• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Peer Group Support Terhadap Kualitas Hidup pada Anak dengan Leukemia yang menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Peer Group Support Terhadap Kualitas Hidup pada Anak dengan Leukemia yang menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Moewardi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Peer Group Support Terhadap Kualitas Hidup pada Anak dengan Leukemia yang menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr

Moewardi

Satria Bima Putra 1), Happy Indri Hapsari 2), Innez Karunia Mustikarani 3) 1)

Mahasiswa Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta 2,3)

Dosen Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Semakin meningkatnya angka kejadian leukemia pada anak usia 8-12 tahun, membuat anak harus menjalani beragam terapi untuk proses penyembuhan dan salah satunya adalah kemoterapi. Jika anak tidak mendapatkan kemoterapi yang adekuat akan mempengaruhi kualitas hidup. Selain kemoterapi dukungan teman sebaya juga dapat mempengaruhi psikis anak dan juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh peer group support terhadap kualitas hidup anak penderita leukemia yang mejalani kemoterapi.

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif quasi experiment dengan rancangan non randomized control group pretest dan posttest. Pemilihan sampel dengan menggunakan non probability sampling dengan metode consecutive sampling, instrumen yang diguanakan adalah kuesioner PedsQL diberikan kepada 36 pasien anak di bangsal Melati II RSUD Dr Moewardi Surakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan reratasebelum diberikan intervensi pada kelompok kontrol sebesar 35,6 dan kelompok perlakuan sebesar 34. Setelah diberikan intervensi pada kelompok kontrol menjadi 30,11 dan kelompok perlakuan 22,4.Kesimpulan bahwa ada perbedaanrerata kualitas hidup kelompok perilaku dan kelompok kontrol pada penderita leukemia yang menjalani kemoterapi di bangsal Melati II RSUD Dr Moewardi Surakarta yang ditunjukkan dengan nilai p value 0,000 < 0,005.

Kata Kunci: Leukemia, Kemoterapi, Kualitas Hidup, Dukungan Teman Sebaya Daftar Pustaka: 18 (2007 – 2011)

(2)

A. PENDAHULUAN

Penyakit kronik dan hospitalisasi sering kali menjadi masalah pertama yang harus dihadapi oleh anak. Anak sangat rentan terhadap dampak dari hospitalisasi yang terjadi karena stres akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan, serta sebagian anak memiliki mekanisme koping yang terbatas dalam penanganan stressor. Stressor utama yang dihadapi utama oleh anak adalah perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh, dan nyeri (Wong, 2009).

Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kasus kanker di dunia tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak– anakpun berisiko terkena kanker (Yudhasmara, 2009). Kementrian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2013 menjelaskan bahwa penderita kanker pada tahun 2020 jumlahnya akan meningkat hampir 20 juta penderita, 8,4 juta orang diantaranya akan

meninggal pada sepuluh tahun kedepan bila tidak dilakukan intervensi yang memadai. Penyakit kanker diperkirakan sekitar 2% hingga 4% menyerang anak. Hal ini menyumbangkan 10% kematian pada anak-anak. Di Indonesia, ditemukan rerata sekitar 4.000 pasien kanker anak yang baru setiap tahunnya dan penyebab kanker pada anak-anak belum diketahui dengan pasti.

Pasien Leukemia yang menjalani program kemoterapi dapat mengalami berbagai masalah baik secara fisik maupun psikis.Secara klinis kemoterapi dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam keadaan baik, mearasa nyaman, tidak ada keluahan berarti dan kualitas hidup pasien semakin baik, sehingga jika pasien tidak memperolah kemoterapi secara adekuat akan berakibat mempengaruhi kualitas hidup. Selain dengan kemoterapi yang adekuat, dukungan keluarga juga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker yang

(3)

menjalani kemoterapi di rumah sakit untuk mencapai derajat kesehatan serta kualitas hidup yang lebih baik (Diananda, 2007).

Di samping dukungan keluarga, dukungan antar teman sebaya juga dapat memberikan kontribusi untuk kesembuhan anak saat menjalani kemoterapi. Dukungan pada anak dapat memberikan hubungan yang kuat dengan kondisi kesehatan anak. Hubungan dengan orang lain dapat mengubah pandangan individu terhadap kejadian sehingga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya stres (Orford, 1992; Sarafino, 2006). Hubungan dengan teman sebaya pada anak usia sekolah dan remaja yang dirawat merupakan salah satu kebutuhan psikosial anak (Hart & Rollins, 2011).

Berdasarkan latar belakang diambil rumusan masalah “Bagaimana pengaruh peer group support terhadap kualitas hidup anak penderita leukemia yang sedang menjalani

kemoterapi di rumah sakit dr Moewardi?”

Tujuan Penelitian ini ialah untuk mengetahui apakah ada pengaruh peer group support terhadap kualitas hidup anak yang sedang menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi.

Manfaat dilakukannya penelitian ini Peneliti dapat mengetahui apakah peer group support memiliki pengaruh terhadap kualitas hidup anak dengan leukemia yang sedang menjalani kemoterapi.

B. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 5 Juli – 7 Agustus 2016. Bertempat di Bangsal Melati II RSUD Dr. Moewardi.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, desain penelitian menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan Group Pretest and Posttest Design with Equivalent Control Group (Notoadmodjo, 2010).

(4)

Jumlah pasien anak dengan leukemia yang ada di RSUD Dr. Moewardi berjumlah 147 orang. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak dengan leukemia yang menjalani kemoterapi yang berusia 8-12 tahun yang berjumlah 40 orang, serta mengalami gangguan kualitas hidup di bangsal melati II di RSUD Dr. Moewardi. Teknik pengambilan sampling adalah non probability sampling dengan metode conseccutive sampling(Dharma, 2011).

Sampel yang diambil

menggunakan rumus

penghitungan sampel, sehingga dari 40 orang pasien di Bangsal Melati II yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi hanya 36 responden yang diambil untuk dilakukan penelitian. 18 responden untuk kelompok kontrol dan 18 responden untuk kelompok perlakuan.

Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat dan bivariat. Analisa univariat pada penelitian ini berisi tentang

analisa variabel karakterisstik responden yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui keterkaitan dua variabel. Analisa ini digunakan untuk menguji pengaruh peer group support terhadap kualitas hidup anak dengan leukimia yang sedang menjalani

kemoterapi dengan

menggunakan uji dependent T-Test. (Dahlan, 2012).

C. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS UNIVARIAT 1. Karakteristik Usia

Responden

Tabel 4.1. Karakteristik Usia Responden di Bangsal

Melati II (n = 36)

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa sebagian besar usia responden berada pada usia

(5)

8 tahun (38,9%) dan paling sedikit pada usia 12 tahun (8,3%). Usia adalah umur individu yang terhitung saat lahir sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Wawan & Dewi, 2011).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wijayanti (2012) menunjukkan bahwa pada anak usia sekolah dan remaja yang dirawat lebih banyak memiliki dukungan peer group dalam kategori cukup yaitu sebanyak 51 orang (51%). Artinya terapi dan usia anak juga menentukan pada kualitas hidup pasien karena pada usia sekolah anak yang menderita leukimia cenderung memiliki interaksi yang kurang.

Selain itu rentan umur 8-12 tahun merupakan katagori anak yang mempunyai resiko lebih tinggi terkena leukemia. Terlebih kualitas hidup pasien kemoterapi salah satu faktor

yang mempengaruhinya yaitu umur pasien (WHO, 2004).

2. Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden Tabel 4.2. karakteristik tingkat pendidikan di Bangsal Melati II (n = 36)

Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat pendidikan anak adalah SD (97,2%) dan SMP (2,8%). Dalam hal ini usia dan tingkat pendidikan memegang peranan penting bagi seseorang untuk mengembangkan prespektif dirinya (Rizkiana dan Retnaningsih, 2010).

Selain itu kualitas hidup pasien kemoterapi salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu pendidikan pasien (WHOQoL, 2004). Kondisi tersebut menjelaskan bahwa penderita leukimia lebih banyak

(6)

pada anak sekolah dasar. Tentu dengan berpendidikan atau masih berkolah pada Sekolah Dasar akan sangat berpengaruh pada kualitas hidup anak.

Dalam kondisi ini pula, anak yang berpendidikan SD lebih mudah menerima apa yang disampaikan oleh peneliti tentang peer group support sehingga taraf kualitas hidup anak dapat meningkat.

3. Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Tabel 4.3. Karakteristik jenis kelamin di Bangsal Melati II

(n = 36)

Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa jenis kelamin paling tinggi adalah perempuan (61,1%) dan laki-laki (38,9%). Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi laki-laki daripada perempuan.

Berdasarkan laporan dari Surveilannce Epidemilogy And End Result (SEER) di Amerika Serikat tahun 2009, kejadian leukemia lebih besar laki-laki daripada perempuan dengan perbandiang 57,22%:42,77%.

Hal ini secara umum sesuai dengan WHOQoL (2004) yang menyatakan bahwa kualitas hidup pasien kemoterapi salah

satu faktor yang

mempengaruhinya yaitu jenis kelamin pasien. Pada data yang sudah dilakukan peneliti, didapatkan hasil bahwa jenis kelain perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini berbeda dengan teori yang sudah ada sebelumnya. Dalam hal ini belum diketahui secara pasti, mengapa jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki.

4. Gambaran kualitas hidup sebelum dan sesudah

Tabel 4.4. Kelompok perlakuan

(7)

Tabel 4.5. Kelompok Kontrol

Kualitas hidup sehat pada penderita leukimia di bangsal melati II RSUD Dr. Moewardi berdasarkan kelompok perlakuan sebelum pemberian intervesi peer group support memiliki nilai mean sebesar 34 dengan nilai sebesar 38 dan didapatkan standart deviasi sebesar 2,85. Sedangkan pada kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi mempunyai nilai mean sebesar 35 dengan nilai sebesar 38 dan standart deviasi sebesar 2,7.

Kondisi ini menjelaskan bahwa baik pada kelompok perilaku dan kontrol masing-masing memiliki nilai yang cukup tinggi. Artinya ada intervensi sangat diperlukan, terutama intervensi Peer Group

Support. Dukungan peer group merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang natural berasal dari interkasi yang spontan (Kunjoro, 2002).

Dukungan teman sebaya merupakan pemberian informasi, bantuan, atau materi yang didapat dari teman sebaya yang akrab. Dukungan teman sebaya membuat anak merasa diperhatikan, dihargai, dicintai, dibantu, didorong, dan diterima ketika dalam kesulitan (Sarafino, 2006).

Setelah intervensi peer group support diberikan pada penderita leukimia di bangsal melati II RSUD Dr. Moewardi dapat dilihat hasilnya pada kelompok perlakuan yaitu nilai mean sebesar 22, nilai mimum sebesar 20 dan nilai maksimum sebesar 25. Terlihat jelas adanya peningkatan kualitas hidup pasien leukimia, hal ini menunjukkkan bahwa intervensi melalui peer group support

cukup ampuh dalam

menanggulangi masalah kualitas hidup anak leukemia.

(8)

Pada kelompok kontrol juga mengalami penigkatan kualitas hidup dengan nilai mean sebesar 30,1, nilai mimum sebesar 28 dan nilai maksimum sebesar 32. Jika dibandingkan dengan kelompok perilaku perbedaan keduanya sangat jauh, seperti halnya nilai mean pada kelompok perilaku berubah sampai 11, sedangkan pada kelompok kontrol hanya berkisar 5. Hal ini tidak lepas dari tujuan pemberian peer group support yaitu bahwa hubungan teman sebaya dapat mengurangi perasaan isolasi pada anak dan melindungi individu dari kejadian yang penuh stres.

ANALISIS BIVARIAT

1. Uji beda kualitas hidup sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol

Tabel 4.7. kelompok kontrol

Tabel 4.8. kelompok perlakuan

Berdasarkan hasil analisis

menunjukkan bahwa pada

kelompok kontrol ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada penderita leukemia yang menjalani kemoterapi di bangsal melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Adapun pada

kelompok kontrol juga

menunjukkan ada perbedaan

sebelum dan sesudah meski tidak diberikan perlakuan pada penderita

leukemia yang menjalani

kemoterapi di bangsal melati II RSUD Dr. Moewardi dengan nilai

p value 0,000 < 0,005. Hal ini

dikarenakan terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien terutama pada anak-anak (WHO, 2004).

Tingkat kuslitas hidup pada pasien anak dengan leukemia sebelum pemberian intervensi peer

group support pada kelmpok

kontrol memiliki nilai mean 35,6 dengan nilai maksimum 41 dan

minimum 32. Dan setelah

pemberian intervensi nilai men berubah menjadi 30,1 dengan nilai maksimum 32 nilai minimum 28.

(9)

Terdapat peningkatan nilai kalitas hidup meskipun sangat rendah atau tidak terlalu bermakna.

Tentunya kualitas pasien

kemoterapi penderia leukimia juga memiliki kualitas yang beragam dari kualitas yang rendah sampai kualitas paling tinggi. Hal ini tentu juga dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitan ini seperti hal nya fisik, sosial, psikis dan lingkungan (WHO, 2009).

Berdasarkan hasil analisis

menunjukkan bahwa pada

kelompok perilaku ada perbedaan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada penderita leukemia yang menjalani kemoterapi di bangsal melati II RSUD Dr.

Moewardi. Adapun dalam

kelompok perilaku menunjukkanp value 0,000 < 0,005.

Hasil tersebut berarti ada

perbedaan tingkat kualitas hidup sebelum dan sesudah diberikan intervensi peer group support pada kelompok perlakuan. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai mean

sebelum dilakukan intervensi

sebesar 34 dengan nilai maksimum 38 dan nilai minimum 28. Dan setelah pemberian terapi peer group support terdapat perbedaan nilai

mean sebesar 22,4 dengan nilai maksimum 22 dan nilai minimum

20. Kondisi ini memberikan

gambaran berate intervensi peer goup support sangat berpengaruh dalam meningkatkan kualitas hidup pasien anak dengan leukemia di RSUD Dr Moewardi.

PenelitianPediatri (2009) yang menunjukkan bahwa separuh anak dengan thalasemia mayor di pusat

thalasemia RSCM (50,5%)

memiliki kualitas hidup yang

buruk. Kualitas hidup tersebut

berhubungan dengan tingkat

pendapatan orang tua, suku dan tampilan facies cooly. Interpretasi dari hasil penelitian ini peer group

support dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien leukimia di bangsal melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Uji perbedaan kualitas hidup sebelum dilakukan intervensi pada kedua kelompok

Tabel 4.9. sebelum intervensi

Tabel 4.10. sesudah intervensi

Hasil analisis tentang kualitas hidup setelah diberikan intervensi

(10)

kelompok kontrol dalam penelitian ini menunjukkan p value 0,000 <

0,005. Kondisi ini semakin

memperjelas bahwa pemberian

intervensi peer group

supportbahwa terdapat berbedaan antara rata-rata kualitas hidup di bangsal Melati II RSUD Dr Moewardi Surakarta. Kondisi ini

menjelaskan masing-masing

mempunyai perbedaan sebelum dan sesudah. Namun secara kelompok

juga mempunyai perbedaan.

Artinya pemberian atau adanya intervensi peer group support pada pasien anak dengan leukimia sangat

bermanfaat, untuk peningkatan

kualitas hidupnya.

Dukungan teman sebaya

merupakan sumber dukungan yang penting pada anak usia sekolah. Pernyataan ini sesuai dengan teori

Erikson dalam Wong (2009)

dimana anak usia sekolah berada dalam fase industri dimana anak mulai ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan

mengembangkan kreativitas,

keterampilan, dan terlibat dalam pekerjaan yang berguna secara sosial (Santrock, 2008; Wong, 2009).

Remaja menurut Erikson berada dalam tahap pencarian

identitas dimana remaja memulai

pencarian identitas kelompok

dengan membina hubungan dengan teman sebaya (Santrock, 2008; Wong, 2009). Anak usia sekolah mengalami peningkatan hubungan sosial, dimana teman sebaya memiliki pengaruh yang sangat besar (Solikhah, 2011).

Cohen dalam Dennis (2003)

menyampaikan peer support

menjadi elemen yang

berpengaruh secara signifikan dalam membangun kualitas kesehatan. Hubungan sosial khusunya teman menurut Cohen dalam Dennis (2003) dapat memberikan dukungan psikologis dan membantu anak untuk mengatasi trauma. Dukungan juga dapat mengurangi perasaan sendiri pada anak.

D. SIMPULAN DAN SARAN

1. SIMPULAN

a. Kualitas hidup sebelum

diberikan intervensipeer

group support pada

kelompok perilaku

diperoleh nilai rerata

sebesar 34 dan kelompok kontrol diperoleh nilai

(11)

rerata sebesar 35

b. Kualitas hidup setelah

diberikan intervensi peer

group support pada

kelompok perilaku

diperoleh nilai rerata

sebesar 22dan kelompok kontrol diperoleh nilai rerata sebesar 30.

c. Ada perbedaan sebelum

dan sesudah diberikan

perlakuan pada penderita leukemia yang menjalani

kemoterapi di bangsal

melati II RSUD Dr.

Moewardi, yang

ditunjukkan nilai mean

sebesar 11 dan p value = 0,000 < 0,05 yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.

d. Ada perbedaan sebelum

dan sesudah meski tidak diberikan perlakuan pada penderita leukemia yang menjalani kemoterapi di bangsal melati II RSUD Dr.

Moewardi, yang

ditunjukkan dengan nilai mean sebesar 5 dan p value

= 0,000 < 0,05. Yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.

e. Perbedaan antara rerata

kualitas hidup kelompok

perilaku dan dengan

kwlompok kontrol pada penderita leukemia yang menjalani kemoterapi di bangsal melati II RSUD Dr. Moewardi Surakarta, yang ditunjukkan dengannilai p value sebesar 0,000 < 0.05. yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.

2. SARAN

Adanya berbagai

keterbatasan dan kekurangan dari

penelitian ini, maka penulis

memberikan saran sebagai berikut:

a. Bagi rumah sakit

Bagi rumah sakit

diharapkan peer group

support dapat menjadi salah satu intervensi keperawatan dan juga dapat menjadi

bahan edukasi untuk

keluarga bahwa pentingnya

duungan teman sebaya

untuk meningkatkan

kualitas hidup anak dan

juga untuk memenuhi

kebutuhan psikologi anak yang dirawat di rumah sakit.

b. Bagi institusi pendidikan

Sebagai referensi

(12)

Perawatan Kesehatan Anak

mengenai pengaruh

intervensipeer group

support dalam materi

hospitalisasi terutama

terkait dengan gambaran

dukungan peer group

support dan kualitas

dukungan peer group

support pada anak yang mengalami hospitalisasi.

c. Bagi peneliti lain

Peneliti selanjutnya

diharapkan melakukan

penelitian yang sama

tentang peer group support

dengan

memperteimbangkan faktor yang juga mempengaruhi kualitas hidup bagi pasien berupa fisik, sosial, psikis

dan lingkungan yang

mempengaruhi derajat

kualitas hidup. Dengan

rentang waktu yang lebih lama dan jumlah sampel yang lebih besar.

d. Bagi peneliti

Dengan adanya

penelitian ini diharapkan

peneliti juga dapat

melanjutkan penelitian ini lebih lanjut pada tingkat pendidikan selanjutnya dan

dapat diterapkan sebagai

intervensi keperawatan

dalam penanganan masalah keperawatan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, MV 2008. Pengalaman keluarga dengan anak yang menderita penyakit kronik. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan

Dahlan, M Sopiyudin, (2008). Statistik kedokteran dan Kkesehatan. Jakarta: Salemba Medika

Departemen Keseehatan RI 2013. ‘Aktivitas fisik dan diet seimbang mencegah kanker’.

Diakses dari http://www.depkes.go.id/inde x.php?vw=2&id=170. Pada tanggal 20 Februari 2016 Dharma, K.K. (2011). Metodologi penelitian keperawatan : Panduan melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Jakarta : TIM

Diananda. (2007). Mengenal seluk-beluk kanker. Jogjakarta: Katahati

Hart, R., & Rollins, J. (2011). Therapeutic activities for children and teens coping with health issues.New Jersey: John Willey and soons Inc

Hockenberry, M., & Wilson, D. (2007). Wong’s nursing care

(13)

of infants and children. St. Louis: Mosby Elsevier

Indanah. (2010). Analisis faktor yang berkaitan dengan ‘self care behavior’ pada anak usia sekolah dengan talasemia mayor di RSPUN Dr. Cipto Mangun Kusumo Jakarta. Tesis Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Katz, LF, Leary, A, Breiger, D, Freidman, D (2010). Pediatric cancer and the quality of children’s dyadic peer interactions, Journal od Pediatric Psychology. Vol. 36, No. 2

Kunjoro, Z.S. (2002). Dukungan sosial pada lansia. Dikutip 30 Februari 2016.

http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp

Notoadmodjo. (2010). Metodelogi pennelitian kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Nursalam. (2011). Manajemen keperawatan edisi 3. Jakarta : Salemba Medika

Rizkiana, U & Retnaningsih (2009). Penerimaan diri pada remaja penderita leukemia,Jurnal Psikologi, Vol. 2, No. 2

Santrock, J.W. (2008). Life span development (12th ed.). New York: McGraw Hill.

Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta

Sumantri, A. (2011). Metodologi penelitian kesehatan, Edisi 1, Kencana media group, Jakarta

WHO. (2009). Quality of life-BREF.

Yudhasmara. (2009). Deteksi dini penyakit kanker pada anak.

Diakses dari

http://koranindonesia.wordpre ss.com. Pada tanggal 20 Februari 2016

Gambar

Tabel 4.1. Karakteristik Usia  Responden di Bangsal
Tabel 4.3. Karakteristik jenis  kelamin di Bangsal Melati II
Tabel 4.5. Kelompok  Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Pada pembelajaran siswa diarahkan untuk mengisi “kagepe” ke dalam tabung yang memiliki diameter dan tinggi yang sama dengan kerucut, kemudian diisi kembali ke

Meskipun dalam beberapa penelitian menganggap merek berbeda dengan nama perusahaan dan merupakan sesuatu yang terpisah dan fungsinya saling menguatkan (Ghosh &amp; Ho Ho,

Presbiakusis adalah tuli sensori neural pada usia lanjut akibat proses degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi telinga) yang terjadi secara

pengurangan sisi kuadrat digunakan oleh subjek pada soal dua segitiga siku-siku berhimpit yang masing- masing segitiga diketahui panjang sisi-sisi tegaknya dan

Dari ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah terse but maka Pemilikan atas rumah susun tersebut jelas dalam .^- penggunaanya. Penghuni yang akan menempati akan merasa memi liki

Jika Pengurus kewangan di JKR menetapkan Tempoh Bayar Balik untuk kedua-dua projek ialah 3 tahun, projek manakah yang harus di terima. [3 markah] (iii) Apakah k k e

Pemodelan berbasis agen, atau Agent Based Modelling (ABM) merupakan kelas model komputasi untuk mensimulasikan tindakan dan interaksi dari agen otonom (entitas

the relevant Chamber of the Court has responded and has not, within a period of 45 days of receiving such notifi cation, informed the Board in writing that a specifi c activity