• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN LANSKAP PERCONTOHAN UNTUK KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) DI PANGALENGAN JAWA BARAT SARAH AYU ANGGRAENI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN LANSKAP PERCONTOHAN UNTUK KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) DI PANGALENGAN JAWA BARAT SARAH AYU ANGGRAENI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP PERCONTOHAN UNTUK

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL)

DI PANGALENGAN JAWA BARAT

SARAH AYU ANGGRAENI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanaan Lanskap Percontohan untuk Kawasan Rumah Pangan Lestari (KPRL) di Pangalengan Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hakcipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Sarah Ayu Anggraeni NIM A44100023

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus berdasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

(3)

ABSTRAK

SARAH AYU ANGGRAENI. Perencanaan Lanskap Percontohan untuk Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Pangalengan Jawa Barat. Dibimbing oleh AFRA DN MAKALEW.

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu kunci dalam ketahanan pangan. Kurangnya produktifitas pertanian dan keterbatasan ekonomi petani menjadi faktor penyebab lainnya. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk dapat bertahan hidup, sehingga masyarakat perlu memanfaatkan lahan untuk memproduksi bahan pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Pertanian (Balitbangtan) merencanakan program KRPL, yaitu program pemanfaatan lahan kosong dan pekarangan di sekitar rumah warga yang dapat digunakan sebagai media tanam komoditas pertanian pangan. Perencanaan lanskap percontohan KRPL dilaksanakan di daerah pedesaan yang memiliki potensi lahan produksi pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan perencanaan lanskap percontohan KRPL di Desa Pangalengan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan proses pendekatan Gold (1980) yang terdiri dari persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan lanskap. Untuk menentukan kesesuaian ruang digunakan analisis spasial dan deskriptif berdasarkan ketentuan Balitbangtan. Hasil perencanaan KRPL berupa ruang inti sebesar 13.55%, ruang pendukung 4.14%, ruang konservasi 82.31% dari luas total keseluruhan.

Kata kunci : Pekarangan, KRPL, ketahanan pangan, pedesaan.

ABSTRACT

SARAH AYU ANGGRAENI. Landscape Planning of Sustainable Food Housing Area Model at Pangalengan West Java. Supervised by AFRA DN MAKALEW.

The increasing of population is the point of food security. This factor has caused decreasing in agricultural production land and farmer economic level. As long as food is a basic requirement for human life, people have to use their land for food production. KRPL is a sustainable food housing area program that propose by Badan Litbang Kementrian Pertanian (Balitbangtan) became one of potential way to utilize farmyard and land surround house area for food production. Rural area have a good potential for food subsistence, especially for integrated farming. Landscpae planning of KRPL will be functional space for food production in rural area. This study was aimed to make landscape planning of sustainable food housing area at Pangalengan. This study will use the survei method of qualitative descriptive and quantitative descriptive with planning process following Gold (1980) they are preparation, inventory, analysis, synthesis, and landscape planning stages. The descriptive and space analysis were used to determine the suitability of the spaceaccording to Balitbangtan. The planning products are; the main area with 13.55%, the supporting area with 4.14%, and the conservation area with 82.31% from total area.

(4)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

(5)

PERENCANAAN LANSKAP PERCONTOHAN UNTUK

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL)

DI PANGALENGAN JAWA BARAT

SARAH AYU ANGGRAENI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi: Perencanaan Lanskap Percontohan untuk Kawasan Rumah Pangan L�stari (KRPL) di Pangalengan Jawa Barat

Nama :Sarah Ayu Anggraeni

NIM : A44100023

Disetujui oleh

Dosen Pembimbing

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’alaa yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian dengan judul “Perencanaan Lanskap Percontohan untuk Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di Pangalengan Jawa Barat” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini banyak pihak yang membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua, Bapak H. Bambang Priyadi, drh dan Ibu Hj. Dian Mustikawangi, serta adik kandung (Kesi Soraya Noor) yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, serta kasih sayangnya selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan.

2. Ibu Dr. Ir. Afra D N Makalew, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan pengarahan selama kegiatan penyusunan skripsi. 3. Beasiswa BIDIK MISI DIKTI yang telah memberikan dana bantuan hingga

penelitian dan masa studi saya selesai.

4. Teman-teman satu bimbingan (Kukuh, Iffah, Dilfan, Bagus, dan Ayyi) teman-teman Rohis ARL47 (Afifah, Hepi, PM, Meta, Hafidz, Yoni) dan teman-teman-teman-teman ARL 47 yang selalu memberikan doa, semangat dan bantuannya.

5. BKP3 Kabupaten Bandung, masyarakat serta perangkat Desa Pangalengan yang telah membantu penulis selama penelitian lapang berlangsung.

6. Semua pihak yang ikut terlibat dalam penetilian ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi pihak yang tertarik terhadap program rumah pangan lestari.

Bogor, Mei 2015 Sarah Ayu Anggraeni

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Kerangka Pikir 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Lanskap Pedesaan 3

Perencanaan Lanskap Pedesaan 3

Penataan Ruang Kawasan Perdesaan 4

Pekarangan 4

Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) 5

METODOLOGI 9

Lokasi dan Waktu 9

Alat dan Bahan 10

Metode dan Pendekatan Perencanaan 10

Proses Perencanaan Lanskap 10

KONDISI UMUM 15

Administrasi dan Geografis 15

Fasilitas dan Utilitas 15

Sejarah Desa Pangalengan 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Kondisi Fisik 19 Kondisi Biofisik 28 Kondisi Sosial 29 Aspek Legal 30 Analisis 33 Sintesis 44 Konsep Dasar 44 Pengembangan Konsep 46 Perencanaan Lanskap 47

Proyeksi perencanaan KRPL lima tahun kedepan 58

SIMPULAN DAN SARAN 59

Simpulan 59

Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 60

(9)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir perencanaan lanskap KRPL 2 2 Peta lokasi Desa Pangalengan, tanpa skala 9 3 Proses perencanaan lanskap percontohan kawasan pangan lestari 11

4 Peta Desa Pangalengan 15

5 (a) Kantor Desa Pangalengan, (b) Pasar Pangalengan, (c) Kantor Pos,

(d) Lapangan Sepak bola 16

6 Peta Sirkulasi Desa Pangalengan 17

7 Tugu perintis perjuangan Pangalengan 18

8 Peta Topografi Desa Pangalengan 21

9 Peta Kemiringan Lereng Desa Pangalengan 22

10 (a) Sungai Cisurili, (b) Sungai Cisangkuy 23

11 Peta Eksisting Desa Pangalengan 24

12 Grafik Rataan Suhu di Pangalengan Tahun 2011-2013 25 13 Grafik Rataan Curah Hujan di Pangalengan Tahun 2011-2013 26 14 Grafik Rataan Kelembapan di Pangalengan Tahun 2011-2013 27 15 Kondisi good view hamparan lahan pertanian dan perkebunan teh 27 16 Kondisi bad view PKL yang belum tertata rapi serta kondisi jalan yang

rusak

28

17 Peta Pola Ruang Kabupaten Bandung 32

18 Peta Kesesuaian Lereng Desa Pangalengan 35

19 Peta Kesesuaian Ruang KRPL di Desa Pangalengan 36

20 Peta analisis visual Desa Pangalengan 38

21 Contoh pekarangan (a) sempit, (b) sedang, (c) luas 40 22 Rencana Blok (Blockplan) KRPL di Desa Pangalengan 45

23 Diagram konsep ruang 46

24 Diagram konsep sirkulasi 47

25 Rencana ruang KRPL di Desa Pangalengan 48

26 Rencana tata hijau KRPL di Desa Pangalengan 52 27 Rencana sirkulasi KRPL di Desa Pangalengan 53 28 Rencana Lanskap Percontohan KRPL di Desa Pangalengan 55 29 Potongan A-A’ dan B-B’ KRPL di Desa Pangalengan 56 30 Image reference fasilitas dan aktivitas di kawasan rumah pangan lestari

Desa Pangalengan: (a) vertiminaponik untuk pekarangan sempit, (b) green house untuk produksi bibit komoditas, (c) pelayanan jasa di KBD, (d) pemberian label sebagai media pembelajaran, (e) kegiatan home industry masyarakat.

(10)

DAFTAR TABEL

1 Basis komoditas yang dapat ditanam dalam model budidaya 7 2 Jenis data yang digunakan dalam penelitian 10

3 Klasifikasi kelas kemiringan 11

4 Klasifikasi kemiringan lereng 12

5 Kesesuaian pengembangan berdasarkan kelas lereng 12

6 Kelas kualitas air bawah tanah 13

7 Aspek penataan ruang KRPL 13

8 Luas tanah fasilitas umum Desa Pangalengan 16 9 Bentuk wilayah berdasarkan kemiringan lereng 19

10 Luas kelas lereng Desa Pangalengan 20

11 Suhu (ºC) di Pangalengan Tahun 2011-2013 25

12 Curah Hujan (mm/bulan) di Pangalengan Tahun 2011-2013 26 13 Kelembapan (%) di Pangalengan Tahun 2011-2013 26 14 Rincian luas tanaman pangan menurut komoditas di

Desa Pangalengan 28

15 Jumlah populasi ternak Desa Pangalengan 29

16 Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Pangalengan 29

17 Jumlah kepemilikan lahan 30

18 Kriteria kemiringan lahan untuk KRPL 33

19 Luas penutupan lahan di Desa Pangalengan 34

20 Kesesuaian penggunaan lahan untuk KRPL di Desa Pangalengan 34 21 Hasil analisis dan sintesis perencanaan lanskap percontohan KRPL 40

22 Rencana aktivitas dan fasilitas KRPL 49

23 Umur panen komoditas KRPL 51

24 Rencana sirkulasi kawasan rumah pangan letari Desa Pangalengan 51 25 Luasan dan persentase ruang KRPL di Desa Pangalengan 54

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk merupakan salah satu kunci dalam pembangunan Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia, penduduk Indonesia berjumlah 237 641 326 jiwa dengan sebaran yang berimbang antara penduduk yang tinggal di perkotaan (49.79%) dan pedesaan (50.21%). Jumlah ini akan terus berubah setiap tahunnya dan dikhawatirkan akan menjadi ledakan penduduk yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan Indonesia.

Tingginya laju pertumbuhan penduduk dibandingkan laju produksi pangan dapat menyebabkan kelangkaan pangan. Pangan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, maka diperlukan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan. Hal ini dapat terpenuhi dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Desa merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi lahan produksi pertanian. Keterbatasan daya beli masyarakat pedesaan menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan konsumsi pangan, namun jika direncanakan dan dirancang dengan baik kawasan pedesaan memiliki potensi penghidupan yang layak terutama dari sisi pertanian.

Perencanaan percontohan kawasan rumah pangan lestari merupakan salah satu solusi untuk menjadikan suatu kawasan yang mampu mencukupi kebutuhan pangan dan kebutuhan sehari-hari dari hasil pertanian. Program ini memanfaatkan lahan kosong dan potensial di sekitar rumah warga sebagai media tanam. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementrian Pertanian merencanakan KRPL di sejumlah kota di seluruh Indonesia. Program tersebut kemudian dilanjutkan oleh pihak Badan Ketahanan Pangan masing-masing daerah mulai tahun 2014. Salah satu kawasan yang dijadikan objek program ini adalah Pangalengan-Bandung yang memiliki kondisi ekologis dan sumber daya alam yang sesuai untuk kegiatan pertanian.

Penataan ruang kawasan sangat diperlukan untuk kelestarian pangan. Pemendagri No 66 Tahun 2007 Pasal 5 Ayat 2g tentang Perencanaan Pembangunan Desa menyatakan bahwa pelaksanaan perencanaan kegiatan berdasarkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia, di butuhkan kerjasama antara seluruh komponen yang terkait termasuk masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, peran masyarakat untuk menjalankan perencanaan ini sangatlah besar, sehingga perencanaan desa akan berjalan secara fungsional, bernilai estetik, aman dan nyaman.

Berdasarkan ketentuan tersebut dalam penelitian ini digunakan metodologi berupa metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi solusi penataan ruang pedesaan melalui perencanaan lanskap dan dapat menjadi acuan program kawasan rumah pangan lestari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementrian Pertanian yang terintegrasi dengan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bandung khususnya di Desa Pangalengan.

(12)

2

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengindentifikasi kondisi fisik, biofisik, dan sosial-ekonomi Desa Pangalengan.

2. Menganalisis potensi dan kendala Desa Pangalengan.

3. Membuat perencanaan lanskap kawasan rumah pangan lestari untuk wilayah Desa Pangalengan.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan informasi secara langsung kondisi eksisting Desa Pangalengan dan memberikan gambaran pengembangannya.

2. Memberikan rekomendasi perencanaan lanskap percontohan kawasan rumah pangan lestari di Desa Pangalengan.

3. Memberikan acuan dan referensi untuk perencanaan kawasan rumah pangan lestari di Desa Pangalengan.

Kerangka Pikir

Skema pada Gambar 1 menunjukkan kerangka pikir perencanaan lanskap percontohan KRPL. Desa Pangalengan memiliki potensi pertanian yang maju namun memiliki beberapa kendala seperti alih fungsi lahan pertanian dan tingkat perekonomian yang relatif rendah. Oleh karena itu, perlu direncanakan lanskap pedesaan yang mampu membentuk kemandirian pangan. Penelitian diawali dengan adanya program KRPL dari Kementrian Pertanian. Hal tersebut dapat diterapkan untuk konsep lanskap di desa ini melalui proses analisis dan sintesis. Hasil perencanaan ini dapat dijadikan rekomendasi bagi Desa Pangalengan sehingga tujuan dari perencanaan lanskap percontohan KRPL dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan.

Gambar 1 Kerangka pikir perencanaan lanskap KRPL

Desa Pangalengan

Perencanaan Lanskap KRPL

Konsep Lanskap Kendala :

o Alih fungsi lahan pertanian o Tingkat Ekonomi

Potensi :

o Pertanian cukup maju o Kondisi alam mendukung

KRPL

Merencanakan lanskap perdesaan untuk membentuk kemandirian pangan rumah tangga di perdesaan dengan berbasis sumberdaya lokal.

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Pedesaan

Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah tertentu. Desa memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dengan memperhatikan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati oleh sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa terdiri dari sejumlah kampung atau dusun yang merupakan kesatuan lingkungan tempat tinggal masyarakat (Depdagri 2007).

Berdasarkan Deppu (2005), lanskap pedesaan merupakan perpaduan antara lanskap alami dan lanskap buatan yang berada pada sebuah desa. Lanskap tersebut memiliki sumber daya alam berupa sumber pangan dan habitat satwa liar, serta memiliki sumber daya manusia yang mampu hidup dan mempreservasi lingkungan ekologi yang alami. Lanskap pedesaan memiliki fungsi kawasan sebagai pemukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, serta kegiatan pertanian sebagai pengelolaan utama sumber daya alamnya.

Pedesaan memiliki komunitas masyarakat yang memiliki karakteristik tertentu sesuai dengan ciri geografisnya. Adapun komunitas kawasan perdesaan tersebut seperti kawasan pertanian, perkebunan, kehutanan, pesisir pantai, pertambangan, industri kecil, dan sebagainya. Ciri khas masyarakat perdesaan pegunungan adalah memiliki keterikatan dengan hutan serta menjadikan perkampungan sebagai tempat masyarakat beraktivitas (Depdagri 2007).

Perencanaan Lanskap Pedesaan

Menurut Simonds (1986), perencanaan merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan kondisi awal, keadaan yang diharapkan, dan langkah terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan Pedesaan menjelaskan bahwa perencanaan pembangunan desa disusun dalam sebuah dokumen periode lima tahunan yang kemudian disebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa). Dokumen tersebut memuat arah kebijakan keuangan, strategi pembangunan, dan program kerja desa yang kemudian ditetapkan sebagai peraturan desa. RPJM-Desa memiliki tujuan agar perencanaan pembangunan desa dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan desa, menciptakan rasa tanggungjawab pada masyarakat, dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki masyarakat.

Tahapan perencanaan pembangunan desa diperlukan pengkajian keadaan meliputi potret desa, kalender musim, dan bagan kelembagaan yang kemudian diproses dan menghasilkan peraturan serta keputusan kepala desa. Dalam pelaksanaan perencanaan kegiatan berdasarkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang tersedia, dibutuhkan kerjasama antara seluruh komponen terkait termasuk masyarakat itu sendiri. Sehingga peran masyarakat untuk terlibat dalam menjalankan perencanaan ini sangat besar (Depdagri 2007).

(14)

4

Penataan Ruang Kawasan Perdesaan

Suatu kawasan perdesaan memiliki ciri tersendiri terutama dari kegiatan yang berada di dalamnya. Kegiatan yang mencerminkan kawasan perdesaan adalah tempat permukiman perdesaan, kegiatan pertanian, kegiatan pengelolaan tumbuhan alami, pengelolaan sumber daya alam, kegiatan pemerintahan, pelayanan sosial, dan ekonomi.

Undang- undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 48, bagian lima menyatakan bahwa kawasan perdesaan diarahkan untuk:

a) pemberdayaan masyarakat perdesaan;

b) pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; c) konservasi sumber daya alam;

d) pelestarian warisan budaya lokal;

e) pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; dan

f) penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan-perkotaan.

Penataan ruang kawasan perdesaan dilaksanakan dalam bagian wilayah kabupaten dan menjadi rencana bagian tata ruang wilayah kabupaten. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat bentuk detail beberapa kawasan desa yang sama dalam penataan ruang wilayah kabupaten atau dibuat pada tingkat kecamatan. Rencana tata ruang merupakan alat koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah, di dalamnya berisi tentang struktur ruang dan pola ruang kawasan.

Penataan ruang kawasan perdesaan dilaksanakan melalui kerjasama antar daerah. Penataan diselenggarakan secara terintegrasi dengan kawasan perkotaan sebagai suatu kesatuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota. Poin yang diintegrasikan mencakup keterpaduan sistem pemukiman, prasarana, sistem ruang terbuka hijau maupun non hijau (UU 26 tahun 2007 pasal 54).

Pekarangan

Menurut Sastrapradja et al (1979), pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah diusahakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik hidup. Pekarangan merupakan sumber karbohidrat, protein, mineral, dan pendapatan bagi penduduk desa. Pekarangan dipandang sebagai suatu unit produksi yang dapat diusahakan sesuai keinginan pemiliknya (Fandelli 2009).

Berdasarkan sudut ekologi, pekarangan merupakan lahan dengan sistem yang terintegrasi dan mempunyai hubungan yang kuat antara manusia sebagai pemilik/penghuninya dengan tanaman, tumbuhan, ikan, satwa liar, dan hewan yang diternakannya. Pekarangan berperan dalam ketahanan pangan masyarakat desa untuk pemenuhan penganekaragaman pangan lokal (Arifin et al 2009).

Karakteristik lahan pekarangan ditandai dengan beberapa indikator penting (Rukmana 2008), antara lain sebagai berikut:

a) meliputi areal yang sempit atau terbatas; b) berisi aneka tanaman;

c) letaknya dekat dengan rumah;

d) hasilnya yang diperoleh digunakan untuk keperluan sehari-hari; e) pada umumnya tidak memerlukan modal besar.

(15)

5 Menurut Arifin (2013), berdasarkan ukurannya pekarangan dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: 1) pekarangan kecil atau sempit memiliki luas ruang terbukanya kurang dari 120 m²; 2) pekarangan sedang memiliki luas pekarangan sama dengan 120 m² hingga 400 m²; 3) pekarangan besar memiliki luas mulai 400 m² sampai dengan 1000 m²; 4) pekarangan dengan luas lebih besar dari 1000 m² disebut pekarangan sangat luas.

Secara umum, pekarangan memiliki beberapa fungsi, yakni fungsi sosial, fungsi estetis, fungsi produksi, fungsi sumber genetik, fungsi preservasi, serta konservasi tanah dan air. Menurut Arifin (2013), terdapat empat fungsi dasar pekarangan secara sosial-ekonomi. Pertama, pekarangan dapat memproduksi secara subsisten tanaman pangan yang menghasilkan produk karbohidrat, buah, sayur, bumbu, obat dan produk non-pangan lainnya, termasuk produksi ternak dengan nilai gizi yang tinggi dalam bentuk protein, mineral dan vitamin. Produk pekarangan tersebut berkontribusi bagi ketahanan pangan terutama di saat paceklik.

Kedua, pekarangan dapat menghasilkan produksi untuk komersial dan memberi tambahan pendapatan keluarga, khususnya di wilayah yang memiliki akses pasar yang baik. Produk pekarangan tersebut termasuk tanaman tahunan, yaitu pohon buah-buahan, kakao dan kopi, termasuk tanaman sayuran dan tanaman hias.

Ketiga, pekarangan mempunyai fungsi sosial-budaya. Fungsi ini termasuk untuk saling bertukar hasil tanaman dan bahan tanaman antar tetangga. Pekarangan juga memberikan status bagi pemilik di lingkungannya, menyediakan ruang untuk keindahan taman, juga fungsi lainnya antara lain tempat bermain bagi anak- anak juga tempat bersosialisasi sesama tetangga dan sebagai tempat upacara keagamaan, khususnya bagi masyarakat Hindu Bali menggunakan bagian dari pekarangan untuk prajan, tempat sembahyang.

Keempat, pekarangan memiliki fungsi ekologis, bio-fisik lingkungan. Struktur tanaman dengan multi-strata merupakan miniatur dari hutan alam tropis yang berfungsi sebagai habitat bagi beragaman tumbuhan dan satwa liar. Sistem produksi terintegrasi dari tanaman, ternak, dan ikan menghasilkan penggunaan yang efisien dalam penggunaan pupuk organik serta daur ulang bahan dan menurunkan run off.

Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)

Ketersediaan pangan yang cukup merupakan prioritas utama pembangunan pertanian nasional. Deptan (2012) menyatakan bahwa Kementrian Pertanian merencanakan sebuah program untuk mengoptimalkan pekarangan rumah secara intensif sebagai penyedia bahan pangan bagi keluarga, program tersebut dikenal dengan nama Rumah Pangan Lestari (RPL). Jika penerapan prinsip RPL ini dikembangakan dalam skala yang lebih luas, berbasis dusun, desa, atau wilayah, maka kawasan tersebut dinamakan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Pedoman umum program P2KP (Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan) Deptan (2013) mengemukakan bahwa Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan sebuah konsep lingkungan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.

(16)

6

Konsep lestari dalam KRPL ialah dapat memenuhi ketersediaan bibit/benih komoditas, terjaganya kelestarian dan keberagaman sumber pangan lokal, terciptanya kesejahteraan keluarga dengan perkembangan ekonomi produktif, serta menciptakan lingkungan yang lestari dan sehat (Deptan 2012). Konsepsi lestari tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2013) yang mengemukakan bahwa terdapat 7 pilar (syarat) agar KRPL tersebut tetap lestari di antaranya:

a) penyediaan infrastruktur yang memadai dan berkualitas; b) peran tokoh masyarakat (local champion);

c) ketersediaan benih/bibit dengan membuat Kebun Bibit Desa; d) dukungan pemerintah daerah ;

e) kelembagaan pasar dan lainnya; f) partisipasi aktif masyarakat; g) serta dilakukan rotasi tanaman.

Hal ini sejalan dengan konsep Model KRPL yang memiliki prinsip berikut: 1) ketahanan dan kemandirian pangan rumah tangga; 2) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal; 3) konservasi sumber daya genetik (tanaman, ternak, ikan), dan; 4) peningkatan kesejahteraan rumah tangga dan masyarakat.

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2013), menyatakan bahwa tujuan pengembangan KRPL yang tertulis dalam Pedoman Umum KRPL, adalah:

a) memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dan masyarakat secara lestari dalam suatu kawasan melalui pemanfaatan pekarangan;

b) meningkatkan keterampilan keluarga dan masyarakat dalam pemanfaatan lahan pekarangan di perkotaan maupun perdesaan untuk budidaya tanaman pangan, buah, sayuran dan tanaman obat keluarga, pemeliharaan ternak dan ikan, pengolahan hasil serta pengolahan limbah rumah tangga menjadi kompos; c) mengembangkan sumber bibit/benih untuk menjaga keberlanjutan tanaman

pangan lokal di pekarangan;

d) mengembangkan kegiatan ekonomi produktif keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

Haryono (2012) menyatakan bahwa tujuan utama pengembangan KRPL adalah:

a) Meningkatkan ketersediaan dan cadangan pangan keluarga. b) Meningkatkan penganekaragaman pangan.

c) Meningkatkan kualitas gizi keluarga. d) Meningkatkan pendapatan keluarga.

e) Menumbuh kembangkan ekonomi kreatif di setiap desa.

Kementerian Pertanian (2014) mengklasifikasikan penataan pekarangan (model budidaya) berdasarkan strata (luasan pekarangan), di antaranya:

a) Strata 1 (RPL tanpa pekarangan/halaman), berupa vertikultur, pot, polibag, dan tanaman gantung.

b) Strata 2 (RPL pekarangan sempit, luas < 120 m²), dapat berupa vertikultur, pot polibag, tanaman gantung, vertiminaponik.

c) Strata 3 (RPL pekarangan sedang, luas 120 - 400 m²), berupa vertikultur, pot, polibag, tanaman gantung, tanam langsung di bedengan, kolam ikan/lele. d) Strata 4 (RPL pekarangan luas, luas > 400 m²), dapat berupa vertikultur, pot,

(17)

7 Setiap strata / kelompok lahan memiliki basis komoditas yang berbeda. Pilihan komoditas yang dapat dibudidayakan secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Basis komoditas yang dapat ditanam dalam model budidaya

Strata Model budidaya Basis komoditas 1  Vertikultur (model

gantung, tempel, tegak, rak)

 Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada bokor, Bawang daun.

 Toga : Kencur, Antanan, Gempur batu, Daun jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.

 Pot/ polibag

 Benih/bibit

 Sayuran : Cabai, Terong, Tomat, Buncis tegak.

 Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Kumis kucing.

2  Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)

 Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Kangkung, Bayam, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada bokor, Bawang daun.

 Toga: Kencur, Antanan, Gempur batu, Daun jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.

 Pot/ polibag

 Benih/bibit

 Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Bayam, Kangkung.

 Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah buaya.

 Buah: Jeruk, Mangga, Jambu, Belimbing 3  Vertikultur (model

gantung, tempel, tegak, rak)

 Sayuran : Sawi, Kucai, Pakcoi, Caisim, Bayam, Kangkung, Kemangi, Seledri, Selada bokor.

 Toga: Kencur, Antanan, Gempur Batu, Daun jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.

 Pot/ polibag / tanam langsung

 Benih/bibit

 Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Bayam, Kangkung, Katuk, Kelor, Labu kuning.

 Toga: Jahe, Kencur, Kunyit, Kumis kucing, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah buaya, Sambiloto, Temulawak, Gempur batu.

 Tanaman buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk Nipis/Limau.

 Tanaman pangan: Talas, Ubi jalar, Ubi kelapa, Garut, Ganyong, tanaman pangan lokal lainnya.

(18)

8

Tabel 1 Basis komoditas yang dapat ditanam dalam model budidaya (lanjutan) Strata Model budidaya Basis komoditas

3  Kolam mini  Pemeliharaan ikan : Lele/Nila/Gurame

 Kandang  Ternak ayam buras, kambing/domba (khususnya di pedesaan)

4  Vertikultur (model gantung, tempel, tegak, rak)

 Sayuran: Sawi, Kucai, Pakcoi, Bayam, Kangkung, Kemangi, Caisim, Seledri, Selada bokor.

 Toga: Kencur, Antanan, Gempur batu, Daun jinten.

 Jinten, Sambiloto, Jahe merah, Binahong, Sirih.

 Pot/ polibag/ tanam langsung

 Benih/ bibit

 Bedengan, surjan, multistrata

 Sayuran: Cabai, Terong, Tomat, Kecipir, Kacang panjang, Mentimun, Kenikir, Buncis tegak dan Buncis rambat, Katuk, Kelor, Labu kuning.

 Toga : Jahe, Kencur, Kunyit, Temulawak, Sirih Hijau/Merah, Pegagan, Lidah buaya, Sambiloto, Kumis kucing.

 Buah : Pepaya, Jambu biji, Srikaya, Sirsak, Belimbing, Jeruk nipis/ Limau, Mangga, Pisang.

 Tanaman pangan: Talas, Ubi jalar, Ubi kayu, Ubi kelapa, Garut, Ganyong, Jagung, atau tanaman pangan lokal lainnya.

 Kolam mini  Pemeliharaan ikan : Lele/Nila/Gurame

 Kandang  Ternak ayam buras, kambing/domba (khususnya di pedesaan) Komponen pendukung Lahan terbuka hijau  Tanaman buah  Intensifikasi pagar  Pelestarian tanaman pangan

 Mangga, Rambutan, Pohon salam, Belimbing sayur, tanaman khas daerah/langka

 Katuk, Kelor, Labu kuning, Daun mangkokan, Daun pandan, Beluntas, Sereh

 Tanaman pangan: aneka umbi, aneka talas, aneka jenis jagung dan serealia. Kebun

Bibit

 Pot/ rak/ bedengan  Sayuran

 Tanaman pangan

(19)

9

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Pangalengan, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan studi perencanaaan dilakukan selama enam bulan, terhitung dari bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2014.

Peta Jawa barat Peta Kabupaten Bandung

Peta Kecamatan Pangalengan

Peta Desa Pangalengan

Gambar 2 Peta lokasi Desa Pangalengan, tanpa skala (sumber: Bingmap, Google dan data olahan 2014)

(20)

10

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta rupa bumi, data administrasi desa, data komoditas pertanian lokal, sumber pustaka, kamera digital serta software seperti Autocadd, Adobe Photoshop, Microsoft Office dan software penunjang lainnya.

Metode dan Pendekatan Perencanaan

Metode yang digunakan dalam perencanaan ini adalah metode survei, dengan analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif mengenai komoditas pertanian, sumberdaya yang tersedia, pola hidup masyarakat, dan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan rumah tangga. Untuk itu perlu dilakukan proses pengumpulan data (melalui survei dan wawancara), analisis informasi, serta proses penafsiran hasil penelitian yang disajikan secara deskriptif, tabular dan spasial. Proses perencanaan mengacu pada Gold (1980) yang dimodifikasi sesuai tujuan perencanaan, yaitu mulai dari persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan perencanaan lanskap.

Metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah dengan wawancara terhadap pihak-pihak terkait seperti Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementrian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP3) Kabupaten Bandung, Pemerintah Desa, serta masyarakat Desa Pangalengan. Survei lapangan juga dilakukan untuk mengetahui keadaan tapak secara langsung. Jenis data yang dikumpulkan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2 Jenis data yang digunakan dalam penelitian

Jenis Sumber Bentuk Data

Fisik/Biofisik

a. Letak, luas, dan batas

b. Topografi,

kemiringan, dan Tata guna lahan

c. Hidrologi

d. Iklim

e. Visual

f. Vegetasi dan satwa

Survei, Data Administrasi Desa Survei, Bakorsultanal, Studi pustaka

Survei, Studi pustaka

Survei, Studi pustaka, BMKG Survei

Survei, Studi pustaka

Deskriptif, spasial Deskriptif, spasial Deskriptif Deskriptif, tabular Deskriptif, spasial Deskriptif, tabular Sosial-Ekonomi a. Jumlah penduduk b. Mata pencaharian c. Budaya

Data Administrasi Desa Survei, Profil desa Suvei, Studi pustaka

Deskriptif, tabular Deskriptif, tabular Deskriptif Legal a. RTRW b. Peraturan Pemerintah BAPPEDA BAPPEDA, Perdes Deskriptif Deskriptif

Proses Perencanaan Lanskap

Proses perencanaan lanskap dimulai dengan tahap persiapan, inventarisasi, pengumpulan data, analisis dan sintesis, hingga tahap perencanaan. Tahapan penelitian secara skematik tertera pada Gambar 3. Proses yang dilaksanakan

(21)

11 mengikuti tahap-tahap perencanaan secara umum mulai dari input data informasi hingga produk berupa perencanaan lanskap percontohan kawasan rumah pangan lestari.

Gambar 3 Proses perencanaan lanskap percontohan kawasan pangan lestari 1. Persiapan

Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan informasi mengenai tapak untuk menetapkan tujuan dan metode yang akan digunakan, serta pengurusan surat perizinan penelitian pada instansi pemerintah daerah dan pihak-pihak yang terkait.

2. Inventarisasi

Pada tahap inventarisasi dilakukan pengumpulan data dan informasi yang berhubungan dengan keadaan tapak. Data yang dikumpulan pada tahap ini berupa data primer yang didapat dari hasil wawancara dan pengamatan langsung pada tapak serta data sekunder yang didapat dari studi pustaka dan data yang didapat dari instansi terkait.

3. Analisis

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis untuk memenuhi tujuan identifikasi terhadap aspek-aspek yang telah ditentukan, seperti data fisik (tata guna lahan, topografi, iklim, kemiringan, visual), biofisik (vegetasi, satwa, komoditas), sosial dan legalitas.

Penentuan klasifikasi kelas lereng dalam analisis untuk tanah di Desa Pangalengan menggunakan klasifikasi yang telah disederhanakan dari van Zuidam dalam Nurfatimah (2011) seperti yang ditunjukan oleh Tabel 3. Klasifikasi ini dapat membatu untuk mengetahui tingkat kestabilan tanah pada objek perencanaan (Tabel 4). Selain itu, kelas lereng juga dapat digunakan untuk mendukung pengembangan penggunaan lahan yang sesuai pada kawasan, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 3 Klasifikasi kelas kemiringan

Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah 0 – 2°

(0-2%)

Datar hingga hampir datar; Tidak ada proses denudasi yang berarti

2-4° (2-7%)

Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembat dan erosi alur (sheet and rill erosion). Rawan erosi. Persiapan Mencari informasi dan membuat perizinan Inventarisasi Mengumpulkan data dan informasi di lapang Analisis Menganalisis potensi dan kendala Sintesis Menjawab potensi dan kendala hasil dari analisis Perencanaan Pengembangan konsep dari sintesis menjadi perencanaan KRPL 1 2 3 4 5

(22)

12

Tabel 3 Klasifikasi kelas kemiringan (lanjutan)

Kelas Lereng Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah 4-8°

(7-15%)

Miring; sama dengan di atas; tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah.

8-16° (15-30%)

Agak curam; erosi dan gerakan tanah lebih sering terjadi.

16-45° (35-100%)

Curam; proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi

Sumber : van Zuidam dalam Nurfatimah 2011

Tabel 4 Klasifikasi kemiringan lereng Kemiringan Lereng

(%)

Klasifikasi Lereng Kestabilan

0-2 Datar Stabil

2-7 Landai

7-15 Miring

15-30 Agak curam Potensi longsor

30-70 Curam

70-100 Sangat curam

Sumber : MENPU 2007

Tabel 5 Kesesuaian pengembangan berdasarkan kelas lereng Kelas Lereng

(%)

Karakter dan Kesesuaian Lahan

0-5 Lahan bertopografi datar; sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi areal permukiman dan pertanian. Sebagian areal berpotensi terhadap genangan banjir dan sebagian berpotensi terhadap drainase yang buruk.

6-15 Lahan bertopografi landai; kurang sesuai untuk pembangunan lapangan terbang atau areal industri berat; irigasi yang terbatas namun baik untuk pengembangan pertanian keras. Lahan yang sesuai untuk dikembangan menjadi permukiman, perkantoran, dan areal bisnis dengan drainase baik.

16-30 Lahan bertopografi bergelombang; kurang sesuai untuk areal pertanian karena masalah erosi; namun lahan dengan

kemiringan lereng diatas 20% dapat dimanfaatkan untuk areal pertanian dengan jenis tanaman tertentu. Lahan ini juga baik untuk pengembangan industri ringan, komplek perumahan, dan untuk fasilitas rekreasi.

31-50 Lahan bertopografi terjal; cocok untuk dikembangkan menjadi tempat tinggal dengan cara cluster; pariwisata dengan intensitas rendah dan lahan yang cocok untuk hutan dan padang rumput. >50 Lahan bertopografi sangat terjal; tempat yang sesuai untuk

kehidupan satwa liar dan tanaman hutan lindung serta padang rumput yang terbatas; tidak sesuai untuk areal real estate karena topografi yang terlalu terjal.

(23)

13 Kriteria penilaian untuk suplai air permukaan dilihat dari jumlah dan kualitas air yang tersedia, konfigurasi topografi, kestabilan lereng, surficial dan material bedrock, karakter erosi, tingkat evaporasi, dan hazard seismic (Fabos & Caswell 1976). Kriteria penilaian untuk suplai dan kualitas air bawah tanah disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Kelas kualitas air bawah tanah Kelas Karakter dan Kesesuaian Lahan

A Terletak pada :

1. Lahan alami (e.g. hutan dan wetland) yang belum pernah dilakukan penyemprotan atau kegiatan yang dapat mengganggu ambang batas kualitas air.

2. Penggunaan area rekreasi tertentu (e.g. lapangan tenis dan pantai) untuk kegiatan yang tidak menimbulkan polusi pada air.

B Terletak pada area :

1. Area terbuka yang pernah dilakukan kegiatan penyemprotan hama (e.g. lahan bekas pertanian)

2. Area rekerasi tertentu yang hanya memiliki sedikit struktur permanen, tidak dipupuk, dan sedikit perkerasan.

3. Area penggalian dan pembuangan sampah tertentu C Terletak pada area :

1. Penggunaan untuk jalan, area parkir beraspal, dan /atau septic tank

2. Area rekreasi dan lahan pertanian yang membutuhkan pemupukan berkala dan penyemprotan hama

Sumber : Fabos & Caswell 1976

Selain pengklasifikasian, dalam analisis juga dilakukan pembobotan untuk mempermudah pembagian zona perencanaan. Pembobotan diberi nilai yang kemudian disesuaikan dengan aspek penataan ruang seperti yang tertera pada Tabel 7.

Tabel 7 Aspek penataan ruang KRPL

Aspek Standar Skor

Strata Model budidaya

Klasifikasi luas pekarangan (Kementan 2012):

1. strata 1 (tanpa pekarangan) 1

2. strata 2 (pekarangan sempit) 2 3. strata 3 (pekarangan sedang) 3

4. strata 4 (pekarangan luas) 4

Perumahan Kriteria perencanaan pemukiman (MENPU 2007): 1. ketentuan pokok UU no 4 1992

Nomor:217/KPTS/M/2002 1

2. daya dukung tanah 1

3. prasarana jalan 1

4. fasilitas fisik atau utilitas umum 1

(24)

14

Setiap kelas informasi mendapat pembobotan yang berbeda-beda sesuai keperluan pada penelitian ini. Penilaian strata (luas pekarangan) diberi bobot 1-4 karena memiliki poin sangat penting dalam hal ini pekarangan sebagai media tanam. Penilaian fasilitas (penunjang perumahan) diberi bobot 1-5 atau kepentingan tinggi karena lokasi KRPL memerlukan fasilitas yang cukup untuk penunjang aktifitas di dalamnya. Pada tahap ini diperoleh hasil keluaran berupa peta kesesuaian yang dapat digunakan untuk berbagai jenis pengembangan.

4. Sintesis

Pada tahap sintesis akan dirumuskan jawaban dan solusi terkait potensi dan kendala yang sudah ditemukan pada tahap analisis. Dari potensi dan kendala tersebut ditentukan zonasi kawasan berupa blockplan serta konsep dasar dengan memperhatikan aspek fisik dan biofisik untuk meningkatkan nilai estetika dan ekologi.

5. Perencanaan

Pada tahap perencanaan, konsep dasar yang telah dikembangkan akan diterapkan menjadi rencana ruang, aktivitas, fasilitas, utilitas, dan tata hijau. Rencana tersebut akan menjadi kesatuan dalam rencana lanskap kawasan rumah pangan lestari. Rencana lanskap merupakan produk akhir dari proses perencanaan lanskap.

(25)

15

KONDISI UMUM

Administrasi dan Geografis

Desa Pangalengan terletak di daerah perbukitan bagian selatan Kabupaten Bandung. Tepatnya di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Desa Pangalengan berada pada koordinat 07º09’30” LS sampai 07º11’30” LS dan 107º33’30” BT sampai 107º37’00” BT, dengan luas wilayah 589.946 Ha. Berada pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut dengan suhu harian rata-rata 18 -22 ºC curah hujan rata-rata 2000/3000 mm per-detik per-tahun. (Sumber: Data Profil Desa Pangalengan Tahun 2007)

Wilayah administratif Desa Pangalengan dibatasi oleh Desa Margamulya di sebelah utara, Desa Margamekar di sebelah selatan, Desa Pulosari di bagian barat, dan Desa Margamukti di sebelah timur. Hampir sebagian Wilayah Desa Pangalengan merupakan lahan Perkebunan Teh milik PTPN VIII Kertamanah, sisanya diperuntukan bagi pemukiman penduduk, perkantoran, pasar, toko dan lahan pertanian masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber: Data Desa Pangalengan

Gambar 4 Peta Desa Pangalengan Fasilitas dan Utilitas

Fasilitas yang ada di Desa Pangalengan masih sebatas fasilitas umum yang biasa ditemukan di daerah pedesaan lainnya. Seperti kantor pemerintahan, jalan desa, lembaga pendidikan, tempat ibadah, sarana olahraga, dan pasar tradisional (Gambar 5). Namun karena kantor Kecamatan Pangalengan juga berada di lokasi ini, beberapa fasilitas lain juga terdapat di sana, seperti jalur sirkulasi (Gambar 6), saluran PDAM, dan pelayanan jasa lain seperti Telkom dan PLN. Luasan tanah dari fasilitas yang tersedia dapat dilihat pada Tabel 8.

(26)

16

Tabel 8 Luas tanah fasilitas umum Desa Pangalengan

Jenis Luasan (Ha) Keterangan

Tanah Kas Desa 6.029 Digunakan untuk perumahan warga

Jalan/perhubungan 55.85 Berupa jalan arteri dan kolektor

Lapangan Olahraga 1.8 Berupa lapangan sepak bola

Perkantoran pemerintah 7.05 Digunakan untuk tempat administrasi desa dan pelayanan jasa oleh pemerintahan

Bangunan sekolah 2.684 Terdapat 8 SD, 1 SMP, 2 SMA

TPU 4.07 Pemakaman tersebar di beberapa tempat

Fasilitas pasar 0.776 Digunakan sebagai pasar tradisional

Terminal 0.464 Berada tepat di depan kantor desa

Sumber: Data Profil Desa Pangalengan Tahun 2007

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 5 (a) Kantor Desa Pangalengan, (b) Pasar Pangalengan, (c) Kantor Pos, (d) Lapangan Sepak bola.

(27)
(28)

18

Sejarah Desa Pangalengan

Penduduk Desa Pangalengan, sejak jaman dahulu terkenal sebagai petani sayur-mayur, juga terkenal sebagai produsen teh dan kina sejak jaman penjajahan Belanda, dari kedua jenis perkebunan ini daerah Pangalengan memiliki sejarah yang khas dan tumbuh sebagai cerita yang turun temurun. Menurut cerita Bapak Eman selaku Bendahara Desa, saat tanah Pasundan dikuasai oleh Sultan Agung dari Mataram, daerah Pangalengan menjadi daerah kekuasaannya. Pada saat itu yang menjadi Bupati Bandung adalah Demang Adisutra. Pada tahun 1811 Demang Adisutra menyerahkan kekuasaanya kepada Pemerintahan Belanda yang dipimpin oleh Daendels. Kemudian Daendels memerintahkan Bupati Bandung saat itu yakni RA. Wiranatakusumah dan Rd. Indrijadirdja untuk memindahkan Ibu kota Kabupaten Bandung dari Dayeuhkolot ke Dalem Kaum (Bandung). Hal ini dimaksudkan supaya Ibu Kota Kabupaten Bandung dekat dengan jalan raya (dalam Sejarah Nasional terkenal dengan sebutan Jalan Daendels). Pemindahan Kabupaten Bandung ini terjadi pada tanggal 23 Mei 1811.

Saat Rd. Aria Natanegara yang menjadi Wedana Banjaran memerintahkan untuk membuka tanah hutan di sebelah selatan, pembukaan hutan ini mendapat bantuan dari Embah Esti dan Embah Nurbayin. Kemudian terwujudlah sebuah perkampungan (Desa) yang diberi nama Pangalengan, yang konon nama tersebut diambil dari istilah pengalengan kopi yang pada waktu itu daerah Pangalengan banyak ditanam dan diproduksi hasil perkebunan kopi.

Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, yang pertama kali mengakui Kemerdekaan Republik Indonesia khususnya di wilayah Pangalengan adalah Perkebunan Cinyiruan (sekarang menjadi afdeling PTPN VIII Kertamanah) yang ditandatangani oleh M. Dahlan dan Yakob Kusumabrata. Pada waktu terjadinya perang Kemerdekaan daerah Pangalengan menjadi Pusat Pengembangan para Pemuda Bandung Selatan yang dipimpin oleh Yakob Kusumabrata yang sekaligus bertindak sebagai Komandan Batalyon (sumber: RPJMDs Pangalengan 2013).

(29)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Fisik Tanah

Secara umum tanah di Pangalengan termasuk ke dalam kelas tanah andisol yang memiliki kesuburan yang tinggi, porositas tanah yang tinggi, dan mempunyai kemampuan menahan air yang baik. Terdapat dua jenis tanah yang terkandung di dalamnya, yakni hydric dystrandept dan aquic dystropept. Dalam Nurfatimah (2011), menurut data Tim Survey Tanah IPB dan Pusat Penelitian Agroklimat Bogor, jenis hydric dystrandept mengandung minerial liat kaolitik, memiliki drainase sedang-baik, isohipertermik, liat halus, dan terdapat pada lereng landai-sangat curam, serta terkandung sebanyak 98.35%. Sedangkan kandungan tanah jenis kedua kedua atau aquic dystropept adalah sebanyak 1.65% yang mengandung mineral liat haloisit, drainase sedang, isohipertermik, dan terletak di lereng agak landai hingga landai.

Menurut Herawan dalam Nurfatimah (2011), tanah jenis andisol memiliki sifat fisik atau batuan yang memiliki daya jerap air yang tinggi. Air akan bercampur dengan tanah atau batuan saat air meresap ke dalam tanah atau batuan tersebut. Jika jumlah air sudah mencapai titik jenuh, akan terjadi lumpur yang dapat mengakibatkan longsor. Pergerakan longsor terjadi secara perlahan dan kemudian berubah menjadi kecepatan tinggi. Hal tersebut mempengaruhi juga terhadap bentukan lahan atau landform.

Topografi

Berdasarkan gambar peta topografi yang didapatkan dari peta rupa bumi Bakosurtanal 1996, Desa Pangalengan berada pada elevasi 1350-1850 mdpl. Bentukan lahan yang ada berupa lahan datar, bergelombang, berbukit, dan bergunung. Pada Gambar 8 dapat dilihat bentuk rupa bumi Desa Pangalengan secara spasial.

Variasi kemiringan lahan di Desa Pangalengan dilihat sesuai dengan topografi yang ada, mulai dari datar sampai dengan sangat curam. Kelas kemiringan lahan dapat diperkirakan melalui peta topografi (Gambar 8), kemudian disesuaikan dengan S.K Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 yang telah dimodifikasi (Tabel 9).

Tabel 9 Bentuk wilayah berdasarkan kemiringan lereng

Kelerengan (%) Sifat 0-8 Datar 8-15 Landai 15-25 Agak curam 25-40 Curam >40 Sangat curam

Sumber : S.K Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980

Pembagian kelas kemiringan yang telah disesuaikan dengan Tabel 9 diatas secara spasial dapat dilihat pada Gambar 9. Klasifikasi kelas lereng, luas dan presentasi luas dijelaskan pada Tabel 10. Kelas lereng 8-15% (landai) memiliki presentasi luas sebesar 5.85% atau sama dengan 34.479 Ha, sedangkan persentasi

(30)

20

luas terbesar ditunjukkan pada kelas lereng 15-25% (agak curam) sebesar 30.30% atau seluas 178.745 Ha.

Tabel 10 Luas kelas lereng Desa Pangalengan

Kelas lereng (%) Luas (Ha) Persentasi Luas (%)

0-8 107.9474 18.30 8-15 34.4794 5.85 15-25 178.7444 30.30 25-40 172.9014 29.31 >40 95.8734 16.24 Total 589.946 100.00

Sumber : Peta rupa bumi Bakorsultanal 2014, olahan

Hidrologi

Menurut Herawan dalam Nurfatimah (2011), dijelaskan bahwa produktifitas akifer Pangalengan memiliki selang dari sedang-tinggi. Kedalaman air tanah tertekan lebih dari 65 meter, Muka Air Tanah (MAT) bebas berkisar antara 3-7 meter. Debit air sumur bisa mencapai lebih dari 5 liter/detik. Pangalengan juga termasuk kedalam daerah resapan air yang perlu diperhatikan jika akan dilakukan pembangunan.

Berdasarkan kriteria Fabos dan Caswell (1976), kualitas air bawah tanah yang dapat diperkirakan di Desa Pangalengan adalah masuk ke dalam Kelas C yang menunjukkan bahwa air bawah tanah berada pada kawasan yang digunakan untuk jalan, tempat parkir maupun septic tank. Kegiatan pengembangan ataupun pemanfaatan lahan yang dilakukan di kawasan tersebut diupayakan tidak menganggu atau memperburuk kondisi ambang batas kualitas air.

Sumber air bersih berasal dari beberapa jenis, diantaranya mata air berjumlah 10 unit, sumur gali 2340 unit, PAM 2311 unit, pipa 3 unit dan terdapat juga 2 unit depot isi ulang yang dimanfaatkan 1072 KK. Untuk penyediaan kebutuhan air bersih di Kecamatan Pangalengan sendiri, PDAM Kabupaten Bandung Cabang Pangalengan menjadi pengelola sistem penyediaan air bersih perpipaan dengan debit 27 liter/detik. Sebanyak 20% warga Pangalengan terlayani dengan sistem perpipaan air bersih ini, sementara 36% penduduk lainnya menggunakan sistem perpipaan yang dikelola secara swadaya oleh desa masing-masing dengan memanfaatkan sumber mata air (BAPPEDA 2004).

Secara geografis, Desa Pangalengan dibatasi oleh beberapa sungai, yaitu sungai Cisurili dan Cisangkuy (Gambar 10). Keadaan sungai tersebut tidak begitu jernih karena sampah rumah tangga yang mengotorinya, namun air tersebut masih dipergunakan untuk kegiatan pertanian.

Penggunaan lahan

Desa Pangalengan memiliki luasan wilayah seluas 589.946 Ha. Luasan eksisting yang didapat dari peta bakosurtanal dan citra satelit tersebut kemudian diolah kembali untuk mendapatkan luasan penggunaan lahannya. Berdasarkan data tersebut didapatkan rincian penggunaan lahan Desa Pangalengan berupa pemukiman, perkantoran dan bangunan umum seluas 100.76 Ha, lahan pertanian seluas 203.86 Ha, lahan perkebunan seluas 258.39 Ha, dan hutan seluas 26.93 Ha.

(31)
(32)
(33)

23

(a)

(b)

Gambar 10 (a) Sungai Cisurili, (b) Sungai Cisangkuy

Penggunaan lahan di Desa Pangalengan didominasi oleh perkebunan milik negara, rakyat dan swasta. Lahan perkebunan teh milik PTPN VIII cukup mendominasi areal perkebunan, perkebunan lainnya berupa perkebunan kopi swasta. Sedangkan untuk lahan pertanian yang biasa digunakan untuk budidaya komoditas sayuran seluruhnya dimiliki oleh masyarakat desa. Tata guna lahan eksisting di Desa Pangalengan dapat dilihat pada Gambar 11.

Sebagian wilayah di Desa Pangalengan menjadi bagian dari pusat aktivitas ekonomi dan administrasi Kecamatan Pangalengan. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu munculnya permukiman yang cukup padat disekitarnya. Hal lain yang mempengaruhi munculnya permukiman padat adalah faktor iklim Desa Pangalengan yang termasuk ke dalam daerah pegunungan. Suhu yang relatif dingin dapat menjadi salah satu penyebab jarak antar rumah saling berdekatan.

Pusat pemerintahan Desa Pangalengan sangat berdekatan dengan pusat pemerintahan kecamatan. Jarak antara Kantor Desa dengan Kantor kecamatan serta bangunan pelayanan umum tingkat kecamatan lainnya relatif dekat, seperti dengan Terminal Pangalengan, Puskesmas Pangalengan, beberapa bangunan pelayanan pendidikan serta beberapa perkantoran swasta yang berada di sekitarnya. Adapun lama jarak tempuh dari ibukota kabupaten menuju Desa Pangalengan dengan kendaraan bermotor adalah 1 jam, sedangkan dari ibukota provinsi diperlukan waktu tempuh selama 2 jam perjalanan.

(34)
(35)

25 Iklim

Buku Statistik Daerah Kecamatan Pangalengan 2013 menuliskan bahwa pada tahun 2012 curah hujan yang tercatat adalah 2085 mm/tahun dengan rata-rata 8.76 mm/hari. Curah hujan tertinggi terjadi di bulan September-Desember, serta iklim suhu yang tercatat termasuk iklim suhu udara sangat sejuk berkisar antara 16˚-25˚C.

Berdasarkan data dari BMKG (2014), kisaran suhu selama tiga tahun terakhir (2011-2013) berkisar antara 19.5-27.7°C dan dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 12. Suhu tertinggi berada pada bulan April dengan rataan 23.10°C, sedangkan suhu terendah berada pada bulan Januari dengan rataan 20.10°C.

Tabel 11 Suhu (ºC) di Pangalengan Tahun 2011-2013

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2011 - 24.9 25.1 27.7 24.4 24.5 24.1 24.9 25.5 26.4 24.3 -

2012 19.8 20.1 20.2 20.6 20.6 20.1 19.6 19.8 20.6 21.5 21.0 20.9

2013 20.4 20.0 - 20.9 20.7 20.4 19.5 19.9 19.7 21.2 20.7 20.2

Rataan 20.1 21.7 22.6 23.1 21.9 21.7 21.7 21.5 21.9 23.0 22.0 20.5

Sumber : Data BMKG 2014

Gambar 12 Grafik Rataan Suhu di Pangalengan Tahun 2011-2013

Adapun data curah hujan yang didapatkan, kisaran curah hujan selama tiga tahun terakhir (2011-2013) berkisar antara 3-581 mm/bulan nya. Pada Tabel 12 dan Gambar 13, terlihat curah hujan tertinggi berada pada bulan Desember dengan rataan 583 mm/bulan. Sedangkan curah hujan terendah berada pada bulan Agustus dengan rataan 23.33 mm/bulan.

(36)

26

Tabel 12 Curah Hujan (mm/bulan) Pangalengan Tahun 2011-2013

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2011 162 212 295 529 273 77 19 36 3 138 587 622

2012 331 461 414 462 315 15 11 5 32 175 601 608

2013 596 493 465 644 445 207 327 29 38 133 265 519

Rataan 363.00 388.67 391.33 545.00 344.33 99.67 119.00 23.33 24.33 148.67 484.33 583.00

Sumber : Data BMKG 2014

Gambar 13 Grafik Rataan Curah Hujan di Pangalengan Tahun 2011-2013 Data lainnya memberikan informasi kisaran kelembapan selama tiga tahun terakhir (2011-2013), yakni berkisar antara 72-88%. Kelembapan tertinggi berada pada bulan Mei dengan rataan 86.3%. Sedangkan kelembapan terendah terdapat pada bulan September dengan rataan 74.7%. Hal tersebut disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 14.

Tabel 13 Kelembapan (%) Pangalengan Tahun 2011-2013

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2011 84 81 84 86 88 83 83 78 77 80 88 84

2012 84 84 83 87 86 84 82 76 72 73 81 83

2013 85 83 82 85 85 84 83 77 75 74 77 84

Rataan 84.3 82.7 83 86 86.3 84 83 77 74.7 75.7 82 84

(37)

27

Gambar 14 Grafik Rataan Kelembapan di Pangalengan Tahun 2011-2013 Visual

Desa Pangalengan memiliki kondisi visual berupa good view dan bad view. Karakter lanskap pertanian yang tertata rapi menghasilkan suatu panorama yang bernilai estetik. Hal tersebut didukung dengan hamparan perkebunan teh yang terbentang. Kondisi alam yang asri ini menjadi suatu good view pada lanskap Desa Pangalengan (Gambar 15).

Gambar 15 Kondisi good view hamparan lahan pertanian dan perkebunan teh Bad view merupakan kualitas visual yang kurang indah dipandang. Adapun bad view yang terdapat pada lanskap Desa Pangalengan yaitu sampah rumah tangga yang belum terkelola dengan baik serta penataan fasilitas umum desa yang kurang rapi. Contohnya kondisi jalan yang rusak, penempatan kios-kios pedagang kaki lima (PKL), serta penataan pekarangan yang belum rapi. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.

(38)

28

Gambar 16 Kondisi bad view PKL yang belum tertata rapi serta kondisi jalan yang rusak

Kondisi Biofisik Vegetasi dan Satwa (Komoditas)

Rincian luas lahan yang digunakan untuk menanam beberapa komoditas tanaman pangan tertera pada Tabel 14. Pada tabel tersebut disajikan data bahwa, produksi yang dihasilkan dari masing-masing komoditas yang ditanam di wilayah Desa Pangalengan ini cukup baik dengan memanfaatkan potensi luas lahan yang ada.

Tabel 14 Rincian luas tanaman pangan menurut komoditas di Desa Pangalengan

Jenis komoditas Luas lahan (Ha) Produksi (ton)

Jagung 32.48 506.49 Kacang merah 19.72 26.64 Cabe 513.52 10 484.37 Bawang daun 1.22 11.61 Tomat 37 851.00 Sawi 65 1 467.50 Kentang 1 634.96 34 661.09 Kubis 1 674.68 40 527.21 Buncis 94.50 169.91 Brokoli 3.64 49.69 Pakcoi 0.14 1.12 Wortel 56 15.68 Labu siam 46.89 1 650.53 Lobak 240.36 4 867.29

Total luasan lahan yang

digunakan 6 372.39 Ha Sumber : Data Profil Desa Pangalengan 2013

Selain dibidang pertanian, Desa Pangalengan juga cukup baik dibidang peternakan. Hasil peternakan yang menjadi unggulan daerah ini adalah produksi susu sapi yang dapat mencapai 510 000 lt/th. Adapun rincian jenis populasi ternak yang ada di Desa Pangalengan terdapat pada Tabel 15.

(39)

29 Tabel 15 Jumlah populasi ternak Desa Pangalengan

Jenis ternak Jumlah pemilik (orang) Perkiraan jumlah populasi (ekor)

Sapi 226 839 Kerbau 1 1 Ayam kampung 7 267 Ayam broiler 3 1 213 Kambing 2 41 Domba 22 234 Angsa 2 14 Kelinci 33 367 Jumlah total

pemilik ternak 296 orang

Sumber : Data Profil Desa Pangalengan 2013

Tabel 15 tersebut dapat menjelaskan lebih detil isi dari RPJMD 2010. Perda RPJMD 2010 menyebutkan bahwa komoditas ternak unggulan dari Kecamatan Pangalengan adalah sapi perah, domba, serta ayam boiler. Berdasarkan data yang tersedia, Desa Pangalengan memiliki komoditas peternakan yang cukup baik juga dapat memanfaatkan potensi komoditas peternakan lain seperti ayam kampung maupun kelinci.

Kondisi Sosial

Potensi sumber daya manusia yang ada di Desa Pangalengan dapat dikatakan berimbang, hal tersebut dilihat dari jumlah 10 869 orang laki-laki dan 10 688 orang perempuan. Jumlah kepala keluarga adalah 5 782 KK yang berimplikasi pada kepadatan penduduk yang mencapai 3.8 jiwa/km yang tersebar di 24 wilayah rukun warga.

Mata pencaharian dari masyarakat Pangalengan cukup beragam, namun sebagian besar dari mereka bekerja sebagai pertolongan jasa, pengusaha menengah kecil, karyawan swasta serta buruh tani. Biasanya buruh tani memiliki pekerjaan yang tidak tetap sehingga mereka mencari penghasilan tambahan melalui pelayanan jasa seperti ojek, kuli bangunan, dan sebagainya. Dalam Tabel 16 berikut terdapat rincian jumlah orang yang bekerja berdasarkan mata pencaharianya.

Tabel 16 Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Pangalengan

Jenis pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

Petani 295 290

Buruh tani 454 446

Pegawai Negeri Sipil 158 155

Pengrajin industri rumah tangga 360 355

Peternak 221 - Montir 17 - Dokter swasta 1 - Perawat swasta - 4 TNI 6 - POLRI 8 -

Pengusaha kecil dan menengah 543 524 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 175 45

(40)

30

Tabel 16 Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Pangalengan (lanjutan)

Jenis pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Karyawan perusahaan swasta 491 419

Karyawan perusahaan pemerintah 62 52

Jasa 943 314

Jumlah total 3 736 2 604

Sumber : Data Profil Desa Pangalengan 2013

Hanya sekitar 29.41% penduduk yang memiliki mata pencaharian dari jumlah keseluruhan warga Pangalengan, sedangkan 70.59% lainnya adalah anak-anak, pensiunan, ibu rumah tangga dan pengangguran. Jumlah penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani serta buruh tani cukup banyak, sehingga membuat sebagian besar lahan di sini digunakan untuk pertanian. Kepemilikan lahan pertanian tanaman pangan dibagi berdasarkan luas lahan yang dimiliki. Tabel 17 berikut menampilkan jumlah keluarga beserta kepemilikan lahannya.

Tabel 17 Jumlah kepemilikan lahan

Pemilikan lahan Jumlah keluarga Tidak memiliki 222 keluarga Memiliki kurang dari 1 Ha 500 keluarga Memiliki 1 – 5 Ha 91 keluarga Memiliki 5 – 10 Ha 4 keluarga Memiliki lebih dari 10 Ha Tidak ada Jumlah total keluarga petani 817 keluarga Sumber : Data Profil Desa Pangalengan 2013

Untuk menunjang kualitas hidup masyarakat, Pemerintah Desa Pangalengan membuat 10 jenis ruang lingkup. Dari kesepuluh jenis lingkup kegiatan tersebut beberapa diantaranya cukup berkesinambungan dengan program kawasan rumah pangan lestari. Jenis-jenis kegiatan tersebut adalah:

1. Penghayatan dan pengamalan Pancasila 2. Gotong royong

3. Pangan 4. Sandang

5. Perumahan dan tata laksana rumah tangga 6. Pendidikan dan keterampilan

7. Kesehatan

8. Pengembangan kehidupan berkoperasi 9. Kelestarian lingkungan hidup

10. Perencanaan sehat.

Aspek Legal

Rencana tata ruang dan wilayah Kabupaten Bandung

Rencana pengembangan kawasan rumah pangan lestari di Pangalengan, Jawa Barat mengacu pada Peraturan Daerah No.03 tahun 2008 tentang RTRW dan Peraturan Menteri Pertanian. Desa Kecamatan Pangalengan termasuk dalam kawasan pertahanan keamanan.

Sistem perkotaan di Kabupaten Bandung memiliki hirarki yang membagi kelas-kelas sesuai dengan potensi. Hirarki sistem kota yang dianalisis berdasarkan

(41)

31 Indeks Sentralitas dan tingkat aksesilbilitas dari setiap kecamatan. Pangalengan termasuk ke dalam Hirarki III yaitu Ciwidey-Pasirjambu, Pangalengan, Cangkuang, Ciparay, Dayeuhkolot, dan Bojongsoang.

Pembentukan atau pemekaran Kecamatan, Desa atau Kelurahan diatur dalam peraturan tersendiri. Wilayah Kabupaten Bandung dibagi dalam beberapa Wilayah Pengembangan, Pangalengan termasuk dalam WP Banjaran dengan pusat Kota Banjaran, meliputi Kecamatan Banjaran, Pameungpeuk, Cangkuang, Arjasari, Cimaung, dan Pangalengan.

Fungsi utama dari WP Banjaran yaitu berfungsi sebagai kawasan industri non polutif, jasa dan perdagangan, permukiman, pertanian, dan pariwisata. Dalam hal pariwisata Kecamatan Pangalengan direncanakan untuk kawasan wisata alam dan agrowisata (strawberi, teh dan tanaman sayuran) [Pasal 79]. Kemudian dijelaskan pula dalam Pasal 74 bahwa Desa Pangalengan juga termasuk dalam rencana pengamanan kawasan pertahanan keamanan.

Program Pengembangan Kawasan Budidaya Pertanian yang tertulis pada Pasal 105 menjelaskan bahwa Program pengembangan kawasan budidaya pertanian, meliputi :

1. Program pengembangan kawasan hutan, yaitu:

a. Pengembangan budidaya hutan produksi yang berfungsi serta memiliki ekonomi tinggi dan memberikan manfaat bagi masyarakat lokal;

b. Pengembangan budidaya perkebunan/buah-buahan dengan partisipasi masyarakat, dan pengembangan unit usaha pengolahan hasil pertanian pada hutan lindung;

c. Pengembangan budidaya perkebunan/tanaman keras, dan pengembangan unit usaha pengolahan hasil pertanian pada hutan rakyat tersebar hampir di seluruh kecamatan;

2. Program pengembangan kawasan pertanian, yaitu:

a. Intensifikasi pertanian, perbaikan saluran dan bangunan irigasi lainnya, pengembangan pertanian organik dan teknologi budidaya yang berwawasan lingkungan, dan pengendalian konversi lahan;

b. Peningkatan intensifikasi pertanian, pengembangan komoditas bernilai ekonomis, penganekaragaman budidaya tanaman tahunan, peningkatan produktivitas lahan dengan multikultur, pengembangan budidaya pertanian yang berfungsi konservasi pada kawasan lahan kritis;

c. Pengembangan budidaya perkebunan/buah-buahan;

d. Intensifikasi budidaya perikanan dan pemanfaatan/pengelolaan situ-situ; e. Intensifikasi budidaya peternakan;

f. Lokasi pengembangan dan pembangunan kawasan produksi peternakan dan perikanan serta pengolahan produksi peternakan dan perikanan.

3. Pengembangan Kawasan Wisata, meliputi :

a. Pengembangan kawasan budaya dan museum, Pengembangan kawasan seni budaya dan, Pengembangan kawasan wisata budaya;

b. Rencana Pengembangan Kawasan Kampung Wisata Gambung (Kecamatan Pasirjambu) dan Desa Wisata Jelekong (Kecamatan Baleendah);

c. Pengembangan perlindungan dan pemeliharaan kepurbakalaan;

d. Pembangunan Kawasan Wisata Lingkungan pada kawasan agrowisata; e. Pengembangan wisata alam;

(42)

32

Program pengembangan kawasan budidaya pertanian yang direncanakan di Pangalengan terdapat pada poin 1, 2, 3(a) dan 3(c). Pasal 106 memberikan perincian mengenai program pengembangan kecamatan berdasarkan fungsi wilayah pengembangan, dimana pengembangan yang direncanakan Pangalengan berupa penataan sarana dan prasarana perkotaan, pengembangan permukiman, serta pengembangan ekowisata, agropolitan, agroforestri, peternakan sapi perah dan kegiatan ikutannya.

Gambar 17 Peta Pola Ruang Kabupaten Bandung

Berdasarkan Peta Pola Ruang Kabupaten Bandung, Kecamatan Pangalengan termasuk dalam kawasan budidaya Pertanian dan berfungsi lindung (Gambar 17). Selain itu terdapat pula daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata terpadu terutama dibidang pertanian. Hal tersebut dapat menunjukan bahwa dalam pengembangan kawasan rumah pangan lestari di Desa Pangalengan sesuai dengan RTRW.

Peraturan Menteri Pertanian

Kementeri Pertanian membuat program yang tercantum pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Program tersebut mencakup 4(empat) kegiatan, yaitu:

(1) Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Kerawanan Pangan; (2) Pengembangan Distribusi dan Stabilisasi Harga Pangan;

(3) Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Peningkatan Keamanan Pangan Segar; dan

(4) Dukungan Manajemen dan Teknis lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Kegiatan kesatu sampai ketiga merupakan kegiatan prioritas nasional yang ditujukan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan masyarakat yang membutuhkan partisipasi dan peran serta instansi terkait sesuai dengan

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir perencanaan lanskap KRPL
Tabel  1 Basis komoditas yang dapat ditanam dalam model budidaya  Strata  Model budidaya  Basis komoditas
Tabel  1 Basis komoditas yang dapat ditanam dalam model budidaya (lanjutan)  Strata  Model budidaya  Basis komoditas
Gambar 2 Peta lokasi Desa Pangalengan, tanpa skala (sumber: Bingmap, Google  dan data olahan 2014)
+7

Referensi

Dokumen terkait

E. Pemandu / pembawa bahan / bekalan perlu diimbas suhu badan dan didaftar masuk samaada melalui aplikasi MySejahtera atau menulis nama dan nombor telefon. Sekiranya suhu badan

Bari dapat dipergunakan untuk menganalisa data pasien sehingga didapat informasi jumlah pasien RSUD Palembang Bari dari berbagai dimensi (waktu, pasien, asuransi,

Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai visi “M enjadi program studi Pendidikan Agama Islam terkemuka dan profesional di tingkat internasional pada tahun 2030;

Basuki Pratama Engineering Dengan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia bahwa seringkali terjadi gesekan antara kepentingan perusahaan dengan kesejahteraan

Berdasarkan survei awal, wilayah Pantai Kalasey mengalami abrasi dan mengakibatkan hilangnya sebagian lahan daratan yang disebabkan oleh proses laut berupa gelombang dan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui laju filtrasi kerang hijau ( P. viridis ) dalam menurunkan kandungan bahan organik yang berasal dari air limbah budidaya udang

Dengan nama ALLOH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLOH SWT, atas segala rahmat dan karunia-NYA sehingga dapat menyelesaikan

RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan