• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BLITAR

PERATURAN BUPATI BLITAR

NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

TATA CARA DAN MEKANISME PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan secara terpadu dan berkelanjutan, diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang – undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya secara terkoordinasi dan terarah;

b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

Mengingat : 1. 2.

3.

4.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143);

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668); sudah ada yang terbaru Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak;

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to

Employment (Konvensi mengenai Usia Minimum Anak

Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835));

(2)

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO

Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate

Action for The Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941));

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4325);

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4419);

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(3)

13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4270);

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82);

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294);

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-hak anak) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 57);

Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Data Terpilah Gender dan Pengarusutamaan Hak Anak;

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Pemenuhan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak;

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak;

(4)

24. 25. 26. 27. 28. 29.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Penyusunan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

Keputusan bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No 14/Men.PP/Dep VIX/2002 dan No. POL.B/3048/X/2002 perihal Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak perlu adanya kepedulian dari semua pihak baik masyarakat maupun lembaga pemerintah yang terkait aparat penegak hukum;

Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah; Peraturan Daerah Kabupaten Blitar Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.

Menetapkan :

MEMUTUSKAN :

PERATURAN BUPATI TENTANG PENJABARAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan istilah : 1. Daerah adalah kabupaten Blitar;

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Blitar yang selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Blitar;

(5)

3. Bupati adalah Bupati Blitar;

4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Blitar;

5. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan;

6. Perempuan adalah makhluk ciptaan Tuhan dengan jenis kelamin perempuan, atau dengan organ reproduksi berupa ovarium atau indung telur, ovum atau sel telur, rahim, dan selaput dara;

7. Anak adalah seseirang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan;

8. Perlindungan perempuan dan anak adalah segala upaya untuk menjamin dan melindungi perempuan dan anak termasuk hak-haknya, mulai dari tindakan pencegahan, penjagaan dan penanganan, yang ditujukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada perempuan dan anak serta keluarganya, terutama yang menjadi korban kekerasan;

9. Korban kekerasan adalah perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan baik fisik, psikis, seksual maupun ekenomi baik di ranah domestic maupun ranah publik;

10. Kekerasan adalah setiap perbuatan atau pembiaran terhadap kewajibannya yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan baik fisik, mental, seksual dan ekonomi termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum;

11. Penelantaran adalah perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi seseorang kepada orang lain dalam satu rumah tangga;

12. Pencegahan adalah sehala upaya yang ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan dan ancaman kekerasan;

13. Penjagaan adalah segala upaya agar perempuan dan anak yang rentan terhadap kekerasan tidak menjadi korban kekerasan;

14. Penanganan adalah segala upaya yang ditujukan untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta keluarganya meliputi layanan litigasi dan nonlitigasi;

15. Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau member bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam Negara maupun antar Negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi;

(6)

16. Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan pencabulan;

17. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) adalah salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak yang terdiri dari unsur pemerintah dan non pemerintah dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum, pemenuhan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak;

18. Rumah aman adalah tempat tinggal sementara yang digunakan untuk memberikan pemenuhan terhadap korban sesuai dengan standar operasional prosedur yang ditentukan;

19. Anak dalam situasi normal atau regular adalah anak yang mendapat kesempatan tumbuh kembang secara optimal;

20. Anak sebagai korban kekerasan adalah anak yang menjadi korban dari salah satu atau semua jenis kekerasan, baik fisik, psikis, seksual, maupun diterlantarkan oleh orang tua dan keluarganya termasuk korban perdagangan orang;

21. Anak disable adalah anak yang menyandang cacat;

22. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, ayah dan/atau ibu angkat;

23. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga;

24. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak;

25. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah tolak ukur kinerja pelayanan unit pelayanan terpadu dalam memberikan pelayanan penanganan pengadua, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan bantuan hukum serta pemulangan reintegrasi sosial terutama bagi perempuan dan anak korban kekerasan;

26. Standart Operasional Prosedure (SOP) adalah pedoman teknis untuk pelaksanaan penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan yang disusun berdasarkan Standart Pelayanan Minimal sesuai kemampuan keuangan daerah;

27. Anak terlantar adalah anak yang tidak dipenuhi kebutuhan secara wajar oleh yang berkewajiban sesuai kemampuannya baik fisik, mental dan spiritual;

(7)

28. SKPD terkait adalah SKPD yang didalam tugas pokok dan fungsinya menangani perlindungan perempuan dan anak;

29. SKPD yang membidangi Perencanaan Pembangunan Daerah adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Blitar yang selanjutnya disingkat BAPEDA Kabupaten Blitar;

30. SKPD yang membidangi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak adalah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Blitar.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Peraturan Bupati Blitar sebagai Penjabaran Peraturan Daerah No 11 Tahun 2013 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Blitar

(2) Tujuan penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak terutama korban kekerasan adalah untuk menjamin terlindunginya perempuan dan anak, agar tidak mengjadi korban kekerasan dan menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak serta keluarga, baik sebelum, pada saat maupun pasca terjadi kekerasan, serta pencegahan agar tidak terjadi kekerasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III TATA CARA

Pasal 3

Tata cara, mekanisme standar layanan pencegahan, dan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak meliputi segala bentuk layanan minimal yaitu pelayanan pengaduan, pelayanan kesehatan, pelayanan rehabilitasi sosial, pelayanan penegakan dan bantuan hukum, serta pelayanan pemulangan reintregrasi sosial.

Pasal 4

Pelayanan Pengaduan sebagaimana dimaksud Pasal 3 adalah kegiatan awal untuk mendapatkan informasi atau menggali data yang di perlukan dalam rangka penentuan langkah selanjutnya, pemberian pelayanan pengaduan ini dapat dilakukan pada korban maupun saksi, untuk mengetahui masalah dan kondisi korban.

(8)

Pasal 5

Pelayanan Kesehatan merupakan pelayanan medis yang dilakukan oleh RSU, Puskesmas ataupun tenaga psikolog yang berupa visum, konsultasi kesehatan maupun psikologi sesuai kebutuhan korban.

Pasal 6

Pelayanan Rehabilitasi sosial ini di tekankan pada konseling penggalian masalah yang dilaksanakan secara bersama lintas sektor untuk pemenuhan keinginan korban dalam rangka penyelesaian kasusnya.

Pasal 7

Pelayanan Penegakan dan bantuan hukum mencakup pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk memenuhi hak – hak korban ataupun saksi guna memperoleh hak atas kebenaran dan keadilan atas kasus yang dijalani.

Pasal 8

Pelayanan Pemulangan reintregrasi sosial, bagi korban kekerasan perempuan dan anak serta pelaku anak yang memerlukan tempat rehabilitasi untuk memulihkan kondisi fisik maupun psikologisnya.

BAB IV

MEKANISME PELAYANAN Pasal 9

(1) Mekanisme dan tata cara penyelenggaraan pelayanan dan penanganan secara teknis bagi perempuan dan anak korban kekerasan, diselenggarakan menurut Standar Operasional Prosedur secara langsung maupun tidak langsung.

(2) Secara langsung sebagaimana dimaksud ayat (1) korban atau saksi datang langsung atau melalui telpon datang ketempat pengaduan diterima regristrasi mengisi daftar pengaduan yang kemudian konsultasi untuk menentukan kebutuhan korban.

(3) Secara tidak langsung pengaduan dilakukan oleh masyarakat atau melalui berita dimedia yang kemudian dilakukan pembahasan oleh tim kerja untuk menentukan tahapan penangan kasus selanjutnya dan penangan sesuai bidang masing-masing.

(4) Bagan SOP sesuai dimaksud ayat (1) sebagaimana terlampir dalam Peraturan Bupati ini.

(9)

BAB V

KETENTUAN PENUTUP Pasal 10

Peraturan Bupati ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Blitar.

Ditetapkan di Blitar

pada tanggal 9 September 2014 BUPATI BLITAR,

ttd

HERRY NOEGROHO Diundangkan di Blitar

pada tanggal 9 September 2014

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BLITAR ttd

PALAL ALI SANTOSO

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan seluruh penemuan yang diperoleh baik dari analisis deskriptif maupun berdasarkan hasil anaslsis uji-t, maka dapat diambil suatu keputusan bahwa e-modul

Sama halnya dengan bila komputer crash hanya beberapa saat sebelum qmail-send memberikan tanda DONE kepada sebuah email, maka pada tahap berikutnya setelah

menguntungkan untuk kedua belah pihak, dan merupakan profesi yang profesional dalam bidangnya karena merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola sebaran panas di Kolam Pelabuhan Tambak Lorok Semarang menuju ke arah timur pada bulan Agustus 2012, kemudian ke arah

Secara terminologi (menurut istilah), pantang menyerah adalah tidak mudah putus asa dalam melakukan sesuatu, selalu bersikap optimis, mudah bangkit dari

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya pada pengeringan dengan Solar Tunnel Dryer (STD) terhadap mutu produk ditinjau

yang memanjang. 2) Erupsi sentral: magma keluar melalui lubang yang kecil. 3) Erupsi areal: membentuk kawah yang sangat luas. c) Gempa bumi (seisme): getaran kulit bumi akibat

Kondisi lain yang mungkin terjadi adalah hilangnya paket data (packet dropout) karena ketidakhandalan jaringan atau akibat penumpukan data yang melebihi