• Tidak ada hasil yang ditemukan

agrowisata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "agrowisata"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

7 7 2.1

2.1 Konsep Konsep AgrowisataAgrowisata

Menurut Maruti (2009), sebuah agrowiata adalah bisnis berbasis usahatani Menurut Maruti (2009), sebuah agrowiata adalah bisnis berbasis usahatani yang terbuka

yang terbuka untuk umum. untuk umum. Tavare Tavare dalam Maruti, 2009 dalam Maruti, 2009 mendefinisikan agrowisatamendefinisikan agrowisata sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tur pada sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tur pada usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan pertumbuhan, usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan pertumbuhan,  pemanenan, pengolahan

 pemanenan, pengolahan pangan lokal pangan lokal yang tidak yang tidak akan ditemukan akan ditemukan di daedi daerah asrah asalnya.alnya. Sering petani tersebut menyediakan kesempatan kepada pengunjung untuk tinggal Sering petani tersebut menyediakan kesempatan kepada pengunjung untuk tinggal sementara dirumahnya dan program pendidikan. Selanjutnya, menurut Mazilu dan sementara dirumahnya dan program pendidikan. Selanjutnya, menurut Mazilu dan Iancu (2006), agrowisata adalah aktivitas turis untuk membantu para petani Iancu (2006), agrowisata adalah aktivitas turis untuk membantu para petani mendapatkan tambahan pendapatan usahatani, yang menjadi sumber pendapatan mendapatkan tambahan pendapatan usahatani, yang menjadi sumber pendapatan utamanya. Phillip

utamanya. Phillip et al.et al.  (Budiasa, 2011) menjelaskan tipologi agrowisata  (Budiasa, 2011) menjelaskan tipologi agrowisata  berdasarkan aktivitas

 berdasarkan aktivitas dan tipe kontak dan tipe kontak alami serta alami serta keterlibatan turis keterlibatan turis dalam pengerjaandalam pengerjaan usahatani seperti disajikan pada Gambar 2.1.

usahatani seperti disajikan pada Gambar 2.1. Brscic (

Brscic (dalamdalam  Budiasa, 2011) mengemukakan bahwa agrowisata sebagai  Budiasa, 2011) mengemukakan bahwa agrowisata sebagai sebuah bentuk khusus pariwisata di lokasi usahatani rumahtangga yang dapat sebuah bentuk khusus pariwisata di lokasi usahatani rumahtangga yang dapat  berdampak

 berdampak ganda ganda terhadap terhadap aspek aspek sosial-ekonomi sosial-ekonomi dan dan permukaan permukaan areal areal ((landscapelandscape))  pedesaan. Berdasarkan hasil penelitiannya tahun 2002, pada Gambar 2.2 ditunjukkan  pedesaan. Berdasarkan hasil penelitiannya tahun 2002, pada Gambar 2.2 ditunjukkan model pengembangan agrowisata di Istrian County, Croatia. Dari model tersebut model pengembangan agrowisata di Istrian County, Croatia. Dari model tersebut dapat dilihat bahwa aktivitas rumah-tangga agrowisata terdiri atas dua bagian, yaitu dapat dilihat bahwa aktivitas rumah-tangga agrowisata terdiri atas dua bagian, yaitu aktivitas wisata dan aktivitas pertanian.

(2)

Seperti terlihat dalam Gambar 2.2, aktivitas rumah-tangga agrowisata Seperti terlihat dalam Gambar 2.2, aktivitas rumah-tangga agrowisata  berdampak

 berdampak pada pada lingkungan lingkungan pedesaaan. pedesaaan. Bahwa Bahwa agrowisata agrowisata sebagai sebagai pasar pasar potensialpotensial  bagi

 bagi produk-produk produk-produk yang yang dihasilkan dihasilkan oleh oleh produsen produsen pertanian pertanian lainnya lainnya di di desadesa tersebut. Di samping itu, rumah-tangga agrowisata dapat menjual barang dan jasa tersebut. Di samping itu, rumah-tangga agrowisata dapat menjual barang dan jasa secara langsung atau tidak langsung melalui asosiasi turis, agen-agen turis atau secara langsung atau tidak langsung melalui asosiasi turis, agen-agen turis atau operator-operator tur.

operator-operator tur. Apakah aktivitas Apakah aktivitas turis berbasis pada turis berbasis pada

 pengerjaan  pengerjaan usahatani? usahatani?

(1).

(1).Agrowisata yang tidak berbasis padaAgrowisata yang tidak berbasis pada pengerjaan usahatani (

pengerjaan usahatani ( Non working farm Non working farm  agritourism

 agritourism))- contoh: akomodasi di rumah- contoh: akomodasi di rumah  bekas/warisan keluarga petani

 bekas/warisan keluarga petani (2).

(2).Agrowisata berbasis pada, dan terdapatAgrowisata berbasis pada, dan terdapat kontak pasif dengan pengerjaan usahatani kontak pasif dengan pengerjaan usahatani ((Working farm, passive contact agritourismWorking farm, passive contact agritourism)) --contoh: akomodasi dalam rumah petani

contoh: akomodasi dalam rumah petani (3).

(3).Agrowisata berbasis pada, dan terdapatAgrowisata berbasis pada, dan terdapat kontak tidak langsung dengan pengerjaan kontak tidak langsung dengan pengerjaan usahatani (

usahatani (Working farm, indirect contactWorking farm, indirect contact  agritourism

 agritourism))-contoh: produk usahatni disajikan-contoh: produk usahatni disajikan untuk makanan turis

untuk makanan turis (4).

(4).Agrowisata berbasis pada, dan terdapatAgrowisata berbasis pada, dan terdapat kontak langsung tetapi tidak terlibat dalam kontak langsung tetapi tidak terlibat dalam tahapan pengerjaan usahatani (

tahapan pengerjaan usahatani (WorkingWorking  farm, direct contact, staged agritour  farm, direct contact, staged agritourismism)-

)-contoh: demonstrasi usahatani contoh: demonstrasi usahatani

(5). Agrowisata berbasis pada, dan terlibat (5). Agrowisata berbasis pada, dan terlibat langsung dalam pengerjaan usahatani langsung dalam pengerjaan usahatani ((Working farm, direct contact, authenticWorking farm, direct contact, authentic  agritourism

 agritourism)-contoh: partisipasi dalam)-contoh: partisipasi dalam  pekerjaan-pekerjaan

 pekerjaan-pekerjaan usahataniusahatani

Apa kontak alami Apa kontak alami yang dilakukan turis yang dilakukan turis terhadap aktivitas terhadap aktivitas

 pertanian?  pertanian?

Apakah turis terlibat Apakah turis terlibat

langsung dalam langsung dalam  pengerjaan usahatani  pengerjaan usahatani TIDAK TIDAK YA YA PASIF PASIF TIDAK TIDAK LANGSUNG LANGSUNG LANGSUNG LANGSUNG YA YA TIDAK TIDAK Gambar 2.1 Gambar 2.1 Tipologi

(3)

Secara formal, (Wolfe dan Bullen dalam  Budiasa, 2011) mendefinisikan agrowisata sebagai sebuah aktivitas, usaha atau bisnis yang mengkombinasikan elemen dan ciri-ciri utama pertanian dan pariwisata dan menyediakan sebuah  pengalaman kepada pengunjung yang mendorong aktivitas ekonomi dan berdampak  pada usahatani dan pendapatan masyarakat. Prince Edward Island Department of  Agriculture & Forestry  (2000) dan Kuehn et al. (2000), menyatakan bahwa agrowisata adalah sebuah pilihan bagi para petani yang ingin meningkatkan  pendapatan usahatani melalui diversifkasi operasional usahataninya. Agrowisata  juga dapat menyediakan lebih banyak aktivitas ekonomi terhadap petani dan

Pasar  pariwisata Pasar agrowisata Lingkungan  pedesaan Produsen  pertanian Aktivitas agrowisata Aktivitas  pertanian Rumah-tangga agrowisata Operator tur dan agen turis swasta

Asosiasi turis  pedesaan dan masyarakat lokal

Gambar 2.2

Penawaran dan Permintaan Barang dan Jasa pada Model Agrowisata Rumah Tangga (Brscic dalam Budiasa, 2011)

Legenda:

Permintaan Penawaran

(4)

masyarakat perdesaan, serta yang mencakup penyediaan jasa dan produk agroturistik kepada pengunjung. Pizam dan Pokela (Hsu, 2005) menggolongkan aktivitas agrowisata kedalam dua kategori, yaitu aktifitas usahatani ( farming activities) dan aktivitas yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan usahatani (non-farming activities). Sedangkan, Wood (2006) menggolongkannya ke dalam on-farm activities dan off-farm activities.

Berbagai aktivitas agrowisata yang sering dijumpai Wolfe dan Bullen dalam Budiasa (2011) adalah berburu dan memancing berbasis fee ( fee hunting and  fishing) , festival dan pameran pertanian (agriculture related festival and fairs) , tur usahatani ( farm tours) ,  wisata petik sayuran dan buah-buahan (U-pick vegetables and fruit ) ,  menunggang kuda (horseback riding) ,  pasar ritel petani/usahatani ( farmers/on-farm retail markets) ,  berlibur di usahatani ( farm/on farm vacations) , menginap dan menikmati makan pagi di rumah petani (on-farm bed and breakfasts) , menikmati anggur (wineries) , menikmati keunikan binatang/burung di peternakan (on-farm petting zoos/bird watching) ,  piknik di areal usahatani (on-farm picnic areas) ,  bersepeda/berjalan di jalan usahatani (biking/hiking trails) , dan  program  pendidikan usahatani (on-farm educational programs).

Sznajder. et al. (2009) menambahkan konsep agrowisata yang membedakan antara agrowisata tradisional dan agrowisata modern. Agrowisata tradisional hanya menawarkan paket liburan dengan tinggal sementara kepada pengunjung untuk menikmati sumberdaya alami usahatani dan petani hanya mendapatkan sejumlah kecil tambahan pendapatan. Selanjutnya, dalam agrowisata modern,  petani tampak

(5)

lebih berinisiatif melakukan investasi untuk dapat menawarkan lebih banyak produk agroturistik dengan harapan dapat memberikan sumbangan nyata terhadap  pendapatan usahataninya.

Agrowisata dapat dibedakan dengan desa wisata dan ekowisata (Budiasa, 2011). Desawisata tidak dirancang untuk menghasilkan tambahan  pendapatan bagi petani, melainkan menjadi spekulasi bisnis dari perusahaan  perjalanan wisata, sedangkan operator agrowisata mengharapkan pihak umum mengunjungi usahatani dengan tujuan utama meningkatkan pendapatan usahatani melalui penyediaan rekreasi dan pendidikan terkait dengan pertanian dan/atau  penyediaan tempat tinggal sementara di rumah petani. Pengunjung akan mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar sewa home-stay  dan berbagai atraksi/paket wisata yang dikonsumsi. Selanjutnya, ekowisata adalah perjalanan wisata yang ditawarkan oleh perusahaan tur dan perjalanan wisata itu  bertanggungjawab menjaga lingkungan alami dan melestarikan kesejahteraan masyarakat lokal, sedangkan dalam agrowisata petanilah yang menawarkan tur pada usahataninya dan menyediakan produk agroturistik, pendidikan dan pengalaman menyenangkan kepada masyarakat perkotaan. Jadi, agrowisata telah dijadikan sebuah bisnis yang memiliki dampak ekonomi langsung pada usahatani dan masyarakat sekitarnya.

Utama (2005) menemukan, faktor pendorong wisatawan mengunjungi objek wisata bertipe ekowisata dan agrowisata (Studi Kasus Kebun Raya Eka Karya Bali) adalah dominan dipengaruhi oleh faktor relaxation, escape, strengthening family

(6)

bond, dan  play. Kunjungannya untuk memenuhi tujuan penyegaran tubuh, menghilangkan kejenuhan, ajakan teman atau keluarga, dan mencari hiburan atau bermain.

2.2 Persyaratan Pengembangan Pusat Agrowisata

Agrowisata dapat dikembangkan oleh individu petani yang memiliki minimal dua hektar lahan, rumah petani, sumberdaya air dan berminat untuk menjamu wisatawan (turis). Selain individu petani atau sekelompok petani, koperasi pertanian, organisasi non-pemerintah (NGO), perguruan tinggi pertanian dapat mengembangkan pusat agrowisata (Maruti, 2009).

Untuk mengembangkan pusat agrowisata tersebut, infrastruktur dan fasilitas dasar yang perlu disediakan oleh petani atau kelompok tani pada usahataninya, yaitu: rumah petani yang dilengkapi fasilitas akomodasi yang memenuhi persyaratan minimal hotel, sumberdaya air, green house  dan koleksi tanaman yang diusahakan  petani, peralatan memasak untuk memasak makanan yang diinginkan oleh wisatawan, kotak obat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang bersifat darurat, sumur atau kolam untuk aktivitas memancing atau berenang, dan fasilitas telepon. Fasilitas lainnya yang dapat juga ditawarkan/ditunjukkan adalah (1) makanan khas daerah tersebut untuk breakfast, lunch, dan  dinner ; (2) atraksi pertanian yang dapat dilihat atau diikuti (melibatkan partisipasi wisatawan); (3) permainan tradisional yang dapat diikuti oleh wisawatan; (4) berbagai informasi tentang budaya, pakaian, kesenian, kerajinan, tradisi pedesaan, dan berapa kesenian yang dapat didemonstrasikan; (5) pedati atau kuda untuk dikendarai, (6) alat pancing untuk

(7)

kegiatan memancing di kolam milik petani atau danau terdekat; (7) buah-buahan,  jagung, kacang tanah, tebu dan sebagainya; (8) burung atau binatang lokal atau air terjun terdekat; (9) keamanan bagi wisatawan yang didukung oleh kerjasama dengan rumah sakit terdekat; (10) tarian khas daerah; dan (11) berbagai produk pertanian yang dapat dibeli oleh wisatawan.

Lokasi adalah faktor terpenting untuk keberhasilan pengembangan pusat agrowisata. Lokasi tersebut harus secara mudah diakses dan memiliki keunikan dan latar belakang fanorama yang indah. Akan lebih baik lagi kalau lokasi agrowisata itu dekat dengan tempat-tempat bersejarah, dam/danau, atau pun tempat berziarah. Petani atau kelompok tani seharusnya mendisain pusat agrowisatanya hanya dalam lingkungan yang alami perdesaan dengan latar belakang fanorama alam yang indah untuk menangkap minat wisatawan perkotaan datang ke agrowisata tersebut, sehingga sehingga wisatawan yang berasal dari daerah perkotaan akan sangat menikmati fanorama alam dan kehidupan perdesaan. Hasil penelitian Carpio. et al. (dalam  Budiasa, 2011) tentang permintaan terhadap agrowisata di Amerika Serikat mengindikasikan adanya korelasi negatif antara biaya perjalanan dan junlah trip dan terdapat korelasi positif antara pendapatan wisatawan dan jumlah trip. Bila biaya  perjalanan meningkat 1% menagkibatkan penurunan jumlah trip (kunjungan usahatani) sebesar 0,13%, sedangkan peningkatan pendapatan wisatawan sebesar 1% akan meningkatkan jumlah kunjungan usahatani sebesar 0,06%.

Penentuan target pasar sangat penting dan menentukan keberhasilan usaha agrowisata. Ada empat tujuan pokok dalam penentuan target pasar: (1) menentukan dan mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pengunjung, (2) mencari solusi atau

(8)

cara agar pengunjung datang ke obyek agrowisata, (3) memastikan bahwa tenpat agrowisata memenuhi keinginan dan kebutuhan pengunjung dan mereka akan membelanjkan uangnya di obyek agrowisata tersebut, dan (4) penyediakan  pendidikan dan hiburan yang memedai sehingga mereka ingin datang kembali untuk kunjungan berikutnya. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke obyek agrowisata,  pihak manajer marketing dapat menjalin kerjasama dengan berbagai instansi,

misalnya dengan berbagai pihak travel agent   dan yang paling potensial dengan lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Melalui promosi dan penyediaan paket produk agroturistik yang menarik diyakini dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Dengan demikian, pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat belakangan ini.

Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat  pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah  penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan  berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat  berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan  pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya

(9)

 pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan (http://database.deptan.go.id). Selanjutnya, agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut:

1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami

Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan  berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.

2. Agrowisata Ruang Terbuka Buatan

Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan

(10)

komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.

2.3 Basis Pengembangan Agrowisata

Agrowisata juga merupakan sebuah bisnis pariwisata, tetapi dia berbeda dengan bisnis pariwisata lainnya karena basis pengembangannya pada pertanian dan gaya hidup perdesaan. Agrowisata sangat khusus dalam hal: (1) agrowisata menyediakan tempat perjalanan dan wisata yang bebas dari polusi dan kebisingan serta yang berlatarbelakang perdesaan, (2) biaya makanan, akomodasi, rekreasi, dan  perjalanan dalam agrowisata lebih rendah (minimal), (3) agrowisata meminimalkan

kecurigaan masyarakat perkotaan akan sumber bahan makanan dan bahan baku agroindustri seperti tanaman dan hewan/ternak, (4) lingkungan keluarga adalah salah satu ciri penting dalam agrowisata, (5) wisatawan tidak hanya dapat menyaksikan tetapi dapat berpartisipasi dalam aktivitas pertanian dan berpengalaman  berusahatani, dan (6) agrowisata dapat menciptakan kesadaran akan kehidupan  perdesaan dan pengetahuan tentang pertanian, serta kelestarian sumberdaya alam

(11)

Budiasa (2011) mengemukakan dua model pengembangan agrowisata, yaitu agrowisata berbasis modal (capital-based agritourism) dan agrowisata berbasis masyarakat (community-based agritourism). Pengembangan agrowisata berbasis modal lebih menekankan pada kemampuan modal investor yang dapat melihat  peluang keuntungan dari aktivitas agrowisata tersebut, dengan harapan bahwa

keuntungan maksimal dari usaha agrowisata tersebut dapat dinikmati oleh investor tersebut. Untuk membangun pusat agrowisata investor memualinya dengan akuisisi lahan minimal 1,5 atau 2,0 ha, dan dengan kemampuan modalnya investor tersebut membangun infrastruktur dan fasilitas dasar agrowisata. Investor akan mengangkat manager atau melaksanakan sendiri proses manajemen dalam industri agrowisata yang dikembangkan.

Selanjutnya, dalam pengembangan agrowisata berbasis masyarakat tampak anggota masyarakat mengorganisasi diri dan mengoperasikan bisnis agrowisata tersebut berdasarkan aturan-aturan serta pembagian tugas dan kewenangan yang telah mereka sepakati bersama. Sumberdaya, terutama lahan usahatani tetap menjadi milik petani secara individual tetapi masing-masing dari mereka dapat saja menyerahkan pengelolaan asetnya kepada kelompok atau pihak manajemen yang mereka tentukan dengan imbalan keuntungan yang proportional. Aset kapital  bersama mereka gunakan untuk membangun infrastruktur dan fasilitas dasar yang

menjadi persyaratan minimal pengembangan pusat agrowisata tersebut.

Pendapatan dari aktivitas agrowisata, seperti yang bersumber dari entrance  fee, penjualan atraksi, homestay, penyediaan fasilitas breakpast, lunch, dan dinner , dan paket atraksi serta produk agroturistik lainnya dapat diakumulasikan

(12)

dan didistribusikan secara proporsional sebagai tambahan pendapatan usahatani individual.

2.3.1 Agrowisata berbasis masyarakat

Pola agrowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan agrowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha agrowisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Agrowisata berbasis masyarakat merupakan usaha agrowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta  budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga  pelibatan masyarakat menjadi mutlak.

Pola agrowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Agrowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan, di mana penghasilan agrowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan, dll. Agrowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan agrowisata.

Dengan adanya pola growisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha agrowisata sendiri. Tataran implementasi agrowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu

(13)

yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non  pemerintah diharapkan pembangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan

yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.

Beberapa aspek kunci dalam agrowisata berbasis masyarakat sebagai berikut.

(1) Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan

agrowisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi).

(2) Prinsip local ownership  (=pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat setempat) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan pra-sarana agrowisata, kawasan agrowisata, dll (nilai partisipasi masyarakat).

(3) Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai

ekonomi dan edukasi).

(4) Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat).

(5) Perintisan, pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata menjadi tanggungjawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (= fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata).

(6) Keberlanjutan agrowisata dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan (prinsip

konservasi dan partisipasi masyarakat). Agrowisata yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah agrowisata yang “HIJAU dan ADIL” (Green & Fair ) untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan dan konservasi, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternative ekonomi secara  berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, berbagi manfaat dari

(14)

upaya konservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan  berdaya alamnya berada di kawasan yang dilindungi), dan berkontribusi pada konservasi dengan meningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap  perlindungan bentang lahan yang memiliki nilai biologis, ekologis dan nilai

sejarah yang tinggi.

(7) Prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan dimana tingkat kunjungan dan

kegiatan wisatawan pada sebuah daerah tujuan agrowisata dikelola sesuai dengan  batas-batas yang dapat diterima baik dari segi alam maupun sosial-budaya

(8) Sedapat mungkin menggunakan teknologi ramah lingkungan (listrik tenaga surya, mikrohidro, biogas, dll.)

(9) Mendorong terbentuknya ”ecotourism conservancies” atau kawasan agrowisata

sebagai kawasan dengan peruntukan khusus yang pengelolaannya diberikan kepada organisasi masyarakat yang berkompeten

Pengembangan institusi masyarakat lokal dan kemitraan (Prinsip partisipasi masyarakat) Aspek organisasi dan kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan agrowisata juga menjadi isu kunci: pentingnya dukungan yang profesional dalam menguatkan organisasi lokal secara kontinyu, mendorong usaha yang mandiri dan menciptakan kemitraan yang adil dalam pengembangan agrowisata. Beberapa contoh di lapangan menunjukan bahwa agrowisata di tingkat lokal dapat dikembangkan melalui kesepakatan dan kerjasama yang baik antara Tour Operator dan organisasi masyarakat (contohnya: KOMPAKH, LSM Tana Tam). Peran organisasi masyarakat sangat penting oleh karena masyarakat adalah stakeholder utama dan akan mendapatkan manfaat secara langsung dari pengembangan dan pengelolaan

(15)

agrowisata. Koordinasi antar stakeholders juga perlu mendapatkan perhatian. Salah satu model percontohan organisasi pengelolaan agrowisata yang melibatkan semua stakeholders termasuk, masyarakat, pemerintah daerah, UPT, dan sektor swasta, adalah ”Rinjani Trek Management Board.” Terbentuknya Forum atau dewan  pembina akan banyak membantu pola pengelolaan yang adil dan efektif terutama di daerah di mana agrowisata merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat.

Beberapa kriteria yang dikembangkan adalah: (1) Dibangun kemitraan antara masyarakat dengan Tour Operator untuk memasarkan dan mempromosikan produk agrowisata; dan antara lembaga masyarakat dan Dinas Pariwisata dan UPT; (2) Adanya pembagian adil dalam pendapatan dari jasa agrowisata di masyarakat; (3) Organisasi masyarakat membuat panduan untuk turis. Selama turis berada di wilayah masyarakat, turis/tamu mengacu pada etika yang tertulis di dalam panduan tersebut; dan (4) Agrowisata memperjuangkan prinsip perlunya usaha melindungi  pengetahuan serta hak atas karya intelektual masyarakat lokal, termasuk: foto,

kesenian, pengetahuan tradisional, musik, dll.

2.3.2 Agrowisata berbasis modal

Pola agrowisata berbasis modal adalah pola pengembangan di mana swasta lebih berperan dalam pelaksanaan kegiatan agrowisata terutama pemasaran,  penyediaan jasa dan opersional kegiatan, di sini karena peran swasta melengkapi sektor publik. Oleh karena itu, kedua stakeholder tersebut harus bekerjasama dan  berkoordinasi agar kegiatan agrowisata dapat berjalan baik.

(16)

Dunia usaha dan masyarakat sesuai dengan prinsip agrowisata, keterlibatan dunia usaha dan masyarakat setempat sangat penting dan mutlak diperlukan. Kegiatan ini harus mengakomodasi dan terintegrasi dengan budaya local serta harus memberikan manfaat ekonomi dalam kehidupan masyarakat sekitar. Oleh karena itu,  perlu diupayakan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan latihan agar kesempatan dan kemampuan masyarakat dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengusahaan agrowsisata sangat penting dan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar  berbagai stakeholder dapat bervariasi, mulai dari informasi sampai dengan bentuk kerjasama yang legal dan formal. Sedangkan, areal kerjasama juga sangat luas meliputi semua proses pengembangan agrowisata, mulai dari perencanaan seperti  penetapan lokasi kawasan, pelaksanaan kegiatan termasuk operasional sampai kepada pemantauan kegiatan agar dapat dicapai sasaran secara berkelanjutan dengan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat khususnya, sebagaimana konsep pengembangan kawasan agrowisata.

2.4 Dampak dan Kendala Pengembangan Agrowisata

Beberapa manfaat pengembangan agrowisata (Maruti, 2009) adalah (1) memberikan kesempatan kerja bagi petani dan anggota keluarganya, (2) memberikan tambahan sumber pendapatn bagi petani untuk melawan adanya fluktuasi pendapatan usahatani, (3) memberikan transformasi budaya dan nilai moral sosial di antara masyarakat perkotaan dan perdesaan, (4) petani dapat meningkatkan

(17)

standar hidupnya akibat adanya kontak dengan masyarakat perkotaan yang datang ke lokasinya, (5) bagi masyarakat perkotaan, mereka dapat mengetahui kehidupan  perdesaan dan aktivitas-aktivitas pertanian, (6) agrowisata mendukung proses  pengembangan perdesaan dan pertanian, dan (7) dapat membantu mengurangi beban  pada pusat wisata tradisional lainnya.

Secara umum, Sznajder. et al.  (2009) mengemukan tiga fungsi agrowisata, yaitu fungsi sosio-psikologis, ekonomis, dan lingkungan. Fungsi sosio-psikologis,  bahwa agrowisata berfungsi untuk memberikan keterampilan wirausaha,  pengalaman, dan profesi baru bagi petani; pengalaman bertemu dengan orang  baru/asing; menghidupkan kembali tradisi perdesaan; dan pendidikan. Fungsi ekonomis agrowisata, yaitu untuk menstimulasi pengembangan fasilitas akomodasi;  pengembangan pertanian, hortikultura, dan pemuliaan hewan; menyediakan kesempatan kerja dan mengurangi tingkat pengangguran; diversifikasi aktivitas ekonomi di wilayah perdesaan; dan memberikan tambahan pendapatan bagi petani dan pemerintah setempat. Selanjutnya, fungsi lingkungan meliputi peningkatan  perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan, pengembangan infrastruktur lokal,  peningkatan nilai perumahan (misalnya menjadikannya homestay), pemanfaatan

sumberdaya, dan menghentikan migrasi masa dari wilayah perdesaan.

Di samping memberikan berbagai fungsi dan manfaat, pengembangan agrowisata juga mengahadapi berbagai tantangan dan permasalahan. Menurut Maruti (2009), tantangan dan permasalahan utama yang sering ditemui dalam  pengembangan agrowisata adalah (1) kurangnya pemahaman aktivitas agrowisata oleh petani dan pelaku pariwisata lainnya, (2) lemahnya kemampuan petani dalam

(18)

 berkomunikasi dan melakukan pendekatan komersial (pemasaran), (3) kurangnya kapital yang diperlukan untuk mengembangkan infrastruktur dasar agrowisata, (4) adanya sektor-sketor yang tidak terorganisasi dalam industri agrowisata, (5) harus menjamin higienis dan menyediakan persyaratan dasar bagi wisatawan dan (6) penguasaan lahan usahatani relatif kecil dengan kualitas rendah dan petani kurang akses terhadap kredit dan irigasi.

Dalam kenyataannya, antara aktivitas pertanian dan pariwisata dapat menimbulkan trade-off (Budiasa, 2011). Tanaman, ternak, ikan sesungguhnya membutuhkan media tumbuh dan berkembang secara kondusif, dalam hal ini tanaman membutuhkan tanah yang gembur, ternak dan ikan membutuhkan lingkungan yang tenang. Namun, dengan adanya kunjungan wisatawan maka lahan  pertanian menjadi padat, ternak dan ikan menjadi panih karena didekati orang asing

(bukan empunya).

Dengan demikian, untuk meminimalkan pemadatan lahan, jumlah ternak atau ikan yang mengalami stress atu panik maka dibutuhkan fasilitas untuk melintasi usahatani, melakukan pembatasan areal atraksi, menyediakan fasilitas menikmati kuliner bernuansa alami, menyediakan fasilitas tempat belajar, penelitian, dan bila diperlukan disedikana pula fasilitas penginapan. Jadi, dapat dipastikan antara aktiviatas pertanian dan wisata akan terjadi perebutan sumberdaya lahan jika dikembangkan secara terpisah. Karena itu, diperlukan upaya untuk mengoptimalkan  pemanfaatan sumberdaya pertanian (lahan dan air) sedemikian rupa sehingga antara  pertanian dan pariwisata tidak berkompetisi tetapi bersinergi, dengan tujuan untuk

(19)

Pengembangan agrowisata juga harus sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan sehingga agrowisata itu dapat berkelanjutan. Pengembangan  pariwisata (termasuk agrowisata) tersebut dapat berkelanjutan (Cruz, 2003) bila

secara ekonomi menguntungkan; senantiasa menjaga sumberdaya alam dan lingkungan; mendukung pemeliharaan budaya lokal; berkeadilan dalam distribusi manfaat dan resiko; melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan dan manajemen; mengedepankan kerjasama dan kemitraan; berperspektif  jangka panjang dan fokus pada kesejahteraan generasi mendatang; dan menekankan  pada pendidikan, penelitian, dan peningkatan kapasitas masyarakat.

Untuk itu, diperlukan dukungan semua pihak, yakni pemerintah, pengusaha agrowisata, lembaga perjalanan wisata, perhotelan, perguruan tinggi, dan masyarakat dalam pengembangan agrowisata tersebut. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya agrowisata dalam bentuk kemudahan perijinan, terutama pada kawasan hijau, karena pengembangan agrowisata juga memerlukan  pembangunan infrastruktur dan fasilitas dasar walaupun secara terbatas. Kendala  permodalan tertutama untuk membangun infrstruktur dan fasilitas dasar dalam  pengembangan agrowisata berbasis masyarakat dapat dipecahkan dengan adanya dukungan finansial oleh pemerintah melalui kebijakan ekonomi makro (pengeluaran  pemerintah dan kredit lunak dan berjangka panjang) dan kebijakan investasi publik. Intervensi pemerintah juga diperlukan dalam pengaturan agar tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan di antara investor dan mas yarakat.

(20)

2.5 Potensi Pengembangan Agrowisata di Bali

Bali itu merupakan daerah yang kaya akan alamnya dan indah bila dipandang secara kasat mata. Nuansa dan panorama indahnya alam Bali itu, mungkin akan semakin menyentak pemandangan anda bila anda bebepergian ke wilayah Tabanan yang terkenal dengan bentangan sawah yang berterasering atau ke kawasan Swiss-nya Bali, Bedugul, atau terus ke Utara di Singaraja menyaksikan hamparan  pepohonan cengkeh milik petani- petani dengan diseli ngi nyiur dan tetumbuhan kopi

Robusta dan Arabica (Moruk, 2005)

Bila Wisatawan menyisir perjalanan dari Gianyar dengan Tampak Siringnya, terus ke utara di Bangli yang terkenal dengan bukit Kintamani-nya. Di sana pasti disuguhkan sebuah potret alam asri dan asli dengan gunung dan danau Batur-nya yang sangat menawan. Wisatawan dapat berpetualang menyaksikan kawasan hutan Salak Gula Pasir yang terhampar di wilayah Kabupaten Karangasem di Bali Timur. Itulah sentra-sentra yang ngetrend menjadi objek terhandal bagi para wisatawan  pencinta agrowisata. Agrowisata sebenarnya merupakan lahan atau produk terbaru dalam sektor kepariwisataan Indonesia guna memenuhi keperluan wisatawan yang mencintai keindahan alam pertanian, perdesaan, informasi dan teknologi, barang dan  jasa yang terbuat dari produk pertanian. Dengan demikian, sangat jelas bahwa agrowisata itu ditunjang penuh oleh eksotiknya keindahan alam, kesuburan tanah, kesejahteraan petani, kebersihan lingkungan sekitar. Makin indah alamnya, subur tanahnya, sejahtera petaninya dengan keberhasilan menerapkan pembangunan  pertanian, justru semakin menjadikan suatu kawasan atau daerah sebagai obyek

(21)

Sudibya (2002) mengindentifikasikan, ecotourism potensial dikembangkan di Bali. Kabupaten Jembrana potensial untuk pengembangan berbagai jenis wisat a alam dengan memanfaatkan kawasan Taman Nasional Bali Barat, camping dan trekking dikombinasikan dengan snorkeling di Pulau Menjangan. Kabupaten Buleleng  potensial untuk pengembangan berbagai agrowisata mengingat daerah ini memiliki kawasan pertanian yang luas. Berbagai tanaman industri seperti jeruk keprok, tembakau, anggur dan holtikultura bisa dibudidayakan di kabupaten ini. Di Kabupaten Tabanan dapat diintensifkan pengembangan holtikultura dan kebun  bunga untuk keperluan hotel dan restoran serta masyarakat umum. Kebun Raya Eka Karya Bali juga dapat ditingkatkan pemanfaatannya, baik untuk atraksi wisata maupun untuk penelitian dan pendidikan.

Kabupaten Bangli potensial untuk pengembangan peternakan sapi, terutama  penggemukan (fattening) dan unggas untuk pasokan daging ke hotel dan restoran. Danau Batur dikembangkan sebagai tempat perikanan air tawar, baik untuk keperluan industri pariwisata maupun konsummsi lokal. Pulau Nusa Penida potensial untuk pengembangan penggemukan sapi untuk menghasilkan daging yang  berkualitas. Pada prinsfnya, alam Bali memiliki potensi yang begitu besar untuk

dikembangkan menjadi ecotourism.

Lebih lanjut Sudibya (2002) menjelaskan, saat ini di Bali sudah ada atraksi wisata yang erat hubungannya dengan prinsip ecotourism, seperti misalnya, arung  jeram (whitewater rafting), cruising/sailing, taman burung, taman gajah, taman

reptil, taman kupu-kupu, taman anggrek, dan wisata berkuda (horse riding). Dalam rangka mempercepat penyeimbangan dan keselarasan pembangunan antar

(22)

wilayah/kawasan Badung Utara dan Badung Selatan telah diupayakan penataan kawasan pertanian khususnya perkebunan yang sangat potensial di wilayah Badung Utara menjadi suatu kawasan agrowisata yang akhirnya dapat menjadi pembangunan industri dan agrobisnis. Untuk mewujudkan hal itu telah pula dilakukan kerja sama dengan beberapa BUMN seperti BTDC untuk mengembangkan tanaman hias dan  bunga di wilayah Badung Utara.

Sementara untuk merangsang pembangunan sektor pertanian telah diberikan  berbagai stimulan baik berupa benih, subsidi pupuk, pemberdayaan lembaga pangan, dan pemberdayaan kelompok wanita tani. Yang lebih mendidik lagi dengan adanya kebijakan Pemerintah Daerah untuk membebaskan/memberi subsidi pajak terhadap PKD, pelaba pura dan tanah masyarakat yang terkena jalur hijau. (Bisnis Bali,2003)

Beberapa kawasan yang telah berkembang dan memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata di Bali (Bapeda Bali, 1995) adalah sebagai berikut.

(1) Kawasan Pertanian Hortikultural di Baturiti Tabanan dan Pancasari Buleleng, (2) Kawasan Perkebunan Rakyat Salak Bali di Sibetan Karangasem,

(3) Kawasan Terasering Sawah Jatiluwih Tabanan, (4) Kawasan Perkebunan Kopi di Pupuan Tabanan, (5) Kawasan Petang Badung,

(6) Kawasan Kintamani Bangli,

(7) Kawasan Peternakan Ayam di Tiingan, Tegak, dan Pempatan, (8) Kawasan Peternakan Sapi Putih di Taro Gianyar,

(23)

(9) Kawasan Perkebunan Anggur di Seririt dan Grokgak Buleleng, dan

(10) Beberapa Kawasan Perkebunan Milik PD Prov Bali yang berada di Jembrana. Khusus Kabupaten Badung, pengembangan agrowisata dipandang memiliki  prospek cukup besar menuju arah pengembangan secara berkesinambungan. Adanya kebijaksanaan pembangunan yang mengarah pada keseimbangan  pembangunan wilayah Badung Utara dan Selatan serta adanya pengaturan ruang kawasan yang membatasi pembangunan fasilitas pariwisata pada daerah-daerah tertentu, membuka peluang bagi produk ini didalam mengisi kekosongan  pemanfaatan atas kawasan-kawasan lainnya, oleh karena tidak adanya perubahan

mendasar yang ditimbulkan terhadap fungsi dan mutu lingkungan yang ada. Melalui  perencanaan pengembangan ini, khusus pada daerah-daerah non budidaya (terutama kawasan penyangga), kesempatan untuk ikut menikmati kontribusi pariwisata menjadi cukup besar, terutama terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan  pendapatan masyarakat dan pemacu pembangunan sector-sektor lainnya tanpa harus

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menjamin kualitas farmasetik, sediaan yang dibuat harus memenuhi beberapa parameter fisik yang meliputi daya sebar, viskositas, dan daya lekat Uji sifat fisik repelan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa anti nyamuk elektrik yang dibuat dari ekstrak kulit buah langsat dengan beberapa konsentrasi ternyata mampu

Pada zaman sekarang tampil eksis dan memiliki banyak teman dan remaja sangat tidak ingin ketinggalan zaman atau tidak menikuti trend, jadi mereka akan selalu update melalui

Keputihan adalah adanya cairan putih di mulut vagina (vagina discharge) 7.. Penyebabnya dikarenakan oleh efek progesteron merubah flora dan pH vagina, sehingga jamur mudah

5.3.4 Pengambilan contoh uji dari jalan (lapis fondasi dan lapis fondasi bawah) – Dari masing-masing unit produk, ambil secara acak sekurang-kurangnya tiga bagian contoh uji

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas III Sekolah Dasar Negeri 15 Tampe mata pelajaran IPA tahun ajaran 2015-2016 dengan melakukan kolaborasi dan berangkat

Setelah dilakukan simulasi untuk optimasi penempatan SVC dan TCSC pada sistem Jawa-Bali 500 kV didapatkan perbandingan tegangan tiap bus pada sistem sebelum