anak-anak. Bisa saja anak jadi murung, sedih yang berkepanjangan, dan malu. Selain itu, anak juga kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.

Karena orangtua merupakan contoh (role model), panutan, dan teladan bagi perkembangan anak-anaknya di masa remaja, terutama pada perkembangan psikis dan emosi, anak-anak perlu pengarahan, kontrol, serta perhatian yang cukup dari orang tua, Fatimah Enung, (2008:75). Orangtua merupakan salah satu faktor sangat penting dalam pembentukan karakter anak-anak selain faktor lingkungan, sosial, dan pergaulan.

Broken home juga bisa merusak jiwa anak sehingga dalam sekolah mereka bersikap seenaknya saja, tidak disiplin di dalam kelas mereka selalu berbuat keonaran dan kerusuhan hal ini dilakukan karena mereka cuma ingin cari simpati pada teman-teman mereka bahkan pada guru-guru mereka, Wildaniah, Firsty. (2006:43) Untuk menyikapi hal semacam ini kita perlu memberikan perhatian dan pengerahan yang lebih agar mereka sadar dan mau berprestasi.

b. Dampak Broken Home dalam Perkembangan Remaja

Remaja berasal dari kata latin adolesence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik.Wirawan Sarlito, (2012:60) Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa atau tua. Jika ditarik kesimpulan remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. Wirawan Sarlito, (2012:71)

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Wildaniyah Firsty, (2006:44) Masa Remaja merupakan suatu periode atau masa tumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari ana-anak

(36)

menuju masa dewasa, yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa.

Sebagai orang tua wajib untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan dan penganiayaan. Hal ini juga sesuai dengan pengaturan Pasal 13 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a) diskriminasi;

b) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c) penelantaran;

d) kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e) ketidakadilan; dan

f) perlakuan salah lainnya.

Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah, ekspersi mimik wajah, dan tubuh. Perceraian adalah hal yang harus dihindari, agar emosi anak tidak terganggu karena perceraian pengalaman tramatis bagi anak. Wildaniyah Firsty, (2006:63)

Pada umumnya penyebab utama broken home ini adalah kesibukkan kedua orang tua dalam mencari nafkah keluarga seperti hal ayah laki – laki bekerja dan ibu menjadi wanita karier. Willis sofyan, (2008:116) Hal inilah yang menjadi dasar seorang tidak memiliki keseimbangan dalam menjalankan aktifitas sehari hari dan malah sebaliknya akan merugikan anak itu sendiri, dikala pulang sekolah dirumah tidak ada orang yang bisa diajak berbagi dan berdiskusi, membuat anak mencari pelampiasan diluar rumah seperti bergaul dengan teman-teman nya yang secara tidak langsung memberikan efek atau pengaruh bagi perkembangan mental anak. Wildaniah, Firsty. (2006:69)

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikasi pendidik dilakukan dengan berpegang pada beberapa prinsip, yaitu (1) Dilaksanakan secara (a) objektif, yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik

Perencanaan pembelajaran memainkan peranan penting dalam memandu guru untuk melaksanakan tugas professionalnya sebagai pendidik dalam melayani kebutuhan belajar para

Pada aspek kognitif penilaian siswa dapat dibagi ke dalam empat faktor (Menteri.. Pendidikan Nasional, 2007): (1) tugas, adalah penilaian hasil belajar oleh pendidik

23 Tugas dari guru itu merupakan tugas yang sama untuk semua peserta didik dapat juga memilih.tugas adalah sebuah pekerjaan yang untuk diselesaikan, untuk tugas yang

Di dalam menjalankan bisnisnya, setiap perusahaan memiliki proses bisnis yang berbeda satu sama lain Proses bisnis pada dasarnya adalah suatu cara yang lebih baik untuk

Dalam hal ini peran guru PAI yang dimaksud adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pendidik yang pekerjaannya mengajar mata pelajaran PAI (Qur’an

Dosen Nomor 14 Tahun 2005 BAB I pasal 1 ayat 11 menyatakan bahwa, “Sertifikasi guru merupakan proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen.” 10 Kebijakan sertifikasi

Syarina (2012), penelitian yang berjudul “Penga- ruh Sertifikasi terhadap Kinerja Mengajar Guru dalam Meningkatkan hasil Belajar Siswa pada Mata pelajaran IPS Di SMK negeri