• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN ONSET KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN TAHUN Sisca Silvana ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN ONSET KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN TAHUN Sisca Silvana ABSTRACT"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

HUBUNGAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN ONSET KEJANG DEMAM SEDERHANA PADA ANAK DI DUA RUMAH SAKIT DI KOTA

MEDAN TAHUN 2011-2014 Sisca Silvana

ABSTRACT

This study aimsto determine the correlation between positive family history of seizure to the onset of febrile seizure. This cross sectional study was conducted in September 2014 - February 2015 at Pediatric ward in two hospitals in Medan. Sample was collected using purposive sampling method and 57 childrenfulfilled inclusion and exclusion criteria. The data was obtained from medical records and analyzed with Kolmogorof-Smirnov with Statistical Products and Service Solutions (SPSS) for Windows program, release 16.0. There were 31 (54,4%) children with family history of seizure. The results of Kolmogorof-Smirnov obtained p=0,593, which means that there is no significant differences in children with positive family history of seizure and children without family history of seizure at the onset.Data shows that family history has no correlation with the onset of febrile seizure.

Keyword :febrile seizure, family history, onset.

I. PENDAHULUAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium yang terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 5 tahun.Kejang demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.Kejang demam sederhana merupakan 80% dari seluruh kejang demam.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.Kejang demam terjadi pada 2-5% anak didunia.Insiden dan prevalensi kejang demam berbeda pada setiap negara. Prevalensi kejang demam pada anak di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2-5%, sedangkan di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua sampai tiga kali bila dibandingkan di Eropa dan di Amerika. Hasil penelitian di Jepang didapatkan 3,4-9,3% anak setidaknya pernah mengalami satu kali episode kejang demam.Sedangkan di India sekitar 5-10% anak pernah mengalami kejang demam.Insiden tertinggi kejang demam terjadi pada

(3)

usia14-18 bulan. Usia rata-rata mulai timbulnya kejang demam berkisar antara 18–22 bulan.

Prognosis kejang demam umumnya baik.Angka kematian yang ditimbulkan hanya sekitar 0,64%-0,74%.Sebagian besar kasus kejang demam dapat sembuh sempurna. Namun pada beberapa kasus yang tidak ditangani dengan tepat, maka akan timbul sekuele antara lain hemiparesis, peningkatan risiko kejang demam berulang, peningkatan resiko epilepsi, dan penurunan tingkat intelegensia. Kemungkinan terjadinya sekuele lebih besar bila kejang demam pertama terjadi pada usia yang lebih dini dengan tipe kejang demam kompleks.

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya kejang demam, yaitu faktor demam, usia dan riwayat keluarga. Riwayat keluarga disebut sebagai salah satu faktor risiko terpenting yang dapat menimbulkan kejang demam.Kejang demam umumnya diturunkan secara dominan autosomal.Anak dengan riwayat keluarga pernah mengalami kejang demam, lebih banyak akan mengalami kejang demam sederhana sebagai tipe kejang demam pertama (35%) dibandingkan dengan kejang demam kompleks (18%). Apabila salah satu dari orangtua pernah mengalami kejang demam, maka risiko anak untuk mengalami kejang demam sederhana akan meningkat 20%-22% dibandingkan dengan anak tanpa riwayat keluarga kejang demam. Sedangkan apabila saudara kandungnya pernah mengalami kejang demam maka risiko kejang demam sederhana pada anak 2-3 kali lebih besar dibandingkan dengan anak tanpa riwayat keluarga kejang demam.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Yogyakarta pada Januari 2009 – Juli 2010 didapatkan bahwa anak dengan riwayat kejang pada keluarga lebih banyak mengalami kejang demam sederhana sebagai tipe kejang demam pertama dengan onset kejang demam yang lebih dini dibandingkan dengan anak yang mengalami kejang demam tanpa riwayat keluarga.

Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan pada dua rumah sakit di kota Medandidapatkan jumlah data penderita kejang demam pada bagian Ilmu Kesehatan Anak tahun 2011-2014 pada masing-masing rumah sakit sebanyak 220 orang dan 315 orang.

Penelitian mengenai hubungan riwayat keluarga dengan onset kejang demam sederhana belum pernah dilakukan di dua rumah sakit tersebut.

(4)

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross-sectional.Penelitian ini dilakukan di dua rumah sakit di kota Medan yang berlangsung dari bulan September 2014–Februari 2015.ß

Populasi penelitian ini adalah seluruh data rekam medis anak yang mengalami kejang demam pada poliklinik anak selama periode Januari 2011–Desember 2014. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan peneliti di dua rumah sakit di kota Medan didapatkan jumlah populasi penelitian masing-masing sebanyak 220 orang dan 315 orang.

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh data pasien kejang demam sederhana periode Januari 2011–Desember 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling.Kriteria inklusi yang dipakai adalah data pasien kejang demam sederhana yang mencantumkan riwayat keluarga dan onset kejang demam.Sedangkankriteria eksklusinya adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi SSP (Sistem Saraf Pusat) contohnyameningitis dan ensefalitis, kejang akibat gangguan keseimbangan elektrolit, adanya kelainan/defisit neurologis sebelum dan sesudah kejang dan gangguan perkembangan (development delay).

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia

Usia (bulan) Frekuensi (orang) %

6-12 10 17,5 13-18 13 22,8 19-24 9 15,8 25-30 4 7,0 31-36 5 8,8 37-42 6 10,5 43-48 2 3,5 49-54 1 1,8 55-60 7 12,3 Total 57 100

(5)

Dari tabel 3.1 tentang distribusi sampel penelitian berdasarkan usia dapat diketahui sebagian besar sampel tergolong pada kelompok usia 13-18 bulan sebanyak 13 orang (22,8%) dan kelompok usia 6-12 bulan sebanyak 10 orang (17,5%).

Dari tabel 3.2 dapat dilihat distribusi sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin sebagian besar sampel adalah laki-laki sebanyak 42 orang (73,7%).

Tabel 3.3 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Riwayat Keluarga

Riwayat Keluarga Frekuensi (orang) %

Ada 31 54,4

Tidak ada 26 45,6

Total 57 100

Dari tabel 3.3 diatas dapat dilihat distribusi sampel penelitian berdasarkan riwayat keluarga sebagian besar sampel mempunyai riwayat keluarga kejang demam yaitu sebanyak 31 orang (54,4%).

Tabel 3.4 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Onset Kejang Demam

Onset Kejang Demam Frekuensi

% (bulan) (orang) 6 -12 29 50,9 13-18 15 26,3 19-24 7 12,3 25-30 3 5,3 31-36 1 1,8 37-42 1 1,8 43-48 0 0

Tabel 3.2 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (orang) %

Laki-laki 42 73,7

Perempuan 15 26,3

(6)

55-60 1 1,8

Total 57 100

Pada Tabel 3.4 dari 57 anak yang mengalami kejang demam sederhana, sebagian besar onset kejang demam sederhana timbul pada usia 6-12 bulan yaitu sebanyak 29 orang (50,9%) dan pada usia 13-18 bulan sebanyak 15 orang (26,3%) dan pada usia 19-24 bulan sebanyak 7 orang (12,3%).

Onset kejang demam berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui sebagian besar pada usia 0-24 bulan atau usia kurang dari dua tahun.Pada masa ini disebut sebagaidevelopmental window dan rentan terhadap bangkitan kejang.Developmental window merupakan masaperkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktuanak berumur kurang dari dua tahun. Pada usia kurang dari dua tahun keadaan otak belum matang. Pada keadaan otak yang belum matang reseptor untuk asam glutamat baik ionotropik maupun metabotropik bersifat eksitator yang aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor yang kurang aktif, sehingga eksitasi lebih dominan dibandingkan dengan inhibisi.Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam padaotak fase eksitabilitas maka akan mudah terjadi bangkitankejang.

Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Fuadi pada tahun 2010 di Semarang, didapati bahwa sebagian besar anak memiliki onset kejang demam usia kurang dari dua tahun (80,5%). Hasil penelitian ini jugasejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Atut Vebriasa pada tahun 2013 di Yogyakarta bahwa anak memiliki onset kejang demam kurang dari dua tahun yaitu pada median usia 15,0 (11,0-24,0) bulan.

Tabel 4.5 Hubungan Riwayat Keluarga dengan Onset Kejang Demam Sederhana

Onset Kejang Demam

Ρ Dini Sedang Lama

n % n % n %

Ada riwayat keluarga 26 83,9 0 0 5 16,1 0,593

Tidak ada riwayat keluarga 18 69,2 2 7,7 6 23,1

(7)

Penelitian ini berskala analitik komparatif kategorik tidak berpasangan.Uji yang digunakan adalah uji chi-square. Dari hasil uji chi-square didapatkan nilai expected yang kurang dari lima untuk sel b (1,1%) dan sel e (0,9%) karena terdapat nilai expected kurang dari lima dapat disimpulkan bahwa syarat uji chi-square tidak terpenuhi maka digunakan uji alternatif. Uji alternatif yang digunakan adalah uji kolmogorov-smirnov untuk tabel 2 x K. Hasil uji kolmogorov-smirnov didapatkan nilai significancy menunjukkan angka 0,593. Oleh karena nilai p > 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga dengan onset kejang demam sederhana pada anak di dua rumah sakit di kota Medan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Anak berjenis kelamin laki-laki sebesar 73,7%, lebih banyak dari

kelompok berjenis kelamin perempuan sebesar 26,3%.

2. Anak dengan adanya riwayat keluarga sebesar 54,4%, lebih banyak dari anak tidak ada riwayat keluarga sebesar 45,6%.

3. Anak dengan onset kejang demam < 2 tahun sebesar 89,5%, lebih banyak dari kelompok anak usia>2 tahun sebesar 10,5%.

4. Tidak terdapat hubungan antara riwayat keluarga dengan onset kejang demam sederhana, nilai p-value sebesar 0,593 (>0,05).

4.2 Saran

Dari hasil penelitian yang didapatkan dalam penelitian ini, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

a. Bagian Rekam Medik

Diharapkan agar bagian rekam medik meningkatkan manajemen pengelolaan data dengan meningkatkan kelengkapan data yang belum lengkap sehingga memudahkan bagi pihak rumah sakit dan bagi peneliti selanjutnya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari data

(8)

b. Peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya dengan masalah yang sama, diharapkan agar lebih memperdalam cakupan penelitiannya, sehingga dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

 Rudolph AM, Hoffman JI., Rudolph CD. Buku Ajar Pediatri Rudolf. 20th ed. Hartanto H, Mahanani DA, Susi N, Syamsi RM, editors. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.

 Commission on Epidemiology and Prognosis. International League Against Epilepsy. Guidelines for epidemiologic studies on epilepsy. Epilepsia 1993;34:592-595.

 Sampaio LP, Caboclo LO, Kuramoto K, et al. Prevalence of Epilepsy in Children From a Brazilian Area of High Deprivation. Pediatr Neurol 2010;42(2):111-7.

 Vebriasa A, Herini ES, Triasih R. Hubungan antara Riwayat Kejang pada Keluarga dengan Tipe Kejang Demam dan Usia Saat Kejang Demam Pertama.Sari Pediatri. 2013;15(3):137–40.

 Polkinghorne BG, Muscatello DJ, Macintyre CR, Lawrence GL, Middleton PM. Relationship between the population incidence of febrile convulsions in young children in Sydney, Australia and seasonal epidemics of influenza and respiratory syncytial virus , 2003-2010 : a time series analysis. BMC Infect Dis [Internet]. BioMed Central Ltd; 2011;11(1):291. Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2334/11/291

 Delpisheh A, Veisani Y, Sayehmiri K. Febrile Seizures: Etiology, Prevalence, and Geographical Variation. Iran J Child Neurol. 2014 Summer, 8(3):30-37.  Bahtera Tjipta, Wibowo Susilo, Hardjojuwono AG Soemantri. Faktor Genetik

(9)

 Koçak N, Kelekçi S, Yildirim IH, Hacimuto G, Özdemir Ö. The prevalence of Familial Mediterranean Fever common gene mutations in patients. 2014;19(8):657–60.

 Georgieff, MK. Nutrition and the developing brain: nutrient priorities and measurement. Am. J. Clin. Nutr. 2007;85:614S-20S.

Zemlin M., Hoersch G., Zemlin C., et al. The postnatal maturation of the immunoglobulin heavy chain IgG repertoire in human preterm neonates is slower than in term neonates. J. Immunol. 2007;178, 1180-1188.

 Fuadi, Tjipta Bahtera, Noor Wijayahadi. Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri.2010; 12:3

Gambar

Tabel 3.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia
Tabel 3.4 Distribusi Sampel Penelitian berdasarkan Onset Kejang Demam

Referensi

Dokumen terkait

Pada model pembelajaran kolaboratif kewenangan dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar, sebaliknya peserta didiklah yang harus lebih aktif. Guru

Catatan: Cheat ini akan tidak aktif atau mati ketika cheat ditekan untuk yang

Pada sembilan mesin yang digunakan untuk produksi kain C1037 sering mengalami downtime sehingga perlu dilakukan langkah-langkah serta metode yang dapat menganalisa

Company profile BMT Bismillah Sukorejo.. lembaga keuangan syariah yang telah ada. BMT Bismillah didirikan dengan modal awal dari anggota pendiri. Langkah awal

Peserta didik bersama kelompok mengolah dan menganalisis data hasil percobaan dengan cara menjawab pertanyaan pada LKPD dengan tanggung

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang meliputi: memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan

Penelitian ini dilakukan dari bulan November-Januari, penelitian lapangan pertama dilakukan pada bulan November, setelah itu peneliti melakukan analisis data dan

galur wistar jantan yang signifikan antara kelompok yang diberi medikamen Kalsium Hidroksida, Mineral Trioxide Aggregate (MTA), dan Biodentin dengan kelompok