• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci: Risiko bencana, Bencana Gerakan Tanah, Kecamatan Salaman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci: Risiko bencana, Bencana Gerakan Tanah, Kecamatan Salaman."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS RISIKO BENCANA GERAKAN TANAH DI KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG

THE RISK ANALYSIS OF SOIL MOVEMENT DISASTER IN SALAMAN SUBDISTRICT MAGELANG REGENCY

Oleh: Himatul Khoiriyah, Program Studi Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta

himatulkh24@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis pengaruh tingkat bahaya, kerentanan, dan kapasitas terhadap bencana, (2) menganalisis tingkat dan sebaran risiko bencana, (3) menyusun teknik mitigasi sesuai dengan zonasi tingkat risiko bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini terdiri dari populasi fisik dan non fisik. Populasi fisik dalam penelitian ini ialah keseluruhan unit geologi yang terdiri dari 8 satuan geologi yaitu Qsm, Qsmo, Tmok, Teon, Tmj, Da, a, dan Qa sedangkan populasi non fisik ialah seluruh penduduk Kecamatan Salaman sejumlah 68.656 jiwa. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah (1) wawancara, (2) observasi, (3) dokumentasi (4) interpretasi peta. Analisis Data yang digunakan ialah pengharkatan (scoring), tumpang susun (overlay) dan deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Masing-masing variabel faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko bencana, Variabel bahaya dan kerentanan dapat meningkatkan tingkat risiko bencana, sedangkan variabel kapasitas dapat mengurangi tingkat risiko bencana (2) Tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman memiliki lima tingkatan, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Tingkat risiko sangat tinggi seluas 415,85 ha meliputi Krasak, Kaliabu, dan Purwosari. Tingkat risiko bencana tinggi seluas 350,59 ha meliputi Purwosari, Sawangargo, Tanjunganom, Krasak, dan Kaliabu. Tingkat risiko bencana sedang seluas 570,04 ha meliputi Kebonrejo, Salaman, Krasak, dan Kaliabu. Tingkat risiko bencana rendah seluas 2.259,41 ha meliputi Banjarharjo, Tanjunganom, Sidomulyo, Kalirejo, Menoreh, Kalisalak, Sriwedari, Salaman, Ngadirejo, dan Ngampeldento. Tingkat risiko sangat rendah seluas 3.120,17 ha meliputi Ngargoretno, Margoyoso, Sidosari, Jebengsari, Paripurno, Desa Ngadirejo, Kalisalak, Sriwedari, Menoreh, dan Ngampeldento, 3) Teknik mitigasi untuk zonasi tingkat risiko sangat tinggi, tinggi, dan sedang adalah mitigasi struktural dan non struktural, sedangkan untuk zonasi tingkat risiko rendah dan sangat rendah adalah mitigasi non struktural.

(2)

ABSTRACT

This study is aims to: (1) analyze influence level hazard, vulnerability, and capacity of soil movement disaster, (2) analyze the level and the distribution of soil movement disaster’s risk (3) arrange mitigation technique with zoning the risk of soil movement disaster in Salaman subdistrict. This research was the decriptive quantitative. The population was consist of physical and non physical population. The physical population was all of geological units consist of 8 geological units that is Qsm, Qsmo, Tmok, Teon, Tmj, Da, a, and Qa while the non physical population is all of citizens in Salaman subdistrict amounts 68.656 people. The data were collected by using (1) interview, (2) observation (3) documentation, (4) interpretation of map. The technique of data analysis used in this research were scoring, overlay, and descriptive. The result show: (1) the hazard factor, the vulnerability, and the capacity factor has different influence for disaster risk. The hazard and the vulnerability factor can increase the level of disaster risk, while the capacity factor can decrease the level of disaster risk, (2) The level and the risk distribution of soil movement disaster in Salaman subdistrict were divided into five levels, those were extra high, high, medium, low, and extra low risk level. The extra high level with an area 415,85 hectares was located in Krasak, Kaliabu, and Purwosari. The high risk level with an area 350,59 hectares was located in Purwosari, Sawangargo, Tanjunganom, Krasak, and Kaliabu. The medium risk level with an area 570,04 hectares was located in Kebonrejo, Salaman, Krasak, and Kaliabu. The low risk level with an area 2.259,41 hectares was located in Banjarharjo, Tanjunganom, Sidomulyo, Kalirejo, Menoreh, Kalisalak, Sriwedari, Salaman, Ngadirejo, and Ngampeldento. The extra low risk level with an area 3.120,17 hectares was located in Ngargoretno, Margoyoso, Sidosari, Jebengsari, Paripurno, Desa Ngadirejo, Kalisalak, Sriwedari, Menoreh, and Ngampeldento (3) Mitigation technique for zoning the extra high, high, and medium risk level is structural and non structural mitigation, while for zoning the low and extra low risk level is non structural mitigation.

(3)

I. PENDAHULUAN

Gerakan tanah

merupakan jenis bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia pada setiap musim penghujan. Potensi gerakan tanah sangat tinggi terutama pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, kondisi geologis terdiri batuan yang telah lapuk, dan kedalaman solum tanah cukup tebal, di bawah tanah tebal itu terselip lapisan-lapisan batuan yang tidak tembus air (impermeable layers) yang berfungsi sebagai bidang gelincir, serta mempunyai kemiringan lebih dari 30 derajat (Sudibyakto, 2011: 71).

Jawa Tengah masuk dalam zona rawan bencana pergerakan tanah tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Peta Overlay Zona Kerentanan Gerakan Tanah dengan Perkiraan Curah Hujan dari Dinas ESDM bulan Desember 2014, ada 32 daerah Rawan Gerakan Tanah (Zona merah) di Jawa Tengah.

Kabupaten Magelang merupakan salah satu wilayah yang termasuk dalam zona merah atau daerah rawan gerakan tanah. Kecamatan Salaman yang terletak di Kabupaten Magelang merupakan wilayah yang termasuk dalam zona merah tersebut dengan potensi gerakan tanah menengah-tinggi.

Tercatat, sepanjang tahun 2013 hingga Februari 2015 terdapat 52 kejadian longsor yang tersebar di 9 desa di wilayah Kecamatan Salaman. Penyebab kejadian ini beragam diantaranya hujan deras yang terjadi terus-menerus, retakan-retakan pada tanah, erosi tebing

curam, perubahan

penggunaan lahan di daerah dengan kemiringan lereng yang curam, dan sebagainya. Banyaknya kejadian bencana gerakan tanah yang terjadi di Kecamatan Salaman menimbulkan kerugian yang akumulatif dari waktu ke waktu. Kerugian tersebut

(4)

berupa korban jiwa dan kerusakan bangunan seperti rumah, jembatan, talud, serta tertutupnya jalan penghubung antar wilayah akibat material longsoran.

Penelitian risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman sangat diperlukan mengingat masih minimnya informasi terkait bencana gerakan tanah. Kajian mengenai risiko bencana dapat digunakan untuk mengetahui tingkat bahaya gerakan tanah yang terdapat di Kecamatan Salaman, tingkat kerentanan (fisik, ekonomi, sosial, dan lingkungan), serta tingkat kapasitas dan kemampuan yang dimiliki masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana. Hasil pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar penyusunan rencana kebijakan daerah terkait penyelenggaraan

penanggulangan bencana. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan kajian mengenai risiko

bencana gerakan tanah di wilayah Kecamatan Salaman dengan judul “Analisis Risiko Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan

Salaman Kabupaten

Magelang”.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei. Penelitian di Kecamatan Salaman. Variabel penelitian meliputi variabel yang terkait dengan bahaya gerakan tanah, variabel yang terkait dengan faktor kerentanan (fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan), serta variabel yang terkait dengan faktor kapasitas (kelembagaan organisasi penanggulangan bencana, keberadaan dan jenis sistem peringatan dini, keberadaan sosialisasi kebencanaan, keberadaan dan jenis pengurangan faktor risiko dasar, keberadaan mitigasi bencana). Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi fisik (8 satuan

(5)

geologi diantaranya: Qsm, Qsmo, Tmok, Teon, Tmj, Qa, a, dan Da) dan populasi non fisik (penduduk yang tinggal di wilayah Kecamatan Salaman sebanyak 68.656 jiwa). Waktu penelitian Desember 2015 sampai Februari 2016. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

wawancara, observasi, dokumentasi, dan interpretasi peta. Analisis data yang digunakan berupa analisis SIG yaitu scoring dan overlay untuk variabel bahaya, kerentanan, dan kapasita serta analisis deskriptif untuk menggambarkan hasil analisis SIG.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian 1. Kondisi Geografis Kecamatan Salaman terletak di Kabupaten Magelang, terdiri dari 20 desa. Luas wilayah Kecamatan Salaman 68,87 km2. Batas-batas administratif Kecamatan Salaman yaitu sebagai berikut. a. Sebelah Utara: Kecamatan Kajoran b. Sebelah Barat: Kabupaten Purworejo

c. Sebelah Selatan: DIY dan Kabupaten Purworejo d. Sebelah Timur: Kecamatan Tempuran dan Kecamatan Borobudur 2. Kondisi Fisik a. Iklim

Rata-rata curah hujan Kecamatan Salaman selama 10 tahun terakhir

sebesar 2.820

mm/tahun. Kecamatan Salaman memiliki iklim tipe C (agak basah). b. Ketebalan Tanah

Kecamatan Salaman merupakan daerah

(6)

dengan ketebalan tanah 0-4 meter.

c. Jenis Tanah

Kecamatan Salaman memiliki 4 jenis tanah diantaranya Aluvial Coklat Kekelabuan, Kompleks Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, Kompleks Litosol Merah Kekuningan dan Latosol Coklat, dan Latosol Coklat.

d. Kemiringan Lereng Kecamatan Salaman memiliki tingkat kemiringan yang beragam mulai dari kemiringan datar hingga sangat terjal.

e. Jenis Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan terluas untuk kebun campuran yaitu sebesar 36,56%, sawah 30,27%, permukiman 19,51%, tegalan 13,27%, 0,39%. f. Struktur Geologi Kecamatan Salaman memiliki 8 satuan geologi, meliputi Qsm, Qsmo, Tmok, Teon, Formasi Jonggrangan, Qa, a, Da.

3. Kondisi Demografi

Kecamatan Salaman memiliki jumlah penduduk sebanyak 68.656 jiwa.

Angka beban

ketergantungan 51. Jumlah penduduk perempuan 34.445 jiwa. Jumlah peduduk anak-anak dan orang tua 23.293 jiwa. Tingkat Kepadatan penduduk 997 jiwa/km2. B. Bahaya, Kerentanan, dan

Kapasitas Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman

1. Bahaya a. Tingkat I

Bahaya gerakan tanah tingkat I dengan karakteristik sering terjadi gerakan pada salah satu lereng apabila terjadi pemicu. Pemicu ini dapat berupa hujan deras, getaran-getaran, penggalian atau pemotongan lereng,

(7)

penebangan atau penanaman pohon secara sembarangan dan penambahan beban pada lereng. Zona bahaya tingkat I secara umum terletak pada daerah akumulasi air misalnya daerah lereng pada lembah sungai atau lereng-lereng di sekitar parit alamiah dengan sudut kemiringan lebih dari 15% hingga lebih dari 40%. Lereng-lereng tersebut tersusun oleh batuan vulkan berupa lahar breksi,

breksi andesit formasi Andesit tua, dan batupasir dengan sisipan lempung formasi Nanggulan yang memiliki ketebalan tanah 2-4 meter mendekati 4 meter. Gerakan tanah yang terjadi pada zona bahaya tingkat I umumnya berupa nendatan, luncuran, jatuhan, serta

tipe kompleks

(kombinasi) atau rayapan pada lereng yang relatif landai (kemiringan <15 %). b. Tingkat II

Bahaya gerakan tanah tingkat II dengan karakteristik kadang-kadang terjadi gerakan pada salah satu lereng apabila terjadi pemicu. Pemicu ini dapat berupa setelah terjadi hujan deras, penggalian dan pomotongan lereng, penanaman atau penebangan pohon secara sembarangan,

dan pembebanan yang berlebihan pada lereng. Zona bahaya tingkat II

terletak pada

kemiringan lereng 8-15% dengan mayoritas lebih mendekati kemiringan 15%. Batuan tersebut tersusun dari lahar breksi hasil pengendapan gunungapi dan tuff pasiran dengan sisipan lempung formasi Nanggulan dengan

(8)

ketebalan tanah 2-4 meter. Gerakan tanah yang terjadi dapat berupa nendatan, jatuhan serta tipe kompleks (kombinasi) dan rayapan.

c. Tingkat III

Bahaya gerakan tanah tingkat III dengan karakteristik jarang terjadi gerakan pada salah satu lereng meskipun terjadi pemicu. Zona ini

terletak pada

kemiringan lereng 0-8%. Lereng tersebut tersusun dari endapan aluvial, batuan terobosan seperti dasit, dan andesit dengan ketebalan tanah 1-2 meter. Gerakan tanah yang terjadi berupa rayapan tanah. 2. Kerentanan a. Kerentanan Sosial, meliputi faktor-faktor berikut. 1) Jumlah Penduduk Jumlah penduduk terancam paling banyak per desa terdapat di Desa Menoreh yang termasuk dalam tingkat I dengan jumlah penduduk 7.385 jiwa atau 10,76% dari total jumlah penduduk. Jumlah penduduk terancam paling sedikit terdapat pada tingkat II yaitu di Desa Banjarharjo dengan jumlah penduduk 1.331 jiwa atau 1,94% dari total penduduk. 2) Kepadatan

Penduduk

Desa dengan kepadatan tertinggi terdapat pada zona bahaya tingkat II yaitu Desa Salaman dengan tingkat kepadatan 3.288 jiwa/km2,

(9)

dengan kepadatan terendah terdapat di zona bahaya tingkat I yaitu Desa Ngargoretno dengan tingkat kepadatan 485 jiwa/km2. 3) Rasio Kelompok Rentan, meliputi: a) Penduduk Perempuan Jumlah penduduk perempuan paling tinggi terdapat di Desa Menoreh yang merupakan zona bahaya tingkat I sebesar 3.697 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan terendah terdapat di Desa Banjarharjo yang merupakan zona bahaya tingkat II dengan jumlah penduduk perempuan sebesar 673. b) Penduduk Anak-anak dan Orang tua Jumlah penduduk kelompok umur 0-14 tertinggi berada di Desa Menoreh (zona bahaya tingkat I) sebesar 1.880 jiwa, sedangkan jumlah penduduk kelompok umur 0-14 terendah terdapat di Desa Banjarharjo (zona bahaya tingkat II)

(10)

sebesar 341 jiwa. Jumlah penduduk kelompok umur >64 tertinggi berada di Desa Menoreh (zona bahaya tingkat I) sebesar 626 jiwa, sedangkan jumlah penduduk kelompok umur >64 terdapat di Desa Banjarharjo (zona bahaya tingkat II) sebesar 111 jiwa. b. Kerentanan Fisik, meliputi faktor-faktor berikut. 1) Jumlah Rumah Desa dengan jumlah total rumah baik permanen maupun non-permanen tertinggi yaitu Desa Menoreh yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I dengan jumlah rumah sebanyak 2.204 atau 11,91% dari total jumlah rumah yang ada, sedangkan jumlah total rumah terendah terdapat di Desa Tanjunganom dengan jumlah rumah sebanyak 418 rumah atau 2,12% dari total jumlah rumah yang ada. 2) Jumlah Fasilitas Umum Jumlah total fasilitas umum tertinggi terdapat di Desa Menoreh yang termasuk zona bahaya tingkat I sebanyak 76 bangunan atau 10,35% dari jumlah total fasilitas umum, sedangkan

(11)

jumlah total fasilitas umum terendah terdapat di Desa Jebengsari yang termasuk zona bahaya tingkat I sebanyak 17 bangunan atau 2,32% dari jumlah total fasilitas umum. c. Kerentanan Ekonomi 1) Luas Lahan Produktif Luas lahan produktif total tertinggi terdapat di Desa Kalirejo yang termasuk zona bahaya tingkat I seluas 559,51 ha atau 10,47% dari total lahan produktif, sedangkan luas lahan produktif total terendah terdapat di Desa Salaman yang termasuk zona bahaya tingkat II seluas 95,69 ha atau 1,79% dari total lahan produktif. 2) Jumlah Ternak Jumlah ternak total paling banyak terdapat di Desa Margoyoso

sebanyak 28.476 ekor atau 35,15% dari jumlah total ternak, sedangkan jumlah ternak total paling sedikit terdapat di Desa Salaman sebanyak 453 ekor atau 0,56% dari jumlah ternak total. d. Kerentanan Lingkungan Penggunaan lahan untuk jenis lahan semak belukar hanya terdapat di 7 desa diantaranya di Desa Ngargoretno, Kalirejo, Menoreh, Kalisalak, Sriwedari, dan Krasak yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I dan Desa Sidomulyo yang termasuk dalam zona bahaya tingkat III.

(12)

Penggunaan lahan jenis lahan semak belukar paling luas terdapat di Desa Kalirejo seluas 11,04 ha, sedangkan penggunaan lahan jenis lahan semak belukar paling sempit terdapat di Desa Krasak seluas 0,13 ha.

Penggunaan lahan untuk jenis lahan tegalan terdapat di 15 desa diantaranya Desa Ngargoretno, Paripurno, Kalirejo, Menoreh, Margoyoso, Sidosari, Sriwedari, Jebengsari, Ngampeldento, Kaliabu, Sawangargo, dan Krasak yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I. Penggunaan lahan untuk jenis lahan tegalan pada zona bahaya tingkat II hanya terdapat di Desa Salaman, sedangkan penggunaan lahan untuk jenis lahan tegalan pada zona bahaya tingkat III terdapat di 2 desa yaitu

Desa Ngadirejo dan Sidomulyo. Penggunaan lahan untuk jenis lahan tegalan terluas terdapat di Desa Ngargoretno yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I seluas 286,06 ha, sedangkan penggunaan lahan untuk jenis lahan tegalan paling sempit terdapat di Desa Sriwedari yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I seluas 0,11 ha.

Jenis penggunaan lahan untuk sawah paling luas terdapat di Desa Menoreh yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I seluas 193,52 ha, sedangkan jenis penggunaan lahan untuk sawah paling sempit terdapat di Desa Kaliabu yang termasuk pada zona bahaya tingkat I seluas 4,50 ha.

Jenis penggunaan lahan untuk kebun campuran paling luas

(13)

terdapat di Desa Margoyoso yang termasuk zona bahaya tingkat I seluas 366,73 ha, sedangkan jenis penggunaan lahan untuk kebun campuran paling sempit di Desa Salaman seluas 8,64 ha.

Jenis penggunaan

lahan untuk

permukiman paling luas terdapat di Desa Menoreh yang termasuk zona bahaya tingkat I seluas 149,07 ha, sedangkan jenis penggunaan lahan untuk permukiman paling sempit terdapat di Desa Ngampeldento yang termasuk zona bahaya tingkat I seluas 32,31 ha.

Total jenis penggunaan lahan paling luas terdapat di Desa Kalirejo yang termasuk zona bahaya tingkat I seluas 641,70 ha atau 9,61 % dari total penggunaan lahan,

sedangkan total jenis penggunaan lahan paling sempit terdapat di Desa Jebengsari yang termasuk zona bahaya tingkat I seluas 123,99 ha atau 1,86% dari total penggunaan lahan. 3. Kapasitas a. Kelembagaan Penanggulangan Bencana Setiap desa di Kecamatan Salaman memiliki kerjasama dengan organisasi penanggulangan bencana di tingkat kabupaten. Sebanyak 9 desa memiliki organisasi penanggulangan

bencana di tingkat desa diantaranya Desa Ngargoretno, Paripurno, Kalirejo, Menoreh, Margoyoso, Sidosari, Kalisalak, Sriwedari dan Ngadirejo.

Kelembagaan dari pemerintah yaitu BPBD.

(14)

tergabung dalam organisasi

penanggulangan

bencana Garuda Menoreh. Selain itu terdapat organisasi penanggulangan

bencana lain yaitu Siaga Bencana Selorejo, Fortiz-Margoyoso, Kepel Alam, dan Pitulung.

b. Keberadaan dan Jenis Sistem Peringatan Dini (Early Warning System) Beberapa desa

seperti Desa

Ngargoretno, Sidosari, dan Kalisalak yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I memiliki jenis sistem peringatan dini yang modern yaitu alat deteksi gerakan tanah. Sedangkan di desa lainnya, sistem peringatan dini yang digunakan yaitu sistem peringatan dini yang sederhana berupa speaker yang ada di

tempat umum dan kentongan.

c. Keberadaan Sosialisasi Kebencanaan

Sosialisasi

kebencanaan telah dilakukan di setiap desa yang terdapat di Kecamatan Salaman. Sosialisasi kebencanaan dilakukan oleh pemerintah daerah dan pemerintah desa serta lembaga

penanggulangan

bencana baik tingkat daerah dan tingkat desa. d. Keberadaan dan Jenis Pengurangan Faktor Risiko Dasar Kebijakan yang dilakukan pemerintah terkait dengan pengurangan faktor risiko dasar telah dilakukan oleh 9 desa yang termasuk dalam zona bahaya tingkat I diantaranya desa Ngargoretno, Desa Paripurno, Kalirejo, Menoreh, Margoyoso,

(15)

Sidosari, Kalisalak, Sriwedari, dan Jebengsari, sedangkan desa lainnya tidak menerapkan kebijakan pemerintah terkait dengan faktor pengurangan risiko dasar. e. Keberadaan Mitigasi Bencana Zona bahaya tingkat I, semua desa sudah melakukan mitigasi bencana struktural berupa pembangunan fisik, sedangkan untuk mitigasi nonstruktural hanya dilakukan oleh Desa Margoyoso. Zona bahaya tingkat II, mitigasi dilakukan oleh Desa Kebonrejo, Tanjunganom, dan Banjarharjo. Mitigasi yang dilakukan oleh desa-desa pada zona bahaya tingkat II hanya berupa pembangunan fisik seperti pembangunan saluran

drainase, pembangunan bronjong penahan longsor pada tebing-tebing dan bangunan penahan gerakan massa. Zona bahaya tingkat III, semua desa tidak melakukan mitigasi bencana baik berupa mitigasi struktural maupun non struktural. C. Tingkat dan Sebaran Risiko

Bencana Gerakan Tanah di Kecamatan Salaman

1. Tingkat dan sebaran bahaya bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman

a. Tingkat I

Zona bahaya tingkat I seluas 3.453,67 ha, meliputi 13 desa yang berada di sisi selatan, barat, barat laut dan utara diantaranya: Desa Ngargoretno, Kalirejo, Paripurno, Menoreh, Kalisalak, Driwedari, Margoyoso, Krasak, Kaliabu, Sawangargo,

(16)

Jebengsari, Sidosari, dan Ngampeldento. b. Tingkat II Zona bahaya tingkat II seluas 2.427,61 ha meliputi 4 desa yaitu Desa Tanjunganom,

Salaman, Kebonrejo, dan Banjarharjo.

c. Tingkat III

Zona bahaya tingkat III seluas 834,80 meliputi 2 desa yaitu Desa Ngadirejo dan Sidomulyo.

2. Tingkat dan sebaran kerentanan bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman a. Kerentanan Sosial Tingkat kerentanan sedang mendominasi hampir di semua wilayah Kecamatan Salaman meliputi Desa Kalirejo, Paripurno, Menoreh, Ngadirejo, Kalisalak, Sriwedari, Krasak, Margoyoso, Kaliabu, Sawangargo, Banjarharjo, Jebengsari, Kebonrejo, Salaman, dan Sidomulyo. Tingkat kerentanan sedang terdapat di 5 desa yaitu Ngargoretno, Purwosari, Sidosari, Ngampeldento, dan Tanjunganom. b. Kerentanan Fisik Tingkat kerentanan tinggi mendominasi hampir sebagian besar wilayah Kecamatan Salaman yang mencakup 13 desa diantara Desa Ngargoretno, Kalirejo, Menoreh, Kalisalak, Sriwedari, Krasak, Margoyoso, Kaliabu, Sidosari, Kebonrejo, Salaman, Sidomulyo, dan Ngadirejo. Tingkat kerentanan sedang terdapat di empat desa yaitu Ngampeldento, Banjarharjo,

Tanjunganom, dan Jebengsari. Wilayah dengan tingkat kerentanan fisik sedang memiliki tingkat

(17)

kerentanan sedang pada variabel jumlah rumah dan fasilitas umum. Tingkat kerentanan rendah terdapat di tiga desa yaitu Desa Sawangargo, Purwosari, dan Paripurno.

c. Kerentanan Ekonomi Tingkat kerentanan ekonomi tinggi terdiri dari empat desa yaitu Desa Margoyoso, Krasak, Kalisalak, dan Sriwedari. Tingkat kerentanan ekonomi sedang meliputi tujuh desa diantaranya Desa Kaliabu, Sidosari, Menoreh, Ngadirejo, Kalirejo, Paripurno, dan Ngargoretno. Tingkat kerentanan rendah mendominasi sebagian besar wilayah Kecamatan Salaman yang mencakup sembilan desa diantaranya Desa Kaliabu, Ngampeldento, Purwosari, Banjarharjo, Tanjunganom, Jebengsari, Kebonrejo, Salaman, dan Sidomulyo. d. Kerentanan Lingkungan Wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi hanya sebagian kecil dari wilayah Kecamatan Salaman, sedangkan tingkat kerentanan lingkungan sedang mendominasi hampir diseluruh wilayah. e. Kerentanan Total Kerentanan total merupakan hasil overlay peta kerentanan sosial, fisik, ekonomi, dan lingkungan. Kerentanan total terhadap bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman memiliki empat tingkat kerentanan yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah. Tingkat kerentanan total sangat tinggi merupakan wilayah yang paling sempit seluas 470,51 ha. Tingkat kerentanan ini

(18)

terletak di area yang dekat dengan jalan raya dan memiliki jenis penggunaan lahan berupa permukiman. Tingkat kerentanan total tinggi mendominasi sebagian besar wilayah Kecamatan Salaman seluas 3.815,27 ha yang meliputi Desa Margoyoso, Kaliabu, Krasak, Sriwedari, Kalisalak, Kalirejo, Menoreh, Ngadirejo, Sidomulyo, Kebonrejo, dan Salaman, serta sebagian kecil Sidosari, Paripurno, Ngargoretno dan Sawangargo. Tingkat kerentanan sosial sedang menempati wilayah seluas 1.929,97 ha yang meliputi Purwosari, Sidosari, Sawangargo, Paripurno, dan Ngargoretno. Tingkat kerentanan total rendah terdapat di wilayah seluas 500,33 ha yang meliputi wilayah Desa

Ngampeldento, Tanjunganom,

Banjarharjo, dan Jebengsari.

3. Tingkat dan sebaran kapasitas bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman

Kapasitas total merupakan hasil dari penghitungan data variabel kapasitas yaitu variabel kelembagaan

penanggulangan bencana, keberadaan dan jenis sistem peringatan dini (early warning system), keberadaan sosialisasi kebencanaan, keberadaan dan jenis pengurangan faktor risiko dasar, serta keberadaan mitigasi bencana. Tingkat kapasitas sangat tinggi menempati wilayah seluas 573,11 ha yang meliputi satu desa yaitu Desa Margoyoso. Tingkat kapasitas tinggi menempati wilayah seluas 898,31 ha yang meliputi Desa Ngargoretno dan Sidosari. Tingkat kapasitas

(19)

total sedang mendominasi wilayah Kecamatan Salaman seluas 2.471,86 ha yang meliputi lima desa diantaranya Desa Kalisalak, Sriwedari, Menoreh, Paripurno, dan Kalirejo. Tingkat kapasitas rendah mencakup wilayah seluas 580,49 ha yang meliputi Desa Jebengsari,

Ngadirejo, dan

Ngampeldento. Tingkat kapasitas sangat rendah mencakup wilayah seluas 2.192,32 ha yang meliputi Desa Kaliabu, Kalisalak, Sawangargo, Purwosari, Tanjunganom,

Banjarharjo, Kebonrejo, Sidomulyo, dan Salaman. 4. Tingkat dan sebaran

risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman

Risiko merupakan hasil overlay peta bahaya, kerentanan total, dan kapasitas. Tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman terdiri dari lima tingkatan

diantaranya tingkat risiko sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Tingkat risiko sangat tinggi dengan luas 415,85 ha atau 6,19% dari luas wilayah mendominasi Desa Krasak, Kaliabu, dan sebagian kecil Purwosari. Tingkat risiko bencana tinggi dengan luas 350,59 ha atau 5,22% dari luas wilayah mendominasi sebagian Desa Purwosari, Sawangargo, sebagian kecil Tanjunganom, Krasak, dan Kaliabu. Tingkat risiko bencana sedang dengan luas 570,04 ha atau 8,49% dari luas wilayah mendominasi sebagian besar wilayah Desa Kebonrejo, sebagian kecil Salaman, Krasak, dan Kaliabu. Tingkat risiko bencana rendah dengan luas 2.259,41 ha atau 33,64% dari luas wilayah mendominasi sebagian Desa Banjarharjo, Tanjunganom, Sidomulyo, Kalirejo, Menoreh,

(20)

Kalisalak, Sriwedari, dan sebagian kecil Salaman,

Ngadirejo, dan

Ngampeldento. Tingkat risiko sangat rendah dengan luas 3.120,17 ha atau 46,46% dari luas wilayah mendominasi Desa Ngargoretno, Margoyoso, Sidosari, Jebengsari, Paripurno, sebagian Ngadirejo, Kalisalak, Sriwedari, Menoreh, dan Ngampeldento. D. Teknik Mitigasi Berdasarkan Zonasi

Tingkat Risiko Bencana Di Kecamatan Salaman

Hasil tingkat risiko bencana gerakan tanah terdiri dari 5 zonasi yaitu zona tingkat risiko bencana gerakan tanah sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Masing-masing zonasi tersebut memiliki tingkat ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang berbeda sehingga teknik mitigasi yang disusun juga berbeda pada tiap-tiap zonasi. Teknik

mitigasi yang disarankan pada masing-masing zonasi tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman antara lain:

1. Zonasi Risiko Sangat Tinggi

a. Struktural

1) Mengatur dan memperbaiki drainase lereng baik air permukaan maupun bawah permukaan.

2) Mengurangi tebal tanah atau merubah geometri

kemiringan lereng pada lereng yang curam.

3) Menutup retakan tanah dengan segera pada musim penghujan

menggunakan kedap air yang dimasukkan pada retakan tanah. 4) Membuat bangunan

penahan gerakan massa, bronjong kawat pada lereng,

(21)

dan jangkar (anchor). 5) Membuat tanggul penahan untuk reruntuhan batuan (rockfall). 6) Terasering dengan sistem drainase yang tepat agar tidak menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah. 7) Penghijauan

dengan tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang

curam dan menempel di atas lapisan permeabel. b. Non Struktural 1) Mengidentifikasi (mengenali) lereng-lereng yang rentan bergerak.

2) Mengurangi faktor risiko dasar seperti:

a) penutupan kolam ikan tanpa alas untuk mengurasi rembesan air ke dalam tanah dan beban massa tanah sebagai faktor pemicu gerakan. b) Penggenangan air c) Menggali, momotong, dan menggetarkan lereng d) Menanam/men ebang pohon secara sembarangan. 3) Mengontrol secara berkala dan mengadakan sistem peringatan dini untuk mewaspadai munculnya gejala awal gerakan tanah. 4) Menyediakan

informasi dan peta bencana gerakan

tanah bagi

(22)

5) Sosialisasi upaya pencegahan dan penanggulangan bencana gerakan tanah. 6) Membentuk dan menguatkan lembaga penanggulangan bencana sebagai langkah antisipasi bencana. 7) Mengungsi saat hujan turun terutama ketika retakan terus berkembang. 8) Pemerintah mengupayakan relokasi. 2. Zonasi Risiko Tinggi

a. Struktural

1) Mengatur dan memperbaiki drainase lereng baik air permukaan maupun bawah permukaan.

2) Mengurangi tebal tanah atau merubah geometri

kemiringan lereng

pada lereng yang curam.

3) Menutup retakan tanah dengan segera pada musim penghujan

menggunakan kedap air yang dimasukkan pada retakan tanah. 4) Membuat bangunan

penahan gerakan massa, bronjong kawat pada lereng, dan jangkar (anchor). 5) Membuat tanggul penahan untuk reruntuhan batuan (rockfall). 6) Terasering dengan sistem drainase yang tepat agar tidak menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah.

7) Penghijauan

dengan tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang

(23)

curam dan menempel di atas lapisan permeabel. b. Non Struktural 1) Mengidentifikasi (mengenali) lereng-lereng yang rentan bergerak

2) Mengurangi faktor risiko dasar seperti:

a) penutupan kolam ikan tanpa alas untuk mengurasi rembesan air ke dalam tanah dan beban massa tanah sebagai faktor pemicu gerakan seperti pada gambar 25. b) Penggenangan air c) Menggali, momotong, dan menggetarkan lereng d) Menanam/ menebang pohon secara sembarangan. 3) Mengontrol secara berkala sistem peringatan dini untuk mewaspadai munculnya gejala gerakan tanah. 4) Menyediakan

informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 5) Membentuk dan menguatkan lembaga penanggulangan bencana sebagai langkah antisipasi bencana. 6) Apabila terjadi hujan deras selama lebih dari 2 jam atau hujan terus-menerus disarankan untuk mengungsi atau menjauh sementara dari lereng yang rentan bergerak

(24)

3. Zonasi Risiko Sedang a. Struktural

1) Mengatur dan memperbaiki drainase lereng baik air permukaan maupun bawah permukaan.

2) Merubah geometri kemiringan lereng pada lereng yang curam.

3) Menambal rekahan-rekahan pada tanah dan bangunan. 4) Membuat bangunan

penahan gerakan massa, bronjong kawat pada lereng, dan jangkar (anchor). 5) Membuat tanggul penahan untuk reruntuhan batuan (rockfall). b. Non Struktural 1) Mengidentifikasi (mengenali) lereng-lereng yang rentan bergerak.

2) Mengurangi berbagai faktor risiko dasar

yang memicu gerakan. 3) Mengadakan sistem peringatan dini dengan pengamatan tanda-tanda gerakan tanah secara berkala. 4) Menyediakan

informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 5) Membentuk dan menguatkan lembaga penanggulangan bencana sebagai langkah antisipasi bencana.

6) Apabila turun hujan terus menerus selama 2 jam, disarankan untuk menghindari lereng-lereng yang rentan bergerak. 4. Zonasi Risiko Rendah

1) Tetap mewaspadai potensi bencana gerakan tanah yang ada.

2) Penyediaan

informasi dan peta bencana gerakan

(25)

tanah bagi masyarakat. 3) Penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman. 5. Zonasi Risiko Sangat

Rendah

1) Tetap mewaspadai potensi bencana gerakan tanah yang ada.

2) Penyediaan

informasi dan peta bencana gerakan tanah bagi masyarakat. 3) Penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman.

IV. KESIMPULAN DAN

SARAN A. Kesimpulan

1. Masing-masing variabel faktor bahaya, kerentanan, dan kapasitas memiliki pengaruh yang berbeda terhadap risiko bencana gerakan tanah di

Kecamatan Salaman. Faktor bahaya dan kerentanan dapat meningkatkan tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman, sedangkan faktor kapasitas merupakan faktor yang dapat memperkecil tingkat risiko bencana gerakan tanah.

2. Tingkat dan sebaran risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman memiliki beberapa tingkatan risiko. Tingkat risiko dibagi menjadi lima tingkatan, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman tersebar di seluruh wilayah. Tingkat risiko bencana sangat tinggi dengan luas 715,85 ha meliputi Desa Purwosari, Sawangargo, Kaliabu dan Krasak. Tingkat risiko bencana tinggi dengan luas 50,59 ha tersebar di Desa Kaliabu,

(26)

Krasak, Salaman, dan Kebonrejo. Tingkat risiko sedang dengan luas 570,04 ha tersebar di Desa Kebonrejo, Salaman, Kaliabu, Krasak, dan Sriwedari. Tingkat risiko bencana rendah dengan luas 2.259,41 ha tersebar di Desa Tanjunganom, Banjarharjo, Sidomulyo, Sriwedari, Kalisalak, Menoreh, Kalirejo, Ngampeldento, dan Ngadirejo. Tingkat risiko bencana sangat rendah dengan luas 3.120,17 ha tersebar di Desa Ngargoretno, Paripurno, Margoyoso,

Ngampeldento, Jebengsari, Menoreh, Kalisalak, dan Ngadirejo.

3. Teknik mitigasi bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman untuk zonasi tingkat risiko sangat tinggi, tinggi, dan sedang adalah teknik mitigasi struktural dan non struktural, sedangkan untuk zonasi tingkat risiko

rendah dan sangat rendah adalah mitigasi non struktural.

B. Saran

1. Bagi Peneliti

a. Perlu adanya penelitian tentang risiko bencana di wilayah-wilayah lain yang berpotensi terjadi bencana baik bencana alam maupun bencana non alam.

b. Perlu adanya

pengembangan metode dalam penelitian risiko bencana.

2. Bagi Masyarakat

a. Perlu adanya sosialisasi hasil penelitian risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman hingga tingkat Desa. b. Perlu adanya sosialisasi

teknik mitigasi yang

sesuai dengan

karakteristik wilayah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengurangi tingkat risiko bencana gerakan tanah di Kecamatan Salaman.

(27)

Referensi

Dokumen terkait

ƒ Jika pihak konsinyor tidak mencatat beban pada perkiraannya yang dibebankan oleh pihak konsinyi, maka ia hanya hanya mengkredit perkiraan konsinyasi untuk hasil bersih dan

Langkah pertama yang akan dilakukan dalam memulai Praktik Kerja Lapangan ini adalah mengenal tentang profil perusahaan yakni PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya

Variasi mengajar Guru merupakan proses menantang ide- ide dan cara- cara melakukan hal- hal yang sudah diterima untuk menemukan solusi- solusi atau konsep-konsep baru.

Dari hasil pengujian pada Sistem Informasi Kesehatan Gizi didapatkan hasil dari 30 kebutuhan fungsional berupa 52 test case yang memberikan hasil 100% yang berarti telah

Nilai signifikan variabel motivasi kerja yaitu 0,010 &lt; 0,05 dengan diperoleh nilai t hitung sebesar 2,325 &gt; 1,684 yang berarti motivasi kerja secara parsial berpengaruh

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pokok yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah mengungkapkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam novel dan film

1) Prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak lagi terfokus pada infrastruktur jalan baru namun sebaiknya pemerintah dapat melakukan perawatan

Angka infeksi nasokomial terus meningkat mencapai sekitar 9 % atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Untuk mencegah infeksi