DAYA ROSOT KARBONDIOKSIDA
OLEH BEBERAPA JENIS POHON DI KEBUN RAYA BOGOR
AGUNG IMANSYAH
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
AGUNG IMANSYAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
Agung Imansyah. E34052415. “Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Pohon di Kebun Raya Bogor” Dibimbing oleh ENDES NURFILMARASA DAHLAN dan RACHMAD HERMAWAN.
Salah satu permasalahan lingkungan global saat ini yang menjadi isu penting adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan akibat dari penyerapan gelombang panas oleh gas-gas atmosfer sehingga suhu atmosfer bumi naik yang disebut sebagai Efek Rumah Kaca (ERK). Gas-gas atmosfer yang dapat menyerap gelombang panas adalah Gas Rumah Kaca (GRK).
Hasil COP 15 mengenai tindak lanjut dari hasil UNFCCC yaitu meningkatkan system CDM (Clean Development System) serta Copenhagen Accord yang menyatakan mengenai bantuan negara maju dan berkembang terhadap penurunan emisi karbon, maka salah satu usaha penurunan kadar CO2 di udara perkotaan adalah dengan keberadaan hutan kota. Hutan kota
merupakan penyerap CO2 yang berperan dalam mengendalikan jumlah CO2 yang ada di udara,
karena CO2 merupakan bahan baku utama pohon dalam melakukan fotosintesis.
Penelitian ini dilakukan di Kebun Raya Bogor, untuk pengambilan contoh 10 jenis daun, dan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian untuk analisis karbohidrat dari bulan Juli sampai dengan Agustus, pengambilan sampel daun pada pukul 05.00 WIB; 12.00 WIB; 17.00 WIB; 20.00 WIB. Alat dan bahan yang digunakan adalah plastik bening, trash bag, kamera digital, oven, timbangan digital, water bath, pereaksi Cu, pereaksi Nelson, pereaksi Karbohidrat, phenol merah, aquades, dan 10 jenis tanaman yaitu, Pterocarpus indicus, Saraca indica, Bauhinia variegata, Brownea hybrida, Eperua falcata, Endertia spectabilis, Dysoxylum cauliflorum, Eusideroxylon zwageri, Neonauclea glabra, dan Bhesa robusta.
Massa CO2 dari semua jenis (sejak pukul 06.00 WIB hingga 18.00) adalah Pterocarpus
indicus (14,253 gram), Saraca indica (16,669 gram), Bauhinia variegata (8,238 gram), Brownea hybrida (8,326 gram), Eperua falcata (8,044 gram), Endertia spectabilis (16,581 gram), Dysoxylum cauliflorum (8,479 gram), Eusideroxylon zwageri (15,223 gram), Neonauclea glabra ()15,767 gram, dan Bhesa robusta (9,972 gram). Daya rosot CO2 dipengaruhi oleh
banyaknya daun yang ada dalam tanaman tersebut, hasil daya rosot tanaman per pohon adalah Pterocarpus indicus (0,456 ton/pohon/tahun), Saraca indica (3,412 ton/pohon/tahun), Bauhinia variegata (0,259 ton/pohon/tahun), Brownea hybrida (1,017 ton/pohon/tahun), Eperua falcata (0,711 ton/pohon/tahun), Endertia spectabilis (1,970 ton/pohon/tahun), Dysoxylum cauliflorum (0,876 ton/pohon/tahun), Eusideroxylon zwageri (31,692 ton/pohon/tahun), Neonauclea glabra (3,460 ton/pohon/tahun), dan Bhesa robusta (1,608 ton/pohon/tahun). Daya rosot dari seluruh jenis berturut-turut adalah E.zwageri, N.glabra, S.indica, E.spectabilis, B.robusta, D.cauliflorum, B.hybrida, P.indicus, E.falcata, dan B.variegata.
SUMMARY
Agung Imansyah. E34052415. "Carbon Dioxide Sink Ability of Several Plants Species in Bogor Botanical Garden.” Under supervision of ENDES NURFILMARASA DAHLAN and RACHMAD HERMAWAN.
One of environment problem nowdays is global warming. Global warming is caused by increasing of temperature in urban area indirectly because increase of Carbon Dioxide (CO2)
concentration in the atmosphere. Related on COP 15 about action from result of UNFCCC is to increase CDM system and Copenhagen Accord, then one of effort for decrease CO2 level in
urban area is existence of urban forest. Urban forest is CO2 absorbent and has role to control
value of CO2, because CO2 is raw material for photosynthesis. The purpose of this research is to
determine of sink ability of plant at Bogor Botanical Garden.
This research was done at Bogor Botanical Garden for take leaves from ten species and Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian for analysis of carbohydrate from July until August 2009 at 05.00 WIB; 12.00 WIB; 17.00 WIB; and 20.00 WIB. Tools and materials for this research is plastic, trash bag, camera digital, oven, digital scales, water bath, Cu, Nelson and Carbohydrate reagents, red phenol, aquades, and 10 species (Pterocarpus indicus, Saraca indica, Bauhinia variegata, Brownea hybrida, Eperua falcata, Endertia spectabilis, Dysoxylum cauliflorum, Eusideroxylon zwageri, Neonauclea glabra, dan Bhesa robusta).
Mass of CO2 from all species (from 06.00 WIB until 18.00 WIB) are Pterocarpus indicus
(14,253 gram), Saraca indica (16,669 gram), Bauhinia variegata (8,238 gram), Brownea hybrida (8,326 gram), Eperua falcata (8,044 gram), Endertia spectabilis (16,581 gram), Dysoxylum cauliflorum (8,479 gram), Eusideroxylon zwageri (15,223 gram), Neonauclea glabra ()15,767 gram, dan Bhesa robusta (9,972 gram). CO2 sink ability influenced by total
number of leaves in the plant, then result of sink ability per plant are Pterocarpus indicus (0,456 ton/pohon/tahun), Saraca indica (3,412 ton/pohon/tahun), Bauhinia variegata (0,259 ton/pohon/tahun), Brownea hybrida (1,017 ton/pohon/tahun), Eperua falcata (0,711 ton/pohon/tahun), Endertia spectabilis (1,970 ton/pohon/tahun), Dysoxylum cauliflorum (0,876 ton/pohon/tahun), Eusideroxylon zwageri (31,692 ton/pohon/tahun), Neonauclea glabra (3,460 ton/pohon/tahun), dan Bhesa robusta (1,608 ton/pohon/tahun). Sink ability of all plants consecutive are E.zwageri, N.glabra, S.indica, E.spectabilis, B.robusta, D.cauliflorum, B.hybrida, P.indicus, E.falcata, dan B.variegata.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Pohon di Kebun Raya Bogor” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Judul : Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Pohon di Kebun Raya Bogor
Nama : Agung Imansyah
NRP : E34052415
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Endes N. Dahlan, MS. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F NIP. 19501226 198003 1 002 NIP. 19670504 199203 1 004
Mengetahui:
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 19580915 198403 1 003
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih pada berbagai pihak yang telah
membantu dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada :
1. Dr.Ir. Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS dan Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, arahan dan saran
dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Orang tua, kakak dan adik atas doa, kasih sayang dan segala dukungan baik moril
maupun materi yang diberikan kepada penulis hingga skripsi ini selesai.
3. Dr. Ir. Didik Suharjito, MS, Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Dr. Ir.
Nurheni Wijayanto, MS sebagai penguji yang telah memberikan masukan bagi
penyempurnaan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu penulis
selama kuliah
5. Pak Jati serta seluruh staf Kebun Raya Bogor yang telah banyak memberi bantuan
dan dukungan selama penelitian.
6. Pak Hafid, Ibu Entin dan seluruh staf Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya
Genetika Pertanian atas segala bantuan yang diberikan selama penelitian.
7. Floriana Ayumurti, Anna Octaviani, Mohammad Iqbal, dan Mardiana Wachyuni
atas bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Permodelan Spasial atas
pertukaran ilmu, kerjasama, dan bantuan yang diberikan.
9. Seluruh keluarga besar Departemen KSHE terutama KSHE “Tarsius” 42 atas
bantuan, kebersamaan, dan kekeluargaan yang telah terjalin selama ini.
10.Keluarga besar Kelompok Pemerhati Herpetofauna “Python”-HIMAKOVA atas
11.Pengurus HIMAKOVA periode 2007-2008 dan 2008-2009 atas pertukaran ilmu,
pengalaman serta dukungannya selama ini.
12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 Juni 1987 sebagai
anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Alimin
Husen dan Ibu Metty Shara Albaar. Penulis menyelesaikan
pendidikan formal di SDN Kebon Pedes 1 Bogor (1999), SMPN 5
Bogor (2002), dan SMAN 1 Bogor (2005). Pada tahun 2005
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis mulai aktif belajar di Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB pada tahun
2006.
Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA)
sebagai wakil sekretaris HIMAKOVA periode 2007-2008 dan anggota
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) HIMAKOVA periode 2008-2009.
Penulis juga tergabung dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna
(KPH)-HIMAKOVA.
Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain:
Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di
Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2007, Studi Konservasi Lingkungan
(SURILI)-HIMAKOVA di TN. Bantimurung-Bulusaraung pada tahun 2007, Praktek
Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di KPH Indramayu dan TN. Gunung Ciremai
pada tahun 2007, Praktek Umum Konservasi Ek-Situ (PUKES) di Karyasari dan
Kebun Binatang Ragunan pada tahun 2008, serta Praktek Kerja Lapang Profesi
(PKLP) di TN. Gunung Merapi pada tahun 2009.
Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Daya Rosot
Karbondioksida oleh Beberapa Jenis Pohon di Kebun Raya Bogor” di bawah
bimbingan Dr. Ir. Endes Nurfilmarasa Dahlan, MS dan Ir. Rachmad Hermawan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas rahmat dan hidayah
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul “Daya Rosot Karbondioksida oleh Beberapa Pohon di Kebun Raya Bogor”
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai
pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena
itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2010
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 2
1.3. Manfaat ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Karbondioksida ... 3
2.2. Tanaman Sebagai Penyerap Karbondioksida ... 3
III. METODE PENELITIAN ... 9
3.1. Lokasi dan Waktu ... 9
3.2. Alat dan Bahan ... 9
3.3. MetodePengambilan data ... 12
3.3.1. Jumlah Daun Per Pohon ... 12
3.3.2. Luas Daun ... 12
3.3.3. Massa Karbohidrat ... 12
3.4. Pengolahan Data ... 14
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 18
4.1. Sejarah Kebun Raya Bogor ... 18
4.2. Letak Geografi ... 18
4.3. Iklim ... 19
4.4. Topografi ... 19
4.5. Tugas dan Funfsi Kebun Raya Bogor ... 19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
5.1. Massa Karbohidrat ... 22
5.2. Daya Rosot CO2 Per Luas Daun ... 28
5.3. Daya Rosot CO2 Per Pohon ... 31
5.4. Daya Rosot CO2 Tanaman Berdasarkan Kelompok Umur ... 35
5.5. Pemilihan Jenis Pohon Untuk Hutan Kota ... 36
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 38
6.1. Kesimpulan ... 38
6.2. Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Hasil penelitian daya rosot CO2 oleh Ardiansyah (2009) ... 6
2. Hasil penelitian daya rosot CO2 oleh Hariyadi (2008) ... 6
3. Hasil penelitian daya rosot CO2 oleh Mayalanda (2007) ... 7
4. Jenis tanaman hutan kota yang diteliti ... 11
5. Massa karbohidrat tanaman di Kebun Raya Bogor ... 22
6. Daya rosot CO2 per luas daun ... 28
7. Daya rosot CO2 per pohon ... 31
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta lokasi penelitian ... 9
2. Alat dalam penelitian ... 10
3. Kurva persamaan kuadrat Pterocarpus indicus ... 23
4. Kurva persamaan kuadrat Eusideroxylon zwageri ... 25
5. Kurva persamaan kuadrat Neonauclea glabra ... 25
6. Kurva persamaan kuadrat Bauhinia variegata ... 26
7. Kurva persamaan kuadrat Eperua falcata ... 27
8. Kurva persamaan kuadrat Saraca indica. ... 29
9. Kurva persamaan kuadrat Brownea hybrida ... 30
10. Kurva persamaan kuadrat Neonauclea glabra ... 32
11. Kurva persamaan kuadrat Endertia spectabilis ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Data diameter dan tinggi pohon ... 42
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu permasalahan lingkungan global saat ini yang menjadi isu penting
adalah pemanasan global. Pemanasan global merupakan akibat dari penyerapan
gelombang panas oleh gas-gas atmosfer sehingga suhu atmosfer bumi naik yang
disebut sebagai Efek Rumah Kaca (ERK). Gas-gas atmosfer yang dapat menyerap
gelombang panas adalah Gas Rumah Kaca (GRK). Gas rumah kaca yang penting
adalah Karbondioksida (CO2). Karbondioksida dihasilkan dari pernafasan,
pembusukan, dan pembakaran.
Tanaman mempunyai kemampuan utnuk berfotosintesis yang menggunakan
karbondioksida dan air sebagai bahan baku. Hutan merupakan rosot karbon yang
penting, hutan juga merupakan salah satu pengatur GRK. Dengan adanya hutan
sebagai salah satu rosot karbon, kadar karbondioksida di atmosfer akan menurun.
Tetapi kemampuan hutan sebagai rosot karbon semakin berkurang. Berkurangnya
kemampuan hutan ini akibat dari menurunnya luasan hutan yang disebabkan oleh
penebangan, kebakaran, dan konversi hutan menjadi pemukiman, industri dan
sejenisnya. Oleh karena itu, perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi
penurunan fungsi hutan tersebut.
Hasil COP 15 mengenai tindak lanjut dari hasil UNFCCC yaitu meningkatkan
sistem CDM (Clean Development Mechanism) serta Copenhagen Accord yang
menyatakan mengenai bantuan negara terhadap penurunan emisi karbon, maka salah
satu usaha penurunan kadar CO2 di udara perkotaan adalah dengan keberadaan hutan
kota. Hutan kota merupakan penyerap CO2 yang berperan dalam mengendalikan
jumlah CO2 yang ada di udara, karena CO2 merupakan bahan baku utama pohon
dalam melakukan fotosintesis. Untuk mengendalikan kadar CO2 secara efektif maka
dalam pembangunan hutan kota perlu dilakukan pemilihan tanaman yang memiliki
daya besar untuk menyerap CO2.
Kebun Raya Bogor (KRB) merupakan salah satu bentuk hutan kota yang
kekayaan tumbuhan koleksi yang cukup menarik. Keberadaan KRB yang memiliki
visi menjadi kebun raya kelas dunia, terutama dalam bidang konservasi tumbuhan,
penelitian, dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan, lanskap, dan pariwisata.
Oleh karena itu keberadaan KRB akan terjamin kelestariannya hingga masa yang
akan datang. Hal ini mendorong KRB sebagai salah satu potensi rosot karbondioksida
yang ada di kota Bogor.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui nilai daya rosot CO2 jenis tanaman hutan kota di Kebun Raya
Bogor.
2. Mendapatkan dan menambahkan data tentang jenis tanaman hutan kota yang
memiliki nilai daya rosot karbondioksida tinggi dari jenis yang diteliti.
1.3. Manfaat
Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan data tentang daya rosot CO2 jenis tanaman hutan kota.
2. Memberikan alternatif pertimbangan dalam penentuan jenis tanaman hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karbondioksida
Gas CO2 adalah bahan baku bagi fotosintesis dan laju fotosintesis dipengaruhi
oleh kadar CO2 di udara (Ardiansyah 2009). June (2006) menyatakan peningkatan
kadar CO2 di atmosfer akan merangsang proses fotosintesis, meningkatkan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman tanpa diikuti oleh peningkatan kebutuhan
air. pengaruh fisiologis utama dari kenaikan CO2 adalah meningkatnya laju
fotosintesis di dalam daun, akibat peningkatan laju forsintesis tersebut akan
menyebabkan terjadinya penimbunan karbohidrat di daun (Darmawan & Baharsjah
1983) dalam (Ardiansyah 2009).
Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dikelompokkan ke
dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Dalam kondisi
kadar CO2 normal tanaman C-4 memiliki efisiensi fotosintesis lebih tinggi dari pada
tumbuhan C-3, akan tetapi pada kadar CO2 tinggi tanaman C-3 menunjukkan laju
pertumbuhan lebih tinggi daripada tanaman C-4, sehingga tanaman C-3 lebih
diuntungkan dengan adanya peningkatan CO2 daripada tanaman C-4 (Wolfe 2007).
Kenaikan CO2 juga memiliki pengaruh positif terhadap penggunaan air oleh
tanaman (Wolfe 2007). Stomata memiliki fungsi sebagai pintu masuknya CO2 dan
keluarnya uap air dari daun. Besar kecilnya pembukaan stomata merupakan regulasi
terpenting yang dilakukan oleh tanaman, dimana tanaman berusaha memasukkan CO2
sebanyak mungkin tetapi dengan mengeluarkan airsedikit mungkin untuk mencapai
efisiensi pertumbuhan yang tinggi (June 2006). Tanaman tidak membutuhkan
pembukaan stomata maksimum untuk mencapai kadar CO2 optimum di dalam daun
jika kadar CO2 di atmosfir meningkat, sehingga laju pengeluaran air dikurangi (June
2006).
2.2. Tanaman Sebagai Penyerap Karbondioksida
Tanaman hijau daun menyerap CO2 selama fotosintesis dan memakainya
mekanisme penting pengambilan CO2 dari atmosfer (KLH 2006). Lebih dari 13%
karbon di atmosfer digunakan dalam fotosintesis tiap tahunnya (Salibus & Ross
1995).
Hutan dapat mencegah pemanasan global dengan menyerap CO2 dari atmosfer
dan menyimpannya sebagai karbon dalam bentuk materi organik tanaman
(Heriansyah & Mindawati 2005). Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam telah
meneliti kemampuan penyerapan CO2 berbeda-beda menurut lokasi, jenis pohon
hutan, dan umur tegakan (Dephut 2005). Hutan dan taman kota dapat menyerap CO2
namun hutan kota dianggap memiliki kelebihan dalam menyerap gas ini
dibandingkan dengan taman.
Sifat dan kemampuan tanaman dalam menyerap CO2 dapat dikelompokan ke
dalam 3 golongan yaitu tanaman C-3, C-4, dan CAM (Lakitan 1993). Tanaman C-3
memfiksasi CO2 melalui daur Calvin, tanaman C-4 memfiksasi CO2 melalui daur C4
asam dikarboksilat, sedangkan tanaman CAM merupakan tanaman yang memfiksasi
CO2 menjadi asam malat (Dahlan 2004).
Pengukuran daya rosot tanaman terhadap CO2 telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Penelitian secara mendalam tentang kemampuan pohon menyerap karbon
telah dilakukan oleh International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF),
Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Institut Pertanian
Bogor (IPB), Departemen Kehutanan dan Kementrian Negara Lingkungan Hidup
(Dephut 2005).
Dari penelitian Bernatzky (1978) diketahui bahwa 1 hektar area yang ditanami
pohon, semak dan rumput yang memiliki luas daun kurang dari 5 hektar dapat
menyerap 900 kg CO2 dari udara dan melepaskan 600 kg O2 dalam waktu 2 jam. Jo
& McPherson (1995) dalam Dahlan (2004) menyatakan hasil penelitian pada hutan
kota di Chicago dapat menyerap CO2 sebesar 0,32-0,49 kg/m2.
Heriansyah & Mindawati (2005) telah mengukur potensi hutan tanaman
meranti dalam menyerap CO2. Kemampuan 7 jenis meranti yang diteliti bervariasi
sesuai jenis dan umur tanaman. Variasi daya rosot karbon disebabkan oleh perbedaan
perbedaan komposisi umur tegakan. Hasil penelitian Heriansyah & Mindawati (2005)
menyatakan rata-rata penyerapan CO2 per individu tanaman jenis Shorea leprosula,
Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea selanica, Shorea seminis, Shorea
tenoptera Burck, dan Shorea stenoptera forma Ardikusuma adalah masing-masing
55,13; 35,37; 28,97; 40,46; 71,32; 72,18; dan 20,41 ton CO2 per tahun. Dari hasil
penelitian Sugiharti (1998) diperoleh bahwa kaliandra (Caliandra sp), flamboyan
(Delonix regia), kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman
yang efektif dalam menyerap CO2 dan sekaligus tanaman tersebut kurang terganggu
oleh pencemaran udara.
Hasil Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam tentang kemampuan pohon
dalam menyerap CO2 menunjukkan bahwa akasia (Acacia mangium) berumur 6 tahun
yang terdapat di Pusat Penelitian Benakat, Sumatera Selatan mempunyai kandungan
CO2 sebesar 16,64 ton/ha/tahun, lebih besar dari kandungan CO2 tegakan akasia
berumur 10 tahun yang terdapat di Jawa Barat yang hanya sebesar 9,06 ton/ha/tahun
(Dephut 2005).
Hasil penelitian Hariyadi (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya
Bogor menyatakan bahwa Koopsia arborea adalah tanaman yang mempunyai daya
rosot CO2 tertinggi yaitu 41.633 kg/pohon/tahun. Penelitian yang dilakukan oleh
Lailati (2008) terhadap 15 jenis tanaman di Kebun Raya Bogor menyatakan
Canarium asperum adalah tanaman yang mempunyai daya rosot CO2 tertinggi yaitu
38.964 kg/pohon/tahun. Karyadi (2005) telah mengukur daya rosot CO2 5 jenis
tanaman hutan kota dengan menggunakan alat ADC LCA-4. Berdasarkan penelitian
tersebut diketahui bahwa daya rosot bersih CO2 per pohon per tahun tertinggi adalah
jenis Mangifera indica yaitu sebesar 445,300 kg/pohon/tahun.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan menggunkan metode
karbohidrat diantaranya oleh Hariyadi (2008), Mayalanda (2007), dan Ardiansyah
(2009). Hasil pengukuran daya rosot karbondioksida yang dilakukan oleh Ardiansyah
Tabel 1 Hasil penelitian daya rosot CO2 oleh Ardiansyah (2009)
2. Aleurites moluccana 0,357 46,425 46,889 3. Baccaurea racemosa 1,600 105,556 670,125
4. Brownea capitella 0,805 28,133 415,280
5. Calophyllum inophyllum 0,629 50,550 914,972 6. Cynometra cauliflora 0,734 54,027 489,306
7. Dillenia indica 2,180 344,850 2844,208
8. Garcinia dulcis 0,089 7,490 138,301
9. Mangifera caesia 3,793 538,650 2346,517
10. Mesua ferrea 0,479 46,025 500,607
11. Michelia champaca 1,176 128,166 135,294 12. Spathodea campamulata 1,249 1317,554 1605,720 13. Syzygium malacense 0,820 182,963 109,261
14. Vitex pubescens 0,669 126,700 575,301
Hariyadi (2008) melakukan penelitian terhadap 15 jenis tanaman hutan kota
dengan metode yang sama. Hasil penelitian terdapat pada Table 2.
Tabel 2 Hasil penelitian daya rosot CO2 oleh Hariyadi (2008)
No Jenis tanaman Daya rosot
1. Bouea macrophylla 1,063 388,200 557,000
Tabel 2 (Lanjutan)
3. Koopsia arborea 3,521 488,200 41633,000
4. Cerbera odollam 1,726 172,300 4509,000
5. Diospyros celebica 1,582 128,900 5166,000 6. Diospyros macrophylla 0,723 83,400 246,000 7. Eusideroxylon zwageri 1,166 214,900 9968,000 8. Lansium domesticum 0,310 49,300 429,000 9. Sandoricum koetjape 0,507 95,100 522,000 10. Swietenia macrophylla 0,090 10,700 221,000 11. Myristica fragrans 0,595 28,700 566,000
12. Knema laurina 1,782 200,300 3713,000
13. Pometia pinnata 0,487 101,400 11879,000 14. Peronema canescens 0,395 41,900 1200,000
15. Vitex coffasus 1,671 195,400 6151,000
Mayalanda (2007) melakukan penelitian terhadap 21 jenis tanaman hutan kota
untuk mengenai daya rosot CO2 dengan menggunakan metode yang sama. Hasil
penelitian terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil penelitian daya rosot CO2 oleh Mayalanda (2007)
Tabel 3 (Lanjutan)
3. Arthocarpus heterophyllus 0,118 8,500 8,074
4. Pterygota alata 0,133 86,400 55,251
5. Dipterocarpus retusa 0,145 33,100 37,098
6. Shorea selanica 0,171 22,100 47,355
7. Pachira affinis 0,186 95,900 20,123
8. Acacia mangium 0,251 29,000 23,255
9. Sapium indicum 0,351 16,700 25,234
10. Khaya senegalensis 0,434 156,200 128,327
11. Hopea odorata 0,437 12,800 6,474
12. Swietenia macrophylla 0,439 698,300 559,705 13. Langerstroemia speciosa 0,531 297,700 245,034 14. Swietenia mahagoni 0,611 346,200 452,530 15. Trachylobium verrucossum 0,688 508,900 860,086 16. Acacia auriculiformis 0,971 29,300 74,470 17. Cinnamomum parthenoxylon 1,013 178,900 347,659
18. Schima walichii 1,511 97,200 96,871
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kebun Raya Bogor, untuk pengambilan sampel daun
dari 10 jenis tanaman, dimana lokasi 10 jenis tanaman ditandai dengan warna biru
pada Gambar 1. Analisis karbohidrat dan pengukuran luas daun dilakukan di
Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan
Sumberdaya Genetik Pertanian. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu
Juli-Agustus 2009.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian.
3.2. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tabung Reaksi
3. Plastik (Trash Bag hitam dan bening 3 kg)
4. Pipet kaca berskala
5. Spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm (Hitachi 150-200) 6. Kertas filter dengan kesarangan 0.05 mg/cm
7. Penggiling
8. Timbangan digital
9. Water bath (Robertshaw, KM Electric Water Bath, TYPE 412)
10. Oven (MRK 15 by JICA, HANYOUNG DX2)
11. Alat tulis
12. Kotak preparat (slide box)
13. Seperangkat komputer dengan Software Microsoft Word, Microsoft
Excel dan Mathematica 6.
Gambar 2 Alat dalam penelitian.
Bahan yang digunakan dalam penelitian :
1. Sampel daun dari 10 jenis tanaman yang tumbuh di Kebun Raya Bogor.
Jenis tanaman yang diambil daunnya adalah tanaman yang memiliki daya
rosot tertinggi (sebagai pembuktian atas disertasi Dahlan 2004) dan
merupakan tanaman asli Indonesia. Jenis-jenis tanaman hutan kota yang
diteliti disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Jenis tanaman hutan kota yang diteliti
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Famili
b. Melarutkan 180 g Na2SO4, dengan air panas dan didinginkan.
c. Mencampur Larutan K Na Tartrat, Na2O3, CuSO4, H2O, NaHCO3,
Na2SO4.
d. Menyimpan campuran tersebut selama 2 hari di tempat gelap atau pada
botol gelap.
3. Pereaksi Nelson
Proses pembuatan Pereaksi Nelson :
a. Melarutkan 25 g (NH4)6Mo7O24 (Amonium molibdat) dalam 450 ml
H2O dan menambahkan dengan 21 ml H2SO4 pekat.
b. Melarutkan 3 g Na2HASO4.7H2O (Amonium hidrogen arsenat) dalam
c. Mencampurkan larutan a dan b kemudian dipanaskan pada suhu 37oC
selama 1-2 hari dan simpan pada botol gelap. Campuran ini disebut
pereaksi Nelson.
4. Pereaksi Karbohidrat
Pereaksi Karbohidrat yang digunakan terdiri dari :
a. 0.7 N HCl
b. 1 N NaOH
c. 5% ZnSO4
d. 0.3 N Ba(OH)2
5. Phenol Merah
6. Aquades
3.3. Metode Pengambilan Data
3.3.1. Jumlah Daun Per Pohon
Penentuan daya rosot CO2 per pohon memerlukan data tentang jumlah daun
per pohon. Langkah-langkah penentuan jumlah daun per pohon adalah sebagai
berikut :
1. Menghitung jumlah cabang yang ada dalam satu pohon.
2. Mengelompokkan cabang-cabang tersebut berdasarkan ukurannya.
3. Mengalikan jumlah daun pada sampel dengan jumlah sampel cabang.
4. Menjumlahkan hasil kali tersebut sehingga didapat jumlah total daun per
pohon.
3.3.2. Luas Daun
Daun sampel diukur luas totalnya dengan menggunakan buku Milimeter
Block. Langkah-langkah pengukuran sebagai berikut :
1. Penggambaran daun pada halaman milimeter block.
3.3.3. Massa Karbohidrat
Pengukuran daya rosot CO2 dilakukan dengan metode karbohidrat, dimana
massa CO2 diketahui dari konversi massa karbohidrat hasil fotosintesis. Massa
karbohidrat hasil fotosintesis dianalisis dengan metode Somogyi Nelson. Penentuan
massa karbohidrat daun terdapat dua tahapan, yaitu pengambilan daun sampel dan
pengukuran massa karbohirat.
1. Pengambilan Daun Sampel :
a. Penentuan jenis pohon sampel.
b. Pemetikan daun dari pohon sampel dan timbang sebanyak 30 gram
dengan komposisi daun muda, dewasa, dan tua secara proporsional tiap
jenisnya. Daun yang diambil adalah daun yang sehat dan tidak
berlubang. Pengambilan sampel daun dilakukan dalam 2 tahapan waktu,
yaitu pada pukul 05.00 WIB; 12.00 WIB; 17.00 WIB; dan 20.00 WIB.
Pada pukul 05.00 WIB diasumsikan belum terjadi proses fotosintesis,
pukul 12.00 WIB pada saat fotosintesis, pada pukul 17.00 WIB
diasumsikan sesaat sebelum fotosintesis selesai dan 20.00 WIB
diasumsikan telah terjadi proses fotosintesis selama sehari.
c. Pemasukkan sampel daun ke dalam plastik rendam dengan alkohol 70%
selama 5 menit, lalu kering udarakan. Perendaman dalam alkohol
dilakukan untuk mencegah terjadinya fotosintesis dan respirasi lanjutan
setelah daun dipetik.
2. Pengukuran Massa Karbohidrat :
a. Pengeringan daun segar yang telah dipetik (30 gram) menggunakan
oven pada suhu 50oC selama 72 jam untuk mendapatkan berat kering
mutlak.
b. Penghancuran sampel daun yang telah dikeringkan dengan
menggunakan alat penggiling sampai halus.
c. Pengambilan 0,2 gram sampel daun yang telah dihancurkan.
d. Penambahan dengan 120 ml HCL 0,7 N.
f. Penyaringan dalam labu ukur 100 ml.
g. Pemasukkan phenol merah, kemudian netralkan dengan NaOH 1 N
sampai terjadi perubahan warna larutan.
h. Penambahan 5 ml ZnSO4 5% dan 5 ml Ba(OH)2 0,3 N.
i. Penambahan larutan aquades sampai tanda tera 100 ml.
j. Penyaringan kembali dan ambil larutan jernih.
k. Pemipetan 2 ml yang sudah jernih.
l. Pembuatan deret standar karbohidrat 5, 10, 15, 20, 25 ml.
m. Penambahan pereaksi Cu sebanyak 2 ml pada deret standar dan larutan
sampel, lalu panaskan dalam penangsa air selama 10 menit kemudian
didinginkan.
n. Penambahan pereaksi Nelson 2 ml dan 20 ml H2O sampai tanta tera
masing-masing deret standar dan larutan sampel. Kocok dan biarkan
sampai 2 menit.
o. Pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 µm sehingga didapat nilai absorbsi karbohidrat (A)
p. Penghitungan presentasi karbohidrat (%KH). Nilai presentasi
karbohidrat yang didapat adalah % KH dalam keadaan kering.
q. Penghitungan massa karbohidrat dalam daun segar (basah).
3.4. Pengolahan Data
Data dianalisis menggunakan rumus-rumus sebagai berikut :
1. Luas daun per pohon dihitung dengan rumus :
Luas rata-rata daun per 30 gram bobot basah daun x ∑ daun per pohon
∑ daun per 30 gram bobot basah daun
2. Ketebalan relatif daun diketahui dengan rumus :
3. Presentasi karbohidrat ke ring (% KH kering) dihitung engan menggunakan
rumus :
Keterangan :
A : nilai absorbsi karbohidrat
S : rata-rata standar karbohidrat
merupakan faktor pengenceran
4. Massa karbohidrat dalam daun segar atau daun basah dihitung dengan rumus :
Massa C6H12O6 = % KH basah x bobot basah daun (30 gram)
Dimana % KH basah :
Dan KA (kadar air tiap jenis daun dalam %) :
5. Massa CO2dihitung dengan rumus :
Massa CO2 = Massa C6H12O6 x 1,47
Rumus tersebut didapat dari persamaan reaksi fotosintesis :
6CO2+ 6H2O C6H12O6 + 6O2
Dari persamaan reaksi tersebut dapat dilihat 1 mol C6H12O6 setara dengan 6
mol CO2, sehingga perhitungannya adalah :
b. Mol C6H12O6 = Massa C6H12O6 : Mr C6H12O6
c. Massa CO2 = 6 x Mol C6H12O6 x Mr CO2
= 6 x x 44
= Massa C6H12O6 x 1,47
Keterangan :
Mr : massa molekul relatif
Ar C = 12, Ar H = 1, Ar O = 16
6. Penentuan daya rosot CO2per luas sampel daun (D) menggunakan rumus :
7. Penentuan daya rosot CO2bersih per luas daun per jam (Dt)
Keterangan :
Dt = daya rosot bersih CO2 per luas daun
D = daya rosot CO2 per luas sampel daun
∆t = selisih waktu pengambilan sampel yang dimulai pukul 06.00 sampai
pukul 18.00.
8. Penentuan daya rosot CO2per helai daun per jam (Dl)
Dl = Dt x luas per helai
Keterangan :
Dl = daya rosot bersih CO2 per helai daun per jam
Dt = daya rosot bersih CO2 per luas daun
9. Penentuan daya rosot CO2per pohon per jam (Dn)
Dn = Dt x ∑d x luas per helai daun
Keterangan :
Dn = daya rosot bersih CO2 per pohon per jam
Dt = daya rosot bersih CO2 per luas daun
10.Penentuan daya rosot CO2per pohon per tahun (Dy)
Dy = [{Dn x 5,36} + {Dn x (12,07-5,36) x 0,46}] x 365
Keterangan :
Dy = daya rosot bersih CO2 per pohon per tahun
Dn = daya rosot bersih CO2per pohon per jam
12,07 = nilai rata-rata lama penyinaran maksimum per hari, satuan dalam
jam/hari (Sitompul & Guritno 1995)
5,36 = nilai rata-rata penyinaran aktual per hari di Bogor, satuan dalam
jam/hari (Abdullah 2000)
0,46 = perbandingan antara rata-rata laju fotosintesis pada hari mendung
dengan hari cerah (Sitompul & Guritno 1995)
IV.KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Sejarah Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor pada mulanya merupakan bagian dari ‘samida’ (hutan
buatan atau taman buatan) yang telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja
(Prabu Siliwangi, 1474-1513) dari Kerajaan Pajajaran. Hutan buatan itu ditunjukkan
untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara
benih-benih kayu yang langka.
Kebun Raya Bogor yang ada sekarang ini merupakan kebun raya yang
didirikan oleh seorang ahli biologi Jerman yaitu Prof. Caspar George Carl Reinwardt
pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama s’Lands Plantenum te Buitenzorg. Luas
Kebun Raya Bogor saat pertama kali didirikan adalah 47 ha yang mengambil tanah di
sekitar Istana Bogor dan bekas samida. Dalam perkembangannya Kebun Raya Bogor
mengalami beberapa kali perluasan hingga sekarang luasnya 87 ha.
Sebagai perwujudan atas pentingnya peran kebun raya dalam bidang
konservasi, maka pada tahun 2001 status Kebun Raya Bogor dinaikkan menjadi Pusat
Konservasi Tumbuhan. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor ini berada
langsung di bawah Deputi Ilmu Pengetahuan Ilmu Hayati-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
4.2. Letak Geografi
Kebun Raya Bogor terletak di tengah-tengah kota Bogor dengan letak
6o30’30”-6o43’30” LS dan 106o43’30”-106o52’0” BT. Letak ketinggian Kebun Raya
Bogor adalah 235-260 meter di atas permukiaan laut. Secara administratif Kebun
Raya Bogor termasuk wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Adapun
batas-batas wilayah Kebun Raya Bogor yaitu :
- sebelah utara dibatasi oleh jalan Jalak Harupat
- sebelah selatan dibatasi oleh jalan Otto Iskandardinata
- sebelah timur dibatasi oleh jalan Padjajaran
4.3. Iklim
Menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Kota Bogor dan Kebun Raya
Bogor termasuk daerah bertipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 4.330 mm/tahun.
Suhu minimum 21,4oC, suhu maksimum 30,2oC dan suhu udara rata-rata setiap
bulannya adalah 26oC. Kelembaban udara tinggi, lama penyinaran tertinggi terjadi
pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari.
4.4. Topografi
Jenis tanah di Kebun Raya Bogor termasuk jenis tanah latosol coklat
kemerahan yang memiliki sifat antara lain tekstur yang halus, kepekaan terhadap
erosi kecil, bahan organik tergolong rendah sampai sedang di lapisan atas dan
menurun ke bawah, dan daya absorbsi tergolong rendah sampai sedang. Sedangkan
keadaan topografi secara umum datar dengan kemiringan lahan 3-15 % dan sedikit
bergelombang.
4.5. Tugas dan Fungsi Kebun Raya Bogor
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor mempunyai tugas dan fungsi
di antaranya : melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, penyusunan
pedoman pemberian bimbingan teknis, penyusunan rencana dan program,
pelaksanaan penelitian bidang konservasi ex-situ tumbuahn tropika serta evaluasi dan
penyusunan laporan.
Sebagai pusat konservasi tumbuhan, Kebun Raya Bogor di antaranya
melakukan kegiatan sebagai berikut :
1. Konservasi ex-situ yakni melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan,
mendata atau registrasi, mengoleksi dan melestarikannya.
2. Penelitian meliputi bidang : a). Taksonomi, yaitu memberi kepastian nama
tanaman atau sertifikiasi, inventarisasi dan evaluasi; b). Biosistematik, yaitu
meliputi penelitian adaptasi tanaman, cara budidaya dan pengembangan ilmu
pertanaman; d). Botani terapan, yaitu penelitian mengenai manfaat tanaman.
3. Pendidikan, terutama di bidang ilmu botani, pertamanan dan lingkungan
hidup
4. Pariwisata, Kebun Raya Bogor merupakan salah satu tempat kunjungan
wisata potensial.
5. Penemuan serta pengumpulan jenis-jensi tanaman langka yang hampir punah
di Indonesia.
6. Pembangunan Kebun Raya baru, ada keinginan masyarakat di berbagai
propinsi agar didirikan Kebun Raya di daerahnya yang perlu ditindaklanjuti,
contoh yang telah diresmikan adalah Kebun Raya Bukit Sari di Jambi, Kebun
Raya Baturraden di Jawa Tengah.
4.6. Flora dan Fauna
Dengan luas area 87 hektar, Kebun Raya Bogor memiliki koleksi tumbuhan
sebanyak 13.697 spesimen yang dikelompokkan menjadi 3.413 jenis, 1.261 marga
dan 223 famili (PKT KRB 2007). Koleksi ini masih terbagi lagi dalam beberapa
kelompok koleksi, yaitu : koleksi tanaman langka, koleksi palem-paleman, koleksi
bambu, koleksi tanaman buah, koleksi pandan-pandanan, koleksi paku-pakuan,
koleksi kaktus, koleksi hutan, koleksi tanaman air, koleksi tanaman kayu, koleksi
anggrek yang terdiri dari sekitar 10.000 jenis anggrek dari seluruh pelosok Nusantara.
Vegetasi yang ada di Kebun Raya Bogor ini didominasi oleh kurang lebih 15 Ordo,
yaitu Dipterocarpaceae, Apocynaceae, Sapotaceae, Bombacaceae, Araceae,
Zingiberaceae, Lauraceae, Pandanaceae, Palmae, Moraceae, Euphorbiaceae,
Anarcadiaceae dan Poaceae. Untuk jenis tanaman air, diantaranya Bakung Air
(Hanguana malayana), Bunga Kelopak (Nymphoides indica), Daun Tombak
(Sagittaria lancifolia), Eceng Gondok (Echornia crassipes), Eceng Kebo
(Monochoria hastula), Teratai (Nymphaea pubescens), Teratai Raksasa (Victoria
amazonia), Rumput Kertas (Cyperus papyrus), Walingi (Cyperus elatus), Patat Acai
Cowehan (Ottelia alismoides), Lukut Acai (Hydrilla verticillata), Kremah Duduk
(Alternathera sessilis), Gulma Itik (Lemna purpusilla), dan Genjer (Limnocharis
flava) (Priyono 1996).
Fauna yang terdapat di Kebun Raya Bogor antara lain Kalong (Pteropus
vampirus), Biawak Air Asia (Varanus salvator), Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis), ular, tupai, musang, katak. Selain itu tercatat lebih dari 50 jenis burung,
antara lain Kepodang Kuduk Hitam (Oriolus chinensis), Kutilang (Pygnonotus
aurigaster), Perenjak (Prinia familiaris), Kucica Kampung (Copsycus saularis),
Kowak Maling (Nycticorax nycticorax), Tekukur (Streptopelia chinensis), Wiwik
Lurik (Cacomantis sonneratii), Cekakak Sungai (Todirhamphus chloris), dan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Massa Karbohidrat
Pengukuran daya rosot sangat diperlukan untuk mengukur kemampuan pohon
dalam menyerap karbondioksida yang merupakan salah satu faktor pemanasan global.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode karbohidrat. Hasil pengukuran
massa karbohidrat dan hasil fotosintesis 10 jenis tanaman yang ditunjukkan pada
Tabel 2 berbeda setiap jenis dan waktu pengambilan daun sampel. Massa karbohidrat
pada pukul 05.00 lebih rendah dari pada massa karbohidrat pada pukul 12.00. Pada
Tabel 2 massa bersih dari CO2 merupakan massa dari pukul 06.00 – 18.00 hal ini
diasumsikan cahaya matahari bersinar pada saat itu dan tanaman pun melakukan
fotosintesis pada waktu tersebut. Hasil pengukuran massa karbohidrat dari hasil
fotosintesis 10 tanaman selengkapnya pada Tabel 5.
Tabel 5 Massa karbohidrat tanaman di Kebun Raya Bogor
No. Nama Jenis Massa Karbohidrat ( gram ) Massa
Massa karbohidrat pengambilan sampel daun pada pukul 05.00 WIB tertinggi
adalah Eperua falcata sebesar 1,489 gram, kemudian Bhesa robusta sebesar 1,443
gram, dan seterusnya, sedangkan untuk massa karbohidrat terendah pada pukul 05.00
WIB adalah Saraca indica sebesar 0.610 gram. Dengan hasil ini dapat menunjukkan
bahwa sejak awal sebelum terbit matahari tiap jenis tanaman memang sudah memiliki
perbedaan dalam mennyerap karbondioksida.
Massa karbohidrat Pterocarpus indicus mengalami peningkatan pada pukul
WIB (0,817 gram). Massa karbohidrat bersih pada pukul 05.00 WIB; 12.00 WIB;
17.00 WIB; dan 20.00 WIB dapat diketahui melalui pendekatan persamaan kuadratik
y = -0,000x3 + 0,019x2 + 0,090x + 0,784 (Gambar 3). Secara umum massa
karbohidrat meningkat dari pukul 05.00 – 17.00, setelah itu terjadi penurunan. Massa
karbohidrat bersih yang didapat antara pukul 06.00 – 18.00 sebesar 9,696 g. Jenis ini
memiliki daya rosot karbondioksida yang besar, yaitu sebesar 14,253 g, hal ini
disebabkan karena daun pada jenis ini merupakan daun yang cukup lebar dan tempat
tumbuh dari jenis ini pun tidak terlalu terhalang oleh jenis lain, sehingga P.indicus
dengan mudah melakukan fotosintesis.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Karyadi (2005) bahwa cahaya sebagai
sumber energi untuk reaksi anabolik fotosintesis jelas akan berpengaruh terhadap laju
fotosintesis tersebut. Secara umum, fiksasi CO2 maksimum terjadi di sekitar tengah
hari, yakni pada saat intesitas cahaya mencapai puncaknya. Semua jenis tanaman
memiliki model kurva yang sama. Kurva meningkat pada awal-awal waktu hingga
terjadi penurunan pada saat waktu mendekati pukul 20.00 WIB.
Pada Tabel 5 massa karbohidrat bersih menyatakan banyaknya karbohidrat
yang dihasilkan dari proses fotosintesis selama 12 jam. Sedangkan massa CO2 bersih
merupakan banyaknya massa CO2 yang digunakan tanaman untuk aktif melakukan
fotosintesis selama selang waktu 12 jam. Pukul 05.00 WIB dijadikan acuan titik awal
penghitungan karena pada waktu tersebut tanaman tidak melakukan fotosintesis
karena belum terdapat cahaya matahari sehingga dapat diketahui massa CO2 pada
tanaman saat sebelum melakukan fotosintesis. Pukul 20.00 WIB dijadikan titik
terakhir karena untuk mengetahui kandungan CO2 dalam tanaman setelah melakukan
fotosintesis. Dan sejak penghitungan hanya dilakukan pada pukul 06.00 WIB – 18.00
WIB dengan asumsi bahwa matahari bersinar pada kisaran waktu tersebut.
Hasil dari Tabel 5 menyatakan bahwa Eusyderoxylon zwageri adalah tanaman
yang memiliki jumlah karbohidrat pada pukul 05.00 WIB sebesar 1,412 gram; 12.00
WIB sebesar 1,861 gram; 17.00 WIB sebesar 1,784 gram; 20.00 WIB sebesar 1,201
gram, sehingga total karbohidrat bersihnya dalam kurun waktu 06.00 WIB hingga
18.00 WIB sebesar 10,356 gram (dapat dilihat pada Gambar 4.) dan total
karbondioksida bersih yang digunakan untuk fotosintesis sebesar 15,223 gram.
Hal ini disebabkan karena tempat tumbuh tanaman tersebut tidak terhalang
sama sekali oleh tanaman lain, sehingga dengan bebas E.zwageri melakukan
fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Purwaningsih (2007) bahwa adanya
penutupan cahaya matahari oleh awan maupun benda lain akan mempengaruhi laju
fotosintesis. Menurut Gardner et al. (1991) dalam Purwaningsih (2007) peningkatan
cahaya secara berangsur-angsur akan meningkatkan fotosintesis sampai tingkat
kompesasi cahaya yaitu tingkat cahaya saat pengambilan CO2 sama dengan
Gambar 4 Kurva persamaan kuadrat Eusideroxylon zwageri.
Tanaman yang menghasilkan karbohidrat terbesar kedua adalah Neonauclea
glabra yaitu sebesar 10,726 gram, dan massa CO2 yang diserap tanaman tersebut
untuk melakukan fotosintesis adalah sebesar 15,767 gram.
Tanaman yang menghasilkan karbohidrat cukup kecil adalah Bauhinia
varigata yaitu sebesar 5,604 gram, dan massa CO2 yang diserap tanaman tersebut
untuk melakukan fotosintesis adalah sebesar 8,238 gram (Gambar 6.). Hal ini
disebabkan karena beberapa hal, yaitu luas permukaan daun yang besar namun
ketebalan daunnya yang sangat kecil sehingga daun tidak memiliki kandungan
kloroplas yang banyak untuk menyerap karbondioksida, selain itu tempat tumbuh
tanaman tersebut dikelilingi oleh tanaman-tanaman besar, sehingga tanaman ini
terhalang dalam menyerap karbondioksida.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Hariyadi (2008) bahwa luas daun dan
ketebalan daun berpengaruh terhadap daya rosot CO2. Ketebalan daun menentukan
absorbsi cahaya dan daun yang tebal akan memiliki kloroplas yang lebih banyak per
satuan luas daun (Sitompul & Guritno 1995).
Gambar 6 Kurva persamaan kuadrat Bauhinia variegata.
Tanaman yang menghasilkan karbohidrat terkecil lain adalah Eperua falcata
yaitu sebesar 5,472 gram, dan massa CO2 yang diserap tanaman tersebut untuk
melakukan fotosintesis adalah sebesar 8,044 gram (Gambar 7.). Hal ini disebabkan
karena beberapa hal, yaitu selain luas permukaan daun yang tidak cukup besar,
lebar tajuknya, sehingga tanaman ini harus berkompetisi dalam mendapatkan sinar
matahari yang menjadi energi untuk melakukan fotosintesis.
Gambar 7 Kurva persamaan kuadrat Eperua falcata.
Adanya perbedaan massa karbohidrat yang lebih besar pada siang hari
menunjukkan bahwa laju fotosintesis mengalami peningkatan dari pukul 05.00 WIB
hingga pukul 12.00 WIB. Perbedaan massa karbohidrat pada pengambilan sampel
daun pada pukul 05.00 WIB dan pukul 12.00 WIB karena pada pukul 05.00 WIB
tanaman belum aktif melakukan proses fotosintesis sehingga massa karbohidratnya
pun lebih rendah dari pada massa karbohidrat pada pukul 12.00 WIB dimana tanaman
telah melakukan proses fotosintesis. Peningkatan laju fotosintesis ini disebabkan
meningkatnya intensitas cahaya dan aktivitas manusia yang menghasilkan CO2.
Massa karbohidrat tertinggi pada pengambilan sampel daun adalah Saraca indica. Hal ini disebabkan karena jumlah daun yang banyak sehingga memiliki banyak klorofil dan stomata yang berfungsi untuk jalur masuk dan menyerap
karbondioksida, dan tempat tumbuh jenis ini yang berada di jalur utama Kebun Raya
Bogor dan tidak terhalang oleh tanaman lain. Dan massa karbohidrat terendah adalah
selain itu tempat tumbuh tanaman tersebut dikelilingi oleh tanaman-tanaman besar,
sehingga tanaman ini terhalang dalam menyerap karbondioksida.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa massa karbondioksida berbanding lurus
dengan massa karbohidrat, dibuktikan dengan persamaan reaksi pada proses
fotosintesis. Semakin tinggi massa karbohidrat maka semakin besar pula massa
karbondioksida, karena karbondioksi adalah yang menjadi unsur pereaksi dalam
pembentukan karbohidrat.
5.2. Daya Rosot CO2 per Luas Daun
Berbagai faktor mempengaruhi daya rosot CO2 di setiap tanaman, salah satu
faktornya adalah luas dari daun pada tanaman tersebut. Daya rosot CO2 per luas daun
tidak selalu berbanding lurus dengan massa CO2, hal ini disebabkan karena terdapat
faktor pembagi yaitu luas sampel daun tanaman yang diteliti. Semakin besar luasan
sampel daun maka semakin kecil daya rosot CO2 yang diterima per cm2 daun, begitu
juga sebaliknya, semakin kecil luas daun, maka semakin besar daya rosot CO2 per
cm2. Data mengenai daya rosot CO2 tanaman per luas daun dapat dilihat pada Tabel
6. 1. Pterocarpus indicus 14,253 3737,35 38,137 3,178
2. Saraca indica 16,669 1851,1 89,714 7,476
3. Bauhinia variegata 8,238 5182,61 15,895 1,324
4. Brownea hybrida 8,326 3498,13 23,801 1,983
5. Eperua falcata 8,044 2311,3 34,802 2,900
6. Endertia spectabilis 16,581 3028,22 54,756 4,563 7. Dysoxylum cauliflorum 8,479 3155,19 26,873 2,239 8. Eusideroxylon zwageri 15,223 1408,28 108,098 9,008 9. Neonauclea glabra 15,767 870,88 181,049 15,087
10. Bhesa robusta 9,972 2858,22 34,890 2,907
Sutrian (1992) menyatakan bahwa laju fotosintesis per satuan tanaman pada
kebanyakan kasus ditentukan sebagian besar oleh luas daun. Nilai daya rosot CO2
maka daya rosot CO2 tanaman juga dipengaruhi oleh luas daun, karena dapat
dikatakan semakin luas daun maka semakin banyak kloroplas yang digunakan untuk
melakukan fotosintesis maka semakin banyak pula karbondioksida yang digunakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Neonauclea glabra memiliki
kemampuan tertinggi dalam menyerap CO2 per jamnya yaitu sebesar 15,087 x 10-4
g/cm2/jam. Hal ini disebabkan karena N.glabra memiliki daya rosot yang terbesar
kedua. Sedangkan S.indica walaupun memiliki daya rosot CO2 tertinggi yaitu sebesar
16,669 gram, namun karena luas daun yang besar sebesar 1851,1 cm2, maka hasil
daya rosot perluas daun perjamnya meghasilkan nilai sebesar 7,476 x 10-4 g/cm2/jam.
Gambar 8 Kurva persamaan kuadrat Saraca indica.
Kemampuan terendah dalam menyerap CO2 dari ke 10 jenis adalah Bauhinia
variegata sebesar 1,324 g/cm2/jam. Hal ini disebabkan karena massa CO2 yang
dihasilkan oleh tanaman ini sedikit yaitu sebesar 8,238 gram, sedangkan luas daunnya
cukup besar yaitu sebesar 5182,61 cm2, adapun hal lain yang mempengaruhi yaitu
ketebalan daun tersebut tidak besar sehingga tidak banyak stomata dan kloroplas yang
akan membantu dalam fotosintesis.
Jenis lain yang memiliki daya rosot CO2 rendah adalah Brownea hybrida,
yaitu sebesar 1,983 g/cm2/jam, hal ini karena jumlah luasan dari daun tersebut besar,
sebesar 8,326 gram (seperti terlihat pada Gambar 9.), sehingga B.hybrida memiliki
angka pembagi yang besar dan mengakibatkan jumlah daya rosot CO2 per luas daun
per jamnya kecil.
Gambar 9 Kurva persamaan kuadrat Brownea hybrida.
Karena ketebalan daun mempengaruhi absorbsi cahaya dan daun yang tebal
akan memiliki kloroplas yang lebih banyak per satuan luas daun (Sitompul & Guritno
1995). Di dalam kloroplas terdapat klorofil yang mampu memanfaatkan cahaya
sebagai energi untuk reaksi-reaksi dalam fotosintesis, semakin banyak klorofil dalam
tanaman maka semakin aktif tanaman dalam berfotosintesis. Ketebalan daun juga
berpengaruh terhadap daya rosot CO2 per cm2 luas daun. Hal ini terlihat pada F.
elastica yang merupakan jenis yang memiliki ketebalan relatif tinggi sehingga
memiliki daya rosot CO2 per luas sampel daun tertinggi. Pernyataan ini didukung
oleh Sitompul dan Guritno (1995) yang menyatakan ketebalan daun menentukan
absorbsi cahaya dan daun yang tebal akan memiliki kloroplas yang lebih banyak per
satuan luas daun. Di dalam kloroplas terdapat klorofil yang mampu memanfaatkan
5.3. Daya Rosot CO2 Per Pohon
Daya rosot CO2 oleh tanaman juga dipengaruhi oleh jumlah daun pada
tanaman tersebut karena sebagian besar oleh daunlah CO2 diserap. Tabel di bawah ini
merupakan hasil dari data mengenai hasil daya serap CO2 per pohon.
Tabel 7 Daya rosot CO2 per pohon
6. Endertia spectabilis 31,54 44.384 638,852 1,970 7. Dysoxylum cauliflorum 40,45 31.356 284,045 0,876 8. Eusideroxylon zwageri 156,47 72.912 10277,432 31,692
9. Neonauclea glabra 217,72 3.416 1122,100 3,460
10. Bhesa robusta 59,55 30.118 521,442 1,608
Berbagai faktor mempengaruhi daya rosot CO2 per pohon. Dalam menentukan
daya rosot CO2 per pohon maka harus diketahui jumlah helai daun per pohon dan luas
rata-rata per helai daun. Dari Tabel 7 diketahui bahwa jenis Eusideroxylon zwageri
memiliki daya rosot CO2 per pohon per jam yang tertinggi yaitu sebesar 10.277,432
g/pohon/jam, dan daya rosot CO2 per pohon per tahunnya pun sangat besar yaitu
sebesar 31,692 ton/pohon/tahun. Hal ini disebabkan tanaman jenis tersebut memiliki
daya rosot CO2 yang cukup tinggi, luas daun per helai tertinggi dan jumlah daun pada
tanaman tersebut terbanyak dibandingkan jenis yang lain.
Adapun jenis yang memiliki daya rosot CO2 tertinggi setelah E.zwageri
adalah Neonauclea glabra, yaitu sebesar 3,460 ton/pohon/tahun, hal ini selain
disebabkan oleh daya rosot CO2 yang tinggi yaitu sebesar 15,767 gram (terlihat pada
Gambar 10.), ada faktor lain yaitu jumlah daun yang terdapat dalam tanaman tersebut,
pada tanaman N.glabra jumlah daun untuk satu individu pohon yang diteliti sebanyak
3.416 buah daun, hal ini sangat mempengaruhi daya rosot CO2 jenis tersebut. Selain
karena di daunlah proses fotosintesis berlangsung, sehingga terdapat hubungan antara
jumlah daun dengan daya rosot CO2 suatu jenis, namun bukan faktor utama dan
satu-satunya, melainkan faktor-faktor lain juga saling mempengaruhi.
Gambar 10 Kurva persamaan kuadrat Neonauclea glabra.
Sedangkan daya rosot CO2 per pohon per jam terendah terjadi pada jenis
Bauhinia variegata, yaitu sebesar 84,142 g/pohon/jam, dan daya rosot CO2 per pohon
per tahunnya sebesar 0,259 ton/pohon/tahun. Hal ini disebabkan karena B.variegata
memiliki daya rosot CO2 bersih yang kecil yaitu sebesar 8,238 gram dan tempat
tumbuh jenis tersebut di tempat yang tertutup oleh beberapa pohon besar lain,
sehingga tanaman ini tidak memiliki kesempatan yang lebih dalam menyerap
karbondioksida dan juga dikarenakan oleh kurangnya intensitas cahaya matahari
akibat tertutupnya tanaman tersebut oleh tanaman lain.
Endertia spectabilis merupakan jenis tanaman yang memiliki daya rosot CO2
cukup besar yaitu sebesar 1,970 ton/pohon/tahun, hal ini disebabkan oleh selain
memiliki luasan daun yang kecil yaitu sebesar 31,54 cm2 dan juga jenis ini memiliki
jumlah helai daun yang sedikit dibanding beberapa jenis lainnya. Tempat tumbuh
suatu jenis pohon sangat mempengaruhi daya rosot dari pohon tersebut karena temoat
sebagai bahan untuk melakukan fotosintesis, atau dengan kata lain menyerap CO2.
Terjadi penurunan sebesar 0,012 g pada awal melakukan fotosintesis, ini merupakan
proses respirasi dimana tanaman melakukan proses katabolisme yaitu proses
menghancurkan senyawa kompleks dalam hal ini karbohidrat menjadi senyawa yang
sederhana yaitu O2 dan CO2. Kurva dari E.spectabilis dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 11 Kurva persamaan kuadrat Endertia spectabilis.
Tanaman lain yang juga memiliki daya rosot besar dalam menyerap
karbondioksida adalah Disoxylum cauliflorum yaitu sebesar 0,876 ton/pohon/tahun.
Namun terdapat penurunan dalam hal ini tanaman mengalami respirasi setelah pukul
06.00 WIB, namun tanaman tetap melakukan penyerapan CO2, namun karbohidrat
yang dihasilkan dipakai untuk proses katabolisme, sehingga terjadi penurunan pada
Gambar 12 Kurva persamaan kuadrat Disoxylum cauliflorum.
Hasil yang telah disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa luas daun dan
jumlah daun pada pohon mempengaruhi daya rosot CO2 per pohonnya. Namun tidak
menutup kemungkinan jika suatu jenis yang memiliki luas daun yang terbesar namun
tidak memiliki jumlah daun yang cukup banyak akan memiliki daya rosot CO2 per
pohon yang kecil. Daya rosot CO2 per pohon per tahun besarnya sebanding dengan
daya rosot CO2 per pohonnya. Daya rosot CO2 per pohon per pohon didapat dari daya
rosot CO2 per pohon pada hari cerah ditambah daya rosot per pohon pada hari
mendung selama setahun. Faktor yang mempengaruhi besarnya daya rosot CO2 pada
hari cerah dan hari mendung adalah lama penyinaran.
Pada hari cerah, lama penyinaran actual rata-rata di Bogor adalah 5,36
jam/hari atau selama 19296 detik/hari (Abdullah 2000). Sedangkan lama penyinaran
maksimum rata-rata per hari menurut Sitompul & Guritno (1995) adalah 12,07
jam/hari atau 43465 detik/hari. Selain faktor penyinaran, faktor lain yang perlu
dipertimbangkan dalam penentuan daya rosot CO2 per pohon per tahun adalah nilai
perbandingan antara laju fotosintesis rata-rata per hari pada hari mendung dengan hari
5.4. Daya Rosot CO2 Tanaman Berdasarkan Kelompok Umur
Salah satu faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis adalah tahap
pertumbuhan tanaman. Menurut Sumarwoto (1991) pada fase pertumbuhan, laju
fotosintesis (P) lebih besar daripada proses pernafasan (R), sehingga P/R>1. Pada
fase ini laju pengikatan CO2 lebih besar daripada laju emisi CO2. Semakin tua
tanaman P/R semakin mendekati 1. Hal ini berarti daya rosot CO2 pada tanaman yang
masih mengalami pertumbuhan akan lebih tiggi dibandingkan dengan tanaman yang
sudah dewasa yang telah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum.
Dari ke 10 jenis tanaman hutan kota yang diteliti berdasarkan umurnya
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kisaran < 50 tahun, meliputi
jenis Bhesa robusta, Endertia spectabilis, Saraca indica; kelompok umur 50 – 100
tahun meliputi Brownea hybrid, Dysoxylum cauliflorum, Eusideroxylon zwageri,
Eperua falcata. Sedangkan Bauhinia variegate, Neonauclea glabra, dan Pterocarpus
indicus dikelompokkan pada kisaran > 100 tahun. Pada kelompok kisaran < 50 tahun
daya rosot CO2 tertinggi adalah Saraca indica (3,412 ton/pohon/tahun). Sedangkan
pada kisaran 50 – 100 tahun daya rosot CO2 tertinggi adalah Eusideroxylon zwageri
(31,692 ton/pohon/tahun). Dan pada kisaran > 100 tahun daya rosot CO2 tertinggi
adalah Neonauclea glabra (3,460 ton/pohon/tahun).
Secara umum tanaman yang memiliki umur antara 50 – 100 tahun memiliki
daya rosot CO2 perpohon tinggi dari pada tanaman kelas umur lain. hal ini diduga
karena pada umur tersebut jenis tanaman sedang mengalami peningkatan masa
pertumbuhan menuju maksimum, dan dapat dilihat pula pada jenis tersebut jumlah
daun yang dimiliki memiliki jumlah yang besar dibandingkan pohon yang memiliki
umur < 50 tahun bahkan > 100 tahun. Namun pada jenis N.glabra daya rosot CO2
lebih besar dibandingkan B.robusta yang umurnya lebih muda, hal ini mungkin
disebabkan karena pada N.glabra masa pertumbuhan maksimal pada umur lebih dari
5.5. Pemilihan Jenis Pohon Untuk Hutan Kota
Keberadaan hutan kota sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya. Sesuai tujuannya pembangunan hutan kota lebih ditekankan pada
fungsinya yaitu untuk menjaga dan memperbaiki iklim mikro, meresapkan air, nilai
estetika, dan menciptakan keseimbangan dan keserasian fisik kota, serta mendukung
pelestarian keanekaragaman hayati (Dephut 2006). Dan dalam mendukung hasil COP
15 maka seharusnya Indonesia menjalankan beberapa program yaitu program
pengurangan emisi CO2 dengan beberapa kegiatan seperti penanaman ataupun
mengurangi beberapa kegiatan yang menghasilkan CO2 lebih.
Saat ini telah terdengar mengenai isu pemanasan global yang dapat
menyebabkan kegiatan makhluk hidup di bumi terganggu, dan isu ini menyebabkan
hutan semakin dibutuhkan, termasuk hutan kota. Indonesia sebagai Negara
berkembang dapat berperan dalam mencegah pemansan global melalui perdagangan
karbon, salah satunya dengan memanfaatkan jasa lingkungan hutan. Pembangunan
hutan kota dapat dimasukkan ke dalam perdagangan karbon melalu mekanisme
pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM). Perdagangan
karbon adalah menjual kemampuan pohon untuk menyerap sejumlah karbon yang
dikandung di atmosfer agar disimpan di dalam biomassa pohon untuk waktu yang
ditentukan (20 tahun dengan 2 kali perpanjangan atau satu periode selama 30 tahun
saja) (Wasrin 2005). Sedangkan CDM merupakan salah satu mekanisme untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca yang terdapat di dalam protocol Kyoto. CDM
merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan karbon antara Negara
berkembang dengan Negara maju (Soemarwoto 2004). Melalui CDM, Negara
berkembang dapat berperan aktif membantu Negara maju yang terkena kewajiban
dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.
Pembangunan hutan kota termasuk dalam sektor CDM kehutanan yang
penurunan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara penyerapan CO2 di atmosfer
oleh pohon. Alasan hutan kota dapat dimasukkan ke dalam CDM karena
penanaman pada lahan, pada tanggal 31 Desember 1989 sudah beberapa bukan hutan
dan sampai saat ini masih berupa bukan hutan (tanah terbuka, alang-alang, semak,
belukar, tanah pertanian terlantar, kebun terlantar) (Wasrin 2005). Reforestasi
merupakan penurunan emisi yang disetujui dalam CDM selain afforestasi (Boer
2002).
Kampanye Indonesia Menanam mendorong setiap daerah untuk membuat dan
mengembangkan hutan kota. Jika setiap daerah memiliki program dalam
pengembangan hutan kota maka Indonesia dapat memiliki peran yang penting dan
memiliki insentif dalam penurunan emisi gar rumah kaca, terutama CO2.
Hasil ini menunjukkan jenis yang memiliki daya rosot CO2 per lembar daun
yang tinggi dan memiliki daun yang banyak akan memiliki daya rosot CO2 per pohon
tinggi. Jenis E.zwageri merupakan jenis tanaman yang memiliki daya rosot CO2
terbesar yaitu 31,692 ton CO2/pohon/tahun. Harga karbon di pasar berkisar US$ 1
sampai US$ 30 per ton CO2 (Kompas 2003). Maka satu pohon E.zwageri
menghasilkan devisa US$ 31,692 sampai US$ 950,76 per tahunnya. Dengan
pemilihan jenis yang tepat yang mampu menyerap CO2 yang besar akan membuka
kesempatan lebih besar dalam kegiatan perdagangan karbon yang dapat dilakukan
dan menguntungkan Indonesia, di sisi lain membantu negara maju dalam
menurunkan emisi gas rumah kaca dan bagi dunia dapat mencegah atau menghambat