• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI AMBLYPYGI (ARACHNIDA)

DI GUA SIPARAT DAN SIPAHANG BOGOR

LASTI FARDILLA NOOR

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LASTI FARDILLA NOOR. Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan CAHYO RAHMADI.

Amblypygi merupakan ordo dari kelas Arachnida yang banyak ditemukan di dalam gua di kawasan karst. Sepertiga spesies Amblypygi yang telah diketahui merupakan hypogean dari gua. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman dan sebaran Amblypygi di dalam Gua Siparat dan Sipahang, Bogor. Amblypygi dikoleksi dengan metode hand collecting di sepanjang lorong gua. Pemetaan gua dilakukan dengan teknik forward method dari bottom to top. Amblypygi yang ditemukan di kedua gua tersebut ialah Stygophrynus dammermani dan Stygophrynus sunda. Kedua spesies tersebut terdistribusi secara acak di dalam gua. Amblypygi banyak ditemukan di dinding gua.

Kata Kunci: Amblypygi, catatan baru, diversitas, Stygophrynus dammermani, Stygophrynus sunda.

ABSTRACT

LASTI FARDILLA NOOR. Diversity and Distribution of Amblypygi (Arachnida) in Siparat and Sipahang Caves, Bogor. Supervised by TRI ATMOWIDI dan CAHYO RAHMADI.

Whip spiders (Arachnida, Amblypygi) are commonly found in caves in karst region. One-thirds of whip spider species are known to live on hypogean habitat. The research is aimed to study the diversity and distribution of Amblypygi in Sipahang and Siparat Cave, Bogor. The whip spider were collected by hand collecting method along the cave passage. Cave Mapping was done by forward technique method from bottom to top. The whip spiders found in both caves were Stygophrynus dammermani and Stygophrynus sunda. The whip spiders species distributed randomly inside the caves on the caves walls.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

DIVERSITAS DAN DISTRIBUSI AMBLYPYGI (ARACHNIDA)

DI GUA SIPARAT DAN SIPAHANG, BOGOR

LASTI FARDILLA NOOR

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor

Nama : Lasti Fardilla Noor

NIM : G34080098

Disetujui oleh

Dr Tri Atmowidi, MSi Pembimbing I

Dr Cahyo Rahmadi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah Diversitas dan Distribusi Amblypygi (Arachnida) di Gua Siparat dan Sipahang, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Tri Atmowidi, MSi dan Bapak Dr Cahyo Rahmadi selaku pembimbing, serta Bapak Wibowo A. Djatmiko yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan juga penulis sampaikan kepada kepada M. Irham, Romawati, Hardian Akbar, Tiara E. Ardi, Anggi Putra, Deny Batara, Alam Septian, Sudiyah dan teman-teman Lawalata-IPB yang telah banyak membantu penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Alat dan Bahan 2

Pemetaan Gua 2

Pengamatan dan Koleksi Sampel Amblypygi 2

Pengawetan dan Identifikasi Sampel 3

Analisis Data 3

HASIL 3

Kondisi Gua Siparat dan Sipahang 3

Kondisi Lingkungan 4

Karakteristik Amblypygi 5

Diversitas Amblypygi 6

Distribusi Amblypygi di Dalam Gua 7

PEMBAHASAN 8

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data lingkungan di dalam Gua Siparat dan Sipahang 4

2 Karakteristik spesies Stygophrynus 6

3 Jumlah spesies Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan

Sipahang 6

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi Gua Siparat dan Sipahang di Kecamatan Cigudeg, Bogor 4

2 Karakteristik spesies Stygophrynus 5

3 Mikrohabitat Amblypygi di Gua Siparat 7

4 Peta Gua Siparat dan distribusi spesies Amblypygi yang ditemukan 8 5 Peta Gua Sipahang dan distribusi spesies Amblypygi yang

ditemukan 8

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karst merupakan kawasan dengan tingkat keragaman hayati dan endemisitas yang tinggi (Clements et al. 2006). Salah satu penyumbang keanekaragaman tersebut adalah ekosistem gua. Gua merupakan ekosistem unik yang dihuni oleh berbagai fauna. Salah satu kelompok fauna yang umum ditemukan hidup di dalam gua adalah invertebrata (Culver et al. 2000).

Amblypygi merupakan salah satu ordo anggota Arachnida yang banyak ditemukan di gua-gua. Ordo Amblypygi memiliki 5 famili, yaitu Paracharontidae, Charinidae, Charontidae, Phrynichidae, dan Phrynidae (Harvey 2002). Tiga famili dari ordo Amblypygi yang telah dilaporkan di Indonesia, yaitu Charontidae (Rahmadi dan Harvey 2008), Charinidae (Rahmadi et al. 2010), dan Phrynidae (Harvey 2002a). Sebanyak 158 spesies Amblypygi telah teridentifikasi (Harvey 2007) dan hampir sepertiganya merupakan hypogean (Romero 2009), yaitu ditemukan di dalam gua. Selain di dalam gua, Amblypygi juga ditemukan di luar gua, seperti di lantai hutan, khususnya di tempat yang lembap dan gelap.

Amblypygi memiliki karakteristik pedipalpus raptorial yang kuat dilengkapi dengan duri-duri tajam. Tubuhnya pipih dan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu prosoma dan opistosoma. Bagian opistosoma terdiri atas 12 segmen dan bagian prosoma terdiri atas 6 pasang appendages. Prosoma Amblypygi ditutupi oleh karapas. Di bawah karapas terdapat sepasang kelisera. Amblypygi memiliki empat pasang tungkai. Sepasang tungkai pertama termodifikasi sebagai organ perasa dan tiga pasang tungkai lainnya untuk berjalan. Tungkai depan yang termodifikasi memiliki bentuk yang tipis dan panjang, menyerupai antena, sehingga dinamakan kaki antena (Weygoldt 2000).

Amblypygi hidup wilayah tropis dan subtropis, namun beberapa dapat hidup di wilayah subsahara (Predini et al. 2005). Amblypygi aktif pada malam hari dan menyukai tempat yang gelap dan lembab. Oleh karena itu, Amblypygi yang berada di hutan sering bersembunyi di bawah batu atau pohon yang lembab pada siang hari (Weygoldt 2000). Berbeda dengan di hutan, Amblypygi di dalam gua jarang bersembunyi karena kondisi lingkungan gua yang gelap dan lembab. Amblypygi di dalam gua dapat ditemukan di atap, dinding, atau lantai gua. Peranan Amblypygi di dalam gua adalah sebagai predator.

Penelitian tentang Amblypygi di Indonesia masih sedikit, khususnya Amblypygi yang hidup di gua. Hal tersebut karena penelusuran dan sampling di gua tergolong sulit (Culver et al. 2006). Oleh karena itu, penelitian Amblypygi sangat menarik untuk dilakukan, khususnya di Gua Siparat dan Sipahang. Sejauh ini, belum ada publikasi tentang diversitas dan distribusi Amblypygi di kedua gua tersebut.

Tujuan Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan bulan November, Desember 2013 dan Februari 2014 di Gua Siparat dan Sipahang. Identifikasi spesimen dilakukan di Laboratorium Biosistematika dan Ekologi Hewan dan Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi FMIPA, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan adalah botol sampel, alkohol 70%, kertas kalkir untuk tallysheet dan kertas label. Alat yang digunakan selama penelusuran gua adalah coverall, helm, sepatu boot, dan headlamp. Peralatan untuk pengambilan sampel Amblypygi dan kondisi habitat gua adalah dry box, kamera, hand loupe, pinset, dan 4 in 1 Lutron LM-8000. Alat yang digunakan untuk pemetaan diantaranya Global Positioning System (GPS) Garmin 76 CSx, kompas prisma, klinometer Suunto PM-5, dan pita ukur.

Pemetaan Gua

Pemetaan dilakukan secara bottom to top dengan forward method. Titik nol pemetaan dimulai dari ujung gua dan diteruskan seiring dengan perjalanan ke luar hingga entrance (pintu masuk) gua. Setiap entrance ditandai dengan GPS. Pemetaan gua dilakukan minimal oleh 3 orang. Shooter berdiri di stasiun nol lalu membidik stationer pada stasiun 1. Setelah membaca instrumen pengukuran (kompas, klinometer, dan pita ukur) dan melaporkan hasil pembacaan kepada descriptor, shooter berpindah ke posisi stationer. Selanjutnya stationer bergerak ke depan untuk menentukan titik stasiun berikutnya. Selama pemetaan, posisi shooter selalu dibelakang stationer.

Detail lorong yang diukur oleh shooter adalah panjang kiri-kanan lorong, jarak antar stasiun, tinggi atap, sudut jarak, sudut kemiringan lantai dan tinggi muka air. Detail lorong diukur pada setiap stasiun dan dicatat pada tallysheet oleh descriptor. Sketsa awal gua digambar oleh descriptor selama pemetaan berlangsung. Klasifikasi grade peta hasil pemetaan gua mengacu pada British Cave Research Assosiation (BCRA) (Laksmana 2005).

Pengamatan dan Koleksi Sampel Amblypygi

(13)

3

dalam sketsa gua. Pada setiap pengambilan sampel dilakukan pengukuran komponen abiotik, yaitu suhu, kelembaban dan intensitas cahaya dengan Lutron LM-8000.

Pengawetan dan Identifikasi Sampel

Spesimen diawetkan secarah basah dalam alkohol 70%. Masing-masing spesimen diberi label. Selanjutnya spesimen diidentifikasi ke tingkat genus berdasarkan Weygoldt (2000) dan Harvey (2003) dan ke tingkat spesies berdasarkan Gravely (1915), Dunn (1949), Weygoldt (2000), dan Rahmadi dan Harvey (2008).

Analisis Data

Data komponen abiotik, habitat, dan jumlah Amblipygi disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif. Data pemetaan diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Survex 1.2.13, sehingga menghasilkan centerline lorong, lebar lorong, total jarak, tinggi lantai, dan orientasi peta. Detail lorong digambar pada centerline berdasarkan sketsa lorong menggunakan Adobe Photosop CS5. Setiap jenis Amblypygi yang teridentifikasi ditandai dalam peta sehingga terlihat distribusinya.

HASIL

Kondisi Gua Siparat dan Sipahang

Gua Siparat dan Gua Sipahang merupakan gua alami yang terletak di Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Gambar 1). Kedua gua ini masuk ke dalam kawasan karst Gudawang. Di kawasan karst tersebut telah dikembangkan satu objek wisata gua bernama Gua Gudawang. Gua Sipahang merupakan salah satu gua wisata yang terdapat di area tersebut, sedangkan Gua Siparat letaknya berada di luar kawasan wisata Gua Gudawang.

(14)

4

Keterangan:

Gambar 1 Peta lokasi Gua Siparat dan Sipahang di Kecamatan Cigudeg, Bogor

Kondisi Lingkungan

Kondisi lingkungan di kedua gua relatif bervariasi pada setiap bulan. Suhu rata-rata di dalam Gua Siparat pada bulan November (29,50C) dan Desember (29,90C) lebih tinggi dibandingkan pada bulan Februari (25,50C). Suhu rata-rata di dalam Gua Sipahang pada bulan November (28,10C) dan Desember (27,50C) juga lebih tinggi dibandingkan pada bulan Februari (26,50C). Intensitas cahaya hanya bisa diukur di pintu masuk gua, yaitu 886-220 lux di Gua Siparat dan 636-300 lux di Gua Sipahang, sedangkan intensitas cahaya di dalam gua bernilai nol. Kelembapan udara di kedua gua relatif tinggi, berkisar antara 87,8-96,5% di Gua Siparat dan 92,2-97,3% di Gua Sipahang (Tabel 1).

Table 1 Data lingkungan di dalam Gua Siparat dan Sipahang

Gua Parameter November Desember Februari Siparat Suhu (0C) 29,5 (28,7-31) 29,9 (28,6-30,9) 25,5 (25,4-25,5)

Kelembapan (%RH) 96,5 (92,4-98,5) 87,8 (82-96) 95,7 (95.6-95.7) Intensitas Cahaya (lux)* 886 830 220 Sipahang Suhu (0C) 28,1 (27,8-28,5) 27,5 (27,2-27,9) 26,5 (25,9-26,4)

Kelembapan (%RH) 97,3 (93,4-100) 98,3 (93,4-99,8) 92,2 (89,2-94,4) Intensitas Cahaya (lux)* 636 450 300 Keterangan: Nilai diluar tanda kurung “()” adalah rata-rata dan di dalam tanda kurung “()”

menunjukkan nilai minimum-maksimum. Pengamatan bulan Februari, di Gua Siparat hanya dilakukan di pintu masuk dan di Gua Sipahang hanya dari pintu masuk hingga chamber karena kedua gua sedang banjir.

* = diukur di pintu masuk gua. Jalan Raya

Lahan Terbangun

(15)

5

Karakteristik Amblypygi

Famili Charontidae

Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan Sipahang termasuk Charontidae. Amblypygi yang termasuk Charontidae memiliki pulvilli (Gambar 2h) di ujung tarsus kaki jalan. Famili tersebut dicirikan dengan adanya 3 atau 2 duri utama di permukaan dorsal patela pedipalpus dan terdapat sebaris seta (row of setae) di ujung proksimal cleaning organ (Gambar 2e). Anggota Charontidae ialah Charon dan Stygophrynus

GenusStygophrynus

Stygophrynus dicirikan dengan adanya tiga duri utama di dorsal patela pedipalpus dengan panjang hampir sama (Gambar 2c-2d) dan sedikitnya terdapat 3 duri kecil di bagian dorsal dan ventral tibia pedipalpus. Genus tersebut memiliki artikulasi di tarsus pedipalpusnya (Gambar 2e) dan memiliki 4 gigi di basal kelisera (Gambar 2i-2j). Gigi paling dorsal berbentuk bicuspid (Gambar 2i-2j).

1. Stygophrynus sunda Rahmadi dan Harvey 2008

Stygophrynus sunda (Gambar 2a) memiliki ukuran tubuh 12–18 mm. Spesies tersebut memiliki 4 duri di dorsal femur pedipalpus (Tabel 2). Jumlah gigi di tarsus kelisera ialah sebanyak 5-6 gigi. Jumlah gigi di tepi eksternal kelisera ialah sebanyak 2 gigi dengan bentuk yang runcing (Gambar 2i).

2. Stygophrynus dammermani Roewer 1928

Stygophrynus dammermani (Gambar 2b) memiliki ukuran tubuh 11–24 mm. Spesies tersebut memiliki 4-5 duri di dorsal femur pedipalpus (Tabel 2). Jumlah gigi di tarsus kelisera ialah sebanyak 5-6 gigi. Jumlah gigi di tepi eksternal kelisera ialah sebanyak 2 gigi dengan gigi paling dorsal berbentuk bicuspid (Gambar 2j).

(16)

6

Table 2 Karakteristik spesies Stygophrynus

Karakteristik S. dammermani S. sunda

Mata (median & lateral) Ada Ada

Jumlah gigi eksternal kelisera 2 gigi dengan gigi paling atas bicuspid 2 gigi

Jumlah gigi di tarsus kelisera 5–6 gigi 5–6 gigi

Duri di dorsal femur pedipalpus 4–5 duri 4 duri

Diversitas Amblypygi

Total Amblypygi yang ditemukan selama pengamatan adalah 23 individu, 17 individu diantaranya dikoleksi. Perbandingan jumlah jantan dan betina dari Amblypygi yang dikoleksi adalah 9:8. Dari hasil pengamatan, Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat (10 individu) lebih sedikit dibandingkan Gua Sipahang (13 individu). Spesies yang ditemukan di kedua gua tersebut adalah Stygophrynus dammermani (20 individu) dan Stygophrynus sunda (3 individu) (Tabel 3).

Amblypygi banyak ditemukan pada bulan November 2013 (15 individu) dan menurun jumlahnya pada bulan Februari 2014 (3 individu) (Tabel 3). Pada bulan Februari di Gua Siparat, tidak ditemukan Amblypygi. Keadaan gua saat itu sedang banjir dan pengamatan hanya bisa dilakukan di sekitar pintu masuk gua.

Table 3 Jumlah spesies Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan Sipahang

Gua Jarak dari

(17)

7

(a) (b)

Gambar 3 Mikrohabitat Amblypygi di Gua Siparat: ceruk (a) di dinding atau atap gua. Beberapa individu jangkrik (b) ditemukan di dalam gua

Distribusi Amblypygi di Dalam Gua

Amblypygi tersebar secara acak di dalam gua Siparat dan Sipahang. Rata-rata selisih antar titik ditemukannya amblypygi, yaitu 25 m di Gua Siparat dan 77 m di Gua Sipahang. Jumlah Amblypygi yang dijumpai di Gua Siparat sebanyak 1-2 individu di setiap titiknya pada setiap pengamatan. Jarak antar individu di satu titik yang sama sejauh 0,7–2 m. Di Gua Siparat, spesies S. dammermani dan S. sunda dapat dijumpai di satu titik sama (Gambar 4).

(18)

8

Amblypygi di Gua Sipahang lebih banyak ditemukan di area chamber (lorong gua yang besar) dibandingkan di titik lainnya. Total individu yang ditemukan di chamber selama tiga bulan pengamatan berjumlah 9 individu, sedangkan di titik lainnya hanya ditemukan 1 individu (Gambar 5). Pada pengamatan bulan November, jumlah Amblypygi yang berada di chamber sebanyak 5 individu (Tabel 3) dengan jarak antar individu sejauh 1–2,5 m.

Gambar 5 Peta Gua Sipahang dan distribusi spesies Amblypygi yang ditemukan

PEMBAHASAN

(19)

9

Sarax pernah ditemukan di Gua Sipahang (Rahmadi, komunikasi pribadi), namun pada penelitian ini, spesies tersebut tidak ditemukan. Pada penelitian ini hanya Stygophrynus yang ditemukan di Gua Sipahang. Diduga, Stygophrynus memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap lingkungan Gua Sipahang dibandingkan dengan Sarax

Spesies Stygophrynus banyak menghuni gua-gua di Jawa Barat. Sebaran genus tersebut terbatas dari Jawa Barat hingga timur laut Pulau Jawa. Spesies Stygophrynus belum pernah dilaporkan menghuni gua-gua di bagian timur Jawa (Rahmadi et al. 2011). Berbeda dengan Stygophrynus, spesies Charon dapat ditemukan di Jawa bagian timur dan tidak ditemukan di gua-gua di Jawa Barat (Rahmadi 2011).

Distribusi Stygophrynus terdapat di Asia, diantaranya Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Vietnam (Harvey 2003). Spesies Stygophrynus pertama kali dilaporkan oleh Kraepelin tahun 1895 sebagai Charon cavernicola (Rahmadi dan Harvey 2008). Sampai sekarang, total spesies Stygophrynus berjumlah 7 spesies, yaitu S. berkeleyi, S. cerberus, S. dammermani, S. longispina, S. sunda, S. brevispina, dan S. moultoni (Harvey 2003; Weygodt 2000; Rahmadi dan Harvey 2008). Spesies yang ditemukan di Indonesia adalah S. moultoni, S. dammermani dan S. sunda. Spesies S. dammermani dan S. sunda merupakan spesies Amblypygi yang ditemukan di Gua Sipahang dan Siparat.

Stygophrynus dammermani merupakan spesies yang lebih banyak (20 individu) ditemukan di kedua gua, dibandingkan dengan S. sunda (3 individu) (Tabel 3). Hal ini diduga karena kedua spesies tersebut memiliki tingkat toleransi yang berbeda terhadap lingkungan gua. Menurut Rahmadi (2011) S. dammermani secara ekstensif terdapat di Jawa bagian barat, diantaranya di gua-gua Bogor. Spesies tersebut juga pertama kali ditemukan di gua di daerah Bogor yang dilaporkan oleh Roewer tahun 1928.

Berbeda dengan S. dammermani, spesies S. sunda pertama kali ditemukan di dalam hutan. Spesies tersebut diketahui hanya berada di Pulau Legundi (Selat Sunda) dan Gunung Hondje, Taman Nasional Ujung Kulon. Spesies tersebut tidak pernah ditemukan di timur Gunung Hondje hingga Jawa bagian timur (Rahmadi dan Harvey 2008). Ditemukannya spesies S. sunda di Bogor merupakan catatan baru, sehingga sebaran spesies tersebut tidak hanya di Ujung Kulon dan Pulau Legundi tetapi hingga Bogor, Jawa Barat. Rahmadi dan Harvey (2008) juga melaporkan bahwa spesies S. sunda yang ditemukan Ujung Kulon berada di lantai hutan, bukan di dalam gua. Oleh karena itu, Spesies S. sunda yang ditemukan di Gua Siparat dan Sipahang juga tercatat sebagai catatan hygogean pertama.

Dilihat dari jumlah Amblypygi yang ditemukan selama pengamatan (Tabel 3), terjadi penurunan jumlah individu setiap bulannya. Amblypygi banyak dikoleksi pada bulan November 2013 sehingga jumlah Amblypygi yang ditemukan pada bulan Desember 2013 dan Februari 2014 menurun. Hal tersebut karena populasi Amblypygi tidak dapat kembali dalam waktu yang singkat, sebab Amblypygi memiliki masa hidup yang lama. Selain itu, pada bulan Februari, kedua gua sedang banjir sehingga pengamatan tidak bisa dilakukan secara menyeluruh ke dalam gua. Pengamatan dilakukan di sekitar pintu masuk gua.

(20)

10

reproduksi. Waktu reproduksi yang dibutuhkan akan menjadi 2 kali lipat lebih lama jika suhu lingkungannya mencapai <260C (Rahmadi 2010).

Weygoldt (2000) melaporkan bahwa Amblypygi akan mati jika suhu lingkungannya mencapai 400C atau 50C. Dilihat dari kondisi lingkungan, suhu di kedua gua masih tergolong ideal untuk Amblypygi meskipun terdapat fluktuasi. Fluktuasi suhu di dalam Gua Siparat dan Sipahang masih dalam kisaran yang relatif kecil (25-310C) jika dibandingkan dengan iklim di luar gua. Kawasan wisata Gua Gudawang memiliki suhu rata-rata harian berkisar antara 28-290C dengan suhu minimum 230C dan suhu maksimum 310C (Mulyati 2007). Fluktuasi ilklim di dalam Gua Siparat dan Sipahang dipengaruhi oleh karakteristik gua. Sistem perguaan kedua gua cenderung lebih terbuka dan lorongnya relatif lebih pendek sehingga menyebabkan iklim di dalamnnya masih dipengaruhi oleh iklim di luar gua. Rahmadi dan Harjanto (2011) melaporkan kondisi gua yang cenderung tertutup akan mengurangi pengaruh kondisi iklim luar terhadap iklim di dalam gua.

Amblypygi menyukai lingkungan yang lembap dan sejuk. Oleh karena itu, Amblypygi lebih banyak ditemukan di daerah tropis di area dengan kelembapan udara yang tinggi, seperti di dalam hutan. Selain dapat ditemukan di dalam hutan, Amblypygi juga banyak ditemukan di gua (Weygoldt 2000). Satu pertiga spesies Amblypygi diketahui merupakan hypogean (Romero 2000). Hal tersebut karena gua memiliki kelembapan udara yang tinggi, seperti Gua Siparat dan Sipahang yang kelembapan udaranya mencapai >80%.

Amblypygi di dalam gua lebih banyak ditemukan di dinding, diduga karena terdapat banyak mangsa. Salah satu mangsa Amblypygi adalah jangkrik. Dari hasil pengamatan, pada titik ditemukannya Amblypygi biasanya juga ditemukan jangkrik (Gambar 3b). Perilaku Amblypygi dalam memangsa lebih banyak diam dan menunggu sambil mengeksplorasi wilayah sekitar dengan kaki antenanya (Santer dan Hebets 2009). Kaki antena yang panjang merupakan bentuk adaptasi Amblypygi terhadap lingkungannya. Kaki antena ini memiliki beragam tipe rambut sensor yang berperan sebagai reseptor kimia dan berjumlah ratusan (Foelix dan Hebets 2001).

Amblypygi di Gua Siparat tidak pernah ditemukan di lantai gua, namun banyak terdapat di ceruk yang berada di dinding atau atap. Hal ini karena di dalam ceruk banyak terdapat celah. Diduga, celah tersebut digunakan Amblypygi untuk bersembunyi dan berlindung dari banjir, meskipun Amblypygi (Phrynus marginemaculatus) memiliki kemampuan bertahan di dalam air (Hebets dan Chapman 2000).

Amblypygi di kedua gua tersebar secara acak, dari sekitar pintu masuk gua hingga ujung gua. Amblypygi yang ditemukan cenderung tidak mengelompok, meskipun di Gua Sipahang Amblypygi lebih banyak ditemukan di titik chamber. Hal ini dapat dilihat dari adanya selisih jarak antar individu di satu titik yang sama, yaitu 0,7-2 m di Gua Siparat dan 1-2,5 m di Gua Sipahang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Weygoldt (2000) bahwa Amblypygi tidak ditemukan mengelompok, biasanya antar individu dipisahkan oleh jarak sejauh beberapa meter.

(21)

11

juga merupakan area yang memiliki banyak sumber materi organik, guano, karena dihuni oleh kelelawar. Hal tersebut menyebabkan sumber pakan Amblypygi (jangkrik dan arthropoda kecil) melimpah.

Spesies S. dammermani dan S. sunda di dalam Gua Sipahang dan Siparat tersebar secara acak. Amblypygi di kedua gua tersebut dapat ditemukan dari

Amblypygi merupakan hewan dengan jumlah populasi yang sedikit dan sensitif terhadap perubahan lingkungan, sehingga upaya konservasi perlu dilakukan. Salah satu diantaranya adalah pihak pengelola wisata Gua Gudawang perlu mempertimbangkan kebijakan jumlah pengunjung. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai populasi Amblypygi terkait dengan jumlah pengunjung.

DAFTAR PUSTAKA

Clements R, Sodhi NS, Schilthuizen M, Peter Kl. 2006. Limestone karsts of Southeast Asia: imperiled arks of biodiversity. BioScience 56: 733-742. Culver DC, Master LL, Christman MC, Hobbs HH. 2000. Obligate cave fauna of

the 48 contiguous United States. Conservation Biology 14: 386–401. Culver DC, Deharveng L, Bedos A, Lewis JJ, Madden M, Reddell JR, Sket B,

Trontelj P, White D. 2006. The mid-latitude biodiversity ridge in terrestrial cave fauna. Ecography 29: 120-128.

Dunn RA. 1949. New Pedipalpi from Australia and the Solomon Islands. Memoirs of the National Museum of Victoria 16: 7–1.

Gravely FH. 1915. A revision of the Oriental Subfamilies of Tarantulidae (Order Pedipalpi). Records of the Indian Museum 11: 433–455.

(22)

12

Harvey MS. 2002. The neglected cousins: what do we know about the smaller Arachnid orders? J Arachnology 30: 357–372.

Harvey MS. 2002a. The first old world species of Phrynidae (Amblypygi): Phrynus exsul from Indonesia. J Arachnology 30: 470–474.

Harvey MS. 2003. Catalgue of The Smaller Arachnid Orders of The World : Amblypygi, Uropygi, Schizomida, Palpigradi, Ricinulei and Solifugae. Victoria (AU): CSIRO Publising.

Harvey MS. 2007. The smaller arachnid orders: diversity, descriptions and distributions from Linnaeus to the present (1758 to 2007). Zootaxa 1668: 363–380.

Hebets EA, Chapman RF. 2000. Surviving the flood: plastron respiration in the non-tracheate arthropod Phrynus marginemaculatus (Amblypygi: Arachnida). J Insect Physiol. 46 (1): 13–19.

Hunt MR, Millar I. 2001. Cave Invertebrate Collecting Guide. New Zeland (NZ): Departement of Conservacy.

Laksmana EE. 2005. Stasiun Nol: Teknik-Teknik Pemetaan dan Survey Hidrologi Gua. Yogyakarta (ID): ASC & Megalith Book.

Mulyati T. 2007. Kajian kondisi gua untuk pengembangan wisata minat khusus di kawasan Karst Gudawang, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Predini L, Weygoldt P, Wheeler WC. 2005. Systematics of the Damon variegatus group of African whip spiders (Chelicerata: Amblypygi): evidence from behaviour, morphology and DNA. Organisms, Diversity & Evolution 5: 203–236. Conference Asian Trans-Disciplinary Karst Conference; 7-10 Jan 2011; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. hlm 241-250.

Rahmadi C, Harvey MS. 2008. A first epigean species of Stygophrynus Kraepelin (Amblypygi: Charontidae) from Java and adjacent islands, Indonesia with notes on S. dammermani Roewer, 1928. Raffles Bulletin of Zoology 56: 281-288.

Rahmadi C, Harjanto S. 2011. Keanekaragaman fauna dan kondisi klimat di Gua Anjani, kawasan Karst Menoreh: sebuah catatan awal. Fauna Indonesia 10: 32-38.

Rahmadi C, Harvey MS, Kojima JI. 2010. Whip spiders of genus Sarax Simon 1892 (Amblypygy: Charinidae) from Borneo island. Zootaxa 2612: 1-21. Rahmadi C, Harvey MS, Kojima JI. 2011. The status of whip spider subgenus

Neocharon (Amblypygi: Charontidae) and the distribution of the genera Charon and Stygophrynus. J Arachnology 39: 223-229.

Roewer CF. 1928. Ein Javanischer Charontine. Treubia 10: 15–21.

(23)

13

Santer RD, Hebets EA. 2009. Prey capture by the whip spider Phrynus marginemaculatus C.L. Koch. J Arachnology 37: 109–112.

Weygoldt P. 2000. Whip Spider: Their Biology, Morphology and Systematic. Denmark (DK): Appolo Books.

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 Juli 1990 dari pasangan Bapak Ahmad Yuliadi dan Ibu Syafuroh. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta dan masuk perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor Departemen Biologi melalui jalur SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif berorganisasi di Unit Kegiatan Mahasiswa Lawalata – IPB di Divisi Caving. Pada tahun 2009 penulis tergabung sebagai tim kajian biospeleologi dalam “Ekspedisi Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Sulawesi Selatan” dan tahun 2010 penulis tergabung sebagai tim

“Ekspedisi Studi Kakatua Seram (Cacatua moluccensis) di Taman Nasional Manusela, Maluku Tengah”. Penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul “Keanekaragaam Arthropoda dalam Sistem Perguaan Karst Ciampea” yang hasilnya diikutsertakan dalam “Symposium Internasional Issues in Global Species Conservation Effort of IUCN Species Survival Commission”. Penulis juga pernah menjadi narasumber dalam Seminar

The Amazing Karst” tahun 2009 dan “Lawalata Expedition” Tahun 2011. Tahun

2012 penulis menjadi panitia Seminar dan Workshop Nasional “Scientific Karst Exploration”. Penulis melakukan praktik lapangan pada tahun 2012 di lembaga swadaya masyarakat Rimbawan Muda Indonesia (RMI) dengan judul

Gambar

Table 1  Data lingkungan di dalam Gua Siparat dan Sipahang
Gambar 2   Karakteristik spesies  Stygophrynus: S. sunda (a) dan S. dammermani
Table 3  Jumlah spesies Amblypygi yang ditemukan di Gua Siparat dan Sipahang Σ
Gambar 3  Mikrohabitat Amblypygi di Gua Siparat: ceruk (a) di dinding atau atap gua. Beberapa individu jangkrik (b) ditemukan di dalam gua

Referensi

Dokumen terkait

dalam pembelajaran matematika pada materi trigonometri di kelas X.3 SMA Negeri 10 Banjarmasin, kemandirian belajar matematika siswa kelas X.3 sudah mulai meningkat, hal

Begitu juga dari hasil penelitian bahwa sebagian besar ibu tidak mencuci tangannya sebelum menyusui sehingga kuman tersebut dapat menempel pada payudara ibu sedangkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang menyatakan diduga rasio likuiditas (current ratio), rasio profitabilitas (return

Untuk melakukan pengenalan terhadap pola tanda tangan, input gambar scan tanda tangan akan dilakukan proses pengambangan (thresholding), untuk menghasilkan gambar biner (hitam

Sistem Gerak pada Manusia  Struktur dan fungsi rangka  Struktur dan fungsi sendi  Struktur dan fungsi otot  Upaya menjaga kesehatan..

Hasil survei tim pelaksana pengabdian ini, menemukan bahwa guru-guru SMK bidang teknik kota Balikpapan membutuhkan keterampilan mekatronika dalam menggunakan

[r]

Standar umum yang digunakan adalah 2:1 atau 200% untuk perusahaan komersil dan industri, namun sudah dianggap baik untuk perusahaan jasa menggunakan