Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net TERBATAS
PERSANDINGAN MUATAN MATERI
RUU INISIATIF DPR RI TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RUU PEMERINTAH
PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SEKRETARIAT PANITIA KHUSUS
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net PERSANDINGAN STRUKTUR
RUU TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH INISIATIF DPR RI DENGAN RUU USULAN PEMERINTAH
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
1. RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...TAHUN ...
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal I BAB I
2. 1. Merubah Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
KETENTUAN UMUM 3. BAB II KEBIJAKAN DESENTRALISASI 4. Bagian Kesatu Kebijakan Dasar 5. Bagian Kedua
Pembentukan Daerah Otonom
6. Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Otonomi Daerah
7 Bagian Keempat
Kawasan Khusus
8 BAB III
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
PERUBAHAN BATAS DAERAH
9 BAB IV
HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH
10 Bagian Kesatu
Hubungan Wewenang
11 Bagian Kedua
Hubungan Pemanfaatan Sumber Daya
12 Bagian Ketiga
Hubungan Keuangan
13 Paragraf Kesatu
Umum
14 Paragraf Kedua
Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang diserahkan
15 Paragraf Ketiga
Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan
16 Bagian Keempat
Hubungan Kewilayahan
17 Bagian Kelima
Hubungan Administrasi 2. Ketentuan dalam BAB V dan penjelasannya dicabut dan diganti
dengan rumusan baru sehingga berbunyi sebagai berikut 18 BAB V
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB V
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
Umum Pembentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah
20 Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Daerah 21 Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Bagian Keempat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 22 Paragraf 1
Susunan dan Keanggotaan 23 Paragraf 2
Pimpinan 24 Paragraf 3
Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang 25 Paragraf 4
Hak dan Kewajiban 26 Paragraf 5
Penggantian Antarwaktu Anggota DPRD 27 Paragraf 6
Alat Kelengkapan, Protokoler, Keuangan, dan Peraturan Tata Tertib 28 Paragraf 7
Protokoler dan Keuangan 29 Paragraf 8
Peraturan Tata Tertib 30 Paragraf 9
Kekebalan, Larangan, dan Penyidikan terhadap Anggota DPRD 31 Paragraf 10
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
32 Paragraf 11 Penyidikan 33 Bagian Ketiga Pemerintah Daerah Bagian Ketiga Pemerintah Daerah 34 Paragraf 1 Kepala Daerah Paragraf Pertama Kepala Daerah 35 Paragraf 2
Calon, Persyaratan Calon, Pemilih, dan Pelaksana Pemilihan
Paragraf Kedua
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 36 Paragraf 3
Tahapan Pemilihan 37 Paragraf 4
Pendaftaran Pemilih 38 Paragraf 5
Pendaftaran dan Penetapan Calon 39 Paragraf 6 Kampanye 40 Paragraf 7 Pemilihan 41 Paragraf 8 Penghitungan Suara 42 Paragraf 9
Penetapan Calon Terpilih Dan Pelantikan 43 Paragraf 10
Kewajiban Kepala Daerah
Paragraf Ketiga
Wewenang, Tugas dan Kewajiban Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
44 Paragraf 11
Larangan bagi Kepala Daerah
Paragraf Keempat
Larangan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 45 Paragraf 12
Pemberhentian Kepala Daerah
Paragraf Kelima
Pemberhentian Kepala Daerah 46 Paragraf 13
Tindakan Penyidikan terhadap Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah 47 Paragraf 14
Wakil Kepala Daerah 48 Paragraf 15
Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 49 Bagian Keempat
Perangkat Daerah
Paragraf Keenam Perangkat Daerah
50 Bagian Kelima
Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
51 Bagian Keenam
Kepegawaian Daerah
52 Bagian Ketujuh
Perencanaan Daerah
53 Paragraf Kesatu
Lingkup Perencanaan Daerah
54 Bagian Kedelapan
Keuangan Daerah
55 Paragraf kesatu
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
56 Paragraf Kedua
Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan 57
58 Paragraf Ketiga
APBD
59 Paragraf Keempat
Belanja DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
60 Paragraf Kelima
Perubahan APBD
61 Paragraf Keenam
Penata Usahaan Keuangan Daerah
62 Paragraf Ketujuh
Pertanggungjawaban APBD
63 Paragraf Kedelapan
Pengelolaan Barang milik Daerah
64 Paragraf Kesembilan
Dana Cadangan
65 Paragraf Kesepuluh
Pengaturan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
66 Bagian Kesembilan
Kerja sama Daerah
67 Bagian Kesepuluh
Penyelesaian Perselisihan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
Kawasan Perkotaan
69 Bagian Kedua belas
Pemerintahan Desa
70 Paragraf Kesatu
Pembentukan, Penghapusan, dan/atau Penggabungan Desa
71 Paragraf Kedua
Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa
72 Paragraf Ketiga
Pemberdayaan Masyarakat Desa
73 Paragraf Keempat
Keuangan Desa
74 Paragraf Kelima
Pembinaan dan Pengawasan Desa
75 Paragraf Keenam
Kerja sama dan Perselisihan Desa
76 Paragraf Ketujuh
Kawasan Perdesaan
77 Bagian ketiga belas
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
78 Bagian Keempat belas
Pelaporan dan Informasi Pemerintahan Desa
79 Bagian Kelima belas
Pembinaan dan Pengawasan
80 BAB VI
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH
81 3. Menambah pasal baru pada Ketentuan Lain-lain: BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
82 BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
83 BAB IX
KETENTUAN PENUTUP 84 4. Antara Bab XIV dan Bab XV ditambah bab baru yaitu Bab XIV A
tentang Ketentuan Pidana yang berbunyi sebagai berikut : 85 Bab XIV A
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net PERSANDINGAN MUATAN MATERI
RUU INISIATIF DPR RI
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RUU PEMERINTAH
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
PENGANTAR
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen memiliki konsekuensi dilakukannya perubahan dalam tatanan kenegaraan termasuk dalam penyelenggaraan pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah.
Dengan demikian UU No. 22 Tahun 1999 sebagai pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu juga disempurnakan sesuai dengan perubahan di bidang ketatanegaraan.
Namun demikian, berdasarkan hasil evaluasi pemerintah, implementasi UU No. 22 Tahun 1999 banyak mengalami permasalahan yang disebabkan dalam pengaturannya selain ada yang menimbulkan multi tafsir juga terjadi inkonsistensi antara pasal yang satu dengan pasal yang lain. Di samping itu, konsepsi dasar otonomi daerah kurang selaras dengan amanat UUD 1945.
Oleh karenanya, untuk menyempurnakan implementasi otonomi daerah sehingga dapat mencapai tujuan berpemerintahan maka menurut pandangan pemerintah penyempurnaan UU No. 22 Tahun 1999 tidak
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
dapat dilakukan secara parsial harus komprehensif mulai dari kebijakan otonomi daerah, penataan hubungan antar tingkat perintahan, penataan kewenangan, kelembagaan, personil, keuangan daerah, DPRD, serta pembinaan dan pengawasan. Sehubungan dengan uraian singkat di atas, maka pemerintah merasa perlu menyusun RUU tentang Pemerintahan Daerah sebagai perubahan UU No. 22 Tahun 1999, tetapi dalam bentuk yang menyeluruh. Untuk menyelaraskan UU 2211999 dengan RUU perubahan inisiatif DPR dan RUU perubahan inisiatif pemerintah, disusun persandingan sebagaimana terurai di bawah ini. Tetapi, karena ketiga materi tidak seluruhnya dapat dipersandingkan Pasal per Pasal, ayat per ayat, maka RUU perubahan inisiatif pemerintah yang tidak dapat dipersandingkan diletakkan setelah persandingan antara UU 2211999 dan RUU perubahan inisiatif DPR-RI. Adapun pada kolom RUU inisiatif pemerintah yang sejajar dengan persandingan tersebut, dibuat uraian mengenai tanggapan pemerintah maupun keterangan apabila sudah diakomodasi oleh RUU perubahan inisiatif pemerintah.
1. RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...TAHUN ...
TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
Sesuai dengan uraian pada Pengantar di atas, maka judul RUU adalah :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ....
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
1999 TENTANG
PEMERINTAHAN DAERAH
PEMERINTAHAN DAERAH
2. DENGAN RAH MAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 3. Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 semakin mengarah pada meningkatnya kualitas demokrasi serta lebih memberikan arah pelaksanaan otonomi kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Menimbang: a. bahwa kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudny a kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing Daerah, dengan memperhatikan prinsip,. demokrasi, pemerataan, keadilan, dan potensi keanekaragaman daerah dalam sistem Negara K esatuan Republik Indonesia;
Pemerintah berpandangan rumusan untuk diktum menimbang disusun secara runtut berdasarkan pemikiran logis, sehingga disempurnakan disarankan menjadi seperti berikut:
4. b. bahwa salah satu bentuk
peningkatan kualitas demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah pemilihan kepala daerah secara langsung, dengan tetap memberi pengakuan adanya kekhususan dan keistimewaan daerah;
b. bahwa efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar tingkatan pemerintah dan antar Daerah, tantangan persaingan global dan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, disertai dengan pemberian hak untuk mendapat pendanaan penyelenggaraan otonomi daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia; 5. c. bahwa sebagian ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perubahan ketatanegaraan dan tuntutan dinamika demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. bahwa Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu diganti;
6. d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, b, dan c di atas, perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.
7. Mengingat: 1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Mengingat:1. Pasal 1 ayat (1), Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah mempertanyakan apakah cukup relevan Pasal 24 A dijadikan salah satu dasar untuk diktum mengingat, karena muatan materi dalam pasal tersebut mengatur tentang Mahkamah Agung. Selanjutnya Pemerintah juga berpendapat bahwa UU No. 22 Tahun 1999 tidak lagi menjadi bahan pertimbangan dalam pembuatan UU ini, karena UU 22 Tahun 1999 merupakan UU yang direvisi. Oleh karena itu Pemerintah merumuskan kembali diktum
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
mengingat ini.
8. 2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4311).
9. 3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310);
10. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA DAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
11. MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG - UNDANG TENTANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.
RUU PEMERINTAH MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG - UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.
12 Pasal I BAB I
Pasal 1
TANGGAPAN PEMERINTAH
Seluruh ketentuan umum dalam RUU yang disusun Pemerintah merupakan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Ketentuan Umum penyempurnaan dari ketentuan umum yang ada dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 ditambah dengan beberapa ketentuan hasil rumusan yang baru sehingga menurut pandangan Pemerintah untuk ketentuan umum ditulis secara lengkap:
13. Beberapa ketentuan dan penjelasan pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah diubah sebagai berikut:
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
14. 1. Beberapa ketentuan Pasal 1 diubah dan ditambah yaitu sebagai berikut:
a. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen.
15. b. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Gubernur/Wakil Gubernur, Pemerintah Daerah Kabupaten adalah Bupati/Wakil Bupati, dan Pemerintah Kota adalah Walikota/Wakil Walikota yang masing-masing selanjutnya disebut Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
b. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan lembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi.
16. c. Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Daerah Kota, yang selanjutnya disebut Daerah adalah sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 ayat (1) UUD 1945.
c. Pemerintah Daerah adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lain, yang berfungsi sebagai lembaga eksekutif daerah;
17. d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota selanjutnya disebut DPRD adalah sebagaimana dimaksud Pasal 18
d. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah unsur lembaga pemerintahan daerah yang berfungsi sebagai lembaga legislatif
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
ayat (3) UUD 1945. Daerah.
18. r. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan wewenangnya membidangi urusan dalam negeri.
e. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
19. s. Partai Politik adalah partai politik peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
f. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau Kepala Instansi Vertikal di Wilayah tertentu untuk mengurus urusan pemerintahan.
20. t. Gabungan Partai Politik adalah dua atau lebih partai politik yang mempunyai wakil di DPRD yang bersama-sama bersepakat mencalonkan 1 (satu) pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
g. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan/atau Desa dan dari Pemerintah Provinsi kepada Kabupaten/Kota dan Desa serta dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu dalam langka waktu tertentu disertai pendanaan dan dalam hal tertentu disertai sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
21. u. Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut Pasangan Calon adalah peserta Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik. atau perseorangan yang telah
h. Otonomi Daerah adalah wewenang Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
memenuhi persyaratan. dengan peraturan perundang-undangan. 22. v. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum untuk
mengoordinasikan penyelenggaraan pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang P emilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
i. Daerah Otonom, sebagai sebutan umum bagi Provinsi, Kabupaten dan Kota, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 23. w. Komisi Pemilihan Umum Daerah yang
selanjutnya disebut KPUD adalah Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah.
j. Wewenang adalah hak, kewajiban, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan/atau mengurus urusan pemerintahan.
24. x. PPK, PPS, dan KPPS adalah sebagai penyelenggara pemilihan Kepala dan Wakil Kepala Daerah yang dibentuk oleh KPUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
k. Wilayah Administrasi selanjutnya disebut Wilayah, adalah wilayah kerja Gubernur selaku wakil Pemerintah untuk mengurus urusan pemerintahan.
25. l. Instansi Vertikal adalah perangkat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Pemerintah Non-Departemen yang mengurus urusan pemerintahan dalam wilayah tertentu dalam rangka dekonsentrasi.
26. m. Pejabat yang berwenang adalah pejabat
Pemerintah yang berwenang mengesahkan atau menyetujui, menangguhkan dan membatalkan kebijakan Daerah dan/atau mengangkat, memberhentikan, mengesahkan, menyetujui, membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah dan/atau pejabat Pemerintah pada ,-Pemerintah Daerah Provinsi yang berwenang membina dan mengawasi Pelaksana penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten dan kota.
27. n. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat
sebagai perangkat Kabupaten dan Kota.
28. o. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah
sebagai perangkat Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja kecamatan.
29. p. Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten/Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa.
31. r. Badan Perwakilan Desa atau yang disebut
dengan nama lain adalah unsur lembaga pemerintahan desa yang berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa.
32. s. Perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah adalah kewajiban Pemerintah untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan akibat adanya penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah Pusat kepada Provinsi, Kabupaten/Kota berdasarkan asas desentralisasi yang harmonis dengan kewajiban daerah memberikan kontribusi dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
33. t. Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari Belanja Transfer APBN yang dialokasikan kepada Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk keadilan dan keselarasan fiskal antara Pemerintah Pusat dengan Daerah serta antar Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
34. u. Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban Daerah yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Daerah yang berhubungan dengan hak dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
kewajibannya.
35. v. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
35. w. Pendapatan daerah adalah semua
penerimaan melalui kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak dan dengan demikian tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.
37. x. Belanja daerah adalah semua pengeluaran
melalui kas daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali kepada pemerintah daerah.
38. y. Pembiayaan adalah setiap penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
39. z. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi
yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
yang bernilai uang, sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.
40. aa. Kawasan khusus adalah bagian wilayah
tertentu di dalam Provinsi dan atau Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pemerintahan tertentu yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.
41. bb. Kawasan Perdesaan adalah suatu bagian
wilayah Daerah yang bercirikan perdesaan.
42. cc. Kawasan Perkotaan adalah suatu bagian
wilayah Daerah yang bercirikan perkotaan.
43. dd. Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon
Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut bakal calon adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan untuk ikut serta di dalam proses penetapan calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah.
44. ee. Pasangan calon Kepala Daerah dan calon
Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut pasangan calon adalah bakal calon yang telah memenuhi persyaratan untuk dipilih sebagai pasangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
45. ff. Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah
Pegawai Negeri Sipil yang bekerja dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
46. BAB II
KEBIJAKAN DESENTRALISASI
47. Bagian Kesatu
Kebijakan Dasar
48. Pasal 2
Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi yang diwujudkan dalam pembentukan daerah otonom dan penyelenggaraan otonomi daerah termasuk penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut pandangan Pemerintah adanya otonomi daerah merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan kebijakan desentralisasi, oleh karena itu dalam RUU yang disusun pemerintah dimuat pengaturan tentang kebijakan desentralisasi. Di dalam bab ini dimuat substansi pengaturan yang bersifat baru terutama terkait dengan penekanan pengembangan demokrasi dalam pembentuk an Daerah, peningkatan daya saing Daerah, pemberdayaan masyarakat, dan penekanan adanya kewajiban Daerah. Secara lengkap dirumuskan sebagai berikut:
49. Bagian Kedua
Pembentukan Daerah Otonom
50. Pasal 3
(1). Pembentukan daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan membentuk Provinsi, dan dalam wilayah Provinsi dibentuk Kabupaten dan Kota, serta dalam wilayah Kabupaten/Kota dibentuk dan/atau diakui keberadaan Desa.
51. (2). Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota, dan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
daerah.
52. (3). Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) juga berkedudukan sebagai Wilayah Administrasi.
Pasal 4
53. (1). Pembentukan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek peningkatan pelayanan, pemberdayaan, prakarsa, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, efisiensi, akuntabilitas dan pengembangan demokrasi, pertahanan dan keamanan serta daya saing daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
54. (2). Pelayanan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk terjaminnya penyediaan pelayanan dasar yang efisien dan efektif.
55. (3). Pemberdayaan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan di bidang pendidikan dan keterampilan, komunikasi, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan.
56. (4). Peran serta masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta untuk pengembangan kesadaran berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
57. (5). Daya saing Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diutamakan untuk meningkatkan keunggulan masing-masing Daerah dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
58. Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) memperhatikan ciri dan keragaman daerah serta kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak -hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
59. Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Otonomi Daerah Pasal 6
60. Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan
berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, produktif, dan akuntabel melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah.
Pasal 7
61. (1). Penyelenggaraan otonomi daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat pemerintahan, antar Pemerintah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Daerah, antar Pemerintah Desa, dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus.
62. (2). Hubungan antar tingkat pemerintahan dan
antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
63. a. hubungan antara Pemerintah Pusat
dengan Pemerintah Provinsi. Kabupaten, Kota, dan/atau Desa:
64. b. hubungan antar Pemerintah Provinsi;
65. c. hubungan antar Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi;
66. d. hubungan antara Pemerintah Provinsi
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota;
67. e. hubungan antar Pemerintah Desa dalam
satu Kabupaten/Kota; dan
68. f. hubungan antar Pemerintah Daerah
lainnya.
69. (3). Jenis hubungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan; wewenang; administrasi; pemanfaatan sumber daya; dan hubungan Keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundanq-undangan.
Pasal 8
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Gubernur dan/atau kepala instansi vertikal berdasarkan asas dekonsentrasi, atau ditugaskan kepada Provinsi, Kabupaten, Kota, dan/atau Desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
71. Bagian Keempat
Kawasan Khusus Pasal 9
72. (1). Untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi
pemerintahan tertentu yang bersifat khusus, berskala nasional dan atau kepentingan nasional, pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus dalam wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
73. (2). Fungsi-fungsi pemerintahan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kepentingan pertahanan negara, pelestarian lingkungan hidup, pendayagunaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau tertentu, ekonomi dan perdagangan, pelestarian warisan budaya dan cagar alam, pengembangan riset dan teknologi, lembaga pemasyarakatan, dan/atau kepentingan strategis nasional lainnya.
Pasal 10
74. Untuk meningkatkan daya saing daerah,
pemerintah Provinsi dan atau pemerintah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kawasan khusus berskala regional dalam wilayah Provinsi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
atau berskala lokal dalam wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 11
75. Tata cara penetapan kawasan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
76. BAB III
PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN
DAERAH,
DAN PERUBAHAN BATAS DAERAH
Pembentukan daerah otonom sebagaimana diatur UU No. 22 Tahun 1999 dan peraturan pelaksanaannya belum mampu mewujudkan daerah otonom yang mampu meningkatkan pelayanan kepada masyarakat memperpendek rentang kendali dalam penyelenggaraan pemerintahan, serta meningkatkan k esejahteraan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan kurang ketatnya persyaratan dalam pembentukan daerah. Untuk mewujudkan daerah otonom yang mampu menjawab berbagai persoalan sebagaimana tersebut maka pengaturan tentang kriteria dan persyaratan perlu diperketat sehingga ke depan dapat meningkatkan selektifitas.
Pasal 12
77. (1). Pembentukan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomi, kemampuan keuangan potensi daerah, tingkat kesejahteraan rakyat, sumber daya manusia, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, pertahanan, dan keamanan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
78. (2). Faktor kemampuan ekonomi, kemampuan
keuangan, potensi daerah, dan tingkat kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan faktor utama.
79. (3). Faktor sosial budaya, sosial politik, jumlah
penduduk, sumber daya manusia, luas wilayah, pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan faktor penunjang.
80. (4). Pembentukan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melalui tahapan pengkajian oleh pemerintah, pertimbangan DPOD, penyusunan Rancangan Undang-undang pembentukan Daerah.
81. (5). Pembentukan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), untuk Propinsi sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) Kabupaten/Kota dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) kecamatan.
82. (6). Kabupaten/Kota atau kecamatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sekurang-kurangnya telah berusia 5 (lima) tahun.
83. (7). Propinsi atau Kabupaten/Kota induk yang
telah menjadi lebih dan satu Provinsi atau Kabupaten/Kota baru diresmikan.
84. (8). Propinsi atau Kabupaten/Kota hasil
pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk daerah baru lagi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
sekurang-kurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun selak peresmiannya.
85. (9). Calon Daerah ditetapkan menjadi Daerah
apabila hasil masing-masing skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sekurang-kurangnya di atas nilai minimal kelulusan.
Pasal 13
86. (1). Daerah yang tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain.
87. (2). Penghapusan dan penggabungan daerah
otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
88. (3). Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sebagai dasar untuk menentukan bentuk dan cara pembinaan dari Pemerintah kepada daerah otonom.
89. (4). Pedoman evaluasi kemampuan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
90. (1). Pembentukan serta penghapusan dan
penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 ditetapkan dengan Undang-Undang.
91. (2). Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
penghapusan dan penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13, serta perubahan batas daerah dan pemindahan ibukota Daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.
92. (3). Pemindahan ibukota Daerah, perubahan
nama Daerah, perubahan nama ibukota, pemberian nama bagian rupa bumi, dan perubahan batas Daerah yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
93. BAB IV
HUBUNGAN ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN DAN ANTAR PEMERINTAH DAERAH
94. Bagian Kesatu
Hubungan Wewenang Pasal 15
95. (1). Urusan pemerintahan yang dapat
diserahkan kepada Daerah dibagi antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/Kota berdasarkan kriteria eksternalitas. akuntabilitas, efisiensi, dengan memperhatikan keserasian hubungan antar tingkat pemerintahan sesuai dengan kepentingan, aspirasi, dan prakarsa masyarakat setempat berdasarkan peraturan perundangan-undangan.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah mutlak diatur tentang hubungan antara Pemerintah dengan daerah otonom. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa otonomi daerah bersumber dari penyerahan dan/atau pengakuan oleh Pemerintah. Mengingat pencapaian tujuan negara dibebankan pencapaiannya kepada Pemerintah mak a sudah seharusnya Pemerintah Daerah yang merupakan subordinat dari Pemerintah Nasional senantias a mengembangkan sinergisitas hubungan antar ti ngk at pemerintahan. Inilah urgensi perlunya peraturan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar daerah:
96. (2). Urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah I ada yang bersifat wajib dan pilihan.
97. (3). Urus an pemerintahan yang diserahkan
kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan penyerahan sumber pendanaan. sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
98. (4). Urusan pemerintahan yang tidak
diserahkan adalah urusan pemerintahan dalam bidang hubungan luar negeri yustisi, pertahanan, keamanan, moneter, fiskal nasional. agama dan bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya.
99. (5). Bagian tertentu urusan pemerintahan yang
menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup:
100. a. pengaturan mengenai norma, standar
dan prosedur penyelenggaraan urusan Pemerintah dan kebijakan lain yang berskala nasional;
101. b. pembinaan dan pengawasan atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah;
102. c. manajemen Pegawai Negeri Sipil yang
berskala nasional;
103. d. urusan pemerintah yang bersifat:
104. 1) penciptaan stabilitas nasional untuk
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
perlindungan rakyat serta mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara:
105. 2) lintas negara dan lintas Provinsi:
106. 3) strategis yang berskala nasional;
107. 4) pengakuan kewarganegaraan dan
keimigrasian:
108. 5) penegakan peraturan
perundang-undangan dan kebijakan nasional serta sosialisasinya pada tingkat nasional dan internasional;
109. 6) perlindungan Hak-hak Asasi
Manusia;
110. 7) peningkatan kualitas pelayanan
umum dan adil bagi semua warga negara:
111. 8) penyediaan pelayanan umum yang
berupa dokumen negara yang seragam/sama bagi semua penduduk:
112. 9) peningkatan efisiensi atas
terselenggaranya pelayanan masyarakat yang berskala nasional:
113. 10) penciptaan iklim yang kondusif
untuk menjalin kerjasama antar provinsi dan antar negara dalam mengembangkan perekonomian nasional;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
teknologi yang memiliki risiko tinggi;
115. 12) pengelolaan dan konservasi
sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional:
116. 13) penyebaran sumber daya
manusia profesional yang strategis secara nasional;
117. 14) penyediaan kesempatan untuk
memperoleh pekerjaan yang berskala nasional dan internasional;
118. 15) penyediaan tenaga kerja yang
mempunyai daya saing nasional dan internasional;
119. 16) pelestarian aset nasional;
120. 17) pengamanan pelaksanaan dan
sosialisasi perjanjian internasional atas nama negara:
121. 18) penetapan dan pengamanan
kebijakan perdagangan luar negeri:
122. 19) prasarana dan sarana nasional:
123. 20) penetapan kriteria pahlawan
nasional:
124. (6). Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
125. (1). Provinsi dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional.
126. (2). Urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.
127. (3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi:
128. a. pengendalian lingkungan hidup yang
berdampak regional;
129. b. pengelolaan perkembangan dan
administrasi kependudukan yang berskala regional:
130. c. penanganan wabah penyakit menular
dan serangan hama yang cakupannya regional;
131. d. perencanaan struktur tata ruang wilayah
provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota;
132. e. perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengendalian pembangunan dalam cakupan regional;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
133. f. pendidikan dan pelatihan bidang
tertentu dan alokasi sumber daya manusia potensial yang cakupannya regional;
134. g. penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat di wilay ah Provinsi:
135. h. penyediaan pelayanan sosial untuk
menanggulangi masalah-masalah sosial lintas kabupaten/kota;
136. i. Pelayanan bidang ketenagakerjaan
untuk menanggulangi masalah-masalah ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
137. j. melaksanakan pelayanan dasar yang
tidak atau belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota yang tata cara pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
138. k. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang berskala regional yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh kabupaten/Kota; dan
139. l. penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah.
140. (4). Untuk pelaksanaan urusan wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
141. (5). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unqqulan Daerah.
Pasal 17
142. (1). Kabupaten dan Kota dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan oleh Pemerintah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) serta Pasal 16, dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16.
143. (2). Urusan pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah.
144. (3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah pelayanan dasar yang berkaitan dengan:
145. a. perlindungan hak-hak konstitusional
warga negara;
146. b. perlindungan kepentingan nasional yang
ditetapkan berdasarkan konsensus nasional dalam kerangk a menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan ketertiban umum; dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
147. c. pemenuhan komitmen nasional yang
berkaitan dengan perjanjian dan konvensi internasional.
148. (4). Pelayanan dasar sebagaimana dimaksud
ayat (3) meliputi:
149. a. pendidikan dan olah raga;
150. b. kesehatan;
151. c. prasarana dan sarana dasar;
152. d. ketentraman dan ketertiban umum
seperti: penegakan peraturan daerah, penanganan gangguan sosial, kerukunan antarwarga:
153. e. penanganan masalah sosial -ekonomi
rakyat setempat;
154. f. penanganan penyandang masalah
sosial;
155. g. pelayanan untuk masyarakat pencari
kerja;
156. h. pelayanan administrasi umum
pemerintahan;
157. i. jaminan keselamatan umum;
158. j. memfasilitasi adanya pelayanan dasar
yang disediakan oleh pihak di luar Pemerintah Daerah: dan
159. k. urusan wajib lainnya yang diamanatkan
oleh undang-undang.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah.
161. (6). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan Daerah sebagai dasar pengembangan daya saing daerah.
162. (7). Urusan pilihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah mendapat pengakuan Pemerintah.
Pasal 18
163. (1). Hubungan wewenang dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 diwujudkan dalam bentuk koordinasi, pembinaan, pengawasan, dan kerjasama dengan memperhatikan hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
164. (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan
wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
165. Bagian Kedua
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 19
166. (1). Hubungan pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya mencakup pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi; bagi hasil, dan pelestarian lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundang-undangan.
167. (2). Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor
produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan, dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dan Pemerintah kepada Daerah, atau kerjasama antara Pemerintah dan Daerah dan/atau antar Daerah.
168. (3). Tata cara pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
Pasal 20
169. (1). Daerah dapat diberikan kewenangan oleh
Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu.
170 (2). Pelaksanaan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
171 Bagian Ketiga
Hubungan Keuangan Paragraf Kesatu
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Umum Pasal 21
172 (1). Hubungan keuangan antar tingkat
pemerintahan dapat meliputi:
173. a. Pendanaan urusan pemerintah yang
didesentralisasikan;
174. b. Pendanaan urusan pemerintah yang
didekonsentrasikan: dan
175. c. pendanaan urusan pemerintah yang
ditugas-pembantuankan.
176. (2). Hubungan keuangan antar Daerah
mempertimbangkan adanya:
177. a. penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi tanggung jawab bersama:
178. b. penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang mempunyai eksternalitas melampaui batas wilayah suatu Daerah;
179. c. pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya oleh beberapa Daerah secara bersama dan
180. d. kerjasama antar Daerah.
181. (3). Hubungan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk hubungan:
182. a. pendanaan urusan pemerintah yang
menjadi tanggung jawab bersama;.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
184. (4). Masing-masing Daerah yang terikat dengan
hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) wajib berkoordinasi dan menyediakan pendanaan atau pembagian hasil yang dirangkum dalam APBD.
185. (5). Pedoman hubungan keuangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
186. Paragraf Kedua
Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Diserahkan
Pasal 22
187. (1). Pendanaan urusan pemerintah yang
diserahkan berupa pendanaan secara langsung dan tidak langsung dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah.
188. (2). Pendanaan secara langsung untuk urusan
pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dana perimbangan, bantuan dan hibah.
189. (3). Pendanaan secara tidak langsung terhadap
urusan pemerintahan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dana yang diperoleh dari pelaksanaan hak:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
191. b. mengelola kekayaan Daerah;
192. c. mengelola kekayaan Daerah yang
dipisahkan; dan
193. d. dari sumber-sumber pendapatan lainnya
yang sah.
194. (4). Ketentuan mengenai dana perimbangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Undang-undang, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
195. Paragraf Ketiga
Pendanaan Pelaksanaan Urusan Pemerintah yang Tidak Diserahkan
Pasal 23
196. (1). Pendanaan pelaksanaan tugas
dekonsentrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.
197. (1). Pendanaan pelaksanaan tugas
pembantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 bersumber dari APBN yang merupakan bagian anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait.
198. Bagian Keempat
Hubungan Kewilayahan Pasal 24
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
199. (1). Hubungan kewilayahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan antara wilayah administrasi dengan daerah otonom, dan kawasan khusus sebagai satu kesatuan wilayah negara.
200. (2). Pengaturan hubungan kawasan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan Daerah mencakup kegiatan yang dilaksanakan oleh kawasan khusus, urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Daerah, dan hubungan kewilayahan sesuai dengan peraturan cerundang-undangan.
201. Bagian Kelima
Hubungan Administrasi Pasal 25
202. (1). Hubungan administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi, pengelolaan dokumen negara dan dokumen publik yang baku.
203. (2). Hubungan manajemen pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi, perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan di bidang personil, pendanaan serta sarana dan prasarana.
204. (3). Pedoman tentang hubungan administrasi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. ,
205. 2. Ketentuan dalam BAB V dan penjelasannya dicabut dan diganti dengan rumusan baru sehingga berbunyi sebagai berikut:
206. BAB V
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH
BAB V
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH
Menurut pandangan Pemerintah muatan pengaturan dalam bab ini bukan sekedar mengatur tentang bentuk dan susunan pemerintahan daerah, akan tetapi merupakan pengaturan tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah.
207. Bagian Pertama
Umum
Bagian Pertama
Pembentukan dan Susunan Pemerintahan Daerah
Pasal 14 Pasal 26
208. (1). Di Daerah sebagai pemerintahan daerah dibentuk DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah dan Pemerintah Daerah merupakan Badan Eksekutif Daerah.
(1). Dalam penyelenggaraan otonomi daerah dibentuk dan disusun lembaga pemerintahan daerah yang terdiri dan Pemerintah Daerah dan DPRD.
209. (2). Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
(2). Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Kepala Daerah dan Perangkat Daerah.
210. (3). DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari anggota partai politik peserta Pemilu yang dipilih melalui Pemilu berdasarkan peraturan perundang-undangan.
211. Bagian Kedua
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Pasal 27
212. Dalam menyelenggarakan otonomi daerah,
Daerah mempunyai hak
213. a. mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan
sumber daya nasional yang berada di Daerah oleh Pemerintah atau yang dikuasakan/diberi ijin;
214. b. memungut pajak daerah dan retribusi
daerah;
215. c. mengelola kekayaan Daerah; dan
216. d. mendapatkan sumber-sumber pendapatan
lain yang sah.
Pasal 28
217. Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah
mempunyai kewajiban:
218. a. menyediakan pelayanan umum;
219. b. mengembangkan sumber daya produktif di
daerahnya;
220. c. meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat;
221. d. melindungi masyarakat;
222. e. melestarikan nilai-nilai sosio-kultural;
223. f. mengembangkan kehidupan demokrasi;
224. g. mengembangkan keadilan dan
pemerataan:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
226. i. mengelola perkembangan dan administrasi
kependudukan
227. j. membentuk dan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai kewenangannya;
228. k. menjaga persatuan, kesatuan dan
kerukunan nasional, serta tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
229. l. berperan serta dalam pembangunan
nasional.
Pasal 29
230. (1). Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk belanja, pendapatan, dan pembiayaan Daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan Daerah.
231. (2). Pengelolaan keuangan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
232. Bagian Kedua
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Bagian Keempat
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Pemerintah berpendapat, pengaturan mengenai DPRD yang sudah diatur di dalam UU lainnya tidak perlu diatur lagi di dalam RUU ini. Tetapi, mengingat pentingnya suatu materi, pemerintah tidak keberatan apabila diatur kembali di dalam RUU ini.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
233. Paragraf 1
Susunan dan Keanggotaan
Pasal 15 Pasal 73
234. DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum.
Pengaturan mengenai DPRD sepanjang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lain diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 15A Persyaratan anggota DPRD telah diatur dalam
Pasal 60 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD. Namun demikian Pemerintah mengingatkan bahwa persyaratan sebagaimana tersebut dalam huruf g. Oleh Mahkamah Konstitusi sudah digugurkan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk tidak dicantumkan lagi dalam RUU ini.
235. Calon Anggota DPRD harus memenuhi syarat : 236. a. warga Negara Republik Indonesia yang
berumur 21 tahun atau lebih;
237. b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 238. c. berdomisili di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
239. d. cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia;
240. e. berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat;
241. f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan cita-cita
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
Proklamasi 17 Agustus 1945;
242. g. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia termasuk organisasi masanya atau bukan orang yang terlibat langsung ataupun tak langsung dalam G30S/PKI atau organisasi terlarang lainnya;
243. h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
244. i. tidak sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
245. j. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan dari dokter yang berkompeten; dan
246. k. terdaftar sebagai pemilih. Pasal 16
247. (1). Anggota DPRD Provinsi sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) orang dan sebanyak -banyaknya 100 (seratus) orang,
Pasal ini sudah dimuat dalam UU Nomor 22 tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sepanjang materinya sama dan/atau tidak bertentangan dengan, undang-undang lain, Pemerintah tidak kebe titan untuk j dimuat kembali men gingat pentingnya _,mater i Dencaturan ini.
248. (2). Anggota DPRD Kabupaten/Kota berjumlah sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
dan sebanyak-banyaknya 45 (empat puluh lima) crang.
249. (3). Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Menteri atas nama Presiden. 250. (4). Anggota DPRD Provinsi berdomisili di
ibukota provinsi yang bersangkutan.
251. (5). Anggota DPRD Kabupaten/Kota berdomisili di Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
Pasal 17
252. Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun, dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal17A
253. (1). Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji bersama-sama, yang dipandu oleh Ketua Pengadilan yang setingkat dalam rapat paripurna DPRD.
Pasal ini sudah dimuat dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk NPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sepanjang materinya sama dan/atau tidak bertentangan dengan undang-undang lain. Pemerintah tidak keberatan untuk dimuat kembali mengingat pentingnya materi pengaturan ini.
254. (2). Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh Pimpinan DPRD.
255. (3). Tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPRD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
NO RUU INISIATIF DPR RUU PEMERINTAH TANGGAPAN PEMERINTAH
256. Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 adalah berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota (Ketua/Wakil Ketua) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada Bangsa dan Negara;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Pasal ini sudah dimuat dalam UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR. DPR. DPD, dan DPRD. Sepanjang materinya sama dan/atau tidak bertentangan dengan undang-undang lain, Pemerintah tidak keberatan untuk dimuat kembali mengingat pentingnya materi pengaturan ini.
257 Paragraf 2
Pimpinan
Pasal 18 Pasal 75
258. (1). Pimpinan DPRD Provinsi terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPRD dalam Sidang Paripurna DPRD.
(1). Pimpinan DPRD terdiri atas seorang Ketua dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang Wakil Ketua untuk DPRD Provinsi dan 2 (dua) orang Wakil Ketua untuk DPRD Kabupaten/Kota, yang dipilih dari dan oleh anggota DPRD dalam Sidang Paripurna DPRD, dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD.
Produk Sidang Paripurna DPRD perlu ditegaskan di dalam RUU Inisiatif sehingga pada akhir kalimat Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) perlu ditambahkan kata-kata : "dan ditetapkan dengan Keputusan DPRD" sehingga bunyinya sebagaimana Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) RUU usul pemerintah.
Sedangkan Pasal 18 ayat (3) s.d. ayat (7) sudah diatur dalam UU No. 22/2003.