• Tidak ada hasil yang ditemukan

SESAR CIMANDIRI BAGIAN TIMUR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LONGSORAN DI CITATAH, PADALARANG, JAWA BARAT. Oleh: Zufialdi Zakaria *) ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SESAR CIMANDIRI BAGIAN TIMUR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LONGSORAN DI CITATAH, PADALARANG, JAWA BARAT. Oleh: Zufialdi Zakaria *) ABSTRACT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

SESAR CIMANDIRI BAGIAN TIMUR

DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LONGSORAN DI CITATAH, PADALARANG, JAWA BARAT

Oleh: Zufialdi Zakaria *)

ABSTRACT

Faults can identify by analysis of remote-sensing and also field geology study. In research area there are two fault type, that is thrust fault and strike-slip fault. Crossing of two kind of thrust fault and strike-slip fault caused a weakness of those area. More kinds of landslide developed at cross of two fault. Indication of strike-slip fault at limestone upper hill is showing by azimuth N180oE. At foot hill,

cracks and joints are showing by azimuth N320oE to N330oE. Strike-slip fault is not strike line but

curve.

Small landslides abundant on big landslide at cross area of two kind fault. Kinds of small landslide are slump, topple and fall. Environmental management is needed as mitigation of geological disaster (mass movement), also as landslide anticipation. Environmental management for landslide anticipate is doing by : slope slightly, decreasing ground water level in order to no saturated soil, and re-vegetation. Retaining wall is needed at unstable slope. Environmental monitoring is needed especially at slope with angle-slope α > 44,280.

Key word : Fault, landslide, environmental management

SARI

Sesar-sesar dapat diidentifikasi dengan cara analisis penginderaan jauh maupun studi geologi lapangan. Di daerah penelitian terdapat dua jenis sesar, yaitu sesar naik dan sesar mendatar. Perpotongan kedua jenis sesar naik dan sesar mendatar membuat kondisi daerah Citatah menjadi lemah. Longsoran banyak berkembang di wilayah perpotongan kedua sesar. Indikasi sesar mendatar di bukit batugamping bagian atas memperlihatkan arah sesar sekitar N180oE sedangkan retakan-retakan

pada bangunan di kaki bukit memperlihatkan arah retakan N320oE sampai N330oE. Sesar mendatar

tidak lurus melainkan berbelok.

Longsoran-longsoran kecil banyak terdapat pada wilayah longsoran besar di perpotongan dua jenis sesar. Jenis longsoran-longsoran kecil diantaranya nendatan, jatuhan dan jungkiran. Manajemen lingkungan perlu dilakukan selain sebagai mitigasi bencana geologi (gerakan tanah) juga sebagai antisipasi longsor. Pengelolaan lingkungan untuk antisipasi longsor dilakukan dengan: memperlandai lereng, menurunkan muka air tanah agar tak ada tanah jenuh air, dan revegetasi. Pada lereng yang diperkirakan tidak stabil, perlu pembuatan dinding penahan. Pemantauan lingkungan diperlukan terutama pada lereng dengan sudut lereng α > 44,280.

Kata kunci : Sesar, longsor, manajemen lingkungan

*) Jurusan Geologi, FMIPA-UNPAD, Jl. Raya Bandung-Sumedang KM 21, Jatinagor, SUMEDANG-45363

(2)

42 PENDAHULUAN

Salah satu faktor penyebab longsoran di suatu wilayah adalah kondisi wilayah berada pada zona patahan maupun zona gempa. Contoh, longsoran dan gempa di Majalengka tahun 1990 berhubungan dengan aktivitas Patahan Baribis dan berubahnya orientasi sesar tersebut (Soehaemi, 1991 dalam Indra, 1996).

Melalui analisis kekar dan analisis

remote sensing, longsoran dan patahan dapat

diidentifikasi, sehingga dapat diketahui jenis patahan, penyebaran serta hubungannya dengan daerah-daerah rawan longsor. Dengan demikian dapat diambil keputusan dalam mewaspadai lereng rawan longsor disertai rekomendasi yang tepat.

Daerah penelitian berada pada zona sesar Patahan Cimandiri dan zona gempa dari Jalur Gempa Cimandiri-Saguling (Soehaemi, 1991, dalam Indra, 1996). Di daerah berpotensi longsor perlu diidentifikasi dan diinventarisir penyebarannya disertai penyelidikan faktor-faktor penyebabnya agar bahaya longsor dapat diantisipasi, sehingga didapat kesimpulan tepat bagi pengelolaan lingkungan di sekitarnya. Berdasarkan kajian di atas, beberapa permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Sejauhmanakah arah umum, jenis & penyebaran sesar dapat diinventarisir dan diidentifikasi?

b. Sejauhmana arah umum penyebaran, jenis dan dimensi longsoran dapat diidentifikasi? c. Bagaimana hubungan longsoran-longsoran

tersebut dengan struktur geologi yang berkembang?

d. Sejauhmana antisipasi bencana longsor dapat diarahkan dengan adanya keterlibatan struktur geologi di atas ?

e. Sejauhmana upaya manajemen lingkungan maupun pemantauannya dapat dilakukan sehingga menjadi masukan bagi pembuat keputusan dalam pengembangan wilayah? Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk meng-identifikasi berbagai jenis struktur geologi dan jenis-jenis longsoran di Citatah dan untuk mengetahui hubungannya dengan longsoran, serta menganalisis daerah yang diperkirakan rawan longsor, sehingga didapatkan upaya

monitoring dan manajemen lingkungan yang sesuai.

Hasil penelitian bermanfaat sebagai masukan bagi para perencana/pengambil keputusan maupun bahan pertimbangan dalam pengembangan fisik wilayah di daerah tersebut. Juga memberikan masukan dalam mengevaluasi daerah yang terkena struktur geologi selain mengevaluasi penyebaran longsoran berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan, terutama dalam upaya manajemen lingkungan di daerah setempat disertai monitoringnya.

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan daerah Citatah, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung. Lokasi mudah dicapai dengan menggunakan kendaraan bermotor terletak di sekitar jalan raya Bandung-Cianjur KM 20-25 (Gbr. 1). TINJAUAN PUSTAKA

Jalan raya Bandung-Cianjur KM 23-25 di daerah Citatah termasuk daerah rawan longsor. Penelitian lokal pertama kali dilakukan oleh Van Es pada tahun 1932, kemudian oleh Soemadipoera & Kartadinata tahun 1973, Elifas tahun 1975, Fernandez & Marzuki tahun 1987 dan Santoso pada tahun 1993 (Zakaria, 2000).

Posisi stratigrafi batugamping Formasi Rajamandala menopang di atas batulempung Formasi Batuasih (Soejono, 1994) memberikan kontribusi lain bagi kelemahan geologi. Dengan adanya sesar naik Cimandiri, batugamping Formasi Rajamandala menjadi miring ke selatan dan batulempung Formasi Batuasih (yang berumur lebih tua) muncul ke permukaan. Kondisi ini memberikan bentuk geomorfologi tersendiri karena perbedaan menyolok antara kedua batuan yang berlainan jenis baik sifat fisik maupun sifat keteknikannya.

Jenis struktur geologi dapat diidentifikasi dengan mengukur kekar-kekar yang berkembang di batugamping dan batulempung yang masih segar. Pola dan karakteristik kekar memberikan informasi jenis dan lokasi sesarnya. Makin jauh sesar dari bidang sesar maka makin kurang intensitas kekarnya (Polo, dkk., 1993). Kondisi fisik batuan dan geomorfologi yang merupakan

(3)

faktor lain dari penentu zona longsoran (Hirnawan, 1994), akan memberikan indikasi daerah rawan longsor maupun daerah yang relatif stabil.

Pendekatan dalam menangani lereng rawan longsor selain dilandasi oleh studi kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasari oleh manajemen lingkungan (Zakaria & Wisyanto, 2000) guna mengurangi, mencegah dan/atau menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif. Berdasarkan deduksi di atas, muncul hipotesis sebagai berikut:

a) Daerah longsoran terbentuk oleh peran dan pengaruh geologi struktur.

b) Tingkat kestabilan lereng bergantung kepada kemiringan lereng yang berubah-ubah sehingga memberikan bentuk perubahan geomorfologi setempat.

c) Identifikasi longsoran dimulai dengan menganalisis penyebaran longsoran melalui pemetaan dan analisis foto udara.

d) Identifikasi struktur geologi dan pola yang berkembang dapat dilakukan melalui pemetaan dan penginderaan-jauh. .

e) Upaya monitoring dan manajemen lingkungan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui kondisi geologi setempat.

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Secara garis besar lingkup penelitian meliputi persiapan, survey pemetaan pada lintasan-kunci, mengukur strike & dip batuan dan mengidentifikasi material litologi untuk mengetahui penyebaran struktur geologi sekaligus untuk mengetahui penyebaran longsoran-longsoran dimensi kecil, dan analisis terhadap penyebaran longsoran maupun struktur geologi. Jenis data berupa: 1) Data hasil studi pustaka, foto udara dan peta terbitan; 2) Data berdasarkan deskripsi megaskopis singkapan batuan dan pengukuran lapisan batuan; 3) Data berdasarkan deskripsi longsoran. 4) Data hasil analisis laboratorium mekanika tanah.

Sumber data terdiri atas : 1) Foto udara, peta-peta, dan hasil peneliti terdahulu melalui studi pustaka. 2) Hasil analisis foto-udara (aerial photograph) berupa interpretasi yang membedakan bentuk-bentuk roman muka bumi, pola pengaliran, jalan raya, liniasi-liniasi struktural, tingkat kemiringan dan tekstur foto

serta off-set dari liniasi yang terlihat,. 3) Hasil pengamatan singkapan daerah rawan longsor maupun daerah longsoran yang dapat direkam, didapat melalui survey lapangan. 4) Hasil pengamatan jenis batuan, arah jurus dan kemiringan batuan (strike & dip) dan inventarisasi indikasi struktur geologi. 5) Hasil uji laboratorium terhadap sampel-sampel tanah hasil pemboran tangan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik tanah yang diperlukan dalam menghitung Faktor Keamanan lereng.

Pengelolaan & Pemantauan Lingkungan Penanggulangan dan pencegahan dampak negatif keruntuhan lereng dapat diupayakan melalui beberapa tindakan seperti: mitigasi, pemantauan, penyuluhan maupun penyebaran informasi yang dapat dilakukan sebelum terjadinya bencana. Mitigasi dapat dibuat melalui Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan sebagai penunjang manajemen lingkungan yang bertujuan agar dampak negatif yang timbul dapat segera ditanggulangi. Rencana tersebut perlu diarahkan (Arahan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Arahan Pemantauan Lingkungan) sebagai antisipasi dalam penanggulangan kemungkinan terjadinya dampak yang timbul.

PEMBAHASAN

Hubungan Struktur Geologi dan Longsoran Satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian adalah satuan batulempung Formasi Batuasih dan satuan batugamping Formasi Rajamandala yang berada dengan hubungan stratigrafi selaras di bagian atasnya. Satuan batulempung Formasi Batuasih (umur paling tua, Oligosen Atas) dan satuan batugamping Formasi Rajamandala (umur lebih muda, Miosen Bawah) tersebar pada daerah-daerah yang tertentu. Formasi Batuasih tersebar di lembah dan sungai, lembah sepanjang jalan dan sebagian lereng sepanjang jalan raya.

Daerah penyebaran batugamping Formasi Rajamandala sepanjang bukit sebelah selatan dan utara. Perbukitan batugamping pada umumnya berarah hampir Barat-Timur atau searah jalan raya dengan kemiringan lapisan batuan (dip) dominan ke arah selatan yang disebabkan oleh adanya sesar naik (yang

(4)

44 merupakan Sesar Naik Cimandiri bagian timur)

dengan arah sesar dari baratdaya sampai timurlaut. Bagian selatan relatif naik (hanging

wall) dibandingkan bagian utara (foot wall).

Arah jurus dari sesar naik ini diperlihatkan oleh liniasi pada interpretasi foto-udara. Satuan batugamping menyebar hampir di setiap bukit yang masih ditambang. Di beberapa tempat, batugamping memperlihatkan jejak perlapisan, indikasi struktur geologi dan indikasi longsoran. Jejak lapisan batugamping terlihat di sepanjang barat Pasir Lampegan-1 sampai bagian selatan bukit tersebut dan di beberapa bukit batugamping yang berukuran kecil.

Di beberapa bukit di Pasir Pabeasan, kekar-kekar berkemiringan hampir tegak lurus. Indikasi struktur geologi pada bukit batugamping diperlihatkan pada retakan-retakan hampir tegaklurus bukit kecil batugamping di sekitar Bukit-2 (Strike/dip kekar = N180o/80oE). Retakan-retakan sebagai

kekar (joint) memperlihatkan tiga bagian kelompok dengan frekuensi sebagai berikut: Bagian A (barat), frekuensi kekar = 4 kekar/meter; Bagian B (tengah) = 10 kekar/meter; kekar-kekar di bagian ini semakin intensif ke arah/bagian atas dengan frekuensi 23 kekar/meter. Bagian C (timur) = 7 kekar/5meter atau 1,4 kekar/meter (Gbr 2).

Kondisi tersebut di atas memberikan penafsiran bahwa Bukit-2 adalah indikasi sesar mendatar dengan arah sesar hampir Utara-Selatan atau N 180o. Di bagian bawah bukit

kecil ini terdapat sungai Citalahab berarah hampir Utara-Selatan, kemudian berbelok arah ke Baratlaut-Tenggara. Sungai dan bukit diatasnya memperlihatkan indikasi struktur geologi. Diinterpretasikan di daerah tersebut terdapat sesar mendatar dengan arah umum Baratlaut-Tenggara.

Di pinggir jalan raya KM 23, terdapat bangunan dengan lantai retak-retak. Bangunan yang digunakan sebagai warung tersebut sudah tidak layak lagi digunakan. Retakan-retakan mempunyai arah sebabagi berikut: N100oE,

N150oE, N150oE, N152oE, N162oE, N155oE,

N90oE, N135oE, N127oE, N125oE, N94oE,

N120oE atau hampir mengarah

baradaya-tenggara (Gbr. 3) Berdasarkan hasil analisis foto udara

(skala 1:50.000) didapatkan liniasi yang berarah baratdaya-timurlaut. Ditafsirkan liniasi ini sebagai sesar naik yang dipotong oleh liniasi

berarah baratlaut-tenggara yang ditafsirkan sebagai sesar mendatar menganan (dextral).

Penafsiran foto udara memperlihatkan pula adanya beberapa bentuk longsoran sepanjang liniasi sesar naik, punggungan dan gawir maupun longsoran lainnya (Gbr. 4). Hal ini menandakan bahwa secara geologi daerah Citatah merupakan daerah yang mempunyai potensi ketidakstabilan lereng dengan tingkat ketidakstabilan cukup tinggi .

Sesar naik Cimandiri berarah baratdaya-timurlaut terpotong oleh sesar-sesar mendatar yang berarah baratlaut-tenggara hingga hampir utara selatan. Perpotongan antara sesar mendatar dan sesar naik merupakan bidang yang lemah sehingga kekar-kekar dapat berkembang, pelapukan intensif/kuat dan longsoran berkembang pada perpotongan kedua sesar tersebut. Kondisi perbukitan pada umumnya mengarah ke barat-timur atau searah jalan raya dengan kemiringan lapisan batuan (dip) dominan ke arah selatan karena disebabkan oleh adanya sesar naik Cimandiri dengan arah sesar dari baratdaya sampai timurlaut. Bagian selatan relatif naik (hanging

wall) dibandingkan bagian utara (foot wall).

Dengan kondisi seperti ini longsoran-longsoran besar relatif bergerak ke arah bagian utara, barat laut atau timur laut, bergantung kondisi batuan dan tanah hasil rombakan, geomorfologi, sesar-sesar lain yang berkembang, vegetasi, getaran dan beban-beban berupa infrastruktur maupun beban lainnya.

Batulempung Formasi Batuasih yang tersebar di sungai, lembah sepanjang jalan dan sebagian lereng sepanjang jalan raya di daerah penelitian memperlihatkan pula indikasi-indikasi longsoran. Jalan raya Bandung-Cianjur bertumpu pada Formasi Batuasih. Berbagai jenis kerusakan terjadi pada tubuh jalan dan daerah di sekitarnya. Kerusakan terlihat dengan indikasi berupa jalan bergelombang atau retak-retak. Saluran di kaki bukit atau di pinggir jalan raya terlihat patah, rusak atau runtuh sebagian. Kerusakan terhadap infrastruktur terlihat pada bangunan-bangunan yang rusak di sepanjang jalan tersebut (rumah-rumah penduduk, bengkel, warung, restoran dan bekas tungku pembakaran kapur). Kerusakan berupa retakan-retakan pada dinding dan lantai bangunan yang bergelombang atau miring. Retakan-retakan intensif yang terjadi pada bangunan ataupun pada jalan aspal dapat diukur

(5)

arah indikasi longsoran dengan melihat trend retakan baratdaya-tenggara (lihat Gbr. 3). Hubungan Antar Jenis Longsoran

Kondisi morfologi longsoran yang terbentuk di lapangan memperlihatkan beberapa karakteristik bidang permukaan yang bermacam-macam, yang dapat membedakan berbagai jenis longsoran dalam suatu sistem longsoran Hubungan antar jenis longsoran dalam wilayah Longsoran Citatah dapat dilihat dari bentuk morfologi longsorannya. Pada longsoran majemuk (complex) seperti longsoran jenis lateral spread terdapat pula longsoran-longsoran lain seperti: a) Jungkiran (topple), yang biasa terdapat pada sisi terluar lereng lateral spread. Jenis ini terdapat di lereng utara Bukit-4, yang termasuk wilayah longsoran Citatah; b) Jatuhan (fall), terdapat pada tubuh bentangan lateral dengan kekar-kekar maupun lapisan batuan relatif tegak lurus, terdapat di Bukit-4 & Bukit-1; c) Nendatan (slump), terdapat di depan lereng longsoran jenis jungkiran (topple) dengan ciri adanya pembumbungan (bulging) yaitu : bentuk gundukan tanah, retakan sejajar arahjurus kemiringan lereng, ataupun pepohonan, tiang, atau rumah yang miring ke arah lereng, terletak di bagian barat dan utara Bukit-4.

Proses eksogen yang terlibat dalam longsoran adalah erosi disertai pelapukan baik fisika dan kimia yang menyebabkan batulempung mudah rapuh (slacking clay). Proses endogen yang terlibat adalah tektonik yang menyebabkan hadirnya patahan Cimandiri jenis sesar naik dan sesar-sesar mendatar jenis dektral (menganan). Gambar hubungan struktur geologi patahan Cimandiri dan longsoran Citatah diperlihatkan pada peta (Gbr. 5). Manajemen Lingkungan

Manajemen lingkungan diperlukan untuk memperkecil dampak kerusakan maupun kerugian yang timbul longsoran sekaligus memperbesar dampak positif yang ada. Mitigasi longsor merupakan salah satu cara memperkecil dampak kerusakan yang timbul akibat bencana longsor. Secara umum pengelolaan bencana geologi (longsor, banjir, gunung meletus, tsunami, dan lain-lain) dilakukan melalui siklus: Mitigasi - Kesiapsiagaan - Bencana

Geologi (longsor, banjir, tsunami, gunung meletus, dan lain-lain) - Penanggulangan - Rehabilitasi - Rekonstruksi - kembali ke Mitigasi (Zakaria, 2003). Rehabilitasi dimaksudkan agar sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana dapat kembali berfungsi. Agar bahaya yang akan terjadi bisa diperkecil kerugiannya, maka aparat pemerintah sebagai pengambil kebijakan daerah setempat perlu mendapatkan informasi yang cukup untuk: 1) Menghindari wilayah beresiko bencana yang perlu ditinggalkan; 2) Membatasi penggunaan lahan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan (misalnya dalam membangun infrastruktur diwajibkan memperhatikan

building coverage ratio sesuai ketentuan, 3)

Mengupayakan stabilisasi lereng dari beberapa lokasi yang masih bisa diperbaiki.

Upaya mitigasi yang paling mendasar adalah membuat Peta Longsoran dengan skala peta sesuai keperluan, serta membuat arahan manajemen dan monitoring lingkungan untuk memperkecil dampak negatif (minimisasi faktor kendala) dan memperbesar dampak positif (maksimisasi faktor pendukung). Monitoring lingkungan diarahkan untuk memantau timbulnya dampak.

Keamanan Lereng

Perhitungan Faktor Keamanan lereng tanah di Pasir Pabeasan bagian barat telah dilakukan di bagian lembah Formasi Batuasih (Zakaria, 2004). Metoda yang digunakan adalah cara sayatan Fellenius. Dalam analisis kestabilan lereng dilakukan simulasi lereng stabil berdasarkan: 1) kadar air tertinggi (ωmaks);

2) sudut geser-dalam terkecil (φmin) dan 3)

kohesi terkecil (cmin).

Pada lereng kritis dengan variabel yang terlibat di atas, yaitu kemiringan lereng α = 45o;

ω = 48,92 %; γd = 10,7529 KN/M3; γw =

16,1442 KN/M3; φ = 10o; dan c = 9,3160

KN/M2, nilai Faktor Keamanan F= 1,156

(dengan MAT, muka air tanah sangat dalam), nilai F = 1,099 (MAT= -5 meter), dan F = 0,946 (dengan MAT= -3 meter). Dengan demikian terlihat bahwa semakin dangkal muka air tanah, nilai F semakin kecil. Hubungan antara kemiringan lereng dengan Faktor Keamanan (F) didapatkan rumus regresi sebagai berikut : α = 55.56 F ( -3.353 )

(6)

46 sehingga lereng labil pada F < 1.07 terdapat

pada lereng dengan α > 44,28o; lereng kritis

(relatif labil) F= 1.07 sampai F= 1,25 terdapat pada lereng dengan kemiringan antara α = 44,28o s.d. 26,29o (Zakaria, 2004).

Berdasarkan hasil hitungan di atas, maka daerah dengan material tanah (bukan batuan) berkemiringan α > 44,28o patut diwaspadai.

Arahan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Arahan Rencana Pengelolaan & Peman-tauan Lingkungan diperlukan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuatan rancangan rinci rekayasa dan dasar pelaksanaan kegiatan penge-lolaan lingkungan. Tujuannya adalah untuk mencegah, menanggulangi, meminimisasi atau mengendalikan dampak negatif baik yang timbul saat kegiatan konstruksi infrastruktur maupun setelah kegiatan konstruksi. Arahan ini juga bertujuan untuk meningkatkan dampak positif agar dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.

Pengelolaan dilakukan sebelum musim hujan tiba. Pada musim hujan diperkirakan kadar air tanah akan meningkat. Pengelolaan lingkungan dapat dimulai dengan melakukan konservasi lereng, revegetasi dengan tanaman ringan di puncak seperti teh-tehan, anak nakal atau Duranto erecta, kajibeling atau

Sericocalyx Criptus (Hirnawan, 1993) dan

tanaman keras di bagian bawah, pembuatan / perancangan drainase, serta menurunkan muka air tanah pada tubuh lereng. Terhadap lereng labil, dapat dilakukan stabilisasi lereng terpadu dengan perbaikan drainase dan pengendalian air agar tubuh lereng tidak jenuh air (Gbr. 6).

Pemetaan skala besar diperlukan untuk mengetahui penyebaran dan jenis longsoran agar dapat diinventarisir dan dianalisis Faktor Keamanannya. Untuk mendapatkan desain perkuatan lereng yang ekonomis maupun desain terpadu diperlukan desain lereng stabil berpatokan pada kadar air maksimum dan juga melibatkan nilai koefisien gempa horisontal akibat getaran kendaraan atau kegempaan yang penah terjadi didaerah bersangkutan

Pemantauan lingkungan perlu diarahkan sebagai upaya mengantisipasi kerusakan-kerusakan yang timbul akibat gerakan tanah. Pemantauan dilakukan terhadap muka air tanah,

ada/tidaknya retakan-retakan, pembumbungan tanah dan/atau longsoran-longsoran kecil di puncak maupun di bawah lereng, Kerusakan kecil yang terpantau seyogyanyanya diperbaiki sebelum menjadi besar.

KESIMPULAN

Sesar yang berkembang adalah sesar naik Cimandiri dan sesar mendatar dekstral. Pada perpotongan dua jenis sesar terdapat longsoran besar yang merupakan daerah terlemah. Di dalam longsoran besar terdapat longsoran-longsoran kecil bergantung jenis material, proses yang terlibat & waktu kejadian.

Retakan pada lantai bangunan di pinggir jalan raya memperlihatkan arah baratdaya-tenggara atau sekitar N320oE sampai N330oE

Bentuk geomorfologi pada daerah longsoran besar akan berubah sejalan dengan waktu, aktivitas manusia, proses eksogen (erosi dan pelapukan) maupun proses endogen (aktivitas tektonik) yang terus berlangsung terhadap material batuan & tanah di daerah tersebut. Perubahan kondisi stratigrafi terletak di sekitar daerah longsor, yaitu hadirnya bahan rombakan asal material batulempung dan/atau batugamping dengan hasil pelapukannya.

Daerah lereng dengan material tanah berkemiringan > 44,28o patut diwaspadai

karena umumnya kelongsoran dapat terjadi. Mitigasi longsor perlu dilakukan untuk menghindari/memperkecil dampak kerugian yang akan timbul jika terjadi longsoran.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Hirnawan, R.F., 1993, Ketanggapan Stabilitas

Lereng Perbukitan Rawan Gerakan Tanah atas Tanaman Keras, Hujan & Gempa, Disertasi, UNPAD, 302 hal.

Hirnawan, R.F., 1994, Peran Faktor-faktor Pe- nentu Zona Berpotensi Longsor dalam Mandala Geologi dan Lingkungan Fisiknya Jawa Barat, Ma jalah Ilmiah

UNPAD No. 2, Vol. 12, hal. 32-42.

Indra Bhuana, 1997, Perilaku Pola Jurus Per-

lapisan Batuan & Rekahan atas Mekanisme Sesar Naik di Daerah Gunung Hurip, Kab.Kuningan Jawa Barat, FMIPA-UNPAD, 51 hal.

Polo, L., dkk., 1993, Analisis pola & karakter kekar untuk menentukan struktur geologi sesar dan kondisi fisik batuan, Bulletin

of Scientific Contribution, Geology, UNPAD, No. 1,Vol. 1, April 1993, p.1-8.

Soejono M., 1994, Data stratigrafi pola tektonik dan perkembangan cekungan pada jalur anjakan-lipatan di P. Jawa,

Proceedings Geologi & Geotektonik P. Jawa. Nafiri, Yogyakarta, hal 51-71

Zakaria, Z., 2000, Peran Identifikasi Long- dalam Studi Pendahuluan Pemodelan Sistem Starlet untuk Mitigasi Bencana Longsor, Year Book Mitigasi Bencana

1999,Klp. Mitigasi Bencana, BPPT, hal.

105 - 123

Zakaria, Z., & Wisyanto, 2000, Stabilisasi Lereng Terpadu, Antara Analisis Kestabilan Lereng dan Pengelolaan Lingkungan. Studi Kasus: Daerah Cadas Pangeran, ALAMI Vol. 5., No. 1, Th.

2000, hal, 19-24.

Zakaria, Z., 2003, Implikasi Kebencanaan Geologi terhadap Kerusakan Infra-strukur, Mitigasi Bencana 2002, Klp.

Mitigasi Bencana, BPPT. hal. 24-42.

Zakaria, Z, 2004, Analisis Longsoran Pasir Pabeasan, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,

Bulletin of Scientific Contribution, Vol. 2, No. 1, Januari, 2004, hal.1-10

(8)

Gbr 1. Lokasi kegiatan penelitian

Gbr. 2 Retakan-retakan sebagai indikasi sesar mendatar.

A

B

C

A = 4 kekar / meter;

B = 23 kekar / meter;

C = 1,4 kekar / meter

(9)

Gbr. 3 Bangunan (warung) di pinggir jalan rusak berat. Retakan mengarah ke barat laut – tenggara

(10)

A B 8888889

Gbr 4. A) Foto-udara (aerial-photograph) daerah penelitian

B) Hasil penafsiran foto-udara yang memperlihatkan adanya struktur geologi dan indikasi longsoran

(11)

Wilayah Longsoran

X

Bangunan rusak Sesar Naik Patahan Cimandiri Longsoran dan arahnya Sesar mendatar dekstral Nendatan

(12)

Keterangan :

1a) Penanaman vegetasi (teh-tehan, anak nakal atau Duranto erecta, kajibeling atau Sericocalyx Criptus (Hirnawan, 1993).

1b) Peliputan rerumputan, sepanjang lereng

2a) Drainase di atas lereng, saluran dengan lining

2b) Drainase di kaki lereng, saluran dengan lining & penyalir air 3. Penyalir air

4. Dinding penahan

Referensi

Dokumen terkait

Pemanfaatan hasil sampingan dari pengolahan CPO yang diaplikasikan ke areal pertanaman kelapa sawit sebagai pupuk memang tidak begitu banyak mempengaruhi produksi, namun

Dalam perancangan ini penulis ingin membuat rak buku dinding khusus untuk buku komik dan novel yang juga bisa sekaligus menjadi lampu tidur pada malam hari.

Pembuatan cetakan pada mesin molding yang semula banyak menggunakan bahan dari besi atau baja, maka untuk saat ini sudah mulai dikembangkan pembuatan cetakan

Dengan tersusunnya Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur Tugas Akhir di Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro ini, penyusun

Simpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa penegakan diagnosis tuberkulosis anak berdasarkan sistem skoring terbanyak adalah batuk kronik, demam, foto toraks,

Sedangkan dari pemboran inti BH-2 diketahui bahwa lempung hitam yang diasumsikan sebagai batuan induk gas biogenik diperoleh pada kedalaman sekitar 15 meter yang berada di

Dari hasil analisis menunjukkan jenis mineral kaolinit dijumpai pada daerah pantai dan perairan dekat pantai serta diperkirakan merupakan jenis mineral lempung

Sebanyak 15 mahasiswa, perwakilan dari Forum Aktivis Mahasiswa (FAM) Kabupaten Bandung Barat yang di ketuai oleh Restu Nugraha Sauqi, berkunjung ke PT Indonesia Power UP Saguling