• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Asam Nitrat (HNO 3) Dalam Proses Pemisahan Soapstock Inti Sawit (Studi Kasus di PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Surabaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemanfaatan Asam Nitrat (HNO 3) Dalam Proses Pemisahan Soapstock Inti Sawit (Studi Kasus di PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Surabaya"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pemanfaatan Asam Nitrat (HNO3) Dalam Proses Pemisahan Soapstock Inti Sawit (Studi

Kasus di PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Surabaya

The Utilization of Nitric Acid (HNO3) on The Process of Separation

Palm Kernel Oil Soapstock’s (Case Study in

PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Surabaya)

Evantono Balin Christianto1, Nur Hidayat2, dan Nur Lailatul Rahmah2 1Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian – FTP - Universitas Brawijaya Malang 2Dosen Teknologi Industri Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya

Korespondensi penulis: evan_ss90@yahoo.com ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi asam nitrat (HNO3) yang tepat untuk mendapatkan acid oil inti sawit yang tinggi dari proses pemisahan soapstock inti sawit milik PT. SMART Tbk dan mengetahui kualitas dari acid oil inti sawit yang digunakan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 faktor yaitu level konsentrasi penambahan asam nitrat (HNO3). Faktor konsentrasi asam nitrat terdiri dari 6 level konsentrasi diantaranya Y1 (0,38M HNO3), Y2 (0,44M HNO3), Y3 (0,50M HNO3), Y4 (0,56M HNO3), Y5 (0,63M HNO3) dan Y6 (0,69 M HNO3). Level konsentrasi tersebut akan dilakukan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor level konsentrasi asam nitrat memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap rendemen acid oil yang dihasilkan. Berdasarkan parameter yang telah ditentukan dapat diketahui bahwa level konsentrasi Y4 (0,56 M HNO3) merupakan perlakuan terbaik pada penelitian ini. Analisis kimia pada acid oil inti sawit yang dihasilkan adalah bilangan saponifikasi (Saponification Value) sebesar 287 mg KOH/ g, Bilangan Iodine (Iodine Value) sebesar 16 g I2/ 100 g, kadar asam lemak bebas sebesar 47%, pH akhir sebesar 5,16 dan kadar air sebesar 0,8%, dimana semua analisis tersebut telah dibandingkan dengan palm acid oil (PAO) milik PT. Grand Fortune Indonesia dan soybean acid oil yang dipisahkan menggunakan reagent H2SO4.

Kata Kunci : Acid Oil Inti Sawit, Palm Acid Oil, Soybean Acid Oil, Soapstock, Rancangan Acak Kelompok ABSTRACT

Aim from this research is determines the right concentration of nitric acid to obtain optimum yield of acid oilfrom processing palm kernel soapstock owned by PT SMART Tbk and determines the quality of palm kernel acid oil. This study used a Randomized Block Design (RAK) with 1 factors, that is the level of concentration of the addition of nitric acid (HNO3). Factor concentration nitric acid consists of 6 levels of concentration such as

Y1 (0, 38 m HNO3), Y2 (0, 44 m HNO3), Y3 (0, 50 m HNO3), Y4 (0, 56 m HNO3), Y5 (0, 63M HNO3) and

Y6 (0.69 M HNO3). This research has conducted in three replication.The result showed that the level of

concentration of nitric acid to exert an influence real (α=0,05) against yield of acid oil produced. Based on the parameters that has been dictated can be known that the level of concentration Y4 (0,56 m HNO3) is the best

treatment in this research. The chemical analysis of palm kernel’s acid oil produced is an saponification value as much as 287 mg koh/ g, iodine value by 16 g4 i2/ 100 g, the level of free fatty acids by 47%, final pH of 5,16 and water content 0,8%, amounting to where all analysis has been compared with the palm acid oil (PAO) owned by PT Grand Fortune Indonesia and soybean acid oil are separated using reagent H2SO4.

Key Words : Palm kernel Acid Oil,Palm Acid Oil, Soybean Acid Oil, Soapstock, Randomized Block Design LATAR BELAKANG

.

Soapstock merupakan hasil samping yang

dihasilkan dari proses netralisasi dalam proses pemurnian minyak nabati secara kimiawi. Proses netralisasi bertujuan untuk menghilangkan asam lemak bebas dalam minyak atau lemak, dengan mereaksikan asam lemak bebas dengan kadar larutan alkali yang terkontrol sehingga membentuk sabun (soapstock) (Ketaren, 1986). Rata-rata

persentase soapstock inti sawit yang dihasilkan PT SMART Tbk adalah 3% dari kuantitas bahan baku, sehingga didapatkan 14-15 ton

soapstock per hari atau 420-450 ton per bulan.

Dihasilkannya soapstock dengan jumlah yang relatif tinggi, akan menimbulkan masalah yang berkaitan dengan pengelolaan soapstock, sehingga perlu diaplikasikan suatu alternatif pemecahan yang tepat. Secara umum,

soapstock terdiri atas acid oil dan acid water

(2)

Acid oil yang terkandung dalam soapstock

merupakan salah satu sumber lemak yang potensial karena selalu tersedia di negara-negara pengolah minyak nabati dunia (Park et

al., 2008; Wang et al., 2007). Acid oil telah

digunakan sebagai sumber lemak (Todd, 1965) dan sumber nutrisi pada makanan ternak, khususnya pada ternak unggas (Daniel, 1997). Di samping itu, acid oil yang diproses lebih lanjut menjadi metil ester, berpotensi untuk memenuhi kebutuhan industri kosmetik, tekstil dan industri baja (Haas et al., 2001). Oleh sebab itu, proses pemisahan soapstock perlu diteliti lebih lanjut, sehingga kualitas serta kuantitas acid oil yang dihasilkan dapat maksimal.

Proses pemisahan soapstock merupakan titik kritis yang menentukan kualitas dan kuantitas acid oil. Proses yang optimal dan pemilihan metode yang digunakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas acid oil yang dihasilkan. Lebih lanjut Red dan Ilagen (1978), merekomendasikan proses pemisahan

soapstock menggunakan asam kuat seperti

H2SO4 dan HCl. Belum ada penelitian pemisahan soapstock menggunakan HNO3. Kesamaan karakteristik antara asam nitrat (HNO3) dan Asam klorida (HCl) menjadi pertimbangan pemilihan asam nitrat sebagai bahan pemisah soapstock inti sawit. Asam nitrat dan asam klorida masuk kedalam kategori asam kuat (Anonymous1, 2010), serta HNO3 maupun HCl merupakan jenis asam monoprotik (Menghasilkan 1 ion H+ jika bereaksi dalam air). Selain itu, faktor

ekonomis dan kemudahan dalam

mendapatkan HNO3 menjadi pertimbangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, perlu diteliti tentang konsentrasi HNO3 yang harus digunakan untuk mendapatkan rendemen yang maksimal dalam proses memisahkan

soapstock inti sawit. Hasil dari penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi dalam pengolahan soapstock inti sawit menggunakan HNO3.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2012 hingga Agustus 2012 di Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium Agrokimia, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Sentral Ilmu Hayati, Universitas Brawijaya.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah soapstock inti sawit yang diperoleh dari bagian BCR (Batch Chemical Refinery) Plant di PT. Sinar Mas Agroresources and Technology Tbk Surabaya (PT. SMART Tbk) dan asam nitrat (HNO3) (Pa, 68%) Merck

Millipore.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hot plate, pH meter (WTW pH meter 3210), termometer, pipet, beaker glass (Iwaki pyrex), gelas ukur (Iwaki pyrex), timbangan analitik, oven, pipet ukur, lemari asam.

Batasan Masalah

1. Soapstock yang digunakan sebagai bahan baku adalah soapstock inti sawit yang berasal dari BCR plant milik PT SMART Tbk, Surabaya.

2. Soapstock yang digunakan merupakan

by-product pengolahan PKO (Palm Kernel Oil)

menjadi RBDPKO (Refined Bleached Degummed Palm Kernel Oil) di Batch Chemical Refinery (BCR) Plant milik PT.

Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Surabaya.

3. Penanganan acid water dan sludge yang dihasilkan bukan merupakan kajian utama dalam penelitian ini.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktor tunggal. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi penambahan asam nitrat (Y) dengan 6 level Y1 (0,38 M HNO3), Y2 (0,44 M HNO3), Y3 (0,50 M HNO3), Y4 (0,56 M HNO3), Y5 (0,62 M HNO3) dan Y6 (0,68 M HNO3). Masing-masing faktor dilakukan 3 kali pengulangan sehingga didapatkan 18 kali satuan percobaan. Suhu proses yang digunakan adalah 80°C (Martin, 2001). Waktu pemanasan optimal adalah 90 menit (Bllomberg, 1983 dan Martin, 2001). Hasil yang diperoleh diuji secara statistik untuk menentukan perlakuan terbaik.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian pemisahan soapstock inti sawit menggunakan asam nitrat (HNO3) dilakukan di lemari asam, Laboratorium Sentra Ilmu Hayati (LSIH), Universitas Brawijaya. Hal ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dari asam nitrat kepada

(3)

lingkungan, hal ini dikarenakan munculnya reaksi eksoterm dari asam nitrat jika digunakan sebagai bahan pereaksi (Panjaitan, 2008). Analisis hasil yang meliputi bilangan penyabunan, bilangan iodine, kadar asam lemak bebas, dan rendemen (Martin, 2002) dilakukan di Laboratorium Bioindustri, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Brawijaya. Penentuan perlakuan terbaik dilakukan dengan menggunakan parameter yang telah ditentukan oleh Martin (2002), antara lain parameter konsentrasi asam nitrat paling rendah dengan rendemen terbaik.

Urutan proses pemisahan soapstock inti sawit menggunakan asam nitrat dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Soapstock inti sawit (1098,9 mL) dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL. 2. Dilakukan perhitungan nilai pH awal,

guna mengetahui kondisi pH awal bahan. 3. Soapstock inti sawit dipanaskan pada suhu

80°C selama 90 menit.

4. Soapstock inti sawit ditambahkan asam nitrat (HNO3) sesuai masing-masing perlakuan.

5. Didiamkan selama 60 menit untuk memberikan waktu reaksi bagi asam nitrat dalam menggantikan ikatan Na dengan atom [H+].

6. Soapstock inti sawit akan terpecah menjadi 3 bagian, bagian atas merupakan lapisan minyak (acid oil), lapisan tengah merupakan emulsi dan lapisan bawah merupakan lapisan acid water.

7. Dihitung volume dari sludge dan acid water. 8. Acid oil yang telah terpisah diambil dari

larutan dengan menggunakan pipet. 9. Dilakukan penyaringan terhadap acid oil

guna mengurangi kotoran.

10. Ditentukan acid oil inti sawit dengan rendemen tertinggi dari masing-masing perlakuan yang diberikan.

11. Dilakukan analisis berupa analisis bilangan saponifikasi, bilangan iodine, kadar asam lemak bebas, pH terhadap acid oil inti sawit dengan rendemen tertinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen

Rendemen acid oil inti sawit yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 7,28% hingga 8,4% (Tabel 4.1). Hasil dari analisis ragam (Anova) menunjukkan bahwa level konsentrasi asam nitrat (HNO3)

memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap rendemen yang dihasilkan. Proses pemisahan soapstock inti sawit merupakan proses untuk memutuskan ikatan Na pada

soapstock sehingga dihasilkan acid oil dan acid water (Woerfel, 1983).

Faktor yang berpengaruh terhadap proses pemisahan soapstock inti sawit adalah kandungan getah pada bahan baku, menurut Woerfel (1983), semakin tinggi kandungan getah pada bahan baku maka soapstock inti sawit akan semakin sulit untuk dipisahkan. Hal tersebut juga didukung pernyataan oleh Ketaren (1986), dimana semakin tinggi kandungan getah maka partikel emulsi (ikatan Na) yang terbentuk akan semakin besar. Tabel 1. Rendemen Acid Oil Inti Sawit

Soapstock [HNO3], M Rende men (%) Volume Awal (mL) Notasi Y1 0,38 7,28 1098,9 c Y2 0,44 7,58 bc Y3 0,50 8,25 b Y4 0,56 8,4 a Y5 0,62 8,4 a Y6 0,68 8,4 a DMRT (α=0,05)

Pada Tabel 1 dapat diketahui rendemen

acid oil inti sawit yang dihasilkan. Pada level

konsentrasi HNO3 0,38 M (Y1) hingga level konsentrasi HNO3 0,44 M (Y3) didapatkan rendemen acid oil inti sawit yang terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan level konsentrasi, dengan kenaikan rendemen dari 7,28% (Y1) hingga 8,25% (Y3) dari berat bahan. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi konsentrasi asam nitrat (HNO3) yang digunakan maka akan tinggi konsentrasi ion H+ dari asam nitrat (HNO3) untuk menggantikan ikatan Na pada

soapstock (Anonymous2, 2009) dan

membebaskan fraksi minyak (acid oil) yang terdapat pada soapstock. Pada level konsentrasi HNO3 0,56 M (Y4) hingga level konsentrasi HNO3 0,68 M (Y6), rendemen tidak mengalami peningkatan, dimana rendemen yang dihasilkan antara level konsentrasi Y4 hingga Y6 adalah 8,4% dari berat bahan, tidak adanya kenaikan rendemen pada level konsentrasi tersebut dikarenakan adanya kemungkinan semua ikatan Na pada soapstock inti sawit telah digantikan oleh ion [H+] dari asam nitrat (HNO3) reaksi antara soasptock dengan asam kuat telah mencapai kesetimbangan, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Martin

(4)

(2002) bahwa rendemen acid oil yang telah tidak mengalami peningkatan dikarenakan ikatan Na pada soapstock telah digantikan secara keseluruhan oleh ion H+ dari asam kuat.

Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui nilai R Square dari rendemen acid oil inti sawit adalah 0,907 dengan persamaan garis y=0,710ln(x) + 7,274, yang berarti konsentrasi asam nitrat (HNO3) yang digunakan memiliki pengaruh nyata sebesar 90,7% terhadap rendemen acid oil inti sawit yang dihasilkan.

Gambar 2. Grafik rendemen acid oil inti sawit yang dihasilkan

Pada penelitian akan pemisahan soapstock kacang kedelai didapatkan rendemen tertinggi sebesar 15,06% acid oil kacang kedelai dari 1000 mL soapstock kacang kedelai dengan level konsentrasi 0,510 M H2SO4 (Martin, 2002). Perbedaan rendemen dari penelitian ini dengan penelitian terdahulu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah volume air bahan baku (Bloomberg, 1969) dan proses penyaringan acid oil. Kadar air dari soapstock inti sawit adalah 75-85% dari berat bahan, sedangkan soapstock kacang kedelai yang digunakan di penelitian terdahulu nilainya adalah 57,3% dari berat bahan (Red dan Ilagan, 1978). Perbedaan tersebut berakibat pada rendemen yang dihasilkan karena sampel yang digunakan memiliki berat yang sama namun dengan volume air pada soapstock berbeda (Bloomberg, 1969).

Perbedaan volume air pada soapstock dapat disebabkan oleh proses pre-wash (penambahan 8%-10% air hangat dari berat bahan) pada proses pemurnian minyak nabati secara kimiawi untuk memisahkan soapstock yang telah terbentuk dengan minyak (Hamm, 2000). Proses pre-wash di Batch Chemical

Refinery Plant milik PT. SMART Tbk dilakukan

sebanyak tiga kali, sehingga soapstock inti sawit yang dihasikan lebih besar dan memiliki

volume air yang tinggi (75%-85% dari berat bahan), sehingga tidak diperlukan adanya penambahan air pada proses pemisahan

soapstock inti sawit di penelitian ini. Pada

umumnya, proses pre-wash pada industri pengolahan minyak nabati dilakukan sebanyak satu hingga dua kali, sehingga kandungan air pada soapstock menjadi lebih rendah (Hamm, 2000). Faktor lain yang memiliki pengaruh terhadap rendemen acid oil inti sawit adalah proses penyaringan sludge (fosfatida) pada acid oil, dengan adanya proses penyaringan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin rendah. Fosfatida yang terkandung dalam soapstock dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk pakan ternak. Fosfatida yang terkandung pada

soapstock merupakan hasil kombinasi kimiawi

dari gliserol, phosporic acid dan sejumlah nitrogen yang terbentuk pada proses pemisahan gums dari minyak (degumming) (Hamm, 2000). Pemisahan soapstock yang dilakukan oleh Bloomberg (1963), Martin (2002), Red dan Ilagan (1978), serta Woerfel (1983), tidak melakukan proses penyaringan

acid oil karena kadar fosfatida dalam acid oil

akan tetap digunakan. Acid oil inti sawit akan dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sabun, dimana kualitas sabun yang dihasilkan dipengaruhi oleh kadar fosfatida dalam acid oil. Semakin tinggi kadar fosfatida yang terkandung maka akan semakin rendah kualitas sabun yang dihasilkan (Martin, 2002; Teshager, 2000; Woerfel, 1983). Berdasarkan pernyataan diatas maka dapat disimpulkan pada penelitian terdahulu, proses pengambilan acid oil tidak diiringi dengan proses penyaringan sludge (fosfatida dan kotoran) sehingga rendemen acid oil menjadi semakin tinggi. Pada proses pemisahan

soapstock inti sawit dihasilkan 3 lapisan pada

bahan baku setelah melalui proses penambahan asam nitrat (HNO3). Lapisan teratas merupakan acid oil (8,4 % dari berat bahan) dengan berat jenis 0,7785 gr/ mL, lapisan tengah merupakan emulsi (7,4% dari berat bahan), dan lapisan terbawah merupakan acid water (83,3% dari berat bahan) dengan berat jenis 1,293 gr/ mL.

pH

Level konsentrasi asam nitrat juga berpengaruh terhadap pH akhir dari produk, hal tersebut dikarenakan semakin tinggi level konsentrasi yang digunakan maka reaksi untuk memutuskan ikatan Na pada soapstock 7,3 7,6 8,3 8,4 8,4 8,4 y = 0,7109ln(x) + 7,274 R² = 0,907 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 0,38 0,44 0,50 0,56 0,62 0,68 R e n d e m e n (% ) Konsentrasi HNO3 (M)

(5)

dengan reaktan asam kuat akan menjadi semakin besar (Woerfel, 1983). Perubahan nilai pH bahan baku menjadi produk dapat diketahui pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Perubahan pH dari soapstock menjadi

acid oil inti sawit

Sampel [HNO3], M pH Awal pH Akhir

Y1 0,38 5,92 Y2 0,44 5,72 Y3 0,50 12,34 5,38 Y4 0,56 5,16 Y5 0,62 4,96 Y6 0,68 4,74

Tabel 2 tersebut menunjukkan perubahan nilai pH dari soapstock inti sawit menjadi acid

oil inti sawit. Berdasarkan tabel diatas dapat

diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam nitrat yang digunakan maka pH akhir dari produk menjadi semakin rendah, dimana sampel Y1 (0,38 M HNO3) memiliki pH akhir 5,92, sampel Y2 (0,44 M HNO3) memiliki pH akhir 5,72, sampel Y3 (0,50 M HNO3) memiliki pH akhir 5,38, sampel Y4 (0,56 M HNO3) memiliki pH akhir 5,16, sampel Y5 (0,62 M HNO3) memiliki pH akhir 4,964, dan sampel Y6 (0,68 M HNO3) memiliki pH akhir 4,747. Rendemen tertinggi yang dihasilkan dengan konsentrasi terendah pada penelitian ini adalah 8,4% (Y4), konsentrasi yang digunakan pada sampel Y4 adalah 0,38 M HNO3 dengan pH akhir 5,16. Semakin tinggi konsentrasi HNO3 yang digunakan maka akan semakin tinggi konsentrasi ion H+ untuk menggantikan ikatan Na pada soapstock hingga reaksi mencapai kesetimbangan, dimana tidak ada lagi ikatan Na yang dapat digantikan oleh ion H+ asam nitrat.

Limbah Proses Pemisahan Soapstock Inti Sawit

Pada proses pemisahan soapstock inti sawit menggunakan asam nitrat (HNO3), dihasilkan sludge (emulsi dan kotoran) dan

acid water sebagai limbah. Limbah yang

dihasilkan sesuai dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan, dimana setelah proses penambahan asam kuat akan muncul tiga lapisan, yaitu acid oil sebagai lapisan teratas,

sludge pada lapisan kedua, dan acid water

sebagai lapisan paling bawah (Martin, 2002; Red dan Ilagan, 1978). Sludge (fosfatida) merupakan emulsi yang terbentuk pada saat kaustik soda ditambahkan pada minyak guna menghilangkan asam lemak bebas, warna dan

kotoran dengan membentuk sabun (Hamm, 2000; Ketaren,1989 dan Martin, 2002).

Sludge

Volume sludge yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3 berikut

.

Tabel 3. Volume sludge yang dihasilkan

Sampel [HNO3], M Volume

Rata-rata (%) Volume (%)* Y1 0,38 6,73% 15,3% Y2 0,44 6,73% Y3 0,50 6,09% Y4 0,56 5,64% Y5 0,62 5,64% Y6 0,68 5,55%

Keterangan : *Volume sludge yang dihasilkan dari

soapstock kacang kedelai (Martin, 2002)

Dari Tabel 3 dapat diketahui rata-rata kuantitas sludge (emulsi dan kotoran) yang dihasilkan dari proses pemisahan soapstock inti sawit adalah 5,64% dari 1098,9 mL soapstock inti sawit. Pada penelitian terdahulu, didapatkan rata-rata sludge yang dihasilkan mencapai 15,3% dari 1000 mL soapstock kacang kedelai dengan menggunakan reaktan H2SO4 0,510 M (Martin, 2002). Perbedaan kuantitas

sludge yang dihasilkan antara soapstock inti

sawit dengan soapstock kacang kedelai dapat disebabkan oleh kandungan getah (gum) pada bahan baku yang berbeda. Tingginya kandungan getah bahan baku dapat disebabkan oleh kondisi proses degumming yang kurang optimal, sehingga getah yang terdapat pada bahan tidak terserap sempurna (Hamm, 2000). Semakin tinggi getah yang terkandung dalam bahan, maka partikel emulsi yang terbentuk akan menjadi semakin besar, sehingga soapstock akan cenderung sulit untuk dipisahkan (Woerfel, 1983).

Acid Water

Acid water merupakan kandungan air

pada soapstock inti sawit dan kandungan asam mineral yang digunakan dalam proses pemisahan soapstock (Martin, 2002). Dari Tabel 4 dapat diketahui kuantitas acid water yang dihasilkan dari penelitian ini. Rata-rata acid

water yang dihasilkan adalah 76,89% dari

1098,9 mL soapstock inti sawit sedangkan pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Martin (2002), didapatkan rata-rata kuantitas

acid water 56% dari 1000 mL soapstock kacang

kedelai dengan menggunakan reaktan H2SO4 0,510 M (98%). Volume acid water yang

(6)

dihasilkan pada proses pemisahan soapstock inti sawit disajikan pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Volume acid water yang dihasilkan

Sampel [HNO3], M Volume Rata-rata (%) Volume (%)* Y1 0,38 77,07% 56% Y2 0,44 76,71% Y3 0,50 76,44% Y4 0,56 76,89% Y5 0,62 76,89% Y6 0,68 76,98%

Keterangan : *Volume acid water yang dihasilkan dari soapstock kacang kedelai (Martin, 2002)

Perbedaan kuantitas acid water inti sawit dengan acid water kacang kedelai (Martin, 2002) dipengaruhi oleh volume air bahan baku (soapstock) (Bloomberg, 1969; Martin, 2002; Red dan Ilagan, 1978; Teshager, 2011) dan kepekatan asam nitrat yang digunakan.

Proses pre-wash atau proses penambahan air hangat untuk memisahkan antara sabun dengan minyak merupakan proses yang berpengaruh terhadap tingginya volume air pada soapstock, yang secara tidak langsung berkaitan dengan kuantitas acid water yang dihasilkan. Pada Batch Chemical Refinery Plant milik PT SMART Tbk Surabaya, proses

pre-wash dilakukan sebanyak tiga kali guna

mengurangi kemungkinan turunnya kualitas RBDPKO (Refined Bleached Deodorized Palm

Kernel Oil) karena adanya kandungan sabun

yang tertinggal pada RBDPKO. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa tingginya kuantitas acid water yang dihasilkan pada penelitian ini disebabkan oleh proses

pre-wash yang dilakukan sebanyak tiga kali

sehingga air yang ditambakan menjadi semakin besar. Menurut Ketaren (1989), selain metode pre-wash untuk menghilangkan sabun, terdapat metode sentrifugasi untuk memisahkan minyak dari sabun, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan

soapstock kacang kedelai yang digunakan oleh

Martin (2002) merupakan soapstock kacang kedelai yang dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifugasi (tanpa penambahan air).

Asam kuat yang digunakan juga memiliki pengaruh terhadap kuantitas acid water. Pada proses pemisahan soapstock kacang kedelai digunakan H2SO4 dengan kepekatan 98% yang berarti dalam larutan H2SO4 yang digunakan terdapat 2% air dan 98% H2SO4 pekat (Martin, 2002). Pada proses pemisahan soasptock inti sawit digunakan asam nitrat (HNO3) dengan

kepekatan 68%, yang berarti dalam larutan HNO3 terdapat 32% air dan 68% asam nitrat pekat. Berdasarkan hal tersebut maka adanya kemungkinan semakin tinggi kuantitas acid

water juga dipengaruhi oleh kepekatan dari

asam kuat yang digunakan karena jumlah air yang terkandung pada asam kuat dapat diketahui dari kepekatan asam kuat tersebut. Kualitas Acid Oil Inti Sawit

Pada perlakuan Y4 (0,56 M HNO3) dihasilkan rendemen sebesar 8,4% dengan konsentrasi asam nitrat paling rendah. Analisis kimia yang dilakukan diantaranya adalah kadar asam lemak bebas (Martin, 2002; Red dan Ilagan, 1978 dan Woerfel, 1983), nilai saponifikasi dan nilai Iodine. Penentuan analisis kimia yang dilakukan didasarkan pada standar yang digunakan pada Palm Acid

Oil (PAO) dengan merk dagang Greenco Oil

yang dikeluarkan oleh PT. Grand Fortune Indonesia.

PT. Grand Fortune Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang berdiri pada tahun 2010 yang bergerak pada bidang pengolahan dan ekspor minyak dan lemak dari kelapa sawit. Tujuan pasar utama dari PT. Grand Fortune Indonesia adalah kawasan Asia Timur. Kapasitas Palm Acid Oil yang dihasilkan PT. Grand Fortune Indonesia adalah >100 metrik ton per bulan. Hasil analisis kimia pada Acid

Oil Inti Sawit disajikan pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Kualitas acid oil inti sawit

Analisis Kimia Acid Oil Inti Sawit Palm Acid Oil* Acid Oil** Kadar ALB1 (%) 47 >30 40 Nilai Saponifikasi (mg KOH/ g) 287 >198 212 Nilai Iodine (mg I2/ 100 g) 16 >38 - pH 5,16 - 3-4 Kadar Air (%) 0,8 - 0,9

Sumber : *PT. Grand Fortune Indonesia

** Acid Oil diperoleh menggunakan H2SO4 0,510 M (Martin, 2002)

1ALB: Asam Lemak Bebas

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui hasil analisis kimia dari acid oil inti sawit dibandingkan dengan acid oil milik PT. Grand Fortune Indonesia dan acid oil yang diperoleh menggunakan H2SO4 0,510 M. Kadar asam lemak bebas pada acid oil inti sawit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 47% dari berat bahan, penelitian yang dilakukan oleh Martin (2002) memiliki kadar asam lemak bebas sebesar 40%, sedangkan acid oil milik PT

(7)

Grand Fortune Indonesia memiliki kadar asam lemak bebas >30%. Besarnya kadar asam lemak bebas pada produk dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas pada bahan baku serta kondisi proses. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Martin (2002) yang menyatakan bahwa kadar asam lemak bebas (ALB) pada acid oil dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas bahan baku pada proses pemurnian minyak nabati, dimana bahan baku yang digunakan adalah PKO (palm kernel

oil).

Nilai saponifikasi dari acid oil inti sawit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 287 mg KOH/ g, nilai saponifikasi acid oil kacang kedelai pada penelitian yang dilakukan oleh Martin (2002) adalah 212 mg KOH/ g, sedangkan palm acid oil milik PT Grand Fortune Indonesia memiliki nilai saponifikasi sebesar 198 mg KOH/ g. Nilai saponifikasi merupakan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah contoh minyak. Besarnya bilangan penyabunan tergantung dari berat molekul. Minyak yang memiliki berat molekul rendah akan memiliki bilangan penyabunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak yang memiliki berat molekul tinggi (Ketaren, 1989). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan adanya kemungkinan bahwa acid oil inti sawit yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki berat molekul yang lebih rendah daripada acid oil kacang kedelai dan palm acid oil milik PT Grand Fortune Indonesia.

Bilangan iodine dari acid oil inti sawit yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 16 mg I2/ 100 g. Bilangan iodine untuk acid oil yang dikeluarkan oleh PT Grand Fortune Indonesia adalah 38 mg I2/ 100 g, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Martin (2002),

acid oil kacang kedelai tidak melaui uji

bilangan iodine. Semakin rendah bilangan iodine suatu minyak atau lemak, maka akan semakin rendah kemungkinan terjadinya pengumpalan minyak pada suhu ruang. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Ketaren (1989) yang menyatakan bahwa semakin besar bilangan iodine suatu minyak, maka ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh pada 100 g minyak semakin banyak. Berdasarkan fungsi dari bilangan iodine, maka dapat disimpulkan bahwa acid oil inti sawit yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki ikatan rangkap yang lebih sedikit dibandingkan dengan acid oil milik PT Grand Fortune Indonesia, sehingga acid oil inti sawit

akan tetap berada pada kondisi cair pada suhu ruang. Hal tersebut berpengaruh terhadap transportasi produk, dimana tidak dibutuhkan biaya tambahan untuk pengadaan alat guna menjaga suhu dari acid oil inti sawit.

pH atau tingkat keasamaan dari acid oil inti sawit yang dihasilkan adalah 5,16, sedangkan acid oil kacang kedelai memiliki pH 3-4 (Martin, 2002). Pada palm acid oil milik PT Grand Fortune Indonesia tidak melalui uji pH akhir. Perbedaan pH disebabkan oleh jumlah ion [H+] dari asam kuat yang digunakan dalam memisahkan ikatan Na yang terdapat pada soapstock (Bloomberg, 1963). Penelitian yang dilakukan oleh Martin (2002) menggunakan H2SO4 yang memiliki nilai Ka sebesar 1 x 103 (0,510 m H2SO4) dengan konsentrasi ion H+ yang sebesar 31,9 M, sedangkan asam nitrat (HNO3) memiliki nilai Ka sebesar 2,8 x 101 (Anonymous, 2009) dengan konsentrasi ion H+ sebesar 5,05 M. Berdasarkan konsentrasi ion H+ antara asam sulfat dan asam nitrat maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan perbedaan pH antara acid oil inti sawit yang dihasilkan pada penelitian ini dengan acid oil kacang kedelai (Martin, 2002) dikarenakan konsentrasi ion H+ yang berbeda karena semakin tinggi konsentrasi ion H+ pada acid oil maka pH dari acid oil akan semakin rendah (Bloomberg, 1963).

Kadar air acid oil inti sawit adakah sebesar 0,8% dari berat bahan, sedangkan acid oil kacang kedelai memiliki kadar air sebesar 0,9% (Martin, 2002). Kadar air merupakan jumlah air atau bahan lain yang mudah menguap dalam minyak atau lemak (Ketaren, 1989). Perbedaan kadar air antara acid oil inti sawit dengan acid oil kacang kedelai disebabkan oleh adanya proses penyaringan pada acid oil inti sawit (Red dan Ilagan, 1978), sebagian air pada

acid oil berikatan dengan fosfatida yang

terkandung (Martin, 2002). Semakin tinggi kadar air minyak atau lemak akan berkaitan dengan umur simpan dari minyak atau lemak tersebut. Kandungan air akan meningkatkan angka peroksida dan tingkat ketengikan (Ketaren, 1989).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsentrasi asam nitrat (HNO3) yang memberikan rendemen terbaik adalah

(8)

0,56 M HNO3 (Y4) dengan rendemen acid

oil inti sawit sebesar 8,4%.

2. Acid Oil Inti Sawit yang dihasilkan memiliki kadar asam lemak bebas (ALB)

47%, Bilangan Saponifikasi

(Saponificatatom Value) 287 mg KOH/ g, Bilangan Iodine (Iodine Value) 16 mg I2/ 100 g, pH akhir sebesar 5,16 dan kadar air sebesar 0,8% dari berat bahan.

SARAN

1. Diperlukan penelitian lanjut untuk mengetahui adanya kandungan asam nitrat dalam acid oil inti sawit, sludge, dan

acid water inti sawit.

2. Perlu adanya penelitian mengenai penanganan hasil samping (sludge dan

acid water) yang dihasilkan pada proses

produksi acid oil dari soapstock inti sawit. 3. Perlu adanya penelitian akan pemisahan

soapstock inti sawit menggunakan metode

yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2009. Relationship Between pH and

Molarity in Acid Solution.

http://scribdd.com/3465789/Relationshi p-Between-pH-and-Molarity-in-Acid-Solution.html. Diakses pada tanggal 20 Mei 2012

Anonymous1. 2010. Guidelines For The Safe Use

Of Nitric Acid. University Of Pittsburgh

Safety Manual. Pennsylvania

Anonymous2. 2010. Strong Acid. http://www.britannica.com/EBchecked/ topic/416068/nitric-acid. Diakses pada tanggal 15 Mei 2012

Bloomberg, M. F dan Hutchins, W. T. 1983.

Soapstock Acidulation. United States Patent

No. 3.425.938

Daniels, S. R. 1997. Soapstock Utilization: An

Environment-Agricultural Breakthrough.

Agrotech, Inc. Sherman. Texas

Hamm, W dan Hamilton, R. J. 2000. Edible Oil

Processing. Shieffield Academic Press.

London

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak

dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas

Indonesia. Jakarta

Martin, J. T. R. 2002. Soapstock Hydrolysis and

Acidulation By Acidogenic Bacteria. United

States Patent No. 6.475.758 B2

Park, J.Y., Kim, D.K.,Wang, Z. M., Lee, J.P., Park, S. C dan Lee, J. S. 2008. Production of

Biodiesel from Soapstock Using An Ion Exchange Resin Catalyst. Korean Journal of

Chemical Engineering, 25: 1350-1354 Red, J. F. P dan Ilagan, J. B. 1978. Fatty Acid

Recovery From Soapstock. United States

Patent No. 4.118. 407

Wang, Z. H., Lee, J. S., Park, J.Y., Wu, C. Z dan Yuan, Z. H. 2007. Novel Biodiesel

Production Technology From Soybean Soapstocks. Korean Journal of Chemical

Engineering, 24: 1027-1030

Woerfel, J. B. 1983. Alternatives for Processing

Soapstock. Journal Of American Oil

(9)

Gambar

Tabel 1. Rendemen Acid Oil Inti Sawit  Soapstock  [HNO 3 ],  M  Rendemen  (%)  Volume Awal (mL)  Notasi  Y1  0,38  7,28  1098,9  c Y2 0,44 7,58  bc Y3 0,50 8,25 b  Y4  0,56  8,4  a  Y5  0,62  8,4  a  Y6  0,68  8,4  a  DMRT (α=0,05)
Gambar 2. Grafik rendemen acid oil inti sawit  yang dihasilkan
Tabel 2. Perubahan pH dari soapstock menjadi  acid oil inti sawit
Tabel 4. Volume acid water yang dihasilkan  Sampel  [HNO 3 ],  M  Volume  Rata-rata  (%)  Volume (%)*  Y1  0,38  77,07%  56% Y2 0,44 76,71% Y3 0,50 76,44%  Y4  0,56  76,89%  Y5  0,62  76,89%  Y6  0,68  76,98%

Referensi

Dokumen terkait

et al ., (2005). Penelitian mereka dilakukan pada 178 perusahaan di Indianapolis Amerika Serikat. Temuan mereka memperlihatkan inovasi produk tidak berhubungan dengan

Berdasarkan hasil penelitian, fungisida metalaksil efektif menekan keterjadian penyakit bulai namun tidak lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan ekstrak daun mengkudu dan

Mereka bersatu dalam menentang Ordinan Pendidikan dan menyatakan diri mereka sebagai Tiga Pertubuhan Hebat Pada 22 Ogos 1954, ahli Jawatankuasa Sekolah Cina dari seluruh

Dengan tujuan untuk memasarkan produk dari suatu instansi atau perusahaan maka hal inilah yang akan ditangkap oleh penyelenggara Cap Go Meh untuk menarik produsen tersebut

Suatu perjanjian waralaba yang melibatkan pemilik waralaba asing dan penerima waralaba Indonesia tentunya akan memakai format perjanjian dari pemilik waralaba asing yang

Standar malaysia untuk cream crackers, wafer, semi-sweet biscuits and cookies masing-masing mempersyaratkan asam lemak bebas sebesar maksimum 1% sehingga diusulkan

Self efficacy adalah penilaian diri, apakah seorang individu dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah,dan bisa atau tidak bisa mengerjakan

Pada setiap kelompok umur, proporsi remaja putri yang sudah menarche lebih tinggi pada kelompok yang memiliki tinggi badan normal dibandingkan remaja putri yang pendek..