• Tidak ada hasil yang ditemukan

Artikel Dirjen KN - Strategic Asset Management_2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Artikel Dirjen KN - Strategic Asset Management_2"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Strategic Asset Management: Kontribusi Pengelolaan Aset Negara

dalam Mewujudkan APBN yang Efektif dan Optimal

Oleh : Hadiyanto, Direktur Jenderal Kekayaan Negara

Sejak reformasi keuangan Negara bergulir pada awal tahun 2003, Pemerintah Pusat telah membangun komitmen yang kuat untuk memenuhi prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) melalui pengelolaan keuangan yang sehat dan modern (sound and modern)1. Lingkup perubahan yang terjadi sangat

mendasar dan bersifat menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah pengelolaan aset Negara. International best practices memperlihatkan peran strategis pengelolaan aset negara sebagai salah satu indikator penting pengendali anggaran negara dan upaya perwujudan akuntabilitas tata kelola suatu keuangan negara. Adalah sebuah cita-cita bagi Pemerintah Pusat untuk segera mewujudkan strategic asset management, yaitu integrasi fungsi perencanaan, penganggaran, pengelolaan, dan pertanggungjawaban aset negara yang mengendepankan prinsip “3 Tertib” dan “The highest and best use of assets”.

Tulisan ini berusaha menggambarkan secara umum sebuah rationale atas skenario perubahan tata kelola aset negara, terhitung sejak berdirinya organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Beberapa hal penting yang akan dideskripsikan antara lain gambaran singkat sejarah manajemen aset negara pada Pemerintah Pusat, reformasi manajemen aset, roadmap strategic asset management, desain peta strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), ukuran, dan langkah-langkah strategis perubahan, serta tantangan ke depan.

Apakah Aset Negara?

1

Prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) dalam hal ini khususnya keterbukaan dan transparansi (openness dan transparency), tanggung gugat (accountability), superemasi hukum (rule of law),

profesionalisme dan kompetensi, daya tanggap (responsiveness), efisiensi dan efektivitas, dan kemitraan dengan dunia usaha swasta dan pemerintah (Disarikan dari 14 prinsip-prinsip tata kelola kepemerintah yang baik, Bappenas (2007).

(2)

Terminologi “aset negara” dalam tulisan ini memiliki makna yang sama dengan Barang Milik Negara2 sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, namun memiliki makna yang lebih sempit dari “kekayaan negara3” dalam terminologi

hukum dan mengandung makna yang lebih luas dari “aset tetap4“ yang biasa

digunakan dalam terminologi akuntansi.

Penggunaan istilah “aset negara” dalam tulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah pengenalan konsep “strategic asset management” mengingat subfungsi di dalam keuangan negara menggunakan peristilahan yang berbeda-beda dari sistem penganggaran, sistem pengelolaan barang milik negara, dan sistem akuntansi, sementara obyek asetnya adalah sama. Pertama, penganggaran membaginya berdasarkan substansi peruntukan belanja, bukan jenis barang. Sebagai ilustrasi, alokasi belanja untuk perolehan aset negara sekurang-kurangnya terdapat pada alokasi “belanja modal”, “belanja barang”, “hibah”, dan “bantuan sosial”. Alokasi lainnya yang masih dapat dimaknai sebagai alokasi untuk perolehan aset negara adalah dana yang dibelanjakan untuk perolehan aset yang berasal dari dana dekonsentrasi5, dana tugas pembantuan6, dan anggaran pembiayaan dan

perhitungan (BA APP)7.

Kedua, di dalam konteks manajemen aset, PP Nomor 6 tahun 2006 menggunakan istilah “Barang Milik Negara” (BMN), yaitu segala sesuatu barang berwujud dan/atau tidak berwujud, sepanjang diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau perolehan lain yang sah. Dengan demikian, seluruh jenis alokasi anggaran yang menghasilkan aset, baik untuk digunakan pihak Pemerintah, dikerjasamakan maupun untuk dipindahtangankan kepada pihak lain, dikategorikan sebagai BMN.

2

Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN/APBD atau yang berasal dari peroleh lainnya yang sah (Pasal 1 angka 1 dan 2, UU No. 1 Tahun 2004).

3

Kekayaan Negara dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu kekayaan yang dimiliki pemerintah (domein privat) dan kekayaan yang dikuasai negara (domein publik). Dalam landasan konstitusional kita mengacu pada Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945

4

Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum (Sumber: PP Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan).

5

Dana dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah (Sumber: PP Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan).

6

Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan (Sumber: PP Nomor 7 tahun 2008). 7

Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan adalah dana APBN yang dialokasikan kepada Menteri Keuangan/Bendaraha Umum Negara sebagai pengguna anggaran selain yang dialokasikan untuk Kementerian/Lembaga yang dalam pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Kementerian/Lembaga/Pihak Lain sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.

(3)

Ketiga, di dalam konteks akuntansi dan pelaporan, BMN dikenal dengan berbagai jenis akun akuntansi dan dapat berbentuk persediaan8, aset tetap, dan aset

lain-lain9. Dengan demikian, untuk mempermudah pemahaman pembaca dan

menampung 3 (tiga) sudut pandang yang berbeda, maka digunakan istilah “aset negara” untuk menggambarkan barang milik negara atau aset yang diperoleh dari berbagai jenis alokasi anggaran atau persediaan, aset tetap, atau aset lain-lain.

Sejarah Manajemen Aset : Potret pengelolaan aset “tempo doeloe”

Sejarah pengelolaan aset negara di Indonesia tidak dapat lepas dari konteks peraturan perudang-undangan yang berlaku saat itu dan organisasi Pemerintah Pusat selama lebih dari 4 (empat) dekade. Sejak berlangsungnya fungsi keuangan dalam menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah RI berpedoman pada aturan lama peninggalan jaman kolonial, yaitu Undang-Undang Perbendaharaan/Indische

Comptabiliteitswet (ICW)10. Sampai dengan terbitnya 3 (tiga) paket Undang-Undang

bidang Keuangan Negara (2003-2004), praktik penatausahaan aset negara yang berjalan sangat minim, seperti pencatatan secara terpisah antara arus uang dan arus barang, belum menyajikan laporan posisi keuangan pemerintah (neraca), belum menerapkan standar akuntasi pemerintahan, dan pencatatan dilakukan secara manual.

Era Tahun 70-an s.d. Tahun 90-an adalah era menjamurnya kebijakan pembangunan infrastruktur dimana fokus Pemerintah RI adalah membangun sarana dan prasarana guna mendukung berlangsungnya roda pemerintahan saat itu. Strategi “Trilogi Pembangunan”11 yang dikenal pada masa Orde Baru telah

memperlihatkan hasil pembangunan fisik sarana dan prasarana pemerintah dan publik, seperti berdirinya batalyon s.d. komando daerah militer (Kodam), kantor-kantor polisi, rumah-rumah tahanan, puskesmas-puskesmas, sekolah-sekolah negeri, kantor agama, serta sarana prasarana kantor-kantor pemerintahan dan fasilitas infrastruktur lainnya, seperti jalan, irigasi, dan jaringan.

8

Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

9

Termasuk dalam kelompok aset lain-lain adalah aset tak berwujud, aset eks BPPN, aset barang sitaan, dan barang-barang rusak berat yang belum dihapuskan.

10

Undang-undang Perbendaharaan Indonesia/Indische Compabiliteitswet (staaatsblad Tahun 1925 Nomor 448) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan UU Nomor 9 tahun 1968).

11

Trilogi Pembangunan terdiri stabilitas nasional, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya.

(4)

Sayangnya, euforia tersebut terjadi pada masa dimana “transparansi dan akuntabilitas” belum menjadi perhatian besar publik. Negara sibuk membangun, namun belum memiliki pola pertanggungjawaban yang memadai. Hingga tahun 1990-an, Pemerintah hanya memiliki mekanisme Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang merupakan satu-satunya alat pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran kepada DPR. Sebagai konsekuensi, seluruh aset yang dimiliki Pemerintah pada masa itu belum mensyaratkan adanya pelaporan aset atau yang pada masa tersebut dikenal sebagai inventaris kekayaan negara (IKN).

Pada awal tahun 1990-an, Pemerintah Pusat mulai memaknai pentingnya akuntansi dan pelaporan pelaksanaan anggaran, tidak hanya dari aspek ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (complience report), namun juga penyajian laporan posisi keuangan (Neraca) dan laporan arus kas. Hal ini ditandai dengan pembentukan organisasi Eselon I Badan Akuntansi Keuangan Negara (BAKUN) yang mempunyai misi mewujudkan laporan keuangan Pemerintah Pusat.

Pendirian BAKUN telah mengenalkan adanya fungsi koordinator penatausahaan inventaris kekayaan negara bagi seluruh kementerian/lembaga dengan mekanisme penatausahaan yang masih sangat sederhana. Aset dikenal dengan istilah “Inventaris Kekayaan Negara”/IKN, yang ditatausahakan oleh setiap departemen melalui pencatatan IKN secara manual atau pembukuan tunggal 12

(single entry book keeping). Produk pertanggungjawaban yang dihasilkan berupa Laporan Mutasi Barang Triwulan (LMBT) dan Laporan Tahunan (LT). Inilah satu-satunya produk pertanggungjawaban penatausahaan aset saat itu, yang dikompilasi dan dikoordinasikan oleh BAKUN.

Pada tahun 90-an terminologi yang dikenal adalah “Barang Milik/Kekayaan Negara (BM/KN) yang menempatkan aset dalam lingkup yang lebih luas, yaitu tidak terbatas pada barang-barang inventaris yang diperoleh dari sumber APBN, namun/ juga kekayaan negara yang dikuasai oleh negara, seperti aset asing cina.

12

Pembukuan tunggal atau single entry book keeping adalah Sistem pembukuan yang sederhana dengan seluruh transaksi yang dicatat pada satu sisi, sehingga merupakan sistem pembukuan yang tidak terpadu. Pencatatan atas arus mutasi aset dilakukan secara terpisah dengan pencatatan arus keuangan, sehingga tidak dapat dibandingkan antara belanja yang telah dikeluarkan dengan aset diperoleh.

(5)

Pada masa tersebut, Pemerintah (BAKUN) sedang dalam tahap membangun sistem untuk menghasilkan Neraca (Sistem Akuntansi Pemerintah) . Saat itu telah dirintis aplikasi BM/KN berupa Sistem Akuntansi Aset Tetap (SAAT). Sebagai pionir, SAAT hanya sampai tahapan ujicoba dan belum sepenuhnya dapat diterapkan pada Kementerian/Lembaga. Namun, SAAT merupakan sebuah milestone penting bagi pengembangan aplikasi aset tetap selanjutnya, yaitu Sistem Akuntansi Barang Milik Negara13 (SABMN). SABMN inilah yang kemudian menjadi

subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI)14 yang akhirnya mampu

menghasilkan neraca Pemerintah.Sementara itu, hal-hal terkait dengan perolehan aset, pemanfaatan, dan penghapusan aset ditangani oleh Direkorat Pengelolaan Kekayaan Negara pada Direkorat Jenderal Anggaran (Lihat Gambar 1 yang menyajikan kronologi penatausahaan aset pada Pemerintah Pusat).

Gambar 1: Kronologi Penatausahaan Aset pada Pemerintah Pusat

13

Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN) adalah subsistem dari Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang merupakan serangkaian prosedur yang saling berhubungan untuk mengolah dokumen sumber dalam rangka menghasilkan informasi untuk penyusunan neraca dan laporan barang milik negara, serta laporan manajerial lainnya, sesuai ketentuan yang berlaku (Sumber: PMK No. 171/PMK.05/2007)

14

Sistem Akuntansi Instansi (SAI) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang berkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Negara/Lembaga (Sumber: PMK No. 171/PMK.05/2007).

(6)

Reformasi Manajemen Aset Negara

Lahirnya 3 (tiga) paket Undang-undang Bidang Keuangan Negara15 menjadi

lokomotif bagi perubahan paradigma manajemen aset negara. Pertama, Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan payung hukum tertinggi yang mengatur mengenai fungsi pengelolaan barang milik Negara sebagai bagian dari lingkup perbendaharaan Negara. Hal ini bermakna bahwa di dalam siklus keuangan Negara, yang bermula dari perencanaan, penganggaran, perbendaharaan, dan pemeriksaan, maka subfungsi pengelolaan barang milik Negara merupakan satu bagian yang saling mengait dengan subfungsi lainnya di dalam fungsi perbendaharaan secara utuh.

Kedua, dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) yang diamanatkan oleh UU No. 1 Tahun 2004, telah terjadi perubahan paradigma dari “penatausahaan barang milik/kekayaan Negara” menjadi “pengelolaan barang milik Negara/daerah atau BMN/D”16. Perubahan tersebut mencakup, antara lain:

a. Lingkup pengelolaan yang luas dimulai dari perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, dan pembinaan pengawasan dan pengendalian;

b. Para pejabat pengelolaan BMN/D dengan lebih mengenalkan peran baru sebagai pengelola aset (asset manager) dalam rangka profesionalisme pengelolaan BMN/D;

c. Pengintegrasian unsur manajerial dan pelaporan BMN/D di dalam laporan keuangan sebagai bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Negara/daerah.

15

Terdiri dari UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU nomor 15 tahun 2005 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

16 PP No. 6 Tahun 2006 Pasal 3 ayat (2) telah mengatur bahwa lingkup pengelolaan barang milik Negara/Daerah mencakup mulai dari perancanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, dan pembinaan pengawasan dan pengendalian.

(7)

Untuk dapat menjalankan business process pengelolaan BMN/D secara memadai, PP No. 6 Tahun 2006 mengamanatkan terbitnya beberapa produk hukum yang mengatur lebih lanjut aspek pengelolaan BMN/D, seperti (i) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata cara Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, (ii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Penggolongan dan Kodifikasi Barang Milik Negara, (iii) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara, dan (iv) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.06/2008 tentang Penilaian Barang Milik Negara.

Reformasi bidang hukum menimbulkan konsekuensi lebih lanjut di dalam aspek organisasi dan ketatalaksanaan. Hingga tahun 2007, penataan ulang organisasi secara menyeluruh di Departemen Keuangan telah berlangsung sebanyak 2 (dua) kali. Pertama, pada tahun 2004, terjadi peleburan dua unit Eselon II, yaitu Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara (Dit.PKN)-Ditjen Anggaran dan Pusat Akuntansi Barang Milik/Kekayaan Negara (Pusat Akbar)-BAKUN, menjadi satu unit Eselon II baru, Direktorat Pengelolaan BMKN (Direktorat PBMKN) pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan17. Direktorat inilah yang menjadi cikal bakal

pengembangan organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang saat ini melaksanakan peran selaku Pengelola Barang (asset manager).

Kedua, lahirnya unit eselon I baru, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara atau DJKN, yang merupakan peleburan antara Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara-Ditjen Perbendaharaan, dan Bidang Pengelolaan Kekayaan Negara pada Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan ini ditandai dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466/KMK.01/2006, dan selanjutnya disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK.01/2006.

Skenario perubahan dilakukan dengan pendekatan fungsi. Merger antara eks DJPLN dan eks Direktorat PBMKN bukan sekedar penyatuan SDM dua unit. Secara substansi, kedua fungsi tersebut berubah komposisi, baik yang sifatnya penajaman fungsi yang ada (penatausahaan KN), perampingan domain pengelolaan (piutang Negara dan lelang), maupun fungsi baru (perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, penilaian, dll). Lihat Gambar 2 Transformasi fungsi pengelolaan kekayaan Negara.

17

(8)

Gambar 2: Transformasi Fungsi Pengelolaan Kekayaan Negara pada Dua Tahapan Reorganisasi

Sekretariat Ditjen

Dit. BMN I

Dit. Lelang Dit. Piutang Negara Ditl Kekayaan Negara Lainnya

Dit. BMN II

Dit. Penilaian KN (1)

Dit. Hukum & Informasi Subdit. Dabantek

Subdit BMN I

Subdit Penatausahaan & Pelap. Investasi Pemerintah Subdit Pengelolaan & Pelaporan

BMN

Dit. Pengelolaan BMKN, DJPBN

Subdit. BMN II Subdit BMN III

Sekretariat Ditjen Dit. Piutang Neg. Perbankan

Dit. Informasi dan Hukum

Ditjen Piutang dan Lelang Negara

Dit. Piutang Neg.Non Perbankan Dit. Lelang Negara

Ditjen Kekayaan Negara

Bidang Pembinaan Pengelolaan KN, Kanwil DJPBN

Kanwil DJPLN

Kantor Pelayanaan Piutang&Lelang Negara

Kanwil DJKN (2)

Kantor Pelayanan KN & Lelang (3)

Baru

Baru

Baru

Keterangan:

(1) merupakan fungsi baru

(2) & (3) merupakan merger antara fungsi baru KN dan fungsi yang telah ada.

Subdit. PKN I

Subdit. PKN IV

Dit. Pengelolaan Kekayaan Negara, DJA

Subdit. PKN II Subdit. PKN III

Bidang Akuntansi BM/KN I

Pusat Akuntansi BM/KN, BAKUN

Bidang Akuntansi BM/KN II Bidang Akuntansi BM/KN III

Reorganisasi Tahap II

(KMK NO. 466/KMK.01/2006 dan PMK No. 131/PMK.01/2006) Reorganisasi Tahap I

(KMK NO. 302/KMK.01/2004) Unit Penatausahaan BM/KN Sebelum Merger

BAGAN 1

(9)

Apakah Strategic Asset Management

Di berbagai literatur, istilah Strategic Asset Management atau SAM digunakan untuk menggambarkan sebuah siklus pengelolaan aset, yaitu mulai dari proses perencanaan dan diakhiri dengan pertanggungjawaban/pelaporan aset. Keberhasilan SAM sering kali dikaitkan dengan keberhasilan menghemat anggaran sebagai dampak dari keberhasilan mengintegrasikan proses perencanaan dan pengelolaan aset. SAM dalam konteks pengeloalan aset strategis pada Pemerintah Pusat akan digambarkan dalam roadmap berikut ini.

Roadmap Strategic Asset Management pada Pemerintah Pusat

Sebagai sebuah organisasi yang melaksanakan fungsi Pengelola Barang, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang dibentuk pada 7 Desember 2006 telah mengemban tugas berat untuk merapihkan manajeman aset negara yang telah terbengkalai selama beberapa dekade pemerintahan. Sebagaian besar permasalahan aset negara ini telah diangkat sebagai isu governance pada pemerintah pusat yang dituangkan ke dalam Temuan Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan, temuan investigasi Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), dan berbagai berita media massa yang mengkritisi tata kelola aset negara. Dengan tugas berat itu, maka pendekatan konvensional pengelolaan aset negara tidaklah cukup. Diperlukan sebuah gerakan masif dan menyeluruh untuk dapat menerapkan pola baru manajemen aset negara. Roadmap Strategic Asset Management merupakan kompas yang menjadi penunjuk arah dalam upaya mewujudkan manajemen aset negara yang sehat dan modern (sound and modern). Lihat ilustrasi singkat Roadmap Strategic Asset Management.

(10)

Gambar 3 Ikhtisar Roadmap Strategic Management Asset

Untuk mewujudkan “Strategic Asset Management”, terdapat beberapa tahapan yang harus dicapai terlebih dahulu. Pertama, sebagai organisasi baru, tahun pertama merupakan kebutuhan mendesak bagi DJKN untuk terlebih dahulu melengkapi sekurang-kurangnya 3 (tiga) komponen utama sebuah organisasi, yaitu peraturan perundang-undangan, sistem dan prosedur kerja, sumber daya manusia, dan sarana teknologi informasi.

Kedua, merupakan syarat mutlak bagi fungsi Pengelola Barang untuk

memiliki suatu database penatausahaan aset negara yang dapat diyakini keandalan dan kelengkapan datanya, tertib secara administratif dan secara hukum. Program Penertiban Barang Milik Negara, sebuah gerakan nasional untuk mewujudkan tertib adminstrasi, tertib hukum, dan tertib penggunaan/pemanfaatan, telah digulirkan pada pertengahan tahun 2007, dengan telah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2007 tentang Tim Penertiban Barang Milik Negara. Program ini merupakan langkah besar untuk menyelesaikan tugas berat yang telah lama tertunda.

Ketiga, apabila Program Penertiban BMN usai dilaksanakan, Pengelola

Barang dan seluruh Kementerian/Lembaga selaku Pengguna Barang dapat berharap telah memiliki informasi/data aset negara yang lengkap dan andal untuk disajikan kepada publik. Data tersebut diharapkan tidak saja dapat dipertanggungjawabkan secara adminstratif, namun juga benar menurut kaidah standar akuntansi, aspek hukum, dan aspek teknis manajemen aset negara. Tidak kalah penting adalah bahwa keandalan (realibility) data base tersebut juga harus dipastikan penguasaannya secara fisik oleh Kementerian/Lembaga selaku pengguna Barang Milik Negara. Pada tahapan ini, Pemerintah Pusat telah siap

(11)

untuk memasuki tahapan berikutnya, yaitu penguatan sistem pengendalian intern pengelolaan aset negara. Salah satu tantangan terbesar guna memperkuat sistem pengendalian tersebut adalah pengintegrasian data manajemen aset dan data akuntansi dan pelaporan. Ukuran keberhasilannya, antara lain kemampuan Pemerintah Pusat menyelenggarakan suatu proses penyajian laporan aset negara (disebut Laporan Barang Milik Negara) secara berjenjang dan terkomputerisasi, melalui mekanisme rekonsiliasi dari satuan kerja terkecil hingga tingkat Kementerian/Lembaga untuk direkonsiliasi dengan data dari kantor vertikal hingga kantor pusat DJKN.

Keempat, dengan keandalan data dan sistem serta prosedur yang memadai,

maka Pemerintah Pusat diharapkan telah siap masuk pada tahapan optimalisasi pengelolaan aset negara. Optimalisasi ini memiliki makna strategik pengelolaan aset Negara, yaitu utilisasi aset negara yang optimal, yaitu dengan tingkat nilai ekonomi dan sosial yang setingi-tingginya atau The Highest and Best Use (HBU). Hal ini mensyaratkan pada saat negara memerlukan aset, maka tidak berarti negara harus membangun baru, namun terlebih dahulu harus melihat penggunaan aset yang telah ada, apakah telah optimal, bila tidak apakah dapat dialihstatuskan sesuai kebutuhan. Demikian pula halnya aset yang telah ada, apabila tidak digunakan, maka aset tersebut harus dimanfaatkan untuk keperluan lain, seperti disewakan, dikerjasamakan, atau dipinjamkan18. Apabila aset tidak digunakan atau tidak

dimanfaatkan, maka diserahkan kepada Pengelola Barang atau dipindahtangankan19

sesuai ketentuan. Alternatif apapun yang ditempuh, harus berorientasi pada keuntungan baik ekonomi maupun sosial bagi negara.

Keberhasilan mewujudkan prinsip “The highest and best use asset” kelak akan dilihat melalui kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dimana aset negara tidak lagi dipandang semata sebagai faktor belanja, namun secara lebih spesifik pengelolaan aset negara yang optimal merupakan faktor penting pengendali APBN yang efektif dan efisien, melalui 3 (tiga) ukuran: (1) penghematan belanja modal dan belanja pemeliharaan, (2) peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui pemanfaatan aset, dan (3) pendukung pembiayaan APBN melalui jaminan aset (underlying asset) bagi instrumen Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

18

Menurut PP No. 6 tahun 2006, bentuk pemanfaatan aset negara berupa (i) sewa kepada pihak lain, dengan hasil sewa disetorkan ke kas negara, (ii) kerjasama manfaat, dengan kontribusi tetap dan profit sharing kepada negara, (iii) bangun serah guna/bangun guna serah, dengan cara kesepakatan membangun oleh dana pihak ketiga dan hak bagi pihak ketiga untuk menggunakan aset tersebut sampai jangka waktu tertentu, dan (iv) pinjam pakai, dengan cara dipinjamkan kepada Pemerintah Daerah tanpa punguntan sewa.

19

Menurut PP No. 6 tahun 2006, bentuk pemindahtanganan aset negara berupa (i) penjualan, (ii) tukar menukar, (iii) hibah, dan (Iv) penyertaan modal pemerintah.

(12)

Gambar 4: Kontribusi Pengelolaan Aset Negara dalam Mewujudkan APBN yang Efektif dan Optimal

Untuk dapat mewujudkan hal ini, tantangan terbesar yang dihadapi adalah membangun sebuah sinergi antara fungsi perencanaan, penganggaran, pengelolaan, dan pertanggungjawaban aset. Gambar dibawah ini memperlihatkan peran setiap pihak dalam rangka mewujudkan strategic asset management di Indonesia.

Gambar 5: Hubungan dan Peran Pengguna Barang, Pengelola Barang, dan Stakeholders dalam mewujudkan Strategic Asset Management di Indonesia

(13)

Desain Peta Strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), Ukuran, dan Tahapan Pelaksanaan

Roadmap strategic asset management merupakan arah jalan yang akan ditempuh bagi masa depan tata kelola aset negara di Pemerintah Pusat. Oleh karenanya, sebagai wujud pelaksanaan roadmap, paralel dengan kebutuhan internal DJKN untuk menyusun langkah-langkah strategis bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DJKN, maka disusunlah Peta Strategi Direkorat Jenderal Kekayaan Negara, yang mengacu pada visi DJKN.

Visi DJKN :

“Menjadi Pengelola Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Negara yang Profesional dan Bertanggung Jawab untuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat”

Peta Strategi berisi serangkaian langkah-langkah strategi yang ditempuh oleh DJKN dalam rangka mewujudkan tujuan strategis dan menuju arah pencapain visi DJKN ke depan. Mengadopsi model balanced score-card, peta strategi ini didesain oleh para pejabat di setiap unit strategis terkait di lingkungan DJKN. Peta strategi mengidentifikasikan 11 (sebelas) sasaran strategis. Hubungan kausal sasaran strategis dapat dilihat pada ilustrasi gambar 3 di bawah ini.

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa prioritas pertama DJKN, khusus di area aset negara, sebagaimana kebutuhan roadmap adalah pelayanan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Pemangku kepentingan atas aset negara sangatlah luas. Konstituennya berkaitan dengan DPR RI dan seluruh aparat pengawas dan penegak hukum, dengan pemangku kepentingan dari berbagai kelompok, seperti Instansi Pemerintah, BUMN dan perusahaan swasta, publik/masyarakat langsung, para pemerhati dan masyarakat pers. Di masa pemerintahan yang mengedepankan tata kelola kepemerintahan yang baik dan sehat, DJKN dituntut untuk peka terhadap seluruh lini kelompok tersebut. Adapun sasaran strategis terkait dengan Peningkatan Citra DJKN dalam melayani stakeholders diukur melalui penyelenggaraan inventarisasi dan pemanfaatan kekayaan negara secara optimal (SS 1.1), penilaian secara optimal (SS 1.4), tersedianya data barang milik negara yang pemanfaatannya optimal (SS DJKN-2.1), tersedianya database nilai aset yang andal (reliable), dan terciptanya hubungan baik dengan pengguna jasa (SS DJKN-2.5).

(14)

Pada dimensi kedua, orientasi sasaran strategis pada aspek proses internal (internal process) meliputi identifikasi kebutuhan pengguna jasa (SS DJKN-4), penyempurnaan dan pembuatan rumusan peraturan yang berkualitas di bidang kekayaan negara (SS DJKN-5.1), penyediaan informasi nilai barang milik negara sebagai underlying asset (SS DJKN-5.2), pengembangan pelayanan pengelolaan BMN (SS DJKN-6.1. s.d. SS DJKN-6.10), dan implementasi kebijakan (SS DJKN-7.1 s.d. SS DJKN-7.5).

Pada dimensi ketiga, peta strategi membagi aspek pertumbuhan dan pembelajaran (learning and growth) ke dalam 3 (tiga) unsur intangible capital, yaitu sumber daya manusia (human capital), organisasi (organizational capital), dan sistem informasi (information capital), dengan penambahan satu sasaran strategis berupa good governance. Memang, berbeda dengan dua dimensi lainnya, dimensi ini memiliki tantangan terberat untuk diwujudkan karena merupakan landasan bagi sukses tidaknya dua dimensi lainnya. Dimensi ini mengubah sumber daya yang bersifat intangible menjadi hasil outcome yang tangible. Di dalam peta strategi tranformasi ini dituangkan dalam 4 (empat) sasaran strategis, yaitu merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi (SS DJKN-8), membangun organisasi yang modern yang selaras dengan proses bisnis di bidang pengelolaan keuangan dan kekayaan negara (SS DJKN-9), mewujudkan good governance dalam pengelolaan keuangan negara (SS DJKN-10), dan membangun sistem informasi yang terintegrasi dan andal (SS DJKN-11).

(15)

Gambar 6 : Peta Strategi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara S tr a te g ic O u tc o m e S tr a te g ic D ri v e r L e a rn in g & G ro w th SS DJKN-11: TIK Membangun sistem informasi yang terintegrasi dan handal (Information Capital) SS DJKN-8: SDM Merekrut dan mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi (human capital) SS DJKN-10: Good Governance Mewujudkan good governance Dl. pengelolaan KN (governance capital) SS DJKN-9: Organisasi

Membangun orgn yg modern yg selaras dg proses bisnis di Bid. pengelolaan keuangan &

kekayaan negara (organizational & leadership

capital)

VISI:

Menjadi pengelola kekayaan negara, piutang negara, dan lelang yang profesional dan bertanggung jawab untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

TUJUAN STRATEGIS:

Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal serta mampu membangun citra baik

bagi stakeholder

SS DJKN-1:

Pengelolaan, Pengurusan, dan Pelayanan Unggulan untuk Memuaskan Stakeholder

SS DJKN-1.1

Terinventarisasi dan termanfaatkannya kekayaan negara secara optimal

SS DJKN-1.2

Terselesaikannya pengurusan piutang negara yang optimal

SS DJKN-2:

Hubungan yang Baik dengan Pengguna Jasa SS DJKN-3:

Citra DJKN yang Baik

SS DJKN-2.5

Terciptanya hubungan yang baik dengan

pengguna jasa

SS DJKN-1.4

Terselenggaranya pelayanan penilaian yang optimal

SS DJKN-1.3

Terselenggaranya pelayanan lelang

yang optimal SS DJKN-2.3 Terwujudnya pelayanan

lelang yang transparan dan akuntabel SS DJKN-2.1 Tersedianya data BMN yg pemanfaatannya optimal SS DJKN-2.4 Tersedianya database nilai aset yang reliable

SS DJKN-2.2 Tersedianya data piutang negara yg komprehensif SS DJKN-7.1 Pengawasan & pengendalian pemanfaatan/ penggunaan aset scr berkesinambungan SS DJKN-4: Identifikasi Kebutuhan Pengguna Jasa SS DJKN-7.2 Koord. perencanaan pengadaan aset u Mening. efisiensi & efektivitas anggaran SS DJKN-6.10 Inventarisasi & penilaian aset Scr berkesinambungan SS DJKN-5.1 Penyempurnaan & pembuatan rumusan peraturan yang berkualitas di bid. KN , penilaian, PN,& lelang SS DJKN-5.2 Penyediaan informasi nilai BMN sbg underlying asset SS DJKN-5: Analisis & Kajian

SS DJKN-6:Pengembangan Layanan SS DJKN-6.1 Pengamanan & pemeliharaan KN dg meningkatkan kepastian hukum SS DJKN-6.2 Peningkatan pelayanan pengurusan PN SS DJKN-6.3 Peningkatan pelayanan lelang SS DJKN-6.4 Penyusunan/ pemutakhiran

database nilai aset

SS DJKN-7: Implementasi Kebijakan SS DJKN-6.5 Optimalisasi penggunaan & pemanfaatan KN SS DJKN-6.6 Optimalisasi pengelolaan KN yg dipisahkan SS DJKN-6.7 Optimalisasi pengelolaan KNL SS DJKN-6.8 Optimalisasi penghapusan dan pemindahtanganan KN prinsip transparansi SS DJKN-6.9 Optimalisasi litigasi dan non litigasi DJKN

SS DJKN-7.3

Monitoring, koord. & pengawasan Plsn

pengurusan PN

SS DJKN-7.4

Pembinaan, koordinasi, & pengawasan pelaks.

lelang

SS DJKN-7.5

Monitoring dan evaluasi kualitas penilaian

(16)

Suksesnya penerapan sebuah strategi ditempuh dalam 3 (tiga) tahapan

milestone. Milestone pertama terjadi manakala organisasi mampu

mendeskripsikan/mendesain peta strategi. Milestone kedua ditempuh apabila organisasi mampu membuat ukuran/indikator kinerja atas peta strategi tersebut. Kedua milestone di atas belum dapat menghasilkan output atau outcome apapun, tetapi merupakan syarat untuk dapat menjalankan dan mengelola strategi dalam bentuk tindakan (action)20, yang merupakan milestone ketiga.

Korelasi Antara Roadmap Strategic Asset Management dan Peta Strategi DJKN Berdasarkan narasi di atas, dapat diperkirakan bahwa roadmap strategic asset management menjelaskan mengenai “what to achieve”, sedangkan Peta Strategi DJKN memuat penjelasan “how to achieve”. Keduanya saling berkorelasi dan saling mempengaruhi. Sementara Roadmap memuat sasaran akhir jangka panjang, Peta Strategi DJKN berorientasi pada sasaran antara yang bersifat jangka pendek dan menegah. Tak kalah penting untuk diingat adalah roadmap berisi target-target outcome yang merupakan ukuran sukses reformasi manajemen aset negara, sedangkan peta strategi DJKN berisi target-target output yang menjadi indikator kinerja keberhasilan DJKN.

Dalam tataran implementasi, baik roadmap maupun peta strategi dapat mengalami perubahan akibat penyempurnaan yang harus dilakukan karena tuntutan berbagai faktor lingkungan internal dan eksternal. Dinamika ini merupakan tantangan bagi organisasi DJKN selaku Pengelola Barang untuk menjaga kesinambungan tahapan dan perubahan tahapan yang terjadi, dengan konsisten pada sasaran akhir untuk menjalankan strategic asset management.

20

(17)

Penertiban Aset Negara: Starting Point Terwujudnya Tertib

Adminstrasi, Tertib Hukum, dan Tertib Pengelolaan Aset Negara

Pada hakikatnya, Penertiban Barang Milik Negara (BMN) adalah kegiatan yang berorientasi pada terwujudnya “3 Tertib”, yaitu tertib adminstrasi aset negara, tertib hukum kepemilikan aset negara, dan tertib pengelolaan aset Negara, yang meliputi pula pengamanan fisik aset negara. Penertiban BMN merupakan bagian awal dari pelaksanaan Roadmap Strategic Asset Management yang menjadi faktor penting keberhasilan tahap-tahap berikutnya. Sebagaimana dijelaskan di bagian awal tulisan ini, selama lebih dari 4 (empat) dekade, Pemerintah Pusat sibuk dengan aktivitas membeli dan membangun aset namun tidak didukung dengan penatusahaan dan pengelolaan yang memenuhi kriteria good governance, penertiban BMN berusaha menyelesaikan pekerjaan yang telah lama tertunda.

Penertiban BMN merupakan amanat dari Keputusan Presiden RI no. 17 Tahun 2007 tentang Penertiban Barang Milik Negara yang mengambil periode waktu pelaksanaan di tahun 2007 s.d. 2008, dengan upaya ekstensi hingga tahun 2009. Penertiban BMN adalah kegiatan yang mencakup inventarisasi, penilaian, dan sertifikasi seluruh aset negara di Kementerian/Lembaga dalam rangka penertiban dan pengamanan BMN secara tertib, efektif, efisien, dan akuntabel.

Ada 4 (empat) tujuan utama penertiban BMN, yaitu (i) melakukan pemutakhiran pembukuan BMN pada Sistem Aplikasi Barang Milik Negara, (ii) mewujudkan penatausahaan BMN di seluruh satuan kerja instansi Pemerintah Pusat, (iii) menyajikan koreksi nilai aset tetap Neraca Awal 2004 pada Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, dan (iv) melakukan tindak lanjut penatausahaan dan pengelolaan BMN yang tertib dan optimal

Adapun yang termasuk dalam obyek penertiban BMN adalah aset yang dikuasai Kementerian/Lembaga termasuk BLU, aset yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (TP), aset yang berasal dari Bantuan Pemerintah Yang Belum ditentukan Statusnya (BPYBDS), aset eks BPPN, aset bekas milik Asing/Cina, aset eks Kepabeanan/Bea Cukai, aset Bank Dalam Likuidasi (BDL), aset eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (eks KKKS), barang rampasan, benda cagar budaya/benda berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT), aset lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai BMN.

Penertiban BMN mengikuti mekanisme sesuai ketentuan yang berlaku, yang terdiri dari kegiatan inventarisasi, penilaian, pengolahan data dan penyusunan laporan, serta tindak lanjut hasil penertiban BMN. Sedangkan, tindak lanjut hasil Penertiban BMN bertujuan untuk (i) menyelesaikan tindak lanjut temuan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), (ii) mengoreksi nilai aset tetap pada Neraca Awal per 31 Desember 2004 pada setiap Laporan Keuangan K/L dan LKPP, (iii) Starting point data BMN yang lengkap dan andal untuk pelaksanaan pengelolaan BMN sesuai amanat PP No. 6 Tahun 2006, serta (iv) penyelesaian berbagai permasalahan aset negara, termasuk sertifikasi.

(18)

Tantangan Ke Depan Strategic Asset Management

Roadmap Strategic Asset Management dan Peta Strategi DJKN tidak absolut dan dapat beradaptasi dengan perkembangan lingkungan strategis. Berikut adalah beberapa faktor yang sangat berpotensi menjadi tantangan ke depan untuk mewujudkan sukses strategic asset management di Indonesia. Pertama, adanya dinamika pertumbuhan dan kondisi ekonomi di tanah air. Gejolak ekonomi, seperti krisis global, merupakan faktor yang dapat mempengaruhi posisi keuangan dan APBN. Pada saat ekonomi surut, maka penghematan belanja menjadi kunci efisiensi, dan pembiayaan menjadi alternatif solusi. Peran Pengelola Barang dituntut agar mampu melaksanakan prinsip the highest and best use.

Kedua, adanya kondisi politik di dalam negeri yang sangat dinamis. Pesta demokrasi sering berdampak pada isu keamanan dan stabilitas nasional. Pasca pesta demokrasi, yang diikuti dnegan perubahan kepemimpinan negara berdampak pada penataan kembali organisasi pemerintah, yang mempengaruhi infrastruktur, sarana, dan prasarananya. Misalnya, pembentukan instansi baru, baik merger, maupun sama sekali baru, begitu pula likuidasi/pembubaran instansi yang ada akan berdampak pada penambahan/perputaran/pengurangan aset negara dalam jumlah besar. Sebagai contoh, perubahan dari waktu ke waktu instansi yang melaksanakan fungsi komunikasi dan informatika berubah wujud organisasi dengan sangat cepat, mulai dari Departemen Penerangan, Badan Informasi dan Komunikasi Nasional (BIKN), Lembaga Informasi Nasional (LIN), dan terakhir Departemen Komunikasi dan Informatika. Likuidasi, pemunculan kembali, dan tranformasi yang terjadi hingga 4 (empat) kali ini mengakibatkan serah terima, mutasi, dan pengadaan aset yang bersifat masif. Pada masa transisi, banyak sekali aset yang tidak dapat dipantau dan tidak jelas keberadaannya. Banyak upaya dilakukan untuk memulihkan kembali keandalan data aset pada Departemen tersebut. Hal ini merupakan tantangan bagi para pengguna barang dan Pengelola Barang untuk dapat secara cepat dan responsif menyesuaikan dinamika politik dan pemerintahan di Indonesia.

Ketiga, bahkan jika tidak terjadi dinamika politik seperti pada butir kedua, dinamika organisasi dan kemampuan sumber daya manusia pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang juga menjadi penting. Kemampuan membangun (capacity building) suatu tataran pengelolaan mikro pada tataran Kementerian/Lembaga sangat berpengaruh pada keberhasilan pengelolaan strategis pada tataran Pengelola Barang. Sinergi antara Pengguna dan Pengelola Barang dan bahkan pada lingkup Departemen Keuangan menjadi penting dan harus selalu ditingkatkan.

Keempat, trend atau kecenderungan tata kelola manajemen aset di berbagai negara maju dn berkembang kini mulai bergerak ke dalam pola outsourcing dan public-private partnership. Pemerintah Australia telah lama menerapkan prinsip landlord dalam mengelola aset negara, dimana Pemerintah sebisa mungkin tidak membangun, namun menyewa aset untuk digunakan bagi operasional pemerintahan. Demikian pula, Pemerintah Belanda menjalankan fungsi pengelola

(19)

barang sebagaimana business as usual, dimana aset dijual dan dipertahankan sesuai dengan manfaatnya dengan sangat mudah. Pada saatnya nanti, Pemerintah Indonesia, yang saat ini sangat berkepentingan untuk mewujudkan kepentingan ekonomi dan sosial secara seimbang, akan semakin bergerak menuju trend international practices mengingat sumber daya negara yang semakin terbatas.

Penutup

Paradigma baru manajemen aset negara telah diperkenalkan perubahan yang fundamental pada perangkat hukum manajemen aset, yaitu dengan lahirnya UU Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara dan PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, dan perubahan organisasi, dengan pembentukan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Untuk mengisi ruang kesenjangan antara sumber daya dan tuntutan perubahan tata kelola manajemen aset, diperlukan suatu perubahan kultur dan mindset. Perubahan kultur dan mindset tersebut adalah mengubah peran sumber daya manusia yang berasal dari unit lama, untuk berperan, berpikir, dan bertindak layaknya seorang asset manager.

Para "asset manager" dituntut untuk memiliki kapasitas yang memadai agar dapat menjalankan Peta Strategi DJKN dan pada gilirannya mewujudkan strategic asset management. Pada tingkatan tersebut, kita dapat berharap bahwa peran manajemen aset dapat menjadi alat pengendali APBN melalui penghematan belanja aset negara, menambah kontribusi pendapatan bukan pajak melalui pemanfaatan dan pemindahtanganan aset Negara, serta sebagai alternatif pembiayaan dalam Negara melalui penerbitan sukuk dengan jaminan aset Negara. Layaknya sebuah idiom Negeri Paman Sam bahwa "success to plan is to plan a success" (berhasil merencanakan, berarti merencanakan keberhasilan), maka apabila strategic asset management dapat diwujudkan, kita berharap melihat sinergi positif yang menguntungkan Negara sebagai dampak dari keberhasilan perencanaan aset dan pengelolaan aset. Semoga!

Referensi

BAPPENAS (2007) Indikator Good Public Governance: Penerapan tata kepemerintah yang baik.

Kaganova, Orga and McKellar, James (2006) Managing Goverment Property Assets: International experiences. Washington, D.C.: The Urban Institute Press.

Kaplan, Robert S dan Norton, David P (2004) Strategy Maps: Converting Intangible assets into Tangible Assets. Boston: Harvard Business School Press.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tentang Organisasi dan Tata Laksana Departemen Keuangan.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Kekayaan Negara. Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007.

Gambar

Gambar 1: Kronologi Penatausahaan Aset pada Pemerintah Pusat
Gambar 2: Transformasi Fungsi Pengelolaan Kekayaan Negara pada Dua Tahapan Reorganisasi
Gambar 3 Ikhtisar Roadmap Strategic Management Asset
Gambar 4:  Kontribusi Pengelolaan Aset Negara dalam Mewujudkan APBN yang  Efektif dan Optimal
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan Model Demonstrasi Interaktif berbantuan multimedia lebih baik daripada siswa

Berdasarkan hasil inventarisasi jenis ikan di Sungai Ogan Kecamatan Tanjung Raja Kabupaten Ogan Ilir dapat disimpulkan bahwa a da indikasi potensi perikanan air tawar di

Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif. Bicarakan apa yang

Menurut Rasyaf (2004), ayam broiler adalah ayam jantan dan betina muda yang dijual pada umur dibawah 8 minggu dengan bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat

dalam persalinan pervaginam yang terbesar adalah faktor riwayat penyakit ibu dengan nilai Odds Ratio yaitu 8,000, artinya risiko untuk mengalami komplikasi

Tujuan dari penelitian Kiki Noviem Mery adalah menguji pengaruh likuiditas, leverage dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan dengan kebijakan dividen sebagai variabel

Berdasarkan hasil penelitian ini, penerapan model Group Investigation (GI) dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X MIA SMA Kemala

Tujuan dari Praktek Kerja Lapang ini adalah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan tentang Teknik Pembenihan Ikan Kerapu Cantang Hibrid di Unit Pelaksana Teknis