(B. Seni)
Fleksibilitas Kerajinan Batik Tradisi Surakarta di Era Industri Kreatif
Kurniadi, Edi; R. Hidayat, Sujadi; Santoso, Ratna Endah
Fakultas KIP UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Fundamental, 2012
Surakarta sebagai daerah penghasil batik yang paling potesial di Indonesia, Memiliki beberapa daerah penyangga, antara lain: (1) Kelurahan Laweyan (2) Desa Bayat Klaten, (3) Desa Girilayu 4) Matesih Karanganyar, dan 4) Desa Kliwonan Sragen Dari ke-lima sentra penghasil batik ini dapat diperoleh informasi mengenai latar belakang didalam membuat kerjinan batik, fleksibilitas dalam material dan proses pembuatan batik, fleksibilitas batik tradisi di era industri kreatif, dan kemampuan survival dalam usaha pembuatan kerajinan batik.
Latar belakang dalam membuat batik didasari oleh pola pikir: (1) bisa membuat harus bisa menjual dan memberikan keuntungaan yang maksimal. Fleksibilitas dalam latar belakang pembuatan batik yang semula didasari oleh konsep berkarya sebagai realisasi diri penuh makna, doa, dan ritual, mulai bergeser pada pada perilaku dalam membuat batik untuk mengisi waktu senggang, dan sekarang dominan untuk menurut selera pasar (art for mart), (2) untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, (3) melanjutkan tradisi pembuatan batik tulis, dan (4) meningkatkan derajat usaha dari buruh batik, menerima sanggan, menjual kain batik setengah jadi, dan akhirnya ingin memproduksi batik dari awal sampai pengemasan dan menjual sendiri menjadi pengusaha batik.
Fleksibilitas material dan produksi kerajinan batik, dapat di simak dari permasalahan: (1) Desain-desain fleksibel sesuai selera bisnis para pemilik usaha yang diterjemahkan oleh “juru gambar” sehingga dihasilkan desain dengan goresan pensil, dan tinta berwarna hitam dalam kertas transparan berwarna putih dengan skala perbadingan 1:1. (2) Pelekatan lilin dilakukan dengan peralatan canting tulis, canting cap, kuwas,sapu lidi, kaleng susu. untuk batik tulis digunakan malam/lilin kualitas baik, dan untuk batik cap memakai malam/lilin “daur ulang. Peralatan berupa wajan kompor untuk batik tulis dan grenseng, ender dan kompor untuk batik cap, energi yang dipakai berupa minyak tanah, minyak tanah campur solar, gas, dan listrik (untuk batik tulis), fleksibel digunakan sesuai kebutuhan dan hitungan dalam efisiensi biaya. (3) Proses pewarnaan kain dilakukan dengan cara celupan, coletan, dan campuran celupan dengan coletan. Zat warna alam dan sintetis berupa naphtol, indigosal yang sangat sering digunakan untuk proses celupan, dan pewarna jenis rhemasol sangat banyak digunakan untuk proses coletan; pemilihan jenis dan proses pewarnaan berdasarkan kalkulasi biaya produksi, kemampuan perusahaan, dan permintaan pasar. (4) Penghilangan lilin batik dilakukan dengan cara merebus kain yang telah dibatik dengan ditambah aci dan soda abu dengan mempertimbangkan jenis kain, dan jenis pewarna yang digunakan. Dalam proses nglorot digunakan kayu bakar untuk mendidihkan air.