• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1.2 Jenis Kapal Ferry

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3.1.2 Jenis Kapal Ferry"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

I

I

D

D

E

E

R

R

M

M

A

A

G

G

A

A

F

F

E

E

R

R

R

R

Y

Y

3 3..11 KKAAPPAALLFFEERRRRYY 3 3..11..11 UUmmuumm

Kapal ferry merupakan salah satu moda transportasi laut yang paling banyak digunakan. Hal ini disebabkan kapal ferry relatif lebih cepat dibandingkan moda transportasi laut llainnya. Oleh sebab itu kapal ferry sering dimanfaatkan sebagai moda transportasi penyeberangan sungai dan antar pulau yang menempuh jarak tidak terlalu jauh, sehingga biaya yang diperlukan dalam penggunaannya akan relatif murah. Hal tersebut menjadikan kapal ferry sebagai alternatif paling efisien untuk diterapkan sebagi moda transportasi antar pulau di Indonesia.

3.1.2 Jenis Kapal Ferry

Kapal ferry dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis menurut bentuk lambung kapalnya (hull) yang akan mempengaruhi kemampuan kapal, yaitu:

ƒ Kapal ferry monohull konvensional

Jenis kapal ini biasa digunakan sebagai moda transportasi penyeberangan untuk orang, kendaraan dan barang. Kapal ini memiliki daya angkut cukup besar, oleh karena itu biasanya kapal ini digunakan sebagai kapal angkut kendaraan dan barang (Ro-ro). Kapal mono hull konvensional ini memiliki lambung depan atau belakang yang bisa dibuka untuk kapal penyeberangan yang memiliki kemampuan mengangkut kendaraan. Gambar kapal jenis monohull dapat dilihat pada Gambar 3.1

(2)

Gambar 3.1 Kapal Ferry Monohull Konvensional

ƒ Kapal ferry vee-shaped monohull

Kapal ini memiliki lambung tunggal seperti monohull konvensional, namun bentuknya lebih ramping dan runcing sehingga memiliki kecepatan dan kemampuan manuver yang lebih baik dari kapal monohull konvensional. Namun karena bentuk lambung dan badan kapal yang sedemikian rupa, kapal ini memiliki daya angkut yang jauh lebih kecil dari kapal monohull konvensional. Oleh karena itu, kapal ini digunakan sebagai kapal penumpang cepat (fast ferry ship). Gambar kapal jenis vee-shaped monohull dapat dilihat pada Gambar 3.2

(3)

Gambar 3.2 Kapal FerryVee-shaped Monohull

ƒ Kapal ferry catamaran

Jenis kapal ini memiliki dua lambung (double hull), sehingga dapat melaju pada kecepatan tinggi. Kapal ini biasa dipergunakan sebagai kapal penumpang super cepat

(superfast ferry ship). Namun kapal ini tidak memiliki daya angkut cukup besar sehingga

penggunaannya terbatas sebagai kapal penumpang dengan kapasitas terbatas pula. Gambar kapal jenis catamaran dapat dilihat pada Gambar 3.3

(4)

ƒ Kapal ferry cruise/liner

Kapal jenis ini merupakan kapal penumpang yang biasa digunakan untuk keperluan wisata ataupun perjalanan jarak jauh. Kapal ini memiliki ukuran dan daya angkut yang cukup besar. Gambar kapal jenis cruise/liner dapat dilihat pada Gambar 3.4

Gambar 3.4 Kapal Ferry Cruise/Liner

3.2 DERMAGA

Dermaga berfungsi sebagai tempat membongkar muatan (unloading), memuat perbekalan (loading), mengisi perbekalan (servicing) dan berlabuh (berthing). Pemilihan tipe dermaga didasarkan atas kebutuhan yang dilayani, ukuran kapal, arah gelombang dan angin, kondisi topografi, tanah dasar laut dan tujuan secara ekonomi.

3.2.1 Pemilihan Jenis Struktur Dermaga

Ada beberapa pilihan dalam struktur dermaga yang akan digunakan, diantaranya:

1. Deck on pile

Struktur deck on pile menggunakan tiang pancang sebagai pondasi bagi lantai dermaga. Seluruh beban di lantai dermaga (termasuk gaya akibat berthing dan mooring) diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang tersebut. Di bawah lantai dermaga, kemiringan

(5)

tanah dibuat sesuai dengan kemiringan alaminya serta dilapisi dengan perkuatan (revetment) untuk mencegah tergerusnya tanah akibat gerakan air yang disebabkan leh manuver kapal. Untuk menahan gaya lateral yang cukup besar akibat gaya berthing dan mooring kapal perlu dilakukan pemasangan tiap pancang miring. Pada tahap akhir pekerjaan dermaga dilakukan pembuatan lantai dermaga.

Gambar 3.5 Struktur Dermaga Deck on Pile

2. Caisson

Merupakan salah satu jenis dermaga gravity structure, yakni menggunakan prinsip bahwa dalam menahan gaya vertikal dan horizontal digunakan beban sendiri dari struktur tersebut. Caisson ini terbuat dari beton berongga yang diisi material seperti pasir guna menambah berat strukturnya. Untuk menggunakan sistem ini harus diperhatikan bahwa tanah dasarnya harus memiliki karakteristik yang baik.

(6)

3. Sheet pile

Struktur sheet pile adalah jenis struktur yang tidak menggunakan kemiringan alami tanah. Pada jenis struktur ini, deretan sheet pile dipancangkan pada garis muka air rencana sampai kedalaman rencana kemudian baru dilakukan pengerukan (dredging) sesuai dengan kedalaman rencana pada sisi laut/kolam. Gaya-gaya yang terjadi akibat perbedaan elevasi antara dermaga dengan dasar kolam ditahan oleh struktur sheet pile. Tiang pancang masih diperlukan untuk menahan gaya lateral dari kapal yang sedang sandar atau untuk membantu sheet pile menahan tekanan lateral tanah. Struktur sheet pile dapat direncanakan dengan menggunakan penjangkaran maupun tanpa penjangkaran.

Gambar 3.7 Struktur Dermaga Sheet Pile 4. Dermaga terapung (ponton)

Dermaga ini merupakan dermaga yang menggunakan gaya apung (Archimedes) dalam menahan beban vertikal yang diterima struktur utamanya. Sistem dermaga terapung ini merupakan sistem dermaga yang biasa digunakan pada dermaga untuk kapal ferry, dimana sangat dibutuhkan tinggi freeboard dari dermaga tetap, sehingga dapat digunakan pada kondisi pasang maupun surut.

(7)

Gambar 3.8 Struktur Dermaga Ponton

Karena dermaga di Nusa Penida diperuntukkan bagi keperluan penyeberangan ferry, yang dibutuhkan untuk dapat melayani kegiatan loading, unloading dan transfer penumpang dari kapal ke darat dalam kondisi pasang maupun surut dengan nyaman, maka struktur dermaga yang dipilih adalah dermaga ponton.

3.2.2 Dermaga Ponton

Menurut Floating Ports: Design and Construction Practices, secara umum, dermaga ponton terdiri dari lima bagian utama.

1. Floating pier

Floating pier adalah sistem struktur terapung yang berfungsi untuk mengakomodir

mooring vessel dan peralatan penanganan barang (cargo handling equipment), juga

tempat lalu lintas barang dan penumpang pada dermaga serta tempat meletakkan fasilitas lain yang berhubungan.

(8)

Gambar 3.9 Bentuk DasarStruktur Dermaga Terapung

2. Access bridge

Access Bridge adalah jembatan penghubung antara fasilitas darat dengan fasilitas

perantara dengan kapal yang bisa digunakan pada berbagai level permukaan air dalam operasional dermaga.

Untuk efisiensi dari operasional dermaga maka dalam perencanaan jembatan perantara (access bridge) harus memberikan solusi bagi efektifitas lalu lintas barang atau orang dari fasilitas darat ke ponton sistem sebagai penghubung kekapal. Maka dalam perencanaannya access bridge haruslah memilki jarak sependek mungkin dari fasilitas darat.

(9)

Gambar 3.10 Macam Mekanisme Access Bridge

Jenis-jenis access bridge antara lain sebagai berikut:

a. Articulated Bridges

Jenis ini biasanya digunakan pada pinggir sungai atau pantai yang memiliki kestabilan yang baik, dimana tidak terjadi erosi atau keruntuhan pada tanah daratannya. Articulated

bridges biasanya digunakan untuk daerah yang memilki perbedaan elevasi permukaan air

(10)

bridges ini tergantung pada perbedaan tinggi permukaan air dilokasi struktur dermaga yang akan memberikan kemiringan sesuai dengan batas kenyamanan penggunanya dalam hal ini penumpang ataupun kendaraan.

b. Floating Bridges

Jenis ini sama seperti articulated bridges yang biasanya digunakan untuk daerah yang mamilki variasi elevasi permukaan air yang tidak terlalu besar atau tidak melebihi 10 m. namun biasanya floating bridges digunakan pada daerah yang memilki daya dukung tanah yang kurang baik.

c. Mobile Wedges

Jenis ini digunakan bila akses ke struktur dermaganya dapat bergerak secara horizontal. Ini bisa digunakan bila tanah di lokasi struktur memiliki kestabilan yang cukup baik. Untuk mobile wedge biasanya dibuat jalur khusus yang mengatur gerakannya tersebut.

d. Vertical Lift Bridges

Vertical lift bridges digunakan untuk suatu akses ke kapal yang membutuhkan kestabilan

dari access bridges yang digunakan. Sistem ini menghindari gerakan yang terjadi ketika sistem struktur tersebut digunakan. Oleh sebab itu biasanya sistem access bridges

digunakan untuk muatan kendaraan.

Untuk dermaga rencana di Nusa Penida ini, sistem access bridges dermaga rencana menggunakan sistem articulated bridges dengan beberapa pertimbangan:

ƒ Struktur dermaga ini hanya direncanakan untuk kapal ferry penumpang sehingga tidak membutuhkan struktur access bridge yang mempu menahan gaya yang cukup besar.

ƒ Perbedaan variasi elevasi permukaan air pada lokasi studi tidak terlalu besar (sekitar 2.150m)

ƒ Sistem tersebut merupakan sistem yang dinilai paling ekonomis karena biaya konstruksinya lebih murah untuk kondisi seperti pada lokasi studi.

ƒ Sistem struktur tersebut mudah dalam perawatannya (maintenance).

(11)

Sistem mooring berfungsi untuk menjaga sistem struktur dermaga tersebut tetap pada tempatnya, dimana struktur dermaga tersebut direncanakan dapat memberikan kenyamanan bagi penggunanya dan efisiensi dalam operasionalnya. Secara umum terdapat 4 jenis sistem mooring yang biasa dipakai pada sistem struktur dermaga terapung

(floating dock). Perencanaan sistem mooring ini sangat bergantung pada kondisi

lingkungan lokasi struktur. Sistem mooring ini harus mampu menahan gaya-gaya yang ditimbulkan oleh kondisi lingkungan terhadap struktur dan juga gaya yang ditimbulkan oleh impact dari kapal yang direncanakan akan bersandar pada dermaga.

Sistem mooring biasanya terdiri dari sistem mooring daratan (onshore moorings) dan dan sistem mooring laut (offshore moorings). Onshore mooring merupakan sistem mooring yang mengikatkan sistem dermaga tersebut langsung kedaratan dan offshore mooring menahan gerakan horizontal dari ponton dermaga (floating pier) dengan mengikatkannya pada dasar laut. Sistem onshore dan offshore mooring dapat juga digantikan oleh mooring dolphin untuk menjaga ponton dermaga tersebut. Setiap sistem mooring tersebut dapat digunakan pada setiap jenis sistem floating pier.

(12)

Gambar 3.11 Macam Sistem Mooring

4. Sistem fender

Sistem fender berfungsi mencegah kerusakan pada kapal dan dek ponton ketika terjadi benturan saat kapal bersandar dengan cara menyerap energi benturan tersebut.

(13)

5. Mooring accessories

Mooring accessories berfungsi menjaga kapal tetap pada tempatnya ketika proses

bongkar muat barang dan naik turunnya penumpang dari kapal.

3.2.3 Teori Ponton

Suatu benda terapung, bergerak bebas tidak dibatasi, memiliki enam jenis pergerakan akibat pengaruh gelombang laut. Keenam gerakan tersebut adalah:

a. surging, yaitu gerakan maju mundur

b. swaying, yaitu gerakan arah melintang

c. heaving, yaitu gerakan naik turun

d. rolling, yaitu gerakan rotasi terhadap sumbu longitudinal

e. pitching, yaitu gerakan rotasi terhadap sumbu transversal

f. yawing, yaitu rotasi terhadap sumbu vertikal

Ilustrasi keenam jenis pergerakan struktur terapung bebas tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.12

Gambar 3.12 Pergerakan Struktur Terapung Bebas

Dalam tugas akhir ini akan dilakukan perencanaan dermaga ponton seperti terlihat pada Gambar 3.13

(14)

Gambar 3.13 Sketsa Dermaga Ponton

Struktur ponton pada Gambar 3.13 tidak terapung bebas. Ponton diikatkan pada tiang yang dipancang ke dasar perairan. Tiang-tiang tersebut berfungsi menjaga kestabilan ponton dan menahan pergerakan ponton berupa surging, swaying, rolling,

pitching dan yawing, sehingga pergerakan ponton terbatas naik turun saja

(heaving).

Suatu benda, baik terapung maupun terendam di bawah air akan mengalami gaya apung ke atas (buoyancy). Hukum Archimedes menyatakan bahwa besar gaya apung sama dengan massa air yang dipindahkan. Hukum Archimedes dapat ditulis sebagai berikut

Buoyancy =

ρ

fgV 3.1

dimana:

ρ

f = massa jenis fluida g = percepatan gravitasi

V = volume struktur yang terendam

Besar draft ponton dapat dihitung dengan menerapkan prinsip bahwa total gaya berat akibat ponton sama dengan buoyancy, sehingga dapat dinyatakan sebagai

buoyancy W = terendam f fgV

ρ

gV

ρ

= 3.2 Dermaga Ponton Access bridge

(15)

3.3 PARAMETER DESAIN DERMAGA PONTON

Parameter desain perencanaan struktur dermaga didasarkan pada data kapal terbesar yang berlabuh di dermaga tersebut serta hasil analisis data lingkungan. Pada perencanaan dermaga ponton, data-data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik kapal yang dilayani dermaga rencana

Dalam tugas akhir ini dermaga tersebut direncanakan untuk melayani kapal ferry jenis Ro-Ro (Ro-Roll on/Ro-Roll off), yang dapat mengangkut kendaraan dan penumpang. Referensi yang digunakan untuk spesifikasi kapal dengan kapasitas tersebut seperti terdapat pada Tabel 3.1

Tabel 3.1 Data Karakteristik Kapal

Uraian Unit Nilai

Gross registered tonnage (grt) ton 1000 Overall length (LOA) m 64.0

Length between perpendicular (LBP) m 60.0

Beam (B) m 12.10

Draft (D) m 2.60

Freeboard (F) m 2.30

Sumber: Fentek Marine Fendering Systems Catalogue

2. Hasil analisis data lingkungan a. Tinggi gelombang rencana

Dari hasil analisis hindcasting dan transformasi gelombang, didapat nilai tinggi gelombang rencana seperti terlihat pada Tabel 3.2

Tabel 3.2 Tinggi dan Periode Gelombang Rencana

Arah H (m) T (sec) Utara 0.463 3.654 Timur Laut 0.535 4.364 Timur 0.741 6.674 Tenggara 0.605 5.253 Barat Laut 0.623 5.403

(16)

b. Kecepatan angin maksimum

Dari analisis frekuensi untuk angin maksimum, didapat kecepatan angin maksimum sebesar 14,92 m/s. Oleh karena itu, untuk analisis digunakan kecepatan angin maksimum sebesar 15 m/s.

c. Kecepatan arus maksimum

Dari hasil pengukuran di lapangan, didapat kecepatan arus maksimum = 0,49 m/s d. Perbedaan pasang surut

Dari hasil analisis pasang surut, didapat perbedaan pasang surut = 2,15 m.

3.4 ANALISIS GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA DERMAGA

3.4.1 Gaya Berthing

Gaya berthing adalah gaya yang ditimbulkan akibat benturan antara kapal saat merapat dengan dermaga. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis berthing adalah:

ƒ Dimensi kapal rencana

Analisa akan dilakukan dengan data kapal sebagai berikut :

- Bobot kapal = 1000 ton

- Panjang kapal (LOA) = 64.0 m

- Lebar kapal (B) = 12.10 m

- Draft kapal (D) = 2.30 m ƒ Kondisi lingkungan

- Kecepatan maksimum kapal saat merapat = 0.30 m/det - Kecepatan angin maksimum = 15.00 m/det - Kecepatan arus maksimum = 0.49 m/det

Energi kinetik pada saat berthing dihitung dengan menggunakan persamaan: C S E M DV C C C C M E . . . 2 . 2 = 3.3 dimana:

E = energi kinetik yang terjadi CM = koefisien massa hidrodinamik

(17)

MD = displacement kapal (ton)

V = kecepatan kapal merapat (m/det) CE = koefisien eksentrisitas

CS = koefisien softness

CC = koefisien konfigurasi penambatan

Besar koefisien parameter untuk perhitungan adalah: 1. Displacement dari kapal (MD)

MD = 2/3.(LBP.d.B.ρ) 3.4

2. Koefisien massa hidrodinamik (CM)

B D CM =1+ 2 dimana: D = draft kapal (m) B = lebar kapal (m) 3. Koefisien eksentrisitas (CE) 2 2 2 2 2 cos R K R K CE + + =

γ

3.5 dimana:

K = radius ration dari kapal (m) =(0,19CB+0,11)LOA

R = jarak antara pusat massa dengan titik bentur kapal

γ = sudut yang dibentuk antara titik bentur kapal dengan vektor kecepatan dan kapal

(18)

l α δ Titik Benturan v R γ

Gambar 3.14 Kondisi Berthing Kapal

4. Koefisien softness (CS)

CS = 1 3.6

5. Koefisien konfigurasi penambatan (CC)

CC = 1 untuk dermaga dengan pondasi tiang

0,8 < CC < 1 untuk dermaga dengan dinding penahan

Berdasarkan katalog Fentek Marine Fendering Systems, energi kinetik untuk berbagai kondisi berthing dapat dilihat pada Gambar 3.15

(19)

Gambar 3.15 Energi Kinetik untuk Berbagai Kondisi Berthing

Perhitungan energi berthing untuk sudut 00 dan 100 dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan

(20)

Tabel 3.3 Perhitungan Energi Berthing dengan Sudut Berthing 00

Data kapal Nilai Unit

1 Gross registered tonnage (grt) 1000 ton

2 Displacement (MD) 1030 ton

3 Overall length (LOA) 64.00 m

4 Length between perpendicular (LBP) 60.00 m

5 Beam (B) 12.10 m

6 Draft (D) 2.60 m

7 Freeboard (F) 2.30 m

Perhitungan

1 Radius of Gyration (K) 12.66 2 Impact to Centre of Mass (R) 16.17

3 Berthing Angle (o) 0

4 Velocity Vector Angle (

γ

) 68.03 5 Block Coefficient (CB) 0.532

6 Added Mass Coefficient (CM) 1.43

7 Eccentricity Coefficient (CE) 0.467

8 Berth Configuration Coefficient (CC) 1

9 Softness Coefficient (CS) 1

10 Berthing Energy (E) 40 kN.m

4.08 ton.m

11 E desain (2E) 80 kN.m

8.15 ton.m

Tabel 3.4 Perhitungan Energi Berthing dengan Sudut Berthing 100

Data kapal Nilai Unit

1 Gross registered tonnage (grt) 1000 ton

2 Displacement (MD) 1030 ton

3 Overall length (LOA) 64.00 m

4 Length between perpendicular (LBP) 60.00 m

5 Beam (B) 12.10 m

6 Draft (D) 2.60 m

7 Freeboard (F) 2.30 m

Perhitungan

1 Radius of Gyration (K) 12.66 2 Impact to Centre of Mass (R) 16.17

3 Berthing Angle (o) 10

4 Velocity Vector Angle (

γ

) 58.03 5 Block Coefficient (CB) 0.532

6 Added Mass Coefficient (CM) 1.43

7 Eccentricity Coefficient (CE) 0.554

8 Berth Configuration Coefficient (CC) 1

9 Softness Coefficient (CS) 1

10 Berthing Energy (E) 47.4 kN.m

4.84 ton.m

11 E desain (2E) 94.9 kN.m

(21)

Fender

ƒ Pemilihan jenis fender

Dari hasil di atas, energi berthing yang menentukan dan digunakan untuk desain adalah energi berthing maksimum sebesar94.90 kN-m.

Energi yang diserap oleh sistem fender (EF) adalah setengah dari energi berthing dan

setengah lagi diserap oleh kapal dan air. EF = 0,5E

Gaya reaksi pada fender akibat tumbukan kapal untuk beberapa jenis fender Bridgestone Super-Arch dapat dilihat pada Tabel 3.5

Tabel 3.5 Gaya Reaksi Fender akibat Tumbukan Energi Berthing

Maksimum (kN-m)

Energi yang Diserap Fender (kN-m) Gaya Reaksi Fender (kN)

Nomor Tipe R/E

a = 00 a = 100 a = 00 a = 100 a = 00 a = 100

FV002-3-1 15.91 80.00 94.90 40.00 47.45 636.40 754.93 FV002-3-2 15.00 80.00 94.90 40.00 47.45 600.00 711.75 FV002-3-3 15.33 80.00 94.90 40.00 47.45 613.20 727.41 FV002-3-4 15.00 80.00 94.90 40.00 47.45 600.00 711.75

Dari hasil perhitungan diatas, dipilih gaya-gaya yang cukup besar yang mungkin terjadi untuk dijadikan acuan perencanaan pembebanan pada dermaga, yaitu pada penggunaan fender Bridgestone Super-Arch tipe FV002-3-1, dimana gaya berthing akibat reaksi fender maksimum adalah 754.93 kN.

ƒ Jarak antar fender

Jarak maksimum antar fender dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

(

)

2 2 r h r 2 21≤ − −

3.7 dimana:

2l = jarak antar fender (m) r = radius lengkung dari bow (m)

h = tinggi dari fender pada saat energi kinetik dari kapal diserap (m)

(22)

Untuk

α

b = 100 : log (rbow) = -0,113 + 0,44 log (Wd). 3.8

Cara lain untuk menghitung jarak maksimum antar fender juga dapat dengan rumus:

2l = 0,15.LOA 3.9

Dalam arah horizontal, jarak antar fender harus ditentukan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kontak langsung antara kapal dan dinding dermaga. Berdasarkan hal tersebut, penempatan antar fender dilakukan dengan memperhatikan dimensi kapal dari berbagai ukuran sehingga dermaga dapat didarati oleh kapal dari berbagai jenis/ukuran. Untuk perencanaan, kapal yang merapat di pelabuhan mempunyai bobot 1000 ton. Hasil perhitungan jarak antar fender dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Dari tabel tersebut dapat dilihat untuk ukuran kapal yang akan merapat memerlukan jarak maksimum antar fender sebesar 9.60 m, namun untuk perencanaan yang lebih baik maka diambil jarak antar fender sebesar 8.00 m.

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Jarak Antar Fender Maksimum Ukuran kapal (ton) B (m) r bow (m) h fender (m) 2l (m) 0.15 LOA (m)

Jarak antar fender (m)

1000 64 16.11 0.50 7.96 9.60 8.00

3.4.2 Gaya Mooring

Gaya mooring dari kapal pada prinsipnya merupakan gaya-gaya horizontal dan vertikal yang disebabkan oleh angin dan arus. Sistem mooring didesain untuk dapat mengatasi gaya-gaya akibat kombinasi angin dan arus. Keseluruhan gaya angin dan arus yang terjadi dapat dimodelkan sebagai gaya-gaya dalam arah transversal dan longitudinal yang dikombinasikan dengan gaya momen terhadap sumbu vertikal yang bekerja di tengah kapal.

ƒ Gaya Mooring Akibat Angin

Angin yang berhembus ke badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan kapal yang bisa menimbulkan gaya pada dermaga.

Besar gaya akibat angin dihitung dengan persamaan sebagai berkut: ƒ Angin dengan arah sejajar as kapal

T w

w Q g A

(23)

ƒ Angin dengan arah tegak lurus as kapal L w w Q g A F 1 =1,1. . . 3.11 dengan 0,063. 2 w w V Q = dimana:

Fw = gaya akibat angin dengan arah sejajar as kapal (N)

Fw1 = gaya akibat angin dengan arah tegak lurus as kapal (N)

Qw = tekanan angin (N/m2)

Vw = kecepatan angin (m/s)

AT = luas muka kapal di atas permukaan air (m2)

AL = luas sisi kapal di atas permukaan air (m2)

ƒ Gaya Mooring akibat Arus

Seperti halnya angin, arus yang bekerja pada bagian kapal yang terendam air juga akan menebabkan terjadinya gaya pada kapal yang kemudian diteruskan pada alat penambat dan dermaga.

Besar gaya akibat arus dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ƒ Arus dengan arah sejajar as kapal

g d D xBxD xQ Fc c 3 1 77 , 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = 3.12

ƒ Arus dengan arah tegak lurus as kapal g d D xD xL xQ Fc c BP 3 1 22 , 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = 3.13 dengan 104 2 c C xV Q = dimana:

Fc = gaya akibat arus dengan arah sejajar as kapal (N)

Fc1 = gaya akibat arus dengan arah tegak lurus as kapal (N)

Qc = tekanan arus (N/m2)

Vc = kecepatan arus (m/s)

(24)

d = kedalaman laut pada air surut (m)

Hubungan antara gaya-gaya yang bekerja pada kapal tersebut dapat digambarkan pada gambar

Fx = Fw + FC

Fy = Fwl + FCl

Fy Fx

Gambar 3. 16 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Kapal

Gaya arus bekerja pada sisi badan kapal yang berada di bawah air (draft) sedangkan gaya angin bekerja pada sisi badan kapal yang berada di atas air. Perhitungan besarnya gaya akibat arus dan angin yang telah diproyeksikan menurut arah longitudinal (x) dan transversal (y) dapat disimak pada tabel berikut ini.

(25)

Tabel 3.7 Gaya Mooring Akibat Angin dan Arus

Data kapal Nilai Unit

1 Gross registered tonnage (grt) 1000 ton 2 Displacement (MD) 1030 ton

3 Overall length (LOA) 64.0 m

4 Length between perpendicular (LBP) 60.0 m

5 Beam (B) 12.10 m

6 Draft (D) 2.60 m

7 Freeboard (F) 2.30 m

Perhitungan

Gaya Angin dan Arus Nilai Unit

1 Tekanan Angin (Qw) 14.175 kg/m2

2 Gaya Longitudinal Angin (FLW) 2.944 ton

3 Gaya Lateral Angin (FTW) 6.477 ton

4 Tekanan Arus (Qc) 12.543 ton

5 Gaya Longitudinal Arus (FLC) 0.028 ton

6 Gaya Lateral Arus (FTC) 0.625 ton

7 2.916 F ton X 28.593 kN 8 7.429 F ton Y 72.852 kN 9 228.573 M ton-m XY 2241.611 kN-m

ƒ Gaya Mooring pada Tali

Gaya pada tali merupakan gaya reaksi akibat adanya gaya mooring yang bekerja pada tali-tali penahan kapal. Sistem gaya yang bekerja disederhanakan dengan mengasumsi bahwa gaya longitudinal yang bekerja akan ditahan oleh spring lines dan untuk gaya transversal oleh breasting lines. Rumus perhitungan gaya spring lines dan breasting lines adalah:

a. Gaya satu tali pada breasting lines Fbreasting = b x cosβ 2. F 3.14

b. Gaya satu tali pada spring lines Fspring = s y cosβ 2. F 3.15 di mana:

Fx = gaya mooring longitudinal (ton)

(26)

βb = sudut breasting tali (°)

βs = sudut spring tali (°)

Gambar 3.17 Kondisi Mooring Kapal

Tali atau pengikat kapal untuk tiap-tiap gaya yang bekerja diasumsikan mempunyai karakteristik yang sama dan analisanya harus memperhitungkan pengaruh sudut-sudut yang dibentuk oleh masing-masing tali. Seperti yang telah dijelaskan, jenis tali yang digunakan untuk menahan gaya tambat adalah sebagai berikut:

Spring lines : untuk menahan gaya-gaya longitudinal tambat (Fx). Breasting lines : untuk menahan gaya-gaya transversal tambat (Fy).

Hasil perhitungan gaya-gaya pada masing-masing tali dapat diberikan pada tabel berikut.

Tabel 3.8 Gaya Mooring pada Tali

Gaya Tambat Tali Nilai Unit

1 Gaya Longitudinal (FX) 28.593 kN

2 Gaya Lateral (FY) 72.852 kN

3 Sudut Spring 20 0

4 Sudut Breasting 60 0

5 Gaya Spring Lines (F Spring) 106.503 kN 6 Gaya Breasting Lines (F Breasting) 28.593 kN

3.4.3 Analisis Pondasi Tiang Dermaga

Jenis pondasi yang digunakan adalah tiang pancang, dengan pertimbangan bahwa pemancangan lebih mudah untuk dilakukan pada lokasi studi dimana lapisan tanah yang keras juga dalam.

(27)

Pondasi tiang pancang digunakan untuk mentransfer beban pondasi kelapisan tanah yang lebih dalam, dimana dapat dicapai daya dukung yang lebih baik, daya dukung terdiri dari daya dukung tahanan ujung (Qend) dan daya dukung tahanan selimut (Qf).

ƒ Tahan tiang ujung dimana sebagian besar daya dukung diperoleh dari tanah ujung tiangnya. Pada kondisi ini, tanah lapisan atas merupakan tanah lunak dan tiang dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras.

ƒ Tiang gesekan (friction piles) dimana daya dukung tanah tiang didominasikan oleh tahanan selimut, akibatnya tiang tidak tercapai lapisan tanah keras dikarenakan lapisan tanah kerasnya cukup dalam.

Sistem tiang diasumsikan sebagai pile group yang dibebani gaya-gaya pada arah X (gaya gempa arah memanjang), arah y (gaya berthing-mooring, beban gempa arah melintang dan gaya angin) dan arah Z (beban sendiri strukur pile)

3.4.3.1 Kapasitas Aksial Tiang Pancang

ƒ Perhitungan Daya Dukung Tekan

Rumus-rumus yang digunakan dalam menentukan daya dukung tiang pancang adalah sebagai berikut :

Berdasarkan data sondir

Pu = Abx

(

qcb+qca

) (

+ CsxDfxfs

)

2 3.17 Pall (-)

SF

Pu

=

3.18 Dimana :

Pu = Daya dukung ultimate (ton)

Ab = Luas Penampang (m2)

Cs = Keliling penampang

Qcb = Nilai qc rata-rata pada zona 4D dibawah ujung tiang (t/m2)

qca = Nilai qc rata-rata pada zona 4D diatas ujung tiang (t/m2)

D = Diameter tiang (m)

(28)

Df = Kedalaman pemancangan (m) SF = Faktor keamanan (t/m2) Berdasarkan Data SPT Pult 2 ) ( 2 ) ( 20

xAbx

Na

+

Nb

+

Cs

x

Df

x

NC

=

3.19 Pult 5 ) ( 2 ) ( 30

xAbx

Na

+

Nb

+

Cs

x

Df

x

NC

=

3.20 Pall (-) SF Pult = 3.21 Dengan :

Pult = Daya dukung ultimate (ton)

D = Diameter tiang

Ab = Luas Penampang (m2)

Cs = Keliling penampang desain bridge system

Na = Nilai rata-rata SPT sepajang 4D si bawah ujung tiang (t/m2)

Nb = Nilai rata-rata SPT sepanjang 8D si bawah ujung tiang (t/m2)

Df = Kedalaman pemancangan (m)

Nc = Nilai rata-rata SPT pada kedalaman lapisan lempung (t/m2)

Ns = Nilai rata-rata SPT pada kedalaman lapisan pasir (t/m2)

SF = Faktor keamanan (t/m2)

ƒ Perhitungan Daya Dukung Tarik

Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Berdasarkan Data Sondir

Pult =(Cs x Df x tf) 3.22

Pal (+)

SF Pult

(29)

Berdasarkan Data SPT (Meyerhof) Pult 2 Nc) x Df x Cs x a ( = (Lengkung kohesif) 3.24 Pult 5 Nc) x Df x Cs x (a = (Pasir/non kohesif) 3.25 Pall (+) = SF Pult 3.26

Untuk Tugas Akhir ini, perhitungan daya dukung tarik dan daya dukung tekan dilakukan berdasarkan data SPT. Tabel hasil perhitungan daya dukung tanah berdasarkan data SPT seperti yang terdapat pada Tabel 3.8

Berdasarkan data struktur lapisan tanah dan perhitungan daya dukung, kedalaman pemancangan direkomendasikan hingga mencapai lapisan tanah keras SPT N>60, yaitu kedalaman 18 m dari sea bed atau elevasi –28 m LLWL. Diameter pondasi tiang yang digunakan pada adalah diameter 0.7 m.

Daya dukung yang diijinkan untuk tiang pancang dengan diameter 0.7 m adalah 2127.02 kN untuk tekan dan 345.069 kN untuk tarik.

(30)

Tabel 3.9 Perhitungan Daya Dukung Pondasi Berdasarkan Data SPT (Meyerhof)

No Depth Diameter Ab Cs Nb Na Ns Nc Soil Pu Pu P(-) all P(+) all P(-) all P(+) all

of pile Pipa (m2) (m) Type Tekan Tarik SF=2 SF=2 SF=3 SF=3

(m) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) (ton)

0.45 0.159 1.414 15 18 24.5 Clay 121.756 69.272 60.878 34.636 20.293 23.091 0.5 0.196 1.571 15.2 18.2 24.5 Clay 142.55 76.969 71.275 38.485 23.758 25.656 0.6 0.283. 1.885 15.4 18.5 24.5 Clay 188.213 92.363 94.106 46.181 31.369 30.788 1 4 0.7 0.385 2.199 15.4 18.2 24.5 Clay 237.449 107.757 118.725 53.878 39.575 35.919 0.45 0.159 1.414 18 17.2 35 Clay 204.423 98.96 102.212 49.48 34.071 32.987 0.5 0.196 1.571 18.5 17.5 35 Clay 235.03 109.956 117.515 54.978 39.172 36.652 0.6 0.283 1.885 18.5 17.6 35 Clay 299.991 131.947 149.995 65.973 49.998 43.982 2 6 0.7 0.385 2.199 18.2 17.4 35 Clay 367.912 153.938 183.956 76.969 61.319 51.313 0.45 0.159 1.414 17.2 16 34 Sand 156.11 38.453 78.055 19.227 26.018 12.818 0.5 0.196 1.571 17.5 16.4 34 Sand 185.295 42.726 92.648 21.363 30.883 14.242 0.6 0.283. 1.885 17.6 16.7 34 Sand 248.013 51.271 25.635 25.635 41.336 17.09 3 8 0.7 0.385 2.199 17.4 16.8 34 Sand 317.057 59.816 29.908 29.908 52.843 19.939 0.45 0.159 1.414 16 15.2 33 Sand 167.737 37.322 83.869 18.661 27.956 12.441 0.5 0.196 1.571 16.4 15.4 33 Sand 197.331 41.466 98.666 20.705 32.809 10.823 0.6 0.283 1.885 16.7 15.5 33 Sand 260.972 49.763 130.486 24.861 43.495 16.588 4 10 0.7 0.385 2.199 16.8 15.6 33 Sand 332.176 58.057 166.088 29.028 55.363 19.352 0.45 0.159 1.414 15.2 24 48 Sand 256.378 54.287 128.189 27.143 42.73 18.096 0.5 0.196 1.571 15.4 24.4 48 Sand 298.176 60.319 149.088 30.159 49.696 20.106 0.6 0.283. 1.885 15.5 24.8 48 Sand 388.065 72.382 194.033 36.191 64.678 24.127 5 12 0.7 0.385 2.199 15.6 24.9 48 Sand 487.131 84.446 243.566 42.223 81.189 27.149 0.45 0.159 1.414 24 34.2 58 Sand 344.682 58.811 172.341 29.405 57.447 19.604 0.5 0.196 1.571 24.4 34.4 58 Sand 401.888 65.345 200.944 32.673 66.981 21.782 0.6 0.283 1.885 24.8 34.6 58 Sand 526.374 78.414 263.187 39.207 87.729 26.138 6 14 0.7 0.385 2.199 24.9 34.8 58 Sand 664.243 91.483 332.121 45.742 110.707 30.494 0.45 0.159 1.414 34.2 54 56 Sand 463.752 63.335 231.876 31.667 77.292 21.112 0.5 0.196 1.571 34.4 56 56 Sand 547.737 70.372 273.868 35.186 91.289 23.457 0.6 0.283 1.885 34.6 57 56 Sand 726.737 34.446 363.137 42.223 121.046 13.149 7 16 0.7 0.385 2.199 34.7 59 56 Sand 934.981 98.52 467.491 49.26 155.33 32.84 0.45 0.159 1.414 55 60 60 Sand 576.712 67.858 289.856 33.929 96.619 22.619 0.5 0.196 1.571 55 60 60 Sand 677.995 75.398 33.997 37.699 112.999 25.133 0.6 0.283 1.885 56 60 60 Sand 899.124 90.478 44.562 45.239 149.854 30.159 8 18 0.7 0.385 2.199 58 60 60 Sand 1156.185 105.558 578.092 52.779 192.897 35.186 0.45 0.159 1.414 65 68 60 Sand 656.583 67.858 328.292 33.929 109.431 22.619 0.5 0.196 1.571 65 68 60 Sand 768.708 75.398 384.354 37.699 128.118 25.133 0.6 0.283 1.885 65 69 60 Sand 1020.703 90.478 510.352 45.239 170.117 30.159 9 20 0.7 0.385 2.199 65 69 60 Sand 1301.326 105.558 650.663 52.779 216.888 35.186

(31)

3.4.3.2 Kapasitas Lateral Tiang Pancang

Tiang yang direncanakan untuk digunakan dalam perencanaan dermaga ini adalah tiang pancang pipa beton pre-stress (pra tegang) dengan data-data sebagai berikut:

E = 2.1 x 106 kg/cm2

Diameter = 700 mm Tebal = 25 mm

Ld = kedalaman titik jepit =1/β (cm)

β = 4 50 EI x kh kh = 0.15 N kg/cm2 I = 2πR3t = 1.35 x 106 cm4

N = nilai SPT dibawah permukaan tanah lunak Perhitungan kedalaman titik jepit tiang:

Diameter luar (D) = 70 cm Diameter tiang (d) = 65 cm Momen inersia tiang = 54.541 cm4

Modulus Elastisitas = 2.1 x 106 kg/cm2

Nilai SPT tanah = 7

Koefisien subgrade react (kh) = 0.15 kg/cm2

Maka β = 4 50 EI x kh = 0.0091

Sehingga didapat kedalaman titik jepit tersebut dari seabed = 1/0.0091 = 109.818 cm

1.098 m

Berdasarkan Teknik Pondasi, daya dukung lateral yang dapat ditahan tiang dihitung dengan rumus berikut:

Ha = a h EIx

δ

β

β

. 1 4 3 + 3.27 dimana:

(32)

Ha = daya dukung yang diijinkan (kN)

δa = besar lendutan yang terjadi akibat gaya lateral (dalam hal ini, gaya berthing dan

mooring) (cm)

Untuk menghitung besar lendutan yang terjadi, tiang dimodelkan sebagai sebuah silinder dengan perletakan jepit yang diberi gaya di bagian ujung bebasnya.

Gambar 3.18 Lendutan akibat Gaya Berthing dan Mooring pada Tiang

Dengan FB = gaya berthing, FM = gaya mooring lateral dan L = jarak titik tangkap

gaya ke titik jepit, maka dapat dihitung momen di titik jepit sebagai berikut: ΣMJ = 0

MJ = (FB+FM) x (L+1,098)

= (94,90 – 72,852) x (10,748) = 236,972 kN-m

Besar lendutan pada tiang adalah

δa = dx

EI MJ

3.28

maka didapat besar lendutan

FB FM δa L seabed L jepit MJ

(33)

δa = dx

EI

236,972 = 0.0836 m = 8.36 cm Sehingga besar daya dukung tiang adalah: Ha = a h EIx

δ

β

β

. 1 4 3 + = 650,755 kN

Diambil nilai safety factor SF = 1,5 untuk desain, sehingga Ha ≥1.5 FB

650,755 kN ≥ 142,35 kN -Æ Daya dukung lateral tiang OK

3.5 DESAIN DERMAGA PONTON

3.5.1 Bentuk Umum Dermaga Ponton

Menurut Floating Ports: Design and Construction Practices, bentuk desain dermaga ponton terdiri dari berbagai bentuk, seperti terlihat pada Gambar 3.18. Prinsip pemilihan bentuk dermaga yang digunakan yaitu:

ƒ Bentuk yang dapat memberi kenyamanan bagi penumpang yang menggunakan ƒ Struktur tersebut mudah perawatannya (maintenance)

ƒ Struktur tersebut murah dalam pembangunannya

(34)

3.5.2 Dimensi Dermaga Ponton

ƒ Elevasi Ponton

Kebutuhan tinggi elevasi ponton biasanya dipengaruhi oleh kondisi muka air rencana dan pasang surut daerah setempat, ditambah angka kebebasan untuk antisipasi limpasan

(overtopping) pada saat keadaan gelombang. Namun untuk dermaga ponton, pasang surut

tidak mempengaruhi perencanan elevasi dek ponton. Kebutuhan tinggi dek ponton lebih tergantung freeboard kapal rencana ditambah tinggi toleransi yang diakibatkan perubahan draft ponton ketika menerima beban yang disesuaikan dengan kondisi muka air rencana, yang besarnya diambil 0,2 m. Maka, elevasi ponton adalah 2,3 m + 0,2 m = 2,5 meter.

ƒ Panjang Ponton

Panjang dek ponton yang digunakan dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria kenyamanan penumpang dalam melakukan aktivitasnya di atas dek ponton tersebut. Panjang kendaraan terbesar yang keluar-masuk kapal, overlapping ramp kapal dan toleransi panjang ponton untuk mengakomodasi pasang surut sangat mempengaruhi dimensi panjang ponton. Dalam perencanaan, dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut, diambil panjang ponton = 12,5 meter

ƒ Lebar Ponton

Lebar ponton banyak ditentukan oleh kegunaan dari dermaga yang ditinjau dari jenis dan volume barang yang mungkin ditangani dermaga tersebut. Penentuan lebar ponton direncanakan dengan memperhatikan lebar kendaraan terbesar yang keluar-masuk kapal, lebar jalur untuk lalu-lintas penumpang dan lebar ramp kapal. Dalam perencanaan, dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut, diambil lebar ponton = 9,0 meter.

ƒ Elevasi Dermaga

Elevasi dermaga ditentukan dengan memperhatikan beda elevasi antara muka air pasang dan muka air surut, tinggi freeboard kapal, elevasi muka air di kolam pelabuhan dan tinggi storm surge. Dengan asumsi tinggi storm surge = 0,1 m, elevasi dermaga dapat ditentukan sebagai berikut:

Elevasi = 2,15 + 2,3 + (0,741/2) + 0,1 = 4.9205 m

5 meter

(35)

Pada umumnya kedalaman dasar laut di depan dermaga ditetapkan berdasarkan draft maksimum kapal yang bertambat ditambah clearance di bawah lunas kapal. Menurut Standard Criteria Design for Port in Indonesia kedalaman kolam pelabuhan adalah 1,05 – 1,15 kali dari nilai maksimum draft kapal. Kedalaman kolam pelabuhan terhadap muka air terendah (LLWL) diatur dengan persamaan dari “Diktat Perencanaan dan Perancangan Prasarana Pelabuhan”, ditentukan dengan persamaan:

hdesain = [1,15 x draft maksimum] + C

dimana :

h = kedalaman kolam pelabuhan

C = clearance, sebagai pengaman antara keel dan dasar perairan

Sehingga dapat dihitung kedalaman kolam pelabuhan sebagai berikut: hdesain = [1,15 x 2,6] + 1,5

= 4,49 m ≈ 5 meter

Maka kedalaman kolam pelabuhan yang direncanakan = 5 meter.

3.5.3 Pembebanan Vertikal

Selain memikul beban horizontal, dermaga juga memikul beban vertikal. Beban vertikal ini timbul dari akibat beban sendiri, bangunan, kendaraan, barang dan lain-lain. Ada dua jenis kategori beban, yaitu beban mati dan beban hidup. Seperti halnya gaya berthing, gaya vertikal penting dalam desain struktur dermaga.

Dalam studi Tugas Akhir ini, total gaya vertikal yang bekerja dihitung sebagai berikut:

Gaya vertikal total = 1.2 DL + 1.6 LL 3.29

dimana:

DL = Dead Load/beban mati(misalnya beban beton dan baja lantai)

LL = Live load/beban hidup (misalnya beban manusia)

Gaya vertikal yang bekerja pada ponton akan ditopang ponton itu sendiri dengan memanfaatkan gaya apung yang terjadi pada ponton. Gaya vertikal yang bekerja pada sistem ponton sangat sedikit mempengaruhi sistem struktur keseluruhan pada dermaga rencana, jadi dapat diabaikan. Gaya vertikal ini akan digunakan sebagai acuan desain dimensi ponton rencana sehingga faktor kenyamanan penggunaan dermaga dapat tercapai.

(36)

Gaya luar yang bekerja pada struktur ponton adalah beban penumpang, barang dan kendaraan yang keluar-masuk kapal. Maka dalam perencanaan ponton harus dapat menahan beban penumpang maksimum dengan tinggi freeboard deck ponton tidak mengalami perubahan signifikan.

Gaya dalam yang bekerja pada struktur ponton sebagai beban mati adalah beban ponton itu sendiri berikut fasilitas pendukung operasional dermaga dan aksesoris yang terdapat di atas ponton.

ƒ Perkiraan gaya vertikal yang bekerja pada ponton Massa ponton rencana

= massa 6 beam + massa 4 plat lantai

= (6 x 450 kg/m x 12,5 m) + ( 4 x 7850 kg/m3 x 28,125 m2 x 0,1 m)

= 33,750 ton + 88,3125 ton = 122,0625 ton

Asumsi massa fasilitas yang terdapat di atas ponton adalah 100 ton DL = (122,0625+100) ton x 9,81 m/s2

= 2178,433 kN

Asumsi beban aktivitas penumpang dan kendaraan di atas ponton adalah 300 ton LL = 300 ton x 9.81 m/s2

= 2943 kN

Maka gaya vertikal yang bekerja pada ponton adalah: Gaya vertikal total = 1,2 DL + 1.6 LL

= 7322,91975 kN

3.5.4 Dimensi Ponton

Dimensi ponton harus dapat menjamin bahwa dek yang direncanakan tetap berada di atas permukaan air, maka dapat dihitung stabilitas apung ponton sebagai berikut:

W – (

ρ

air laut g Vtercelup)

0

(

ρ

air laut g Vtercelup) ≥ (1.2 DL + 1.6 LL)

dimana

(37)

Maka:

(1,025 x 9.81 x 12.5 x 9 x (t-2,5)) = 7322,91975 kN 1131,215625 x (t-2,5) = 7322,91975 kN

t = 3,973 m

4 meter

(38)

Gambar 3.20 Dimensi Ponton Rencana z 2,5 m x 4 m L=12,5 m z x 2,5 m 4 m B=9 m Tiang TAMPAK DEPAN TAMPAK SAMPING +2.15 m +2.15 m 0.0 m PONTON PONTON Tiang PONTON L=9.0 m P=12.5 m PONTON 0.0 m

(39)

3.5.5 Dimensi Access Bridge

Dalam perencanaan dermaga, access bridge dirancang agar dapat dilalui 2 jalur kendaraan, dan jalur laluan penumpang di satu sisi jembatan. Mengacu pada rekomendasi Japan International Cooperation Agency, yang dapat dilihat pada Tabel 3.9, lebar jembatan = 9,0 meter. Panjang access bridge sendiri ditentukan oleh elevasi dermaga dan sudut kemiringan jembatan. Dari rekomendasi Japan International Cooperation Agency, untuk kemudahan lalu lintas kendaraan dan kenyamanan, sudut kemiringan untuk access bridge ditentukan sebesar 1:10. Dari perhitungan sebelumnya, didapat elevasi dermaga dari LLWL 5 meter, maka berdasarkan rekomendasi sudut kemiringan, panjang access bridge = 2,7 x 10 m = 27,0 meter.

Tabel 3.10 Rekomendasi Lebar Access Bridge

(40)

1. 0 m +5.0 0 m 0.0 0 m +2.1 5 m 27 .0 m PONTO N AC CES S B R ID GE D ERM AG A Gam b ar 3.2 1 Di m en si Acc ess B rid ge Renc an a

(41)

3.5.6 Layout Dermaga

Pada Tugas Akhir ini terdapat 2 alternatif perencanaan layout dermaga yang dapat dijadikan bahan pertimbangan seleksi desain seperti yang terdapat pada Gambar 3.22

(42)

Gam b ar 3.22 Al te rn at if 1 L ay out D erm ag a F er ry N us a Pe ni da

(43)

Gamb ar 3.23 Alt ern ati f 2 L ayo ut Derm ag a Fe rr y Nus a P enida

(44)

3.5.7 Layout Terminal

Secara umum, bangunan terminal penumpang harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Bangunan terminal mudah dicapai dengan transportasi darat

2. Calon penumpang mendapatkan servis yang memuaskan di terminal

Untuk merealisasikan kebutuhan ini, perancangan terminal harus mempertimbangkan kapasitas kapal ferry, frekuensi perjalanan ferry, rasio konsentrasi (perbandingan jumlah maksimum penumpang per hari terhadap jumlah penumpang dalam satu kapal) dan jumlah penumpang ferry.

Terminal termasuk fasilitas penunjang dan pendukung, yaitu fasilitas pelabuhan yang bersifat mendukung atau melengkapi fasilitas pokok dan fungsional demi kelancaran operasional pelabuhan dan meningkatkan kualitas pelayanan umum. Menurut Japan International Cooperation Agency, fasilitas yang harus dimiliki dalam gedung terminal antara lain:

1. Kantor administrasi

2. Kantor perusahaan pelayaran 3. Agen perjalanan/travel 4. Kantor penjualan tiket 5. Public hall

6. Ruang tunggu penumpang 7. Kios dan kantin

8. Ruang ibadah (mushola) 9. Toilet

Fasilitas penunjang lainnya antara lain prasarana jalan/akses darat, listrik, air bersih dan area parkir.

(45)

Gambar 3 .24 La you t Ge dung T er m in al De rm ag a Ferr y Nu sa P en id a

Gambar

Gambar 3.1  Kapal Ferry Monohull Konvensional
Gambar 3.2  Kapal FerryVee-shaped Monohull
Gambar 3.4  Kapal Ferry Cruise/Liner
Gambar 3.5   Struktur Dermaga Deck on Pile  2.  Caisson
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis teknis dan ekonomis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Muatan kapal 3-in-1 terdiri dari 488 orang

Berdasarkan hasil analisis teknis dan ekonomis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Muatan kapal 3-in-1 terdiri dari 488 orang

Seluruh perhitungan konstruksi lambung kapal beserta rekomendasinya adalah mengambil dari buku peraturan BKI Volume II 2006 dan ABS 1993 mengenai peraturan konstruksi

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya, Tugas Akhir yang berjudul “Desain kapal 2 in 1 khusus pengangkut ternak sapi dan barang rute Nusa

Pengolahan data yang dilakukan untuk uji hipotesis berhubungan dengan keperluan uji signifikansi peningkatan kemampuan membaca pemahaman pada kelas yang

Orang tua Ferry Zein, Zainal Zein berprofesi sebagai TNI ( Tentara), sedangkan istri Zainal Zein merupakan seorang apoteker. Sebagai maestro musik seniman yang

Jumlah penumpang kapal ferry yang berangkat melalui Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni Lampung pada Januari 2016 sebanyak 141.185 orang, turun sebesar 9,38 persen