EKSTRADISI DALAM PERSPEKTIF
HUKUM INTERNASIONAL
I Made Budi Arsika, SH, LLM
Fakultas Hukum Universitas Udayana
Disampaikan pada In-House Training
Kejaksaan Negeri Tabanan
“perlu adanya sertifikasi untuk Hakim dan
Jaksa dalam penanganan masalah
ekstradisi, serta adanya hubungan yang
baik antar penegak hukum untuk saling
asah, saling asih, dan saling asuh atas
permasalahan yang akan timbul di masa
yang akan datang”
Pernyataan Made Rawa Aryawan, SH., M.Hum, Ketua
PT Jakarta pada saat Kunjungan Biro Hukum Kejaksaan
Agung RI dalam rangka Diskusi Penganganan Ekstradisi
di Jakarta, 7 Januari 2014
Jan S Maringka, (mantan) Kepala Biro Hukum
dan Hubungan International Kejaksaan Agung
RI meraih gelar Doktor dari Universitas
Hasa uddi de ga Judul Pe guata
Ekstradisi Dalam Sistem Peradilan Pidana
Terkait De ga Yurisdiksi Asi g
PENGUATAN KEJAKSAAN DALAM REFORMASI HUKUM NASIONAL
Dr. Jan S Maringka, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, 27 September 2016
Saat ini terdapat gagasan untuk meletakkan fungsi Central
Authority kepada Kejaksaan, dengan berbagai pertimbangan, di
antaranya:
- Sebagai instiitusi yang melaksanakan fungsi penuntutan, maka
hanya Kejaksaan yang dapat memberikan jaminan penuntutan
sebagai salah satu penting yang diatur diberbagai negara
terkait dengan pelaksanaan ekstradisi maupun bantuan hukum
timbal balik.
- Sebagai institusi yang melaksanakan penuntutan, hanya
Kejaksaan yang dapat memberikan jaminan untuk tidak
menuntut pidana mati dalam sebuah pekara pidana. Hal
tersebut menjadi penting, mengingat masih banyaknya
ketentuan undang-undang kita yang mengatur ancaman pidana
mati selama ini dirasakan menjadi kendala bagi negara-negara
lain dalam memenuhi permintaan ekstradisi maupuan bantuan
hukum timbal balik yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia.
Kewenangan penuntutan oleh Kejaksaan
perlu secara jelas dan tegas diatur di
Konstitusi Indonesia. Pengaturan di dalam
konstitusi itu perlu mencakup
kewenangan-kewenangan Kejaksaan baik yang berada di
lingkup kehakiman (penuntutan, eksekusi
putusan) maupun di luar lingkup kehakiman
(misal: ekstradisi, pengawasan, dll).
Adnan Buyung Nasution dalam Siti Aminah
Tardi, Bunga Rampai Kejaksaan RI, Badan
Penerbit FH UI, 2015, h. 194
OUTLINE
• Timbulnya Persoalan Ekstradisi
• Definisi Ekstradisi
• Unsur-Unsur Ekstradisi
• Asas-Asas Ekstradisi
• Sumber Hukum Internasional mengenai Ekstradisi
• Ekstradisi dalam Hukum Nasional Indonesia
• Kewenangan Kejaksaan Republik Indonesia
berkaitan dengan Perkara Ekstradisi
Timbulnya Persoalan Ekstradisi
Seorang pelaku kejahatan (tersangka ataupun
terpidana) melarikan diri ke suatu negara dengan
maksud untuk menghindari tuntutan hukum atau
pelaksanaan hukuman negara yang memiliki
Definisi Ekstradisi
Ekstradisi adalah proses hukum berdasarkan perjanjian, hubungan timbal balik, rasa hormat, atau hukum nasional, di mana satu negara memberikan atau mengirimkan ke negara lain, seseorang yang didakwa atau dihukum karena tindak kejahatan terhadap hukum negara yang meminta yang melanggar hukum pidana internasional agar diadili atau dihukum di negara peminta sehubungan dengan kejahatan yang dinyatakan dalam permintaan. (M. Cherif Bassioni dalam Anis Widyawati, 2014, Hukum Pidana Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, h. 173-174.)
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.
(Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi selanjutnya disebut UU Ekstradisi)
Tindakan yang diasosiasikan serupa
dengan Ekstradisi
• Deportasi (Deportation): Merupakan tindakan paksa mengeluarkan Orang Asing dari Wilayah Indonesia sebagai bentuk Tindakan Administratif
Keimigrasian berdasarkan Pasal 1 angka 36 dan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011
• Pengusiran (Expulsion): Terdapat nuansa Hak Asasi Manusia, terdapat pada Article 13 International Covenant on Civil and Political Rights
• Bantuan Timbal Balik (Mutual Legal Assistance): Instrumen yang menjadi terobosan dalam hal tidak adanya perjanjian ekstradisi. Konteksnya
berupa permintaan Bantuan berkenaan dengan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Negara Diminta. Bantuan ini tidaklah dimaksudkan untuk mengadakan ekstradisi atau penyerahan orang; penangkapan atau penahanan dengan maksud untuk ekstradisi atau penyerahan orang.
(Lihat Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 huruf a dan b Undang-undang Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana
Unsur-Unsur Ekstradisi
• Unsur subjek: negara yg meminta (requesting state) sebagai negara yang berkepentingan untuk mengadili atau menghukum pelaku dan negara yg diminta (requested state) sebagai negara tempat pelaku itu (sedang) berada.
• Unsur objek: orang/individu yg diminta untuk diserahkan (tersangka, terdakwa, ataupun terpidana)
• Unsur prosedur/tata cara: Ada permintaan, dilakukan secara formal,
• Unsur tujuan: untuk mengadili orang yang diminta atau untuk pelaksanaan hukuman (atau sisa hukuman) terhadapnya.
• Unsur dasar/landasan hukumnya: Ada perjanjian ekstradisi atau prinsip timbal balik.
• Lihat I Wayan Parthiana, 2009, Ekstradisi dalam Hukum
Asas-Asas Ekstradisi
a. Asas kejahatan ganda (Double criminality)
b. Asas kekhususan (Speciality)
c. Asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik
(No extradition of political criminal)
d. Asas tidak menyerahkan warga negara (No
extradition of national)
e. Asas ne bis in idem atau non bis in idem
f. Asas Daluwarsa (Lapse of time)
Lihat I Wayan Parthiana, 2009, Ekstradisi dalam Hukum Internasional
Modern, Yrama Widya, Bandung, h. 103-164 dan Siswanto Sunarso, 2009 Ekstradisi dan Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana: Instrumen
Asas Kejahatan Ganda
Suatu perbuatan yang dijadikan dasar permintaan ekstradisi
haruslah merupakan kejahatan baik menurut hukum
requesting-state maupun requested-state yang pada
umumnya terlihat pada perjanjian ekstradisi.
Ada 3 sistem dalam perumusan kejahatan ganda, yaitu:
1) Sistem Daftar (List System/Enumerative system)
2) Sistem Tanpa Daftar (Eliminative system )
3) Sistem Campuran (Mixed System)
Lihat Article II Extradition Treaty between Indonesia and the
Philippines Article 2 Extradition Treaty between Australian
and the Republic of Indonesia, dan Pasal 4 UU Ekstradisi
Asas Kekhususan
• Ekstradisi hanya dapat dilakukan untuk
perbuatan yg secara tegas dijadikan dasar
permintaan ekstradisi.
• Lihat Article 14 United Nations Model Treaty
on Extradition, Article 8 Extradition Treaty
between Australia and the Republic of
Indonesia, dan Article IX Extradition Treaty
between Indonesia and the Philippines
Asas tidak menyerahkan pelaku
kejahatan politik
• Permintaan ekstradisi tdk diperbolehkan jika kejahatan
yang dijadikan dasar permintaan ekstradisi itu adalah
kejahatan politik
• Lihat Article 3 European Convention on Extradition,
Article 5 Convention relating to Extradition between
the Member States of the European Union, Article 4 (4)
Inter-American Convention on Extradition, dan Pasal 5
UU Ekstradisi
Asas tidak menyerahkan Warga Negara
• Requested-state berhak menolak permintaan
ekstradisi yang ditujukan kepada warga
negaranya sendiri.
• Hak yang dimiliki ini bukanlah berarti bahwa
negara tersebut melindungi penjahat. Negara
tersebut dapat mengadili orang yang
bersangkuta berdasarkan asas nasional aktif.
• Lihat Article 6 European Convention on
Extradition, Article 4 Extradition Treaty between
Indonesia and Malaysia, Pasal 7 UU Ekstradisi
Asas ne (non) bis in idem
•
Requested-state
berhak menolak permintaan
ekstradisi jika orang yang diminta
diekstradisikan tersebut sudah pernah diadili
dan telah memperoleh putusan akhir (
final
judgment
).
• Lihat Article 9 European Convention on
Extradition, Article 7 Extradition Treaty
between Indonesia and Malaysia, Article VIII
Extradition Treaty between Indonesia and the
Philippines, Pasal 10 dan 11 UU Ekstradisi
Asas Daluwarsa
•
Requested-state
berhak menolak
permintaan ekstradisi jika penuntutan
atau pelaksanaan hukuman dari kejahatan
yg dijadikan dasar permintaan ekstradisi
itu telah lewat waktu (baik menurut
hukum
requesting-state
maupun
requested-state
).
• Lihat Article 10 European Convention on
Extradition dan Pasal 12 UU Ekstradisi
Sumber Hukum Ekstradisi
yang Bersumber dari Hukum Internasional Publik
• Perjanjian Internasional
• Hukum Kebiasaan Internasional
• Prinsip-Prinsip Hukum
• Putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Internasional
• Doktrin
• Keputusan/Resolusi Organisasi Internasional
Lihat I Wayan Parthiana, 2009, Ekstradisi dalam Hukum
Internasional Modern, Yrama Widya, Bandung, h. 75-92.
Perjanjian Internasional
• Bilateral (Indonesia-Malaysia)
• Regional/Multilateral (contoh: European
Convention on Extradition)
Towards
Model ASEAN Extradition Treaty
JOINT COMMUNIQUE OF THE NINTH ASEAN LAW MINISTERS
MEETING (ALAWMM), 22 October 2015, Bali, Indonesia,
para 8
The Ministers acknowledged the work of the Working Group
on the Model ASEAN Extradition Treaty and urged the
Working Group to expedite their deliberation and finalise
the text of the Model ASEAN Extradition Treaty at their
next meeting that will be hosted by Singapore. The
Ministers noted with satisfaction that ASEAN Member
States shall endeavour to make extradition mechanisms
available between them, taking into consideration the
principles set out in the Model ASEAN Extradition Treaty
where appropriate, and the possibility for a legally binding
ASEAN Extradition Treaty
Kebiasaan Internasional
• Praktik negara menunjukkan bahwa ekstradisi
sudah dilakukan bahkan tanpa adanya
perjanjian bilateral
• Praktik negara juga menginisiasi lahirnya
asas-asas ekstradisi.
Prinsip Hukum Umum
• Prinsip Keadilan
• Prinsip Itikad Baik
Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Internasional
• PCIJ: Inggris v. Perancis dalam Savarkar Case
• ICJ: Belgium v. Senegal dalam Habre Case
Doktrin
• Grotius: au dedere au punere, artinya setiap
pelaku kejahatan harus dihukum dimanapun
dia berada atau ditemukan
• Reinterpretasi oleh para Sarjana lainnya: au
dedere au judicare, artinya setiap pelaku
Keputusan/Resolusi
Organisasi Internasional
• Resolusi Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa Nomor: A/Res/36/171 tanggal 12
Februari 1982 tentang Ekstradisi atas Ziad Abu
Eain
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang
Ekstradisi
• Inisiatif Rancangan Undang-Undang untuk
Memperbaharui UU Ekstradisi sebelumnya
PENGATURAN EKSTRADISI
DI INDONESIA
•
RI-Malaysia
• RI-the Philipines
• RI-Thailand
•
RI-Australia
•
RI-Hongkong
•
RI-Republik Korea
• RI- India
Belum Diratifikasi
•
RI
-
Singapore
PRAKTIK EKSTRADISI DI INDONESIA
•Instrumen pemberian (pemenuhan atas permintaan)
ekstradisi adalah Keputusan Presiden. Dalam praktiknya,
Presiden memperhatikan Penetapan Pengadilan dalam
mengabulkan permohonan ekstradisi.
•Ada sejumlah kasus: ekstradisi WN ASDennis Austin
Standeffer kepada Filipina (2001), ekstradisi WN Selandia
Baru Robert James McNeice,terdakwa penipuan di
Australia (2010), ekstradisi WN Ceko Tomas Toman (2013),
Lim Yong Nam (2016), MNK Azar (2016), dsb
Aspek Konstitusionalitas Ekstradisi
• Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang
Ekstradisi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1979 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3130);
• Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Nomor 73/PUU-VIII/2010 dalam perkara konstitusi
yang diajukan oleh Popa Nicolae (seorang
berkewarganegaraan Rumania) menentukan bahwa
Warga Negara Asing tidak memiliki kedudukan hukum
(legal standing) untuk mengajukan permohonan
konstitusi berkaitan dengan proses hukum ekstradisi
yang berlangsung di Indonesia.
Tugas Kejaksaan menurut
UU Esktradisi
Perintah Penahanan: Jaksa Agung Republik Indonesia dapat memerintahkan
penahanan yang dimintakan oleh Negara lain atas dasar alasan yang mendesak jika penahanan itu tidak bertentangan dengan hukum Negara Republik Indonesia. (Pasal 18 jo Pasal 21 dan 22)
Instrumen Permintaan Ekstradisi:
Permintaan untuk penahanan disampaikan oleh pejabat yang berwenang dari
negara peminta kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau Jaksa Agung Republik Indonesia melalui INTERPOL Indonesia atau melalui saluran diplomatik atau langsung dengan pos atau telegram (Pasal 19 ayat (1))
Hukum yang berlaku:
Pengeluaran surat perintah untuk menangkap dan atau menahan orang yang bersangkutan dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Hukum Acara
Pidana Indonesia. Penyimpangan: Menyimpang dari ketentuan Hukum Acara
Pidana Indonesia yang berlaku, maka terhadap mereka yang melakukan kejahatan yang dapat diekstradisikan berdasarkan undang-undang ini dapat dilakukan penahanan. (Pasal 19 ayat (2) dan (3))
Kewenangan lain berkaitan dengan Kejaksaan dapat dilihat pada Pasal 20, 21, 24, 26, 27, 29, 31, 34, 36, 38, dan 44 UU Ekstradisi
PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : PER-009/A/JA/01/2011 TENTANG ORGANISASI
DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 119 Bagian Kerjasama Hukum Luar Negeri terdiri atas :
a. Subbagian Kerjasama Luar Negeri;
b. Subbagian Ekstradisi dan Bantuan Hukum Timbal Balik;dan
c. Subbagian Organisasi Internasional dan Perjanjian
Internasional
Pasal
ayat Subbagia Ekstradisi da Ba tua Huku
Timbal Balik mempunyai tugas penyiapan, pengolahan,
pemantauan pelaksanaan ekstradisi dan bantuan hukum
timbal balik dari Kejaksaan, perwakilan Kejaksaan RI di Luar
Negeri maupun instansi lain baik di dalam dan di luar
Sejumlah Kerjasama Internasional
Kejaksaan Agung RI
• Perjanjian antara Kejaksaan RI dan Kejaksaan Malaysia dalam bidang kerjasama hukum (Agree e t etwee the Attor ey Ge eral’s Offi e of
the Repu li of I do esia a d the Attor ey Ge eral’s Cha ers of Malaysia on Legal Cooperation Activities) pada tanggal 2 April 2012;
• Nota Kesepahaman dalam bidang kerjasama antara Kejaksaan RI dan Kejaksaan Republik Korea (MoU etwee the Attor ey Ge eral’s Offi e of
the Repu li of I do esia a d the Attor ey Ge eral’s Offi e of the Repu li of Korea on Cooperation Activities) pada tanggal 1 Juli 2011;
• Nota Kesepahaman dalam bidang kerjasama antara Kejaksaan RI dan Kejaksaan Republik Agung Federasi Rusia (MoU between the Attorney
Ge eral’s Offi e of the Repu li of I do esia a d the Offi e of the
Prosecutor General of the Russian Federation on Cooperation Activities) di
Moskow, pada tanggal 1 Desember 2006;
• Komunikasi Bersama (Joint Communique) for Cooperation in Legal Field
between the Attorney General of Indonesia and Head of the Supreme
Precuratorate of the Sosialist Republic of Vietnam di Jakarta pada tanggal
• Komunikasi Bersama (Joint Communique) antara Pemerintah RI dengan
the United Nations Transnational Administration in East Timor (UNTAET)
di Dilli pada tanggal 29 Februari 2000;
• Surat Perjanjian Pelaksanaan Program Regional di Peradilan Pidana dengan UNODC (Letter of Agreement between the Relevant Authority of the
Republic of Indonesia and the UNODC on the Implementation of the Regional Programme o Cri i al Justi e towards Asia Just ),
ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Kejaksaan Agung dengan perwakilan Regional Centre for East Asia and Pacific pada tanggal 12 Oktober 2010
• Declaration of Asia-Europe Meeting (ASEM) Prosecutors-General Conference, Shenzen, China, tanggal 12 Desember 2005
• Joint Statement on the 3rd ASEAN-China Prosecutors-General Conference, Jakarta, 1 Agustus 2006;
• Joint Declaration of the 5th China-ASEAN Prosecutors-General Conference, 11-13 November 2008;
Penutup
• Ekstradisi merupakan topik kajian Hukum
Internasional Publik yang cukup berkembang
secara dinamis
• Praktik negara-negara semakin menunjukkan
fleksibilitas dalam prosedur ekstradisi
• Revisi UU Ekstradisi nampaknya sudah perlu
dilakukan
Acknowledgement
• Dr. I Dewa Gede Palguna, SH, Mhum
• Made Maharta Yasa, SH, MH
KEJAKSAAN NEGERI
TABANA.N{
Nomor Sifa, Lampiran Perihal B-40t |P.1.17/Cp.1 I loaorc Biasa,Permohonan Nara Sumber /
Tebaan, B Oktob$ 2016
KEPADA YTI{ :
DEKAN TAKULTAS
DEMASAR
}IUKtJM
Pembicam dalam Kegiatan /.a UNIVERSTTAS UDAYANA Irr-Houre Ttqini R t''
Dl-Sehubungan dengan akan dilaksanakannys kcgistan In-I{owe Troining di r--^-: 'l^L^-- .,--^ I:jl^,+: ^l-tr .9a Daa'!'-i/f-!.* $^1'-!\e.M a :lsJllrl'||'r:|l'lfu reber, . w ta,a eM !*, rN4. eE* t?
uoluk berkenm m€nugaskan posen F*ultas Hukum UDiversitas Udaya!8 Atas Narna I Made Burti Arsika, SE" LLI,L u*uk mernberikan materi metrgenai
Ekstr&diri ddrB E[kum Interossiontl, yang akan dilaksaoakm pada: ttariltanggt : Senin, 24 Oktober 2016
Pukul : 09.30 Wita
Temp@t : Aula Kejgksaan Negeri Tabaoro
Acara : btHouse Training dai Fal:ultas llukum Univenitas
Udnyitia
Demikian aras bafire daa kerjasamanya, tami ucQkan terima kasih.
Tembusa:
l. Yth. Kepals Kejaksaatr Tinggi Bali
2. YtL. Wakil Kspala Kejaksaan Tinggi Bali
3. Yth. Asisten Bidatrg Pembinaan Kejaksaan Tirggi Bali.
4. Yth. Asisten Bidang Pengewasan Ksjaksaan Tinggi Bali.
5 Yth l<Frnln l.einL(grn Neoeri Tehanrn
(Sebagai lapotan)
6. Ar s i p
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI I]NTIERSITAS IIDAYANA
FAKULTAS EUKUM
Kampus Bukil :
Bukit Jimbaran 80361 Bali - Indonesia
TIp.(0361) 701807, laman www. fh. unud.ac.id
Kampus Denpasar :
Jln. Bali I Denpasar 801 14 Bali - lndonesra
Tlp. (0361) 222666 Fax. (0361 ) 234 888
ST]RAT TUGAS
Nomor :r496luNl4.1.l1.II /TU.00.00/2016
Dekar Fakultas Hukum Unive$itas Udayana memberikar tugas kepada,
Nama
NIP
: I Made Budi Arsikq SH.,LLM
: 19810610 200501 I 003
Pargkar dan Golongan : Penata llllc
Jatlalan : Lektor
Sesuai Swat dari Kejaksaan Negeri Tabanall, Nomor: B-2403,P.1.17/Cp.1/10/20L6, mtuk
membedka.r mate mengenai Ekstradisi dalam Hukum Intemasional, Sehubungan dengan akan
dilaksanakan kegiatan In-House Tainiry di kaator Kejaksaan Negeri Tabana4 yang akan dilaksanakan sesuai surat yatrg terlampir.
Su.at tugas iri dibuat untuk dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
4/vNNri!r -w 1u
II
9560902198s032001 Tembusan :
1. Dekan (Sebagai Lapomn):
2. Yang bersangkutan (Untuk dilaksamkan);