• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI LONGSORAN TANAH AKIBAT ZONA JENUH AIR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS DI DAERAH PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS POTENSI LONGSORAN TANAH AKIBAT ZONA JENUH AIR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS DI DAERAH PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

POTENSI LONGSORAN TANAH AKIBAT ZONA

JENUH AIR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

RESISTIVITAS DI DAERAH PELABUHAN RATU KABUPATEN

SUKABUMI

Encun Yuliana

1

, Dadan Dani Wardhana

2 *

, Mimin Iryanti

3*

1,3Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas

Pendidikan Indonesia (UPI), Jl. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154, Indonesia

2Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)), Jl. Dr. Sangkuriang, Bandung, Indonesia Encunyuliana5360@gmail.com, superwardhana@gmail.com,

ABSTRAK

Tanah longsor merupakan salah satu bencana yang sering menelan korban jiwa serta menimbulkan dampak negatif dari segi sosial maupun ekonomi. Salah satu daerah yang rawan bencana longsor adalah Daerah Pelabuhan Ratu Sukabumi jawa barat. Untuk meminimalisir resiko tanah longsor, maka digunakan metode geolistrik resistivitas sebagai langkah awal untuk mengetahui adanya zona yang berpotensi longsor. Hasil dari metode geolistrik resistivitas adalah penampang 3D dan 2D dari variasi nilai resistivitas batuan bawah permukaan yang diolah dengan menggunakan perangkat lunak Agi EarthImager. Hasil penampang bawah permukaan di daerah Pelabuhan Ratu memiliki nilai resistivitas yang bervariasi yaitu dari 1-100 ohm.m serta dominasi oleh zona jenuh air yang diindikasikan dengan nilai resistivitas yang kecil yaitu <3 ohm.m sedangkan batuan di sekitanya memiliki nilai resistivitas yang lebih besar yaitu >3 ohm.m. Adanya zona jenuh air yang mendominasi bawah permukaan, maka daerah tersebut berpotensi terjadi longsoran karena daya ikat tanah berkurang dan tanah yang berada di atas zona jenuh air tersebut menjadi tidak stabil. Kata kunci: Longsoran, Zona jenuh air, Metode geolistrik resistivitas.

ABSTRACT

ANALYSIS POTENTIAL LANDSLIDES CAUSED BY

WATER SATURATED ZONE USING GEOELACTRIC RESISTIVITY METHOD IN PELABUHAN RATU SUKABUMI DISTRICT

Landslides are one of the disasters that often resulted in deaths and have a negative impact on social and economic terms. One area that is prone to landslides is the Regional Pelabuhan Ratu Sukabumi West Java. To minimize the risk of landslides, the geoelectric resistivity method is used as an initial step to determine the zone of potential landslide. The results of geoelectric resistivity method is 3D and 2D cross section of the variation of the resistivity of the subsurface rocks are processed using software Agi EarthImager. Under cross-section results in the surface area of Pelabuhan Ratu having resistivity values varied from 1-100 ohm.m and domination by water saturated zone is indicated by a small resistivity value is <3 ohm.m whereas in the surrounding rock resistivity values is > 3 ohm.m. The presence of water saturated zone beneath the surface dominates, then the area has the potential to occur avalanches as reduced soil holding capacity and soil above of saturated zone become unstable.

(2)

PENDAHULUAN

Tanah longsor adalah salah satu bencana alam yang telah memberikan banyak dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat seperti rusaknya sarana umum, transportasi dan telekomunikasi bahkan tidak sedikit menelan banyak korban jiwa oleh karena itu, dibutuhkan suatu langkah mitigasi bencana supaya dampak dari adanya bencana longsor dapat di minimalisir. Seperti halnya bencana geologi lain, tanah longsor sangat sulit untuk diprediksi dan bisa kapan saja terjadi namun tanah longsor ditimbulkan bukan hanya karena gejala geologi tapi ada ulah campur tangan manusia juga menjadi salah satu pemicu adanya longsoran tanah. Beberapa faktor geologi yang dapat menimbulkan longsoran tanah diantaranya: hujan, tanah yang kurang padat atau kuat, lereng yang terjal, getaran dan tersebarnya zona jenuh air di bawah permukaan.

Adapun lokasi yang diambil pada penelitian ini adalah daerah Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Lokasi ini dianggap cocok untuk dilakukan penelitian karena berdasarkan keterangan warga, ketika dilakukan penggalian atau penebangan pohon sering kali muncul mata air yang di indikasikan adanya zona jenuh air di bawah permukaan.

Daerah Pelabuhan Ratu juga dapat dikategorikan sebagai daerah yang rawan terjadi bencana longsoran seperti dikutif dari halaman kompas (11/2008) saat itu terjadi longsoran tanah di tiga titik lokasi sekaligus yang menutupi jalan raya bahkan sampai menimbilkan korban jiwa dan masih ada kejadian serupa di tahun selanjutnya.

Menurut Sampurno (1976), kondisi geologi daerah Jawa Barat, daerah yang rawan terjadi longsoran tanah seperti Pelabuhan Ratu disebabkan oleh permeabilitas batuan/tanah dengan batuan dasar yang terletak pada batas batuan gunung api muda dengan sedimen tersier. Untuk daerah Pelabuhan Ratu, Faktor yang memicu terjadinya longsoran tanah adalah karena kondisi geologi, kemiringan lereng serta curah hujan yang tinggi di lokasi tersebut. Kondisi geologi daerah Pelabuhan Ratu yang terhimpit oleh barisan pegunungan selatan yang memiliki susunan batuan yang didominasi oleh batuan aluvium yaitu batu pasir, pasir, batu lempung dan endapan sungai lainnya serta topografi yang landai dengan kemiringan lereng

lebih besar dari 15% sehingga

memungkinkan untuk air untuk masuk ke bawah permukaan membentuk zona jenuh air. Zona jenuh air merupakan

(3)

suatu zona di bawah permukaan yang memiliki konsentrasi air yang tinggi dan sukar untuk meloloskan air. Air yang berada di zona ini disebut air tanah yang berasal dari air meteorik yang masuk ke permukaan tanah atau batuan yang masuk ke pori-pori batuan kemudian tersimpan dibawah permukaan karena pengaruh dari porositas dan permeabilitas batuan. Adapun faktor yang mempengaruhi tersebarnya zona jenuh air di suatu daerah adalah kondisi litologi dan curah hujan dari daerah tersebut.

Tersebarnya air di bawah permukaan dipengaruhi oleh porositas dan permeabilitas dari batuan. Permeabilitas merupakan kemampuan untuk meloloskan atau mengalirkan air pada batuan melewati rongga-rongga (pori-pori) yang terdapat pada di tiap batuan. Semakin kecil pori-pori air akan semakin sulit masuk ke batuan tersebut. Menurut hukum darcy, permeabilitas dinyatakan sebagai : 𝐊 = 𝐐 𝐀 × 𝐝𝐝𝐝𝐝 = 𝐝𝟑 𝐓 𝐝𝟐× 𝐝𝐝 = 𝐝 𝐓 =𝐝𝐡𝐡𝐡 (𝟑) 𝐦 Porositas merupakan jumlah pori pori

dalam total volume batuan. Porositas merupakan total ruang yang dapat diisi oleh air atau udara.

𝐧 = 𝐕𝐕 × 𝟏𝟏𝟏% (𝟒)𝐯 Dengan:

n= Porositas

Vv= Volume Ruang

V= volume total batuan

Nilai porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah (Hardjowigeno, 2003 ). Apabila rongga pori-pori pada suatu batuan sangat kecil, maka batuan tersebut memiliki porositas yang tinggi tetapi permeabilitasnya rendah karena air sulit melewati celah yang kecil. Tabel 2 merupakan tabel nilai porositas dari berbagai batuan.

Tabel 2: tabel porositas batuan (Sosrodarsono dan Takeda, 1976 )

Lapisan Tanah Porositas

(%)

Lempung (Alluvium) 45-50

Silt (Alluvium) 35-45

Pasir (Alluvium) 30-35

Pasir dan Kerikil (Alluvium)

25-30

Lempung (Dillivium) 50-60

Silt (Dillivium) 40-50

Pasir (Dillivium) 35-40

Pasir dan Kerikil (Dillivium)

30-35

Batu lumpur (Neo-tersier)

(4)

Batu pasir (Neo-tersier) 40-50

Tufa (Neo-tersier) 30-65

Untuk mengetahui keberadaan air di bawah permukaan, maka digunakan metode geolistrik resistivitas yang merupakan salah satu metode geofisika yang biasa digunakan survey permukaan (kedalaman dangkal). Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode aktif dengan menginjeksikan arus ke bawah permukaan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan suatu daerah berdasarkan nilai resistivitas batuan yang terdapat di daerah yang di teliti. Variabel fisika yang didapatkan dari metode ini adalah nilai resistivitas semu hal ini disebabkan dalam metode ini bumi dianggap medium yang bersifat homogen isotropis tetapi pada kenyataannya bumi bersifat heterogen anisotropis. Untuk mendapatkan nilai resistivitas semu dapat menggunakan formula:

𝜌 = 2𝜋∆𝑉𝐾𝐾 (1) ∆V= Beda potensial pada elektroda (V) I = Arus (A)

K = faktor geometri

Faktor geometri didapat berdasarkan konfigurasi elektoda yang digunakan yaitu konfigurasi elektroda. Ada beberapa jenis konfigurasi elektroda diantaranya

wenner yang menggambarkan kondisi bawah permukaan secara mapping (lateral), konfigurasi sclumberger untuk menggambarkan kondisi bawah permukaan secara sounding (vertikal). Pada penelitian ini digunakan konfigurasi

Dipol-dipol yang mampu menggambarkan penampang secara vertikal dan lateral. Konfigurasi elektroda dipol-dipol ditunjukan oleh gambar 1

Gambar 1 : Konfigurasi Dipole-dipole (Rohidah. 2009)

Penguran dengan konfigurasi dipol-dipol dilakukan dengan cara memindah-mindahkan elektroda potensial dan elektroda arus dibuat tetap. Pengukuran untuk kedalaman (n) selanjutnya dapat dilakukan dengan cara memindahkan elektroda arus dan potensial untuk seluruh lintasan.

Untuk konfigurasi dipol-dipol memiliki nilai faktor geometri sebagai berikut:

(5)

Maka didapatkan persamaan untuk mengetahui resistivitas semu dengan menggunakan konfigurasi dipol-dipol adalah:

ρ = πan(n + 1)(n + 2)∆VI (3)

Setiap batuan memiliki kepekaan terhadap listrik yang berbeda beda yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tabel 1 merupakan tabel nilai resistivitas dari berbagai betuan.

Tabel 2: Nilai tahanan jenis (resistivitas) batuan dan mineral

(Telford 1990)

Material Tahanan Jenis

(ohm meter) Air (Udara) 0 Quarzt (Kwarsa) 500 – 800.000 Calcite (kalsit) 1 x 1012 – 1 x 1013 Rock Salt (Garam Batu) 30 – 1 x 1013 Granite (granit) 200 – 100.000 Basalt (basal) 200 – 100.000 Limestones (Gamping) 500 – 10.000 Sandstones (Batu Pasir) 200 – 8.000 Shales (Batu Tulis) 20 – 20.000 Sand (Pasir) 1 – 1.000 Clay (Lempung) 1 – 100 Ground Water (Air Tanah) 0,5 – 300

Sea Water (Air Laut) 0,2 Alluvium (alluvium) 10 – 800 Gravel (Kerikil) 100 – 600 Air dalam 20 – 30

Metode geolistrik resistivitas digunakan karena metode ini sangat peka terhadap anomali kelistrikan termasuk air oleh karena itu dapat digunakan untuk menggambarkan adanya lokasi titik jenuh air yang dapat menyebabkan potensi longsoran dan data yang dihasilkan dapat digunakan sebagai salah satu mitigasi bencana.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan Metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipol-dipole dan data yang digunakan merupakan data sekunder yang berisi nilai resistivitas semu yang selanjutnya akan diolah menggunakan perangkat lunak Agi Earth Imager 3D sehingga diperoleh penampang resistivitas yang merepresentasikan penampang geologi bawah permukaan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif untuk menggambarkan struktur bawah permukaan yang dihasilkan. Penampang yang akan dianalisis adalah penampang 3D yang mencitrakan struktur bawah

(6)

permukaan yang selanjutnya penampang 3D tersebut dirubah menjadi penampang 2D untuk mengetahui posisi dari zona jenuh air yang dapat mengakibatkan longsoran.

Akuisisi data dilakukan di daerah Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Gambar 1 memperlihatkan peta geologi lokasi akuisisi data geolistrik.

Gambar 2: Peta lokasi akuisisi data Pelabuhan Ratu

Sumber: Peta geologi lembar Bogor, Jawa.

Berdasarkan peta geologi lembar Bogor, Jawa skala 1:100.000 badan geologi, batuan yang terdapat di lokasi penelitian merupakan batuan alluvium yaitu lempung,lanau,kerikil dan kerakal; terutama endapan sungai termasuk pasir dan kerikil endapan pantai sepanjang teluk Pelabuhan Ratu.

Akuisisi data geolistrik resistivitas dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan menggunakan supersting multi chanel. Data lapangan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 12 lintasan dan titik elektroda sebanyak 14 titik

elaktroda. Dengan panjang bentangan masing masing lintasan sebesar 104 m. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan metode geolistrik konfigurasi dipole-dipole. Peta lintasan dari data geolistrik diperlihatkan oleh gambar 2

Gambar 3: Peta lintasan akuisisi data geolistrik resistivitas Pelabuhan Ratu Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI), 2009

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah membaca data stg dengan menggunakan agi earth imager untuk proses inversi yang akan merubah data dari apparent resistivity menjadi true resistivity dalam bentuk penampang 3D. Pada proses inversi dilakukan proses iterasi beberapa kali untuk mendapatkan nilai eror yang kecil.

Iterasi adalah suatu proses perhitungan ulang dari data untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Nilai eror ini memberikan informasi tentang tingkat perbedaan dari nilai resistivitas material

(7)

yang di dapat dilapangan terhadap nilai resisitivitas material yang sebenarnya.

Selanjutnya untuk mengetahui secara detail kondisi dari daerah yang diteliti maka dilakukan slicing dan menjadi penampang 2D. Analisis dilakukan berdasarkan variasi dari nilai resistivitas yang selanjutnya akan dibandingkan dengan referensi yaitu peta geologi dan tabel resistivitas dari berbagai batuan sehingga dapat diketahui litologi batuan kondisi bawah permukaan dari lokasi penelitian yang menunjukan adanya zona jenuh air yang dapat menimbulkan longsoran tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data resistivitas yang telah di olah dengan menggunkan Agi Earth Imager 3D, maka diperoleh penampang 3D (gambar 4) yang dapat menjelaskan struktur lapisan bawah permukaan dari daerah pelabuhan ratu

Gambar 4 : Penampang 3D struktur bawah permukaan daerah pelabuhan ratu berdasarkan nilai resistivitas batuan

Dari gambar 4 dapat dilihat penampang tersebut memiliki panjang bentangan di arah y adalah sekitar 104 meter sedangkan panjang bentang ke arah x adalah sekitar 88 meter dan berada di ketinggian sekitar 65-75 meter diatas permukaan laut, selain itu nilai resistivitas untuk batuan di daerah tersebut didominasi oleh nilai resistivitas yang kecil yaitu < 10 ohm.m.

Penampang 3D ( gambar 4) memiliki memiliki harga resistivitas yang bervariasi dari mulai 1-100 ohm.m ditandai dengan adanya beberapa warna. Dapat diketahui untuk nilai resistivitas >3 ohm.m diperkirakan sebagai batuan aluvium seperti batu lempung dan pasir yang terdapat di lokasi penelitian sedangkan untuk nilai resistivitas yang < 3 ohm.m diperkirakan sebagai zona jenuh air tanah yang mendominasi lapisan bawah permukaan. Ciri dari zona jenuh air adalah seluruh ruangannya terisi oleh air dan bersifat kedap air yang tidak mampu mengalirkan air dalam jumlah banyak. Karena air bersifat konduktif maka nilai resistivitas untuk zona yang terisi oleh air ini memiliki nilai

(8)

resistivitas yang kecil dibanding dengan batuan disekitanya (gambar 4).

Dalam bentuk lintasan 3D arah aliran dan kedalaman dari zona jenuh air tidak terlalu jelas,oleh karena itu dilakukan slicing pada lintasan menjadi bentuk lintasan 2D (gambar dilampirkan). Gambar 5 (lampiran) merupakan slicing dari penampang 3D di berbagai koordinat x yang cukup mewakili untuk melihat kondisi bawah permukaan daerah penelitian. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa di setiap lintasan bawah permukaan daerah penelitian di dominasi oleh zona jenuh air dengan kedalaman yang berbeda beda yaitu 0-15 meter ditandai dengan tersebarnya warna biru tua yang memiliki nilai resistivitas paling kecil dibandingkan dengan batuan disekitarnya yaitu <3 ohm.m.

Air yang terdapat dalam zona jenuh air tersebut mengalir dari timur ke barat hal ini disebabkan oleh posisi daerah penelitian lebih landai ke arah barat sehingga air banyak terkonsentrasi di sebelah barat yang posisinya lebih rendah dari timur.

Tersebarnya zona jenuh air di bawah permukaan diakibatkan oleh lapisan permukaan batuan yang di lokasi penelitian mempunyai porisitas dan permeabilitas yang tinggi, ketika air meteorik jatuh, air akan terserap dan

masuk kebawah pemukaan karena tingkat kelolosan dan daya tampung air yang tinggi pada batuan. Selain disebabkan oleh porositas batuan, faktor lereng yang tidak terlalu curam menyebabkan air dapat masuk ke bawah permukaan.

Kondisi bawah permukaan daerah penelitian yaitu daerah Pelabuhan Ratu terdiri dari batuan alluvium seperti pasir, lempung dan endapan sungai lainnya yang di dominasi oleh zona jenuh air. Kondisi tersebut sangat berpotensi terjadi longsoran tanah dikarenakan batuan alluvium seperti lempung dan pasir sangat mudah dalam menyerap air yang dapat mengakibatkan batuan tersebut menjadi lunak. Tingginya konsentrasi air dalam tanah akan berpengaruh pada lapisan tanah yang berada tepat di atas lapisan zona jenuh air tersebut karena dapat mengurangi daya ikat tanah sehingga tanah menjadi tidak stabil selain itu faktor pengalihan lahan di daerah penelitian yang menjadi lahan pertanian menjadi salah satu faktor berpotensinya kawasan tersebut terjadi longsoran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari pembahasan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan bahwa

(9)

Kondisi bawah permukaan daerah penelitian di Pelabuhan Ratu didominasi oleh zona jenuh air yang ditandai dengan nilai resistivitas yang kecil dibandingkan dengan batuan disekitarnya. Terdapatnya zona jenuh air di daerah penelitian diakibatkan oleh batuan di lokasi tersebut merupakan batuan alluvium (lempung dan pasir) yang memiliki nilai porositas dan permeabelitas yang tinggi sehingga air dapat dengan mudah masuk dan ditampung dibawah permukaan, Dengan kondisi demikian tidak menutup kemungkinan akan semakin bertambahnya konsentrasi air di lokasi tersebut. Tingginya konsentrasi air yang terdapat di bawah permukaan daerah penelitian dapat menimbulkan ketidakstabilan lapisan batuan yang terdapat di atas zona jenuh air karena batuan alluvium seperti lempung dan pasir sangat mudah menyerap air yang mengakibatkan batuan tersebut menjadi lunak dan daya ikat tanah menjadi berkurang sehingga hal itu menjadi salah satu indiktor berpotensinya lokasi penelitian terjadi longsoran tanah.

SARAN

Untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal, maka akan disarankan untuk melakukan:

panjang bentang lintasan harus diperluas dan jarak elektroda harus diperkecil sehingga memberikan informasi nilai resistivitas yang lebih detail mengenai keberadaan dari zona jenuh air agar dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat atau sebagai mitigasi bencana longsoran.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

Kompas (Jakarta), November 2008

Rohidah, S. 2009. Eksplorasi Air Bawah Tanah dengan Menggunakan metode Dipole-dipole di Daerah Cilangkap Jakarta Timur. Skripsi jurusan fisika Universitas Indonesia. Depok.

Sampurno, 1976. Geologi Daerah Longsor Jawa Barat, Geologi

Indonesia. V3(1) hal 45-52

Sosrodarsono, S. dan T. Takeda. 1976. Hidrologi untuk Pengairan,Pradnya Paramita, Bandung.

Telford, W.M. Geldart, L.P. dan Sheriff,R.E. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. New York: CambridgeUniversity Press.

(10)

LAMPIRAN Koor dinat x(m) Model penampang 2D -30 -22

(11)

-14

-6

(12)

6

14

(13)

30

38

(14)

Gambar

Tabel 2:  tabel porositas batuan  (Sosrodarsono dan Takeda, 1976 )  Lapisan Tanah  Porositas
Gambar 1 : Konfigurasi Dipole-dipole  (Rohidah. 2009)
Tabel 2: Nilai tahanan jenis (resistivitas)  batuan dan mineral
Gambar 1 memperlihatkan peta geologi  lokasi akuisisi data geolistrik.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola aliran air tanah, kedalaman akuifer dan berapa besar potensi air tanah yang terdapat di bawah permukaan daerah kecamatan

Lokasi penelitian prospek dan potensi air tanah adalah di Daerah di Lapangan Golf Baddoka Jalan Batara Bira, Sudiang, Kota Makassar dengan melihat kondisi

Menurut [4] tahanan jenis untuk pasir dan krikil adalah 30-225 Ωm, krikil dan pasir memungkinkan terdapatnya air tanah sebab pada daerah ini terdapat krikil dan pasir yang