• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum sp)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum sp)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Tanaman Kayu Manis (Cinnamomum sp)

Tanaman kayu manis (Cinnamomum sp) termasuk ke dalam famili Lauraceae yang terdiri dari 47 marga dan lebih dari 1900 species yang berbentuk pohon-pohonan dan semak. Dalam perdagangan yang terkenal antara lain

Cinnamomum zeylanicum yang berasal dari pulau Ceylon (Srilangka),

Cinnamomum cassia yang berasal dari Birma dan banyak ditanam di Cina dan Cinnamomum burmanii yang berasal dari Indonesia, dalam perdagangan lebih

dikenal sebagai casiavera eks Padang (Rismunandar, 1993)

Penanaman kayu manis yang terbesar di Indonesia adalah di daeah Sumatera Barat. Di daeah ini, tanaman ditemukan umumnya di ketinggian 600 –

1200 m dari permukaan laut. Meskipun begitu, di daerah dataran rendah masih ditemukan tanaman kayu manis. Pada umumnya tanaman yang ditanam di daerah dataran rendah pertumbuhannya lebih cepat daripada tanaman yang ditanam di daerah dataran tinggi, tetapi tebal kulit dan aromanya tidak sebaik tanaman yang ditanam di daerah dataran tinggi (Muhammad, 1973). Tanaman ini tumbuh baik di daerah lembab, dengan curah hujan antara 2000-2500 mm per tahun, dan keadaan tanah yang banyak mengandung humus, tanah gembur dan berpasir, serta tidak ada genangan air (Rismunandar, 1993).

Daun kayu manis kecil dan kaku dengan pucuk berwarna merah. Umumnya tanaman yang tumbuh di dataran tinggi warna pucuknya lebih merah dibanding di dataran rendah. Kulitnya abu-abu dengan aroma khas dan rasanya manis (Rismunandar, 1993).

Perkembangbiakan tanaman kayu manis dapat dilakukan melalui biji dan sirung. Biji diperoleh dari pohon yang sengaja diperuntukkan sebagai pohon induk. Sedangkan bibit yang berbentuk sirung adalah yang berasal dari tunas akar. Tunas diperoleh dari tunggul-tunggul bekas pemotongan batang pokok. Pada saat nampak tumbuh tunas-tunas baru, tunggul ditimbun dengan tanah. Dengan penimbunan ini tunas-tunas tersebut akan mengeluarkan akar (Rismunandar, 1993).

Pemindahan tunas dilakukan pada umur 1-2 tahun setelah pemotongan. Umumnya petani lebih banyak menggunakan bibit sirung dibandingkan dengan

(2)

bibit yang berasal dari biji, karena bibit sirung lebih cepat menghasilkan kulit pertama (Gusmailina, 1995).

Waktu panen umumnya tergantung pada beberapa faktor antara lain kesuburan lahan, perkembangan iklim selama pertumbuhan awal dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin muda tanaman dipanen, semakin rendah mutu kulit yang dihasilkan. Makin tua umur tanaman dipanen, makin tebal kulit yang diperoleh, makin tinggi produksi dan makin tinggi pula mutu kulit yang dihasilkan. Tidak ada suatu kriteria yang menyatakan kapan suatu pohon kayu manis dapat dipanen, salah satu syarat yang dapat dipakai adalah apabila kulit batang pada bagian luar sudah berwarna keabu-abuan maka pada saat itu kayu manis telah dapat dipanen (Gusmailina, 1995).

Menurut anjuran Dinas Perkebunan Daerah Tingkat I Sumatera Barat, pemungutan hasil dapat dilakukan sebagai berikut: pada umur 6 tahun dilakukan panen pertama yang diutamakan untuk penjarangan tahap pertama, pada umur 10 tahun dilakukan panen kedua yang dimaksudkan untuk penjarangan tahap kedua dan pada umur 15 tahun dilakukan panen yang sesungguhnya. Pohon yang dipotong pada umur lebih dari delapan tahun hasilnya empat kali lipat dibandingkan dengan bila dipotong pada umur kurang dari delapan tahun (Rismunandar, 1993).

Menurut Rismunandar (1993), sistem panen kayu manis yang biasa dilakukan petani adalah :

a. Sistem tebang langsung. Pada sistem ini pohon ditebang langsung pada pangkal pohon kira-kira 5 cm dari permukaan tanah. Setelah itu baru dikelupas kulitnya.

b. Sistem situmbuk. Pada sistem ini pohon dikuliti melingkari seluruh batang pada ketinggian 5 cm di atas leher akar. Kemudian seluruh kulit batang ini dikelupas hingga setinggi 80 – 100 cm. Penebangan dilakukan dua bulan kemudian.

c. Sistem pohon dipukul. Pada sistem ini sekitar dua bulan sebelum penebangan, kulit pohon dipukuli hingga memar. Sebagai reaksi akan tumbuh kulit baru yang akan menyambung retakan-retakan pada kulit. Hasil dari pembengkakan karena dipukuli ini adalah kulit menjadi lebih tebal.

(3)

d. Sistem vietnam. Pada sistem ini kulit dikelupas bentuk bujur sangkar berukuran 10 x 10 cm berselang seling. Setelah luka pada batang tertutup kembali oleh kulit baru, maka kemudian sisa kulit dapat diambil.

Cara panen dengan mengupas atau menguliti tanpa menebang pohon, memberikan dampak yang baik ditinjau dari sudut produksi. Panen dapat dipersiapkan karena kulit akan menutup kembali setelah dua tahun sehingga panen dapat berkelanjutan. Hasil juga akan meningkat karena kulit batang selalu bertambah, dan tidak diperlukan bibit baru. Setelah pohon mencapai umur lebih dari sepuluh tahun, panen dapat dilakukan dengan cara ditebang (Towaha dan Indriati, 2008).

Saat yang paling baik untuk memotong batang kayu manis adalah pada waktu kulitnya mudah mengelupas. Keadaan ini hanya bisa dicapai setelah pohon kayu manis mengalami kekeringan beberapa waktu yang disusul oleh musim hujan (Rismunandar, 1993). Kulit kayu manis yang terbaik diperoleh dari batang, makin besar batang makin banyak kulit kayu manis yang diperoleh. Sedangkan kulit yang berasal dari cabang mempunyai kualitas yang lebih rendah, oleh karena itu diusahakan sedapat mungkin agar percabangannya sedikit (Muhammad, 1973). Tanaman kayu manis dengan batang yang sedang akan menghasilkan kulit batang sebanyak lebih kurang 3 kg dan ½ kg kulit cabang. Pada tanaman yang berumur 10 tahun dapat menghasilkan lebih kurang 3 – 5 kg atau dengan jarak tanam 4x4 m akan menghasilkan lebih kurang 2000 kg kulit kayu manis kering per hektar. Bobot kering kulit kayu manis adalah 50% dari bobot basar (Muhammad, 1973).

Komposisi Kulit Kayu Manis

Kulit kayu manis kering pada umumnya mengandung minyak atsiri, pati, protein dan lain-lain. Aroma kulit kayu manis berasal dari minyak atsiri. Minyak atsiri kayu manis berada di seluruh bagian tanaman, mulai dari akar, batang, hingga daun dan bunga. Pada kulit kayu manis masih banyak terdapat komponen kimia seperti damar, pelekat, tanin (zat penyamak), gula, kalsium, oksalat dan cumarin (Rismunandar, 1993).

(4)

Tabel 3. Komposisi kimia kulit kayu manis Komponen Kandungan Kadar air 7,9% Minyak atsiri 3,4% Alkohol ekstrak 8,2% Abu 4,5%

Abu larut dalam air 2,23%

Abu tidak dapat larut 0,013%

Serat kasar 29,1%

Karbohidrat 23,3%

Sumber : D.E. Gilliver (1971) dalam Rismunandar (1993)

Minyak atsiri diperoleh dari penyulingan kulit maupun daun kayu manis. Komponen-komponen utama minyak kulit kayu manis adalah sinamaldehid, eugenol, aceteugenol dan beberapa aldehid lain dalam jumlah yang kecil. Di samping itu juga mengandung methyl-n-amyl ketone yang juga sangat menentukan dalam flavour khusus dari minyak kayu manis (Rusli dan Abdullah, 1988). Komponen terbesar minyak atsiri dari kulit kayu manis adalah sinamal aldehid dan eugenol yang menentukan kualitas minyaknya. Kadar komponen kimia kulit kayu manis sangat tergantung pada daerah asalnya atau tempat penanamannya (Rismunandar, 1993).

Komponen kimia sinamaldehid dalam minyak casia adalah sinamal aldehid, sinamil acetate, salisil aldehide, asam sinamat, asam salisilat, o-metoksin, benzaldehide (metil salisitaldehide), methyi-o-coumaraldehyde (o-methexysinamaldehyde) dan phenilpropilasetat (Guenther, 1987).

Minyak casia mempunyai komponen sinamat aldehid yang lebih besar daripada minyak cinnamon. Kulit kayu manis mempunyai berat jenis yang mendekati berat jenis air yaitu 1.020 –1.070 pada suhu 15ºC, sehingga campuran antara bagian minyak dan bagian air sulit dipisahkan. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan cara penambahan garam (salting out) atau dengan cara penyulingan

(5)

bertingkat atau dengan ekstraksi dengan pelarut yang tidak larut dalam air, tapi dapat larut dalam minyak (Hernani,1988).

Penanganan Pasca Panen Kayu Manis

Salah satu cara untuk mendapatkan kulit kayu manis yang bermutu baik adalah dengan cara penanganan pasca panen yang baik. Penanganan pasca panen kayu manis dimulai dari saat pemotongan, pengeringan sampai penyimpanan (Sadjad, 1983).

Pengolahan kayu manis yang dilakukan oleh petani rakyat biasanya hanya dengan menguliti pohon kemudian mengeringkannya. Kemudian oleh eksportir, hasil olahan rakyat tersebut dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan ulang, pemotongan, sortasi dan pengepakan. Perlakuan yang tepat pada setiap tingkat pengolahan akan menentukan mutu kulit kayu manis dan harganya (Sadjad, 1983).

1. Pengulitan

Sebelum pohon dikuliti, kulit pohon dibersihkan dari lapisan gabus dan lumut serta kotoran lain yang menempel pada kulit pohon. Selanjutnya dibuat dua irisan horizontal melingkar batang dengan jarak tertentu yang merupakan panjang potongan kulit. Irisan yang paling bawah kira-kira 10 cm di atas permukaan tanah. Kemudian di antara dua irisan horizontal yang melingkar batang dibuat dua buah irisan tegak lurus dengan jarak tertentu yang merupakan lebar potongan kulit dan seterusnya dikupas dari batang (Muhammad, 1973).

Menurut Gusmailina (1995), beberapa petani kadang-kadang ada yang melakukan pembersihan kulit setelah kulit dikelupas. Sedangkan menurut anjuran, sebaiknya pembersihan kulit dari serangan jamur/cendawan kulit batang dilakukan sebelum kulit dikelupas dari batang. Sehingga pada proses penjemuran kulit sudah bebas dari jamur-jamur kulit dan kotoran lainnya.

2. Pengikisan

Kayu manis yang sudah dikuliti selanjutnya dibersihkan bagian luarnya dengan cara mengikis sampai kulit berwarna kuning kehijauan. Pengikisan kulit dilakukan dengan pisau sampai terbuang kulit ari dan lapisan gabus sehingga yang

(6)

tertinggal adalah kulit bagian dalam. Pengikisan lebih baik bila menggunakan pisau stainless steel karena dapat mencegah terjadinya browning (Muhammad, 1973).

3. Pengeringan

Pengeringan kayu manis yang baik adalah dengan sinar matahari. Apabila cuaca baik maka setelah dua atau tiga hari kulit kayu manis sudah cukup kering dan akan mengulung dengan sendirinya dengan kadar air sekitar 14%, berwarna kuning muda sampai merah kecoklatan (Muhammad, 1973). Kebersihan tempat penjemuran perlu diperhatikan karena ikut menentukan mutu kulit kayu manis. Bila tempat penjemuran kotor, maka debu, tanah dan kotoran lainnya akan terbawa dalam kulit yang menggulung (Rismunandar, 1993).

Menurut Gusmailina (1995) untuk mengantisipasi cuaca mendung atau hujan, biasanya petani mengeringkan kulit kayu manis dengan cara tradisional yaitu diangin-anginkan dengan cara meletakkan kulit di atas rak-rak bambu atau diikat lalu digantung. Hal ini akan memakan waktu yang relatif lama serta peluang terkena serangan mikroorganisme akan besar yang akhirnya akan mengurangi mutu kulit kayu manis dan menurunkan harganya. Untuk mengurangi resiko ini, dapat dilakukan dengan pengeringan buatan sehingga pengeringan dapat dilakukan terus menerus tanpa tergantung pada iklim, dapat menghemat waktu dan tenaga, dapat menghasilkan kulit kayu manis kering yang lebih seragam dan mutu yang lebih baik (Harahap, 1977).

Menurut Efendi (1984), untuk melakukan pengeringan buatan dapat digunakan alat mekanik berupa tray drayer. Kulit kayu manis yang telah dikelupas dari batangnya dipotong-potong sepanjang 15 cm dan dibersihkan dengan cara mengikisnya, kemudian dimasukkan ke dalam alat pengering mekanik. Pengeringan yang dilakukan pada suhu 60ºC akan menghasilkan kulit kayu manis kering dengan kadar air rata-rata 6,95%. Kadar air ini akan memenuhi syarat mutu ekspor yaitu kurang dari 14%.

4. Pemotongan dan sortasi

Kulit kayu manis yang telah kering dipotong dengan ukuran 5 – 7,5 cm atau menurut keinginan konsumen dan kemudian disortir untuk memperoleh

(7)

ukuran yang benar-benar seragam dan diikat menurut ukuran panjang yang sama (Sanusi dan Isdiyoso, 1977).

5. Pengemasan

Sebelum dikemas biasanya dilakukan pengeringan ulang. Pengepakan dilakukan dengan berat dan ukuran tertentu di dalam peti yang dilapisi kertas sampul untuk kemudian diekspor (Sanusi dan Isdiyoso, 1977).

Proses pengolahan akan menentukan mutu dan harga. Selain itu, mutu kulit kayu manis juga dipengaruhi oleh umur tanaman sewaktu dipanen. Tanaman yang dipanen dua kali setahun menyebabkan mutu yang lebih rendah dibandingkan dengan mutu kulit kayu manis yang dipanen setahun sekali.

Produk Olahan Kayu Manis

Menurut Rismunandar (1993), kulit kayu manis dapat diolah menjadi beberapa produk yaitu bentuk bubuk (ground powder) yang diperoleh melalui proses penggilingan, bentuk minyak atsiri yang diperoleh melalui proses destilasi serta bentuk oleoresin yang diperoleh melalui proses ekstraksi.

1. Bubuk Kayu Manis

Bubuk kayu manis mempunyai sifat yang sama dengan kulit kayu manis karena merupakan produk lanjutan dari kulit kayu manis. Bubuk ini mengandung minyak atsiri, berasa pedas, sera mengandung bahan mineral dan kimia organik seperti protein, karbohidrat dan lemak (Rismunandar, 1993).

Untuk mendapatkan bubuk kayu manis dapat dengan menggiling kulit kayu manis kering. Selain dari penggilingan, bubuk kayu manis dapat diperoleh dari debu hasil penggergajian kulit kayu manis. Bubuk kayu manis ini biasanya dikemas dalam karung (Rismunandar, 1993).

2. Minyak kayu manis

Minyak atsiri merupakan produk samping dari tanaman kayu manis. Minyak atsiri merupakan campuran dari senyawa-senyawa yang mudah menguap yang berbeda-beda dalam hal susunan kimia maupun titik didihnya. Secara visual minyak atsiri C. Burmanii tidak berwarna sampai kuning kecoklatan dan

(8)

mempunyai bau yang sama dengan minyak C.zeylanicum tetapi kurang lembut (Mulyono, 2001).

Minyak atsiri kayu manis dapat diperoleh melalui proses penyulingan (destilasi) terhadap kulit batang, kulit cabang maupun daun kayu manis (Rismunandar, 1993). Sebelum proses penyulingan perlu dilakukan perlakuan pendahuluan berupa pengeringan dan pengecilan ukuan untuk mempercepat proses penyulingan dan memperoleh rendemen yang tinggi dengan mutu yang lebih baik (Guenther, 1987).

Gambar 1. Skema penyulingan minyak atsiri kayu manis (Rismunandar, 1993) Kulit kayu manis kering

Pengecilan ukuran

Destilasi uap

Uap (air + minyak)

Pendinginan

Pemisahan air dengan minyak

Air Minyak atsiri kulit

(9)

Ada tiga metode penyulingan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri kayu manis yaitu metode penyulingan air, metode penyulingan air dan uap, serta metode penyulingan uap langsung. Pemilihan metode penyulingan tergantung pada jenis bahan yang akan disuling, dengan mempertimbangkan cara penyulingan yang paling ekonomis untuk mendapatkan minyak atsiri yang mutunya baik (Guenther, 1987).

a. Metode penyulingan air

Pada metode ini bahan langsung berkontak dengan air dan terendam dalam air mendidih. Pengisian bahan tidak boleh terlalu padat dan penuh sebab dapat meluap ke dalam kondensor atau bahan tidak dapat bergerak leluasa sehingga dapat menggumpal dan dapat menyebabkan rendemen mnyak turun. Pemanasan air dilakukan dengan sistem mantel uap sehingga bahaya hangus dapat dihindarkan, untuk itu penambahan air yang cukup selama penyulingan akan mencegah hasil yang tidak diinginkan. Metode penyulingan ini merupakan metode penyulingan yang praktis dengan peralatan penyulingan yang relatif sederhana dan murah (Guenther, 1987).

b. Metode penyulingan air dan uap

Pada penyulingan ini, bahan yang akan disuling diletakkan di atas saringan berlubang. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air tidak jauh berada di bawah saringan. Uap yang dihasilkan pada penyulingan ini selalu dalam keadaan basah dan jenuh serta bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap, tidak dengan air panas. Secara umum, pada penyulingan ini uap air jenuh akan berpenetrasi ke dalam bahan sehingga akan terbentuk campuran uap air dan minyak dalam jaringan tanaman. Selanjutnya minyak akan berdifusi ke permukaan bahan dan diuapkan. Peningkatan suhu penyulingan akan mempercepat proses difusi. Pada penyulingan ini pengisian dan keseragaman ukuran bahan harus diperhatikan sehingga uap akan mudah berpenetrasi dan merata dalam bahan. Penyulingan dengan uap dan air baik digunakan untuk bahan yang permukaannya tidak terlalu tebal dan keras, misalnya daun-daunan dan kulit yang tipis (Guenther, 1987).

(10)

c. Metode penyulingan uap

Pada metode penyulingan ini, uap yang digunakan adalah uap jenuh atau uap panas yang bertekanan 1 atm yang dihasilkan oleh ketel uap yang letaknya terpisah dari ketel suling. Uap dialirkan melalui pipa uap berlingkar dan berpori yang terletak di bawah bahan olah, dan bergerak ke atas melalui bahan di atas saringan. Pada penyulingan ini, tekanan uap dalam ketel suling diatur sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Proses difusi akan berlangsung dengan baik jika uap sedikit basah. Penyulingan sebaiknya dimulai dengan tekanan rendah (1 atm), kemudian dinaikkan perlahan-lahan. Penyulingan dengan uap langsung ini baik digunakan untuk memisahkan minyak atsiri dari biji-bijian, akar dan kayu yang permukaannya keras dan biasanya mengandung minyak yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1987).

Menurut Nurdjannah (1992), cara destilasi dan pengetahuan mengenai bahan serta cara penanganannya memegang peranan penting dalam memperoleh minyak atsiri kulit kayu manis. Minyak kulit kayu manis mengandung bahan-bahan aromatik yang larut dalam air, hal ini dapat menyebabkan rendemen yang rendah pada destilasi minyak kulit kayu manis.

Rusli, Ma’mun dan Triantoro (1990) melakukan percobaan penyulingan

minyak kulit kayu manis terhadap tiga jenis mutu kulit kayu manis Cinnamomum

burmanii yaitu mutu KA, mutu KB dan mutu KC. Hasil percobaan dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Kadar minyak atsiri dan rendemen hasil penyulingan Cinnamomum

burmanii

Bahan Kadar air (%) Kadar minyak (%) Rendemen (%)

Mutu KA 10,97 3,59 0,86

Mutu KB 13,63 2,78 0,47

Mutu K 16,00 2,14 0,36

Sumber : Rusli, Ma’mun dan Triantoro (1990)

Kadar minyak atsiri Cinnamomum burmanii lebih rendah daripada kadar minyak atsiri Cinnamomum zeylanicum. Percobaan yang dilakukan oleh Simarmata (1989) yang melakukan penyulingan Cinnamomum zeylanicum secara

(11)

dikukus menghasilkan rendemen minyak 0,70 – 0,80%. Perlakuan sebelum penyulingan seperti kebersihan kulit kayu manis dan pengecilan ukuran mempengaruhi rendemen minyak yang dihasilkan, dimana semakin kecil ukuran bahan yang disuling maka semakin besar rendemen minyak yang akan diperoleh, karena luas permukaan bertambah besar dan difusi minyak ke permukaan bahan semakin mudah. Percobaan yang dilakukan oleh Widiyatmoko (1989), didapatkan rendemen dan mutu minyak atsiri terbaik dari perlakuan bahan yang dibersihkan, dengan ukuran panjang 1 cm dan waktu penyulingan selama 8 jam, yang menghasilkan rendemen sebesar 0,97%, bobot jenis 0,98, indeks bias 1,56 dan kadar sinamaldehid 60,47%.

Komponen aromatik minyak kulit kayu manis larut dalam air sehingga dalam proses destilasi dengan air menyulitkan proses pemisahan minyak dengan airnya. Untuk mengatasi hal ini telah ada percobaan ekstraksi minyak kayu manis dengan CO2 cair. Cara ekstraksi ini telah dilakukan oleh Tateu dan Chizzina (1989) dengan mengekstrak bubuk kulit kayu manis Cinnamomum zeylanicum. Percobaan ekstraksi minyak kulit kayu manis dengan CO2 cair juga telah dicoba oleh Nurdjannah dan Syarif (1991) dengan memakai kulit kayu manis dari jenis

Cinnamomum burmanii dan Cinnamomum zeylanicum, sebagai pembanding

dilakukan pula penyulingan kayu manis dengan cara uap. Dari berbagai tekanan yang dicobakan pada suhu operasi antara 35 - 40ºC, tekanan yang paling cocok untuk mendapatkan minyak atsiri kulit kayu manis adalah 81,65 atm. Dari percobaan tersebut, rendemen dan kandungan sinamaldehid yang diperoleh dengan ekstrasi CO2 cair lebih besar dibandingkan dengan cara destilasi uap (Tabel 5). Dengan uji organoleptik, minyak yang diperoleh mempunyai aroma yang lebih mendekati bahan asal. Warna dari minyak yang dihasilkan dari destilasi uap lebih kuning, sedangkan dengan destilasi CO2 cair berwarna kuning kecoklat-coklatan dan jernih.

(12)

Tabel 5. Rendemen dan kandungan sinamaldehid minyak kulit kayu manis yang diperoleh dengan destilasi uap dan ekstraksi CO2cair

Komposisi C. burmanii C.zeylanicum

Rendemen (%) - Destilasi uap - Destilasi CO2cair

1,04 1,75 0,80 2,04 Kadar sinamaldehid - Destilasi uap - Destilasi CO2cair

28,42 67,68

21,40 47,00 Sumber : Nurdjannah dan Syarif (1991)

Rendemen minyak yang diperoleh dengan ekstraksi CO2 cair lebih tinggi daripada destilasi uap, tetapi harganya lebih tinggi dan lebih sulit penerapannya terutama untuk skala kecil. Penerapan destilasi uap lebih memungkinkan karena harganya lebih rendah dan sederhana (Nurdjannah dan Sjarif, 1991).

Pemasaran Kulit Kayu Manis

Pemasaran kulit kayu manis di daerah Sumatera Barat cukup sederhana. Menurut Gusmailina (1995) umumnya di setiap desa terdapat pedagang yang menampung hasil produksi langsung dari petani. Walaupun ada sebagian petani penghasil yang menjual langsung ke ibukota kecamatan atau kabupaten, akan tetapi jumlahnya sedikit. Tahapan-tahapan yang lazim berlangsung dalam pemasaran kulit kayu manis adalah :

1. Petani –pedagang pengumpul desa – pedagang pengumpul kecamatan –

pedagang pengumpul kabupaten–eksportir.

2. Petani – pedagang pengumpul kecamatan – pedagang pengumpul kabupaten–eksportir.

3. Petani–pedagang pengumpul kabupaten–eksportir.

Menurut Dinas Perkebunan Sumatera Barat (1991), dalam mata rantai pemasaran kayu manis, petani berperan sebagai produsen kayu manis, eksportir memproses bahan asalan menjadi bahan mutu ekspor. Sedangkan pedagang

(13)

pengumpul desa/kecamatan dan pedagang kabupaten hanya sebagai pengumpul. Mengenai harga, lebih banyak ditentukan oleh pihak eksportir.

Menurut Nurdjannah (1992), petani produsen kayu manis hanya melakukan pengolahan yang sangat sederhana, yaitu mengeringkan kulit yang sudah dipanen. Kulit yang sudah dikupas atau dibersihkan dari kulit luarnya dibelah-belah dengan ukura 3-4 cm lebarnya, dikikis setelah bersih dijemur selama 2-3 hari. Pada keadaan kering kulit kayu manis akan menggulung sendiri. Lamanya penjemuran tergantung pada keadaan sinar matahari Setelah dirasa cukup kering, dilakukan sortasi menurut syarat-syarat kualitas. Kayu manis yang berasal dari petani yang dikenal sebagai kayu manis asalan mempunyai kadar air sekitar 30–35%.

Dalam proses pemasaran kulit kayu manis, resiko yang sering dialami petani adalah faktor musim yang berpengaruh dalam penurunan mutu kulit kayu manis. Jika musim penghujan maka mutu kulit kayu manis akan rendah karena banyak mengandung air, dan harga jual akan rendah. Karena pada umumnya para petani belum memiliki tempat penyimpanan yang sesuai dengan kondisi persyaratan. Strategi perdagangan yang dilakukan oleh lembaga perniagaan bertujuan untuk mengurangi resiko dan memperoleh keuntungan. Pada waktu harga kulit kayu manis turun, para petani tidak menjual kecuali bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Biasanya kulit kayu manis tersebut disimpan dulu dan baru dijual jika harga membaik (Gusmailina, 1995).

Kulit kayu manis hasil olahan petani diolah kembali oleh pedagang atau eksportir sebelum dikirim ke luar negeri. Pengolahan kembali ini dimaksudkan untuk menaikkan kualitas, supaya diperoleh harga yang lebih tinggi dan terutama juga berusaha untuk meningkatkan kebersihan serta menghilangkan jamur yang sering ditemui pada hasil olahan rakyat. Pengolahan yang dilakukan di perusahaan eksportir terdiri dari pencucian, pengeringan, pemotongan, sortasi dan pengepakan. Kayu manis yang siap ekspor mempunyai kadar air 5-6% (Nurdjannah, 1992).

Menurut Sanusi dan Isdiyoso (1977), di tingkat pedagang pengumpul desa/kecamatan dan pedagang pengumpul kabupaten, proses pengolahan yang

(14)

dilakukan biasanya adalah proses penyortiran untuk perbaikan mutu kulit kayu manis yang dihasilkan rakyat.

Grading di tingkat petani biasanya dilakukan secara visual. Faktor yang menentukan grading di tingkat petani adalah asal kulit, warna, kotoran, tebal kulit, umur panen. Dalam hal ini, grading yang dilakukan petani belum sesuai dengan yang diminta oleh pedagang eksportir, dimana kadar air, kadar kotoran, ukuran gulungan juga digunakan sebagai standar mutu (Kemala, 1980).

Mutu kulit kayu manis yang baik didapatkan dari kulit batang, kemudian kulit cabang dan ranting. Dari kulit batang akan diperoleh kualitas AA dan A/KA, dari cabang akan diperoleh kualitas B atau KB dan dari ranting kualitas C atau KC (Asfaruddin dan Kasim, 1983).

Standar mutu kulit kayu manis untuk tujuan ekspor dibagi 7 jenis mutu ekspor yaitu :

1. Kualitas AA. Cirinya gulungan rata dan licin, bentuknya seperti pipa yang panjangnya antara 50 – 60 cm dengan diameter 1 cm. Kulit berwarna coklat kekuning-kuningan dan tidak terdapat benjolan.

2. Kualitas KA. Cirinya gulungan rata dan licin, bentuknya seperti pipa tetapi lebih besar dan lebih tebal daripada AA. Warna merah tua kecoklatan, terdapat benjolan dan kotoran.

3. Kualitas KB. Cirinya gulungan tidak rata, kulit ada yang tebal dan ada yang tipis, serta mempunyai cacat dan mempunyai tonjolan-tonjolan. 4. Kualitas KC. Cirinya gulungan ada yang rata dan ada yang tidak rata. Kulit

tipis, banyak kotoran dan pecah-pecah. Umumnya berasal dari sisa KA dan KB

5. Kualitas A. Cirinya gulungan rata dan licin, kulit tipis dari KA dan tidak terdapat kotoran.

6. Kualitas B. Gulungan tidak rata dan kulit lebih tipis dari KB, agak cacat dan terdapat benjolan-benjolan.

7. Kualitas C. Cirinya kulit tipis dan pecah-pecah, merupakan pecahan dari pengepakan.

Penetapan mutu ini berdasarkan pengamatan visual dan teknis. Pengamatan visual meliputi keadaan pengikisan kulit, asal kulit, warna kulit,

(15)

panjang gulungan dan tebal kulit. Pengamatan teknis meliputi kadar minyak minimum, kadar air maksimum, kadar pasir maksimum dan kadar abu maksimum (Rismunandar, 1993).

Secara visual standar mutu yang dikeluarkan oleh Direktorat Standarisasi Mutu dari Kementerian Perindustrian dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Analisis Finansial

Menurut Sutojo (1991), aspek finansial yang perlu dikaji dalam perencanaan suatu proyek adalah jumlah dana yang digunakan untuk pembiayaan (membangun dan mengoperasikan proyek), sumber pembiayaan serta kegiatan evaluasi keuangan. Kriteria pemilihan keputusan dilakukan terhadap hal-dal yang dapat menggambarkan keadaan di masa mendatang dengan kajian waktu dari uang, fluktuasi aliran dana serta resiko yang akan dihadapi jika proyek terlaksana (Kadariyah, Karlina dan Gray, 1978).

Menurut Djamin (1984) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam analisa finansial yaitu :

a. Harga. Dalam analisa finansial, untuk mencari nilai sebenarnya dari barang dan jasa digunakan harga pasar.

b. Bunga (Interes). Dalam analisa finansial, buangan merupakan biaya proyek, oleh karena itu harus dihitung.demikian pula angsuran hutang bila mendapat pinjaman/kredit dari bank.

c. Pajak (Tax). Dalam analisa finansial, pajak merupakan biaya proyek sehingga harus dihitung.

Analisa aspek ekonomi finansial dapat didekati dengan perhitungan Break

Event Point (BEP), Net Preset Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), net

B/C ratio dan Aliran Kas (Cash flow). 1. Break Event Point (BEP)

Perhitungan BEP digunakan untuk mengetahui tingkat penjualan dan produksi dalam keadaan perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan tidak rugi. Analisa BEP biasanya digunakan untuk memperkirakan barapa minimal perusahaan harus bisa menghasilkan dan menjual produknya agar tidak menderita

(16)

rugi. Variabel-variabel yang menentukan dalam perhitungan BEP adalah fix cost,

variabel cost, dan harga jual per unit (Husnan dan Suwarsono, 1997).

Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap selama setahun periode kerja. Biaya variabel merupakan biaya yang selalu mengalami perubahan sesuai produktivitas pabrik.

2. Net Present Value (NPV)

NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Proyek akan diteruskan jika NPV yang dihasilkan lebih besar atau sama dengan nol. Jika nilai NPV sama dengan nol berarti proyek mengembalikan persis sebesar

discount rate. Sedangkan jika nilai NPV kecil dari nol, dana proyek sebaiknya

digunakan untuk penggunaan lain (Husnan dan Suwarsono, 1997). 3. Internal Rate of Return (IRR)

Menurut Sutojo (1991), IRR merupakan tingkat bunga yang bila digunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan jumlah investasi proyek (menggambarkan laba nyata proyek).

Nilai IRR suatu proyek lebih besar atau sama besar dengan nilai i (tingkat suku bunga) maka proyek layak untuk dilaksanakan, sebaliknya jika nilainya lebih kecil dari i maka proyek tidak layak.

4. Net B/C ratio

Nilai net B/C merupakan nilai yang menggambarkan perbandingan antara

benefit (manfaat) total dengan total biaya yang dikeluarkan. Nilai net B/C ratio

lebih besar atau sama dengan satu berimplikasi proyek layak untuk diteruskan, sebaliknya nilai yang lebih kecil dari satu merupakan tanda proyek tidak layak untuk diteruskan (Djamin, 1984).

5. Pay Back Period

Pay Back Period merupakan jangka waktu pengembalian investasi awal

(17)

ditanam. Pengembalian dilakukan dengan pembayaran laba bersih ditambah penyusutan (Husnan dan Suwarsono, 1997).

Gambar

Gambar 1.  Skema penyulingan minyak atsiri kayu manis (Rismunandar, 1993)Kulit kayu manis kering

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2016 sendiri terjadi beberapa peristiwa penting yang juga berimbas pada pasar modal, antara lain: pencabutan sanksi ekonomi Iran yang artinya setealah

Khalayak kita bisa berupa pengambil keputusan, atau orang yang dapat menolong untuk mempengaruhi pengambil keputusan.?. Khalayak Sasaran Pengambil Keputusan Pihak yang

Workshop ini merupakan kelanjutan dari WS 2: Analisis Kebijakan PPG, kegiatan workshop dibagi dalam dua sesi, Sesi Pertama diikuti oleh pengambil kebijakan di tingkat

Tugas sehari-hari seorang Public Relations officer (PRO) adalah mengadakan kontak social dengan kelompok masyarakat tertentu, serta menjaga hubungan baik (community

Berdasarkan penilaian dari para responden tersebut, buram model bahan ajar matematika SMP berbasis RME yang dikembangkan, baik digunakan untuk mengembangkan

Nilai tukar tidak berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan bank umum syariah karena pangsa pasar bank umum syariah masih kecil dan belum seluas bank konvensional

a. Pembangunan komitmen Bupati, Perangkat Daerah Lintas Sektor, Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Pati, Camat,

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, peneliti akan melakukan penelitian terhadap pengembangan bahan ajar cetak berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis