PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM MEMBINA AKHLAK
SISWA DI MTsN 09 KABUPATEN INDRAMAYU
1
Dinny Kristianty W
2Abdul Aziz
1
Dosen Magister Manajemen Pendidikan, Universitas Majalengka, Indonesia
2Mahasiswa Program Pascasarjana, Universitas Majalengka, Indonesia
ABSTRAK
Pendidikan agama menekankan pada ajaran moral, moralitas dalam pergaulan hidup menjadi sumber solidaritas. Dengan berpegang kepada moralitas orang menyadari perlunya menjaga perasaan dan memperhatikan kepentingan orang lain. Pendidikan akhlak atau pendidikan moral merupakan cikal bagi terbentuknya nilai-nilai moral yang menjadi prinsip kepribadian setiap orang. Maka pendidikan akhlak mesti diberikan sejak manusia dilahirkan, karena pada dasarnya semua anak yang lahir dalam keadaan fitrah seperti kertas putih, orang tuanyalah yang paling banyak berperan mengarahkannya menjadi anak yang berkepribadian baik atau buruk (Istiadi, 2003:25). Pendidikan akhlak menjadi urgen karena dengan ini diharapkan manusia akan mempunyai pegangan dalam berbuat, berperilaku, berpikir. Pembentukan, pembinaan dan pengembangan akhlak harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan sebagai kewajiban setiap manusia dimana pun dia berada. Dengan demikian akhlak akan membentuk kepribadian manusia sehingga tidak menyalahi pedoman yang telah ditetapkan oleh agama. Secara umum pendidikan akhlak adalah menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarak dan pemerintah, tetapi secara khusus pendidikan akhlak adalah menjadi tanggung jawab kedua orang tua sepenuhnya yaitu ayah dan ibunya. Pendidikan anak adalah suatu tanggung jawab yang sangat besar yang peranannya terletak dipundak orang tua selaku pendidik utama dan peribadi yang pertama dalam hidup anak. Selain orang tua, pembinaan akhlak anak merupakan salah satu tanggungjawab sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan internalisasi nilai-nilai akhlak islami yaitu dengan pembinaan ibadah yang merupakan wujud pembekalan spiritual siswa dengan kegiatannya adalah melakukan sholat berjama’ah, melakukan sholat sunnah (sholat dhuha, sholat rowatib).
I. PENDAHULUAN
Akhlak dalam literatur bahasa dapat diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan, memiliki bentuk yang beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruk serta dari obyeknya, yakni kepada siapa kelakuan itu ditujukan. Pada hakekatnya dalam diri manusia terdapat dua potensi, yaitu potensi berkelakuan baik dan potensi berkelakuan buruk. Walaupun kedua potensi itu ada pada diri manusia namun ditemukan isyarat dalam al-Qur’an maupun hadits bahwa kebaikan lebih dahulu menghiasi diri manusia daripada kejahatan. Secara fitrah manusia lebih cenderung pada kebaikan (Shihab, 2000:254). Pendidikan Islam pada
intinya adalah wahana pembentukan
manusia yang berakhlak mulia. Dalam Islam akhlak tidak dapat dipisahkan dari
keimanan. Karena keimanan adalah
pengakuan hati dan akhlak adalah perbuatan (Shihab, 2000:255). Pendidikan keluarga yang baik adalah yang mau memberikan dorongan dan motivasi kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Pendidikan keluarga mempunyai pengaruh yang penting untuk mendidik anak. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang posistif dimana lingkungan keluarga memberikan dorongan dan motivasi serta rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini serta mengamalkan ajaran islam.
Keluarga yang ideal untuk proses
pendidikan yang baik adalah keluarga sakinah, yaitu keluarga yang hidup dalam
kedamaian dan ketenangan sehingga
menumbuhkan kesejukan rohani bagi
anggota keluarga, di dalam keluarga sakinah
akan tumbuh anak-anak yang berperasaan halus dan berakhlak mulia, aspek pendidikan yang menonjol di lingkungan keluarga adalah akhlak yang berisi nilai-nilai moral yang luhur dan terpuji (Al-Hibn, 2001:141). Pada hakekatnya keluarga merupakan pusat pendidikan yang paling utama dari pada pendidikan formal, karena dalam keluarga mula-mula anak memperoleh bimbingan dan pendidikan dari orang tua serta dalam lingkungan keluarga itulah seorang anak dan remaja menghabiskan waktunya dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan seorang anak seringkali dianggap perkara biasa, anggapan ini merupakan anggapan yang salah karena sopan santun merupakan dasar untuk menjadikan umat beradab, sangat perlu diajarkan sejak anak usia dini.
Keluarga memegang peranan penting dalam pendidikan akhlak untuk anak-anak
sebagai institusi yang mula-mula
berinteraksi dengannya karena mereka mendapat pengaruh dari keluarga atas segala tingkah lakunya. Oleh sebab itu haruslah keluarga berperan tentang pendidikan ini, mengajar mereka akhlak yang mulia yang diajarkan islam seperti kebenaran, kejujuran, keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, cinta kebaikan, pemurah, berani, dan lain sebagainya (Langgulung, 1995:373-374). Nilai dan akhlak yang luhur harus
diperhatikan para orang tua demi
kepentingan mereka sendiri maupun anak-anaknya, selain itu dengan keluhuran akhlak dapat memperkuat hubungan kasih sayang dan menjadi komitmen bersama dan sesungguhnya seorang ibu merupakan akar atau sumber eksistensi seorang anak (Langgulung, 1995:373-374). Pendidikan akhlak menjadi urgen karena dengan ini
diharapkan manusia akan mempunyai pegangan dalam berbuat, berperilaku, berpikir. Pembentukan, pembinaan dan pengembangan akhlak harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan sebagai kewajiban setiap manusia dimana pun dia berada. Dengan demikian akhlak akan membentuk kepribadian manusia sehingga tidak menyalahi pedoman yang telah ditetapkan oleh agama.
Tujuan pendidikan di Indonesia yang bersifat pancasila dalam UUSPN Pasal 3 No 20 Tahun 2003, adalah sebagaimana berikut:
Pendidikan nasional berdasarkan
pancasila, berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan akhlak atau pendidikan moral merupakan cikal bagi terbentuknya nilai-nilai moral yang menjadi prinsip kepribadian setiap orang. Maka pendidikan akhlak mesti diberikan sejak manusia dilahirkan, karena pada dasarnya semua anak yang lahir dalam keadaan fitrah seperti kertas putih, orang tuanyalah yang paling banyak berperan mengarahkannya menjadi anak yang berkepribadian baik atau buruk (Istiadi, 2003:25). Sebab itu akan
berpengaruh pada perkembangan pribadinya dimasa usia berikutnya. Sesungguhnya perhatian terhadap tingkah laku anak-anak dari awal perkembangan merupakan sesuatu hal yang penting sekali dan tidak boleh sampai lengah, karena hal itu merupakan kunci kebahagiaan bagi mereka dimasa depan, sebaliknya bila mereka kita biarkan tanpa memperhatikan pendidikan akhlak untuk anak-anak tersebut sehingga terbiasa dengan tingkah laku yang buruk, maka masa depan mereka pun akan buruk pula (Baradja, 1991:8). Untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan Islam, pendidikan akhak harus diberikan kepada anak sedini mungkin. Akhlak anak-anak pertama kali dibentuk dirumah, dalam lingkungan keluarga. Akhlak dari rumah ini sebagai dasar atau pondasi pembentukan akhlak selanjutnya. Karenanya akhlak yang diberikan orang tua di rumah harus kokoh. Biasanya segala sesuatu yang pertama ini mempunyai kekuatan yang sukar dihilangkan. Oleh karenanya ajaran akhlak di rumah ini memegang posisi kunci pada pembentukan akhlak diluar rumah. Jika orang tuanya tidak mendidik dan mengajarkan apa yang seharusnya didapat anak dari orang tuanya, maka orang tua akan mendapat dosa besar karena menghianati amanah dari Allah SWT. Tanggung jawab itu akan mereka pikul didunia maupun diakhirat. Orang tua harus bertanggung jawab terhadap diri
mereka sendiri, untuk menhindari
kemaksiatan dan melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allh SWT (Zuhaili, 1999:3). Selain itu pengawasan orang tua
sangat berperan dalam membentuk
mengarahkan dan membimbing anak agar mempunyai akhlak yang mulia.
Langkah pertama adalah
memberikan teladan, agama Islam
mengajarkan dalam bergaul dengan sesama hendaklah dengan menggunakan moral yang baik. Baik dalam hubungan suami istri,
orang tua anak, menantu mertua,
bertetangga, bermuamalah, sampai pada hubungan antara hamba dan holiknya. Bahkan pada hakekatnya adab merupakan bentuk ibadah kepada Allah SWT yang
dicontohkan oleh utusan-utusannya
Rasulullah SAW. Pendidikan adab
sebaiknya ditanamkan sedini mungkin. Semakin dini semakin baik. Sebaliknya, mengubah perilaku saat usia baliq (remaja), sangat sulit karena sudah mengkristal dalam diri. Sebenarnya anak- anak memiliki modal yang sangat besar untuk menjadi bibit- bibit beradab, karena pada hakekatnya mereka adalah peniru ulung Anak merupakan amanah Allah SWT yang harus dijaga dan dibina, hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti dibiarkannya binatang, ia akan celaka dan binasa. Sedangkan memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan mengajarinya akhlak yang baik. Oleh karena itu orang tualah yang memegang faktor kunci yang bisa menjadikan anak tumbuh dengan jiwa Islami. Dalam Al-Qur’an al-Karim surat Luqman ayat 16:1, yang berbunyi :
Artinya : (Luqman berkata) “ Hai anakku, sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya
(membalasinya) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (Departemen RI, 2006).
Orang tua hendaknya
memperhatikan anak dari segi Muraqabah Allah SWT yakni dengan menjadikan anak
merasa bahwa Allah selamanya
mendengarbisikan dan pembicaraannya, melihat setiap gerak-geriknya serta mengetahui apa yang dirahasiakan dan
disembunyikan, terutama masalah
pembinaan akhlak. Pembentukan karakter seseorang pada dasarnya sudah dimulai sejak dalam kandungan, dan akan terus berkembang. Dalam hal ini anak usia sekolah dasar, lebih cenderung mudah menangkap dan memvisualisasikan apa yang dilihat dan didengarnya. Serta atmosfer yang sarat dengan rasa saling mencintai dalam kehidupan anak merupakan faktor penting
dalam membentuk kematangan
kepribadiannya, dan ia merasa damai, percaya diri, dan bahagia (Najati, 2002:90). Hal ini menjadi sangat menarik tatkala perkembangan anak tersebut bersentuhan dengan dunia luar. Aspek rohani cenderung mempunyai sebuah kehausan spiritualitas manakala rutinitas seseorang yang jauh dari agama. Kehausan spiritualitas tersebut tercermin dari pesatnya perkembangan seni. Rosulullah saw bersabda dalam sebuah hadistnya, “Sesungguhnya Allah swt Maha Indah dan mencintai keindahan”. Oleh karena itu, kita dituntut untuk memiliki cita rasa seni (seni yang sesuai dengan syari’at
tentunya) dan keindahan, dan kemudian memantulkanya pada diri kita. Karena, seni dan keindahan adalah salah satu karya Zat Pencipta yang Maha indah, dan kita diperintahkan berhias dengan akhlak-Nya (Al-Musawi, 1998:184). Peranan orang tua sangat berpengaruh sekali dalam mendidik anak-anaknya terutama sekali di dalam pendidikan agama Islam. Anak merupakan bagian dari masyarakat yang dipundaknya terpikul beban pembangunan dimasa mendatang, dan juga sebagai generasi penerus dari yang tua-tua, maka dari itu orang tua harus lebih memperhatikan dan selalu membimbing dan mendidik dengan baik, sehingga tercapailah baginya kebahagiaan dunia
dan kebahagiaan akhirat. Untuk
mengantisipasi hal ini, maka Allah mengingatkan kepada orang tua agar mempertahankan keturunannya.
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah. (Qs. An-Nisa : 9) (Departemen Agama RI, 2005:78).
Ayat di atas mengisyaratkan kepada orang tua agar tidak meninggalkan anak mereka dalam keadaan lemah. Lemah disini maksudnya adalah lemah dalam
segala aspek kehidupan seperti lemah mental, psikis, pendidikan, ekonomi terutama lemah iman (spiritual). Anak yang lemah iman akan menjadi generasi tanpa kepribadian. Jadi semua orang tua harus memperhatikan semua aspek perkembangan anaknya baik itu dari segi perhatian, kasih sayang, pendidikan mental, maupun masalah aqidah atau keimanannya. Maka bertaqwalah kepada Allah para orang tua, berlaku lemah lembutlah kepada anak, karena dengan
berperilaku lemah-lembut sangat
membantu dalam menanamkan kecerdasan spiritual pada anak sebab anak itu besarnya nanti ditentukan bagaimana cara-cara orang tua mendidik dan membesarkannya. Dalam Al-Qur’an al-Karim surat An-Nahl ayat 78 yang berbunyi:
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui
sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.
(Departemen Agama RI, 2005:275). Dari ayat tersebut memperjelas kepada kita bahwa untuk memperkuat
pribadi, meneguhkan hubungan,
memperdalam rasa syukur kepada Allah atas nikmat dan perlindungan yang selalu kita terima, maka dirikanlah shalat, karena dengan shalat kita melatih lidah, hati, dan seluruh anggota badan untuk selalu ingat kepada Allah. Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong. Permasalahan inilah yang mendasari penelitian ini. Penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah “Peranan Guru dan Orang Tua Pembinaan Akhlak Siswa di MTsN 09 Kabupaten Indramayu”. Penelitian ini terutama ditujukan untuk mengetahui seberapa besar peranan orang tua dalam membina Akhlak siswa Anak dalam Keluarga di MTsN 09 Kabupaten Indramayu. Oleh karena itu, penulis mengambil judul penelitian “Peran Guru dan Orang Tua dalam membina Akhlak siswa di MTsN 09 Kabupaten Indramayu”.
Adapun alasan-alasan yang
melatarbelakangi pengambilan judul adalah sebagai berikut :
1. Akhlak merupakan bagian dari syari'at Islam, yakni bagian dari perintah dan larangan Allah.
2. Peranan Orang tua adalah peranan yang sangat berpengaruh terhadap karakter anak, besar kecilnya dukungan yang diberikan orang tua akan sangat mempengaruhi karakter psikologis sang anak dalam bertindak nantinya.
3. MTs Negeri 09 Kabupaten
Indramayu adalah salah satu sekolah madrasah yang dinilai memiliki prestasi baik dalam pembinaan akhlak siswa, karena hal ini didukung oleh peranan orang tua terhadap anaknya, selain itu MTs Negeri 09 Kabupaten Indramayu termasuk lokasi tempat bekerja peneliti sehingga mempermudah dalam penelitian.
II. LANDASAN TEORI
Akhlak merupakan domain penting dalam kehidupan bermasayarakat. Tidak adanya akhlak dalam kehidupan masyarakat akan menghancurkan masyarakat itu sendiri. Seperti halnya yang dialami oleh bangsa ini, kemerosotan akhlak telah melanda berbagai sektor dalam kehidupannya. Hampir semua lini kehidupan di Indonesia telah mengalami kemerosotan akhlak. Atau dengan kata lain, bukan hanya krisis ekonomi dan krisis kepercayaan, akan tetapi juga krisis akhlak. Karenanya tidak berlebihan ketika banyak kalangan yang menyebutkan bahwa bangsa
ini sedang mengalami krisis
multidimensional. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa,
yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan
timbangan (wazan) tsulasi mazid af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sayijah (perangai), ath-thabiah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama) (Nata, 2006:152).
Namun kata akhlak dari akhlaqa
sebagaimana tersebut di atas nampaknya kurang pas, sebab isim mashdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara Linguistik kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghairu mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut sudah sedemikian adanya. Kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau
khuluqun yang artinya sama dengan kata akhlaq sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Baik kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai pemakaiannya baik dalam al-Qur’an maupun al-Hadits sebagai berikut :
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung (al-Qalaam, 1997).
Allah telah menjadikan engkau
mempunyai rasa malu, mulia hati,
pemberani, pemberi maaf, dan segala akhlak yang mulia (Mustafa, 1974:48). Tafsir ayat tersebut jelas bahwa Allah SWT telah memberikan sifat-sifat akhlak pada diri manusia. Hanya saja manusia tidak menggunakan akhlak yang telah diberi oleh Allah, malah manusia cenderung mengikuti langkah syetan yakni berakhlak tercela. Di dalam ayat tersebut terdapat isyarat bahwa akhlak yang mulia tidak akan berada bersama kegilaan. Semakin baik akhlak manusia, maka akan semakin jauh ia dari kegilaan (Mustafa, 1974:49).
Artinya : (agama kami) Ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu (al-Syuara,1997:354).
Ada dua bacaan populer bagi ayat di atas. Yang pertama adalah (قلخ (khuluq yakni dengan dhummah pada huruf kha’ dan lam atau dengan kata lain U setelah (Kh dan L). Kata ini berarti potensi kejiwaan yang
mantap pada dirii seseorang yang
mengantarnya melahirkan aneka kelakukan secara mudah dan tanpa di buat-buat.
Potensi ini dikembangkan melalui
pendidikan, latihan dan keteladanan. Jika positif dia melahirkan khuluq/akhlak yang baik, dan sebaliknya pun demikian (Shihab, 2006:104). Bacaan yang kedua adalah (قلخ) khalq yakni fatkhah pada huruf kha’ dan sukun pada huruf lam. Ia terambil dari kata khalaqa yang berarti menciptakan atau menjadikan. Dari makna ini lahir makna baru yaitu kebohongan, karena yang berbohong menciptakan sesuatu dalam benaknya yang berbeda dengan kenyataan (Shihab, 2006:104).
Diceritakan dari Malik
sesungguhnya dia telah
menyampaikan. Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda “aku
diutus (Allah) untuk
menyempurnakan keluhuran budi pekerti (akhlak)” (H.R. Malik)
Sedangkan menurut aspek
terminologi, akhlak dikemukakan oleh beberapa pakar, diantaranya:
1) Ibnu Miskawaih
Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran.
2) Imam Ghazali
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatanperbuatan dengan mudah,
dengan tidak memerlukan pertimbangan pemikiran.
3) Ahmad Amin
Akhlak adalah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak (Zahrudin dan Sinaga, 2004:4).
Akhlak juga merupakan hasil usaha dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang terdapat dalam diri manusia. Jika program pendidikan dan pembinaan di rancang dengan baik, sistematis dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka akan menghasilkan anak-anak atau generasi penerus yang berakhlak baik. Akhlak mulia menjadi modal utama manusia
dalam bertindak agar sesuai dengan syari’ah yang diajarkan Rasul kepada umatnya. Untuk merealisasikan akhlak mulia tersebut, perlu adanya suatu pembinaan yang terus menerus dilakukan. Pembinaan tersebut tidak cukup hanya dalam lingkup keluarga saja. Akan tetapi masyarakat dan bahkan lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab untuk melakukan pembinaan akhlak terhadap manusia (anak). Berdasarkan kerangka teori tersebut dan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitiannya, berikut adalah kerangka berfikir dari penelitian ini:
FENOMENA MUTU AKHLAK
KONDISI SAAT INI
GLOBALISASI MODERNISASI TEKNOLOGI BUDAYA ASING LINGKUNGAN SEKOLAH PERGAULAN POLA PEMBINAAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN AKHLAK METODE KURIKULUM EKSTRAKULIKULER KEBIJAKAN SARANA DAN PRASARANA
SUMBER DAYA MANUSIA
MODEL PENDIDIKAN AKHLAK
UPAYA PERBAIKAN
PERAN AKTIF GURU PERHATIAN KETELADANAN GURU BIMBINGAN SISWA EVALUASI FINISH
Y
T
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
Ditinjau dari segi jenis penelitiannya, peneliti menggunakan penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, karena peneliti ingin memahami situasi social secara mendalam yang terjadi dilapangan berdasarkan pengamatan yang telah peneliti lakukan. Subyek, atau orang yang peneliti mintai keterangan meliputi : Kepala sekolah MTs
Negeri 09 Indramayu, Guru PAI MTs Negeri 09 Indramayu, Komite MTs Negeri 09 Indramayu, Guru Bimbingan dan Konseling dan Perwakilan orang tua siswa MTs Negeri 09 Indramayu. Obyek, dalam penelitian ini adalah peran orang tua dan guru PAI dalam pembinaan akhlak siswa di MTs 09 Kabupaten Indramayu. Peneliti juga
mencari sumber data
pengunjung/pendukung yang diperoleh dari sumber tertulis berupa buku, yang peneliti
gunakan untuk membantu dalam
memecahkan masalah dalam penelitian ini, agar memperoleh hasil yang maksimal.
Teknik yang digunakan dalam pembahasan ini deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan psikologis. Metode berfikir dalam analisis data penelitian yang bersifat induktif dengan menghimpun dan menggabungkan kata-kata khusus menjadi suatu kesatuan informasi. Analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari teknik analisis data kualitatif dari Miles Huberman yang meliputi reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Akhlak adalah daya kekuatan jiwa
yang mendorong perbuatan-perbuatan
dengan mudah dan spontan tanpa dipikir dan direnungkan lagi (Suryana, 1996:47). Jadi pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau sifat yang telah meresap dalam jiuwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa memerlukan pikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakukan yang baik dan terpuji menurut pandangan syariat dan akal pikiran. Maka ia
dinamakan budi pekerti mulia dan
sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebut budi pekerti yang tercela. Akhlaq yaitu system nilai yang menjadi asas perilaku yang bersumber dari Al-Quran dan As-sunah, dan nilai-nilai alamiah (sunnatullah) (Zaiinudin, 2007:31). Dengan demikian pembentukan akhlaqul karimah dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk
anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan konsisten (Nata, 1996:156). Pembentukan akhlaqulk karimah yang dilakukan MTs, dengan memberikan bantuan anak-anak sampai mereka mampu memahami diri sendiri baik dari kemampuan bakat di dalam maupun diluar lingkungan.
Salah satu tujuan pendidikan adalah
terjadinya perubahan individu dan
kepribadian seseorang, tentu hal itu ditopang dengan kerja keras pendidik dalam kaitan ini seorang guru harus mampu menjadi teladan bagi peserta didik untuk mengembangkan kepribadian yang sesuai dengan akidah dan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan masyarakat. Keberhasilan penyelenggaraan meningkatkan akhlaq, tidak lepas dari peranan berbagai pihak sekolah. selain guru pembimbing sebagai pelaksana utama, juga melibatkan kepala sekolah, guru agama serta guru mata pelajaran. Peranan nilai-nilai pendidikan akhlaq dimulai sejak anak usia dini dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Latar belakang siswa MTsN 09 Kabupaten Indramayu berasal dari kalangan keluarga dengan status sosial menengah-kebawah, percampuran budaya antara kota dan desa, serta siswa yang ada masih awam terhadap pengetahuan agama. Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal masuk sekolah di MTsN 09 Kabupaten Indramayu belum memiliki pengetahuan dasar agama yang lebih mendalam, karena tidak diperoleh dari sekolah sebelumnya, hanya sebagian kecil siswa MTsN 09 Kabupaten Indramayu sudah ada yang berasal dari keluarga yang
agamis sebagaimana yang telah
dikemukakan oleh (guru pendidikan agama
islam MTs Negeri 09 Kabupaten
“Rata-rata akhlak siswa disini memang ada yang baik da nada pula yang kurang baik, mereka yang memiliki akhlak baik biasanya tidak bolos sekolah, mentaati peraturan sekolah, serta mengikuti sholat berjemaah dan kegiatan keagamaan lainnya”.
Dari hasil wawancara, teroi dan observasi, peneliti menyimpulkan bahwa keadaan akhlaq siswa MTsN 09 Kabupaten Indramayu pada umumnya sudah cukup baik, akan tetapi masih ada siswa yang masih mempunyai akhlaq yang kurang baik, di antaranya: bolos sekolah, meninggalkan jam pelajaran, berbicara kurang sopan, dan tidak mengikuti upacara. Anak-anak yang ada pada masa remaja bila terkadang nakal memang wajar karena mereka sedang berada pada kegoyahan stabilitas emosi. Untuk mengatasi kenakalan siswa di MTsN 09 Kabupaten Indramayu terdapat berbagai upaya yang dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan agar siswa berprilaku baik dan disiplin, tidak melanggar aturan sebagai cerminan akhlaq terpuji mereka adalah
dengan selalu memberikan
arahan/pembinaan ketika berada dalam kelas dan di luar kelas. Selain itu untuk mencegah agar anak-anak tidak melanggar tata tertib maka pada awal memasuki kelas yang baru, dibuatlaj suatu kesepakatan dari siswa satu kelas, di antaranya dengan memberi nasihat kepada siswa yang melanggar tata tertib. MTsN 09 Kabupaten Indramayu juga menekankan kepada setiap siswa untuk selalu berkata, berbuat dan bersikap jujur dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun.
Salah satu pembinaan juga
direpresentasikan dengan keteladanan guru MTsN 09 Kabupaten Indramayu dalam memberikan contoh sikap berakhlaqul karimah terhadap siswa, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari wakil kepala sekolah MTsN 09 Kabupaten Indramayu terungkap bahwa keteladanan guru dalam berakhlak baik memang sudah maksimal
dan selalu diadakan pengembangan.
Terbukti, bahwa pembinaan akhlaqul karimah yang diteladankan oleh guru dengan berbagai tindakan salah satunya dalam bentuk kedisiplinan yang telah dilaksanakan oleh guru. Misalkan, tepat waktu ketika masuk kelas dan ketika mengakhiri jam pelajaran, selalu berpakaian rapid an selalu mematuhi kode etik guru di
madrasah (wawancara dengan guru
pendidikan agama islam MTs Negeri 09
Kabupaten Indramayu). Penanaman
kesadaran dan pembiasaan berbuat positif dari mulai hal yang terkecil. Misalnya,
membuang sampah pada tempatnya,
mengucapkan salam ketika masuk
rumah/ruang guru, sebab dengan dimulai dari hal yang terkecil itulah nanti akan terjadi titik tolak sebuah kebaikan. Bimbingan terhadap siswa yang dilakukan oleh guru pembimbing untuk meningkatkan akhlaq siswa lebih pada bimbingan akhlaq di MTsN 09 Kabupaten Indramayu itu mulai dari pembiasaan perilaku yang positif, seperti, membuang sampah pada tempatnya dan perlakukan-perlakuan yang dilakukan pada kehidupan sehari-hari yaitu kejujuran. Ada beberapa pembiasaan yang sudah
dilakukan di MTsN 09 Kabupaten
meningkatkan akhalk terutama di MTsN 09 Kabupaten Indramayu, yaitu :
1. Setiap awal dan akhir pelajaran, para siswa berdoa bersama dengan guru mata pelajaran yang ada di kelas.
2. Berjabat tangan dengan bapak dan ibu
guru dalam artian yang muda
menghormati yang lebih tua, karena guru disini bisa dikatakan sebagai orangtua kedua atau pengganti orangtua selama di lingkungan sekolah.
3. Melakukan sholat ashar berjama’ah dengan bapak dan ibu guru dikarenakan jam belajar siswa baru selesai jam 17.10. 4. Setiap bulan Ramadhan diadakan acara
pondok ramadhan bersama dengan siswa-siswi MTs.
5. Memperingati hari-hari besar islam dengan berbagai kegiatan. (wawancara dengan Kepala Madrasah MTs Negeri 09 Kabupaten Indramayu)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Secara umum pendidikan akhlak adalah menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarak dan pemerintah, tetapi secara khusus pendidikan akhlak adalah menjadi tanggung jawab kedua orang tua sepenuhnya yaitu ayah dan ibunya. Dan setiap orang tua hendaknya menyadari bahwa anak adalah amanah dari Allah Swt
yang diberikan kepadanya, untuk
dipelihara,dijaga dan diasuh dengan sebaik mungkin sejak dari lahir sampai menjadi dewasa, yang nantinya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT. Oleh karena itu orang tua wajib membekali dengan keyakinan agama dari sejak kecil, serta memberi pendidikan yang mampu
mengarahkan kepribadianyan dengan
perilaku yang mulia sesuai dengan ajaran Rasulullah untuk mencapai suatu kehidupan yang mulia dunia dan akhirat. Maka dari itu perhatian orang tua terhadap anak tidak terbatas kepada memenuhi atau mencukupi biaya pendidikan saja, tetapi melainkan juga perkembangan prestasi dan perilakunya,
baik dilingkungan keluarga maupun
dilingkungan masyarakat dan sekolah. Dilingkungan keluarga orang tua hendaklah
mampu menciptakan situasi
tangharmonis,lemah lembut dan penuh rasa cinta dan kasih sayang diantara anggota keluarga,suami isteri,orang tua dengan anak, dan anatra anak dengan anak, serta anggota keluarga yang lainya. Orang tua dalam
memberikan kebutuhan biaya untuk
kehidupan sehri – harui dan pendidikan anak, hendaklah benar-benar di usahakan dari sumber rezeqi yang halal dan baik atau dengan proses usaha yang halal pula, sebab bila itu didapat dari yang tidak baik, tidak halal proses usaha yang haram dan subhat
akan berakibat buruk.Islam sangat
menekankan dalam hal itu pengruh makanan yang haram dan subhat itu akan membuka jalan bagi anak menuju kesengsaraan dan penyimpangan serta kekerasan hati yang berakibat menjadikan manusia berani berbuat hal-hal maksiat dan dosa-dosa serta membentuk sikap dan watak yang buruk dan berperilaku yang jahat dan berutal, serta malas beribadah.
Pendidikan anak adalah suatu tanggung jawab yang sangat besar yang peranannya terletak dipundak orang tua selaku pendidik utama dan peribadi yang pertama dalam hidup anak. Orang tua wajib mendidiknya shalat secara baik dan benar dan wajib juga memberikan motifasi
kepadanya. Lingkungan keluarga sangat dituntut peranannya sebagai sumber pendidik yang memberikan bekal keyakinan agama dan pengalamannya untuk bersikap dan berperilaku yang baik, membina kecerdasan dan keterampilan serta bakat yang dimiliki anak-anaknya agar dapat berperan aktif dimasa depannya. Setiap orang menghendaki anaknya menjadi orang yang baik yang berkhlak mulia. Tetapi semua itu akan kembali kepada lingkungan rumah terserah kepada orang tuanya itu sendiri karena pada dasarnya setiap anak itu polos,suci,lugu dan bersih bagaikan selembarkan kertas yang putih bersih. Oleh karena itu setiap pengalaman yang dimulai anak dilingkungan rumah, baik melalui penglihata, pendengar serta perilaku yang diterimanya akan ikut menentukan dalam pembinaan peribadinya. Karena keluarga berfungsi untuk menanamkan keyakinan dan pengalaman agama, nilai – nilai budaya yang mencukup nilai mmoral dan aturan – aturan pergaulan serta pandangan dan sikap hidup yang mengandung unsur kehidupan kemasyarakatan berbangsa dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan sebagaimana telah dicontohkan dengan akhlak Nabi Muhamad SAW. Yang telah diabadikan dalam Al – Qur’an dan Sunah –
sunahnya. Peranan orang tua agar
tercapainya suatu tujuan yang diharapkan itu maka hendaknya pendidikan itu disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani serta perkembangan akal anak didik, karena setiap orang dewasa yang berperan sebagai pendidik harus memahami hukum dan perkembangan jiwa anak. Dengan demikian pendidikan akhlak akan lebih terarah secara efektif dan efisien.
Selain orang tua, pembinaan akhlak anak merupakan salah satu tanggungjawab sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan internalisasi nilai-nilai akhlak islami yaitu dengan pembinaan ibadah yang merupakan wujud
pembekalan spiritual siswa dengan
kegiatannya adalah melakukan sholat berjama’ah, melakukan sholat sunnah (sholat dhuha, sholat rowatib). Penanaman nilai akidah yang dilakukan dengan
kegaiatan membaca Asmaul husna,
membaca Al-quran. Penanaman nilai akhlak
yaitu dengan memberikan
wejangan-wejangan atau ceramah setiap sehabis sholat jum’at serta memberikan keteladan atau contoh yang baik terhadap para siswa-siswi dari para gurunya. Peran guru bimbingan konseling dan guru pendidikan agama Islam dalam upaya internalisasi nilai-nilai akhlak islami di MTs Negeri 09 Kabupaten Indramayu dilaksanakan melalui berbagai usaha. Hal ini dilakukan dengan melakukan kerjasama dalam mengupayakan internalisasi nilai akhlak islami. Seperti halnya dengan mengadakan ESQ yang dilakukan sebagai bentuk dari pelaksanaan internalisasi nilai akhlak islami. Selain itu juga dilakukan berbagai kegiatan keagamaan
yang sifatnya mendukung upaya
internalisasi nilai akhlak islami.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah Abu Ghuddah. 2009. 40
Metode Pendidikan dan Pengajaran. Rasulullah SAW (edisi Terjemah). Irsyad Baitus Salam.
Abdullah Munir. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari. Rumah.Yogyakarta : PT Pustaka Insan Madani.
Al-Hibn, Azizah. 2001. Wanita dalam
Masyarakat Indonesia.
Yogyakarta: Pustaka.
Al-Musawi, Khalil. 1998. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda : ResepResep Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati, (edisi terjemahan oleh Ahmad Subandi). Jakarta: Lentera.
Al-Qur'an dan terjemahannya,
Departemen Agama Republik Indonesia, Pustaka Agung Harapan 2006.
Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islamiyatu wa Adillatuhu Juz VI, Beirut, Daar alFikr, 1989.
Arikunto, Suharsimi dan Yuliana, Lia. 2009. Manajemen Pendidikan. Aditya.
Media dan Fakultas Ilmu
Pendidikan UNY. Yogyakarta. Asih & Pratiwi. (2010). Perilaku Prososial
ditinjau dari Empati dan
Kematangan. Emosi. Jurnal
Psikologi, Volume I, No 1. Kudus: Universitas Muria Kudus.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2013. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.
Baradja, Al Ustadz Umar. 1991.
Bimbingan Akhlak Bagi putra putri Anda jilid. Jakarta; Pustaka Amani. Baron, R. A dan Donn Byrne. 2003.
Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
David Berry. 1995. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
E. Mulyasa. (2006). Menjadi Guru
Profesional Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.
E. Mulyasa, Manajemen 2003. Berbasis Madrasah, Konsep Strategi dan
Implementasi, (Bandung:
Rosdakarya,
Fakhruddin, Asef Umar, 2010, Menjadi Guru Favorit!, Yogyakarta : DIVA Press.
Langgulung, 1995. Hasan Kreativitas dan
Pendidikan Islam,
(Jakarta: Pustaka
Nasution. (1985). Alat Peraga dalam Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Poerwadarminta, 2004, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Qurais Shihab. 1996. Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, cet. Ke-1
Rahmat Abdul & Husain Rusmin. 2012. Profesi Keguruan. Gorontalo: Ideas Publishing.
Saondi, Ondi dan Aris Suherman. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: PT Refika Aditama.
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir al-Misbah, Vol: 1, cet-10, Ciputat: Lentera Hati.
Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin. 2004. Pengantar Studi Akhlak, PT Raja Rosdakarya.
Slameto, 1983. Belajar Dan Faktoe-faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta,. Rineka Cipta.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: P.T.Raja. Grafindo.
Sudjana, Juju. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Suhendi, Hendi dan Ramdani Wahyu. 2001.
Pengantar Studi Sosiologi
Keluarga, Bandung: Pustaka Setia. Sukardi. (2008). Metodologi Penelitian
Pendidikan, Kompetensi dan
Praktiknya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Utsman Najati, Muhammad.2002, Jiwa dalam Pandangan Filosof Muslim, Bandung: Pustaka Hidayah.