• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN

KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL

Relationship of Physiological Characters with Yield Component and Yield of

Various Types of Rice Cultivars Abstrak

Percobaan untuk mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul telah dilakukan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Muara, Bogor pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan dan 12 padi varietas/galur unggul sebagai perlakuan. Varietas/galur yang digunakan adalah Rojolele dan Pandan Wangi merupakan varietas unggul lokal (VUL); IR 64 dan Ciherang merupakan varietas unggul baru (VUB); Fatmawati, Cimelati, galur BP 360, dan B11143 merupakan padi tipe baru (PTB); dan Maro, Rokan, SL8-SHS, dan PP1 (hibrida). Hasil percobaan menunjukkan PTB dan hibrida memiliki karakter fisiologi yang lebih baik dibandingkan VUB dan VUL. PTB memiliki laju fotosintesis, laju pertumbuhan relatif (LPR), dan laju asimilasi bersih (LAB) yang tetap tinggi sampai tahap pengisian biji. PTB galur B11143 memberikan hasil tertinggi (7.32 ton gabah kering giling/ha). Hasil yang lebih tinggi disebabkan oleh perbedaan karakter fisiologi. Hasil gabah secara nyata berkorelasi dengan LPR, LAB, kandungan klorofil, dan gula.

Kata kunci : karakter fisiologi, hasil, padi tipe baru, padi hibrida

Abstract

An experiment was conducted at Muara Experimental Station, Indonesian Center for Rice Research, Bogor, from December 2010 until May 2011. The objective of the research was to determine relationship between physiological characters, yield component and yield in various types of rice cultivars. A randomized complete block design with four replications was used. The treatment consisted of 12 rice varieties and lines. Varieties and lines used were as follows Rojolele and Pandan Wangi as local varieties (LV); IR64 and Ciherang as improved new varieties (INV); Fatmawati, Cimelati, BP360, and B11143 as new plant type varieties/lines (NPT); Maro, Rokan, SL8-SHS, and PP1 as hybrid varieties. The results showed that physiological characters of NPT and hybrids were better than those of LV and INV. The physiological characters of NPT were high in photosynthetic rate, crop growth rate (CGR), and net assimilation rate (NAR) which was maintained until seed filling stage. The highest yield was achieved by B11143 lines (7.32 tons GKG/ha). The higher grain yield was caused by differences in physiological characters. The CGR, NAR, chlorophyll and sugar content were positively correlated with yield.

(2)

Pendahuluan

Konsep idiotipe bertujuan agar karakter fisiologi mampu mendukung kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan sink yang lebih besar, sehingga peningkatan produksi dapat dicapai. Kemampuan source atau sink akan menentukan potensi hasil padi, dimana source diperkirakan sebagai total energi dari karbohidrat tersedia yang berasal dari proses fotosintesis setelah berbunga dan akumulasi sebelum berbunga (Ishimaru et al. 2005). Strategi pemuliaan diarahkan pada karakter daun tegak, tebal, membentuk huruf V, kapasitas anakan sedang, tinggi tanaman sedang, dan memiliki malai besar (Yuan 2001). Ini meningkatkan kemampuan fotosintesis yang lebih tinggi dan menghasilkan biomas yang lebih besar (Wu et al. 2008). Dengan karakter tersebut tanaman akan memiliki potensi hasil yang tinggi.

Kajian secara fisiologi dan hubungannya dengan potensi hasil tinggi telah dilakukan pada beberapa padi hibrida super. Katsura et al. (2007) melaporkan varietas Liangyoupeijiu memiliki potensi hasil tinggi dihubungkan dengan karakter tanaman yang memiliki durasi luas daun yang lebih lama, sehingga mampu mengakumulasi biomas yang lebih besar sebelum pembungaan. Wu et al. (2008) menyatakan hasil yang tinggi juga dihubungkan kemampuan tanaman menghasilkan asimilat setelah berbunga yang diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan pada tahap pengisian biji sampai akhir. Selanjutnya dinyatakan durasi luas daun juga penting untuk produksi biomas selain indeks luas daun. Yang et al. (2007) melaporkan bahwa PTB menunjukkan hasil yang tidak lebih tinggi dibanding hibrida antara lain disebabkan oleh rendahnya hasil biomas dan indeks panen.

Penerapan teknologi budidaya dengan menggunakan padi varietas unggul seperti hibrida dan PTB masih terbatas di tingkat petani. Hal ini disebabkan oleh kendala tidak tercapainya potensi hasil. Informasi tentang karakter fisiologi dan hubungannya dengan hasil pada padi varietas unggul yang telah dilepas di Indonesia masih kurang. Oleh karena itu penelitian tentang karakter fisiologi padi varietas unggul dan hubungannya dengan hasil perlu dilakukan. Informasi ini sangat diperlukan sebagai dasar perbaikan karakter fisiologi dalam program pemuliaan untuk merakit varietas dengan hasil yang lebih tinggi. Informasi

(3)

tersebut juga menentukan praktek budidaya yang sesuai karakter tanaman untuk mencapai hasil yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil pada padi varietas unggul.

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011 di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Muara, Bogor. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Tanah Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Analisis karakter fisiologi daun, batang, dan malai dilakukan di Laboratorium Mikroteknik dan analisis karakter fotosintesis dilakukan di Laboratorium Marka Molekuler dan Spektrofotometri UV-VIS, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

Metode Percobaan

Padi varietas/galur unggul sebagai perlakuan diatur dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 12 varietas dan galur yaitu Rojolele dan Pandan Wangi (varietas unggul lokal/VUL); IR64 dan Ciherang (varietas unggul baru/VUB); Fatmawati, Cimelati, galur BP 360, dan galur B11143 (padi tipe baru/PTB); dan varieras Maro, Rokan, SL8-SHS, dan PP1 (Hibrida). Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Setiap unit percobaan adalah petak percobaan dengan ukuran 5 m x 5 m. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati digunakan model matematika sesuai RAK sebagai berikut :

Yij = µ + Ti + Bj + ∈ij

Yij = respon atau nilai pengamatan perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = nilai tengah umum Ti = pengaruh perlakuan ke-i

Bj = pengaruh kelompok ke-j

(4)

Pelaksanaan Percobaan

Penyiapan lahan dilakukan dengan pengolahan tanah dua kali agar diperoleh pelumpuran tanah baik. Ukuran petak percobaan (setiap unit percobaan) 5 m x 5 m. Untuk memisahkan antar unit percobaan dibuat pematang lebar 25 cm, sedangkan antar ulangan dibuat pematang dengan lebar 50 cm. Dengan demikian luas seluruh lahan yang digunakan dalam percobaan 23.5 m x 62.5 m atau 1468.75 m2. Bibit hasil persemaian dipindahtanam (transplanting) setelah berumur 21 hari setelah semai, kecuali varietas Rojolele dan Pandanwangi setelah berumur 30 hari setelah semai. Jarak tanam yang digunakan adalah 20 cm x 20 cm. Bibit ditanam sebanyak satu bibit/lubang. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman, pupuk yang digunakan adalah 300 kg Urea, 200 kg SP-18, dan 100 kg KCl per ha. Pupuk Urea diberikan secara bertahap yaitu sebagai pupuk dasar, pupuk susulan diberikan dua kali yaitu pada umur 21 HST saat anakan aktif dan 40 HST. Pupuk P diberikan semuanya sebagai pupuk dasar, sedangkan pupuk K diberikan sebagai pupuk dasar 50% dan sisanya pada saat umur 40 HST. Pengairan dilakukan tiga hari setelah tanam. Petakan diairi dengan tinggi genangan 3 – 5 cm. Pada saat pemupukan dan penyiangan kondisi tanah macak-macak. Setelah tiga hari pemupukan petakan kembali diairi. Pengairan dihentikan pada saat tanaman telah berumur 10 hari menjelang panen. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara optimal, sedangkan penyiangan dilakukan dengan menggunakan landak dan cara manual pada saat tanaman umur tiga dan lima minggu setelah tanam.

Variabel Yang Diamati

Pengukuran variabel fisiologi dilakukan dengan cara mengambil contoh destruktif dua tanaman contoh setiap perlakuan. Pengambilan contoh tanaman waktu 10 hari setelah tanam sampai tahap pemasakan dengan interval 10 hari. Tanaman hasil destruksi dipisah-pisahkan menjadi berbagai bagian tanaman yaitu akar, batang, daun, dan malai. Semua bagian tanaman tersebut dikeringkan di dalam oven pada suhu 85o C selama 48 jam hingga mencapai bobot kering konstan.

(5)

Karakter Produksi Bahan Kering 1. Alokasi bahan kering

a. Bobot kering biomas, diukur dengan menimbang seluruh bagian tanaman. b. Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga.

Fraksi asimilat yang dipartisikan ke masing-masing organ vegetatif (daun, pelepah daun, dan batang) = bobot kering tahap berbunga - bobot kering tahap pemasakan; Bobot kering yang ditranslokasikan = (bobot kering yang berasal dari organ vegetatif/total bobot kering tahap berbunga) x 100% (dihitung menurut metode Wu et al. 2008).

c. Nisbah tajuk-akar (NTA) dengan formulasi : Bobot kering tajuk NTA = --- Bobot kering akar 2. Karakter fisiologi dari bahan kering

a. Indeks luas daun (ILD), menghitung luas daun total tiap rumpun sampel tanaman padi. Pengukuran luas daun menggunakan metode gravimetri, dilakukan dengan interval waktu 10 hari sampai tahap pengisian biji. Indeks luas daun dihitung dengan cara membagi luas daun per rumpun (cm2) dengan jarak tanam (cm2).

b. Laju pertumbuhan relatif (LPR) merupakan kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering per satuan waktu dinyatakan g.g-1 hari-1. Nilai LPR dicari dengan rumus :

ln W2 – ln W1

LPR = --- T2 - T1

c. Laju asimilasi bersih (LAB) merupakan pertambahan bobot kering tanaman per satuan luas daun per satuan waktu dinyatakan dalam g cm-2 hari-1. Laju asimilasi bersih dicari dengan formulasi :

W2 – W1 ln A2 - ln A1

LAB = --- . --- T2 - T1 A2 - A1

dimana :

A1 : Luas daun pada waktu T1

(6)

W1 : Berat kering tanaman pada waktu T1

W2 : Berat kering tanaman pada waktu T2

T1, T2 : periode waktu pengambilan sampel

d. Laju pertumbuhan sink setelah pembungaan. Laju pertumbuhan sink setelah berbunga dievaluasi sebagai peningkatan dari bobot kering malai per unit dari bobot kering yang ada per unit waktu, diestimasi dari persamaan :

Laju pertumbuhan sink = ( ln W2 – ln W1 ) / T

dimana W1 dan W2 adalah bobot kering malai dan T adalah periode waktu

antara pengambilan sampel dari W1 dan W2.

Karakter Fisiologi Daun, Batang, dan Malai

a. Pengamatan tebal, luas, dan jumlah stomata daun bendera setelah berbunga dilakukan dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis.

b. Tebal batang bagian bawah dan atas diukur dengan menggunakan metode pemotretan mikroskopis.

c. Karakter malai meliputi tebal leher, bobot kering leher malai, dan kandungan gula total leher malai dilakukan pada tahap pengisian biji. Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3).

Karakter Fotosintesis

a. Laju fotosintetis bersih pada jenuh cahaya (Pmax) diukur dengan suatu sistem pertukaran gas portable (Li-Cor tipe 6400XT). Pengukuran dilakukan pada fase vegetatif tahap pembentukan anakan aktif, tahap pembungaan, dan tahap pengisian biji. Pengukuran dilakukan antara jam 11.00 dan 14.00 pada daun bendera.

b. Kandungan klorofil diukur menggunakan alat spektrofotometer (Yoshida

et al. 1976), dilakukan pada tahap berbunga dan tahap pengisian biji.

c. Kandungan gula dilakukan pada contoh daun, pelepah daun, batang, dan malai. Pengamatan dilakukan pada waktu tahap berbunga dan tahap

(7)

pengisian biji. Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3).

d. Kandungan pati pada biji pada tahap pengisian biji saat masak susu (10 hari setelah berbunga/HSB) dan masak tepung (20 HSB). Analisis pati dilakukan dengan metode ekstrasi asam perklorat (Yoshida et al. 1976, Lampiran 3).

Hasil dan Komponen Hasil

a. Komponen hasil yang diamati meliputi jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, gabah isi, gabah hampa per malai, persentase gabah hampa, bobot 1000 biji.

b. Hasil diamati sebagai gabah kering giling (14% kadar air) dari petak ubinan dengan ukuran petak 2 m x 2 m.

Analisis Data

Data dianalisis dengan sidik ragam sesuai rancangan yang digunakan. Apabila sidik ragam nyata, analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test/DMRT) pada taraf nyata 5% untuk mengetahui perbedaan antar varietas. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil. Untuk lebih mengetahui seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter fisiologi terhadap perolehan hasil, maka dilakukan analisis sidik lintas (path-way

analysis).

Hasil dan Pembahasan

Hasil Sidik Ragam

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas padi unggul yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap semua karakter fisiologi, komponen hasil, dan hasil kecuali nisbah tajuk-akar pada tahap anakan maksimum dan akumulasi bobot kering. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pada semua variabel pengamatan disajikan pada Lampiran 4.

(8)

Karakter Produksi Bahan Kering Alokasi Bahan Kering

Gambar 10 menunjukkan pola bobot kering tanaman pada tahap vegetatif sampai pada tahap pengisian biji. Pola bobot kering untuk VUL cenderung lambat dari awal pertumbuhan hingga 80 HSS, setelah itu meningkat dengan cepat kemudian melandai. Pada VUB, PTB, dan hibrida tahap awal pertumbuhan sampai umur 60 HSS laju pertambahan bobot kering meningkat. Peningkatan yang lebih cepat terjadi pada umur 60 – 80 HSS setelah itu peningkatannya lambat dan akhirnya menurun.

Gambar 10 Pola bobot kering berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul.

Peningkatan yang cepat pada awal pertumbuhan pada VUB, PTB, dan hibrida karena kemampuan pembentukan anakan yang tinggi, sedangkan pada VUL kemampuan pembentukan anakan sedikit sehingga relatif lambat pertambahan bobot keringnya. Waktu penurunan bobot kering pada VUL untuk Rojolele terjadi antara 120 - 130 HSS dan pada Pandan Wangi antara 110 – 120 HSS. Bobot kering VUB, PTB, dan hibrida tampak sama yaitu antara 90 – 100 HSS. Ini berhubungan dengan tahap pemasakan dan terjadinya peluruhan daun sehingga tidak ada lagi pertambahan bobot kering.

Tabel 13 menunjukkan VUL memiliki bobot kering yang lebih tinggi pada tahap anakan maksimum yang berbeda nyata dengan semua varietas, sedangkan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Bobot K ering T anam an (g /rum pun)

Umur Tanaman (Hari Setelah Semai)

Rojolele Pandan Wangi IR64 Ciherang Fatmawati Cimelati BP 360 B11143 Maro Rokan SL8-SHS PP1

(9)

VUB, PTB, dan hibrida memiliki bobot kering tanaman tidak berbeda nyata. Pada tahap berbunga VUL memiliki bobot kering lebih tinggi dan berbeda dengan semua varietas. Pada tahap pengisian biji hibrida Maro memiliki bobot kering tertinggi tidak berbeda nyata dengan varietas Pandan Wangi, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Varietas IR64, Ciherang, Fatmawati, dan Cimelati memiliki bobot kering yang lebih rendah dibanding varietas lainnya pada tahap pengisian biji.

Tabel 13 Bobot kering tanaman tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur Anakan Bobot kering tanaman (g/rumpun) maksimum

Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 37.04 a 39.05 a 22.67 bc 21.39 bc 20.93 bc 18.59 c 21.00 bc 21.89 bc 23.64 bc 23.08 b 24.65 bc 22.09 bc 69.06 a 67.29 a 51.53 c 53.68 c 52.44 c 51.71 c 52.16 c 54.89 c 62.94 b 60.15 b 59.18 b 58.87 b 74.23 bc 76.26 ab 62.35 g 65.59 f 64.84 fg 64.52 fg 68.74 e 71.37 cde 79.06 a 73.82 bc 72.11 cd 69.19 de

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

VUL memiliki bobot kering yang tertinggi ini karena postur tanaman yang lebih tinggi dan besar. Hibrida memiliki bobot kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan VUB dan PTB karena karakter jumlah anakan yang banyak menyebabkan terjadinya peningkatan bobot kering yang lebih tinggi. Pada VUB meskipun memiliki kemampuan membentuk anakan yang banyak, tetapi kemampuan menghasilkan bobot kering tidak setinggi hibrida. Karakter panjang dan lebar tiga daun bagian atas yang lebih pendek pada VUB (Tabel 3) menyebabkan akumulasi bobot kering yang rendah. Hasil penelitian Lafarge et al. (2009) juga menunjukkan pembagian bahan kering diantara organ tanaman

(10)

pada hibrida lebih efisien daripada inbred selama pertumbuhannya. PTB mempunyai jumlah anakan yang lebih sedikit sehingga kemampuan peningkatan bobot kering juga rendah, namun lebih tinggi dibandingkan VUB. Ini disebabkan PTB memiliki karakter daun yang lebih baik.

Akumulasi dan transportasi bobot kering pada tahap berbunga disajikan pada Tabel 14. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata diantara varietas pada bobot kering yang diakumulasikan pada daun, pelepah daun, dan batang. Namun demikian persentase bobot kering yang ditranslokasikan dari organ vegetatif pada tahap berbunga ke hasil menunjukkan perbedaan diantara varietas.

Tabel 14 Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga padi varietas unggul

Varietas/Galur

Bobot kering yang berasal dari organ vegetatif Bobot

kering total Bobot kering yang ditranlokasi Daun Pelepah daun Batang Total …….……….(g/rumpun)……… (%) Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 5.06 5.67 5.97 5.73 5.32 5.88 5.35 5.83 7.96 7.54 7.14 7.57 3.07 3.22 3.73 4.18 3.34 3.44 3.13 3.27 4.44 4.18 3.63 3.67 2.80 2.73 2.93 3.39 2.81 2.09 2.61 2.06 3.43 3.18 3.73 3.45 10.93 11.62 12.63 13.30 11.47 11.41 11.08 11.15 15.84 14.90 14.49 14.68 69.06 67.29 51.53 53.68 52.44 51.71 52.16 54.89 62.94 60.15 59.18 58.87 15.83 c 17.20 bc 24.37 a 24.48 a 21.50 abc 21.99 ab 21.24 abc 20.28 abc 25.28 a 24.89 a 24.47 a 24.87 a

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

VUB dan hibrida mentranslokasikan lebih besar bobot kering tahap berbunga yaitu berkisar 24 - 25%, tidak berbeda nyata dengan PTB dan berbeda nyata dengan VUL. VUB dan hibrida memiliki persentase bobot kering lebih tinggi yang ditranslokasikan ke biji. Hal ini karena karakter morfologi tanaman pada VUB dan hibrida mampu mengoptimalkan tipe tanaman menggunakan

(11)

energi cahaya untuk fotosintesis sampai pada tahap berbunga. Meskipun PTB memiliki karakter morfologi yang lebih baik, tetapi kemampuan membentuk anakan yang lebih sedikit. Ini menyebabkan translokasi bahan kering yang lebih sedikit yaitu 20 - 21% dibandingkan dengan VUB dan hibrida. Kemampuan translokasi bahan kering yang rendah pada VUL (15 - 17 %) selain disebabkan jumlah anakan yang sedikit juga karakter morfologinya tidak mendukung untuk memanfaatkan energi cahaya, sehingga bahan kering yang dihasilkan rendah. Bahan kering dari biji padi sebagian besar diperoleh dari karbohidrat non srtuktural yang disimpan pada daun dan batang sebelum berbunga dan akan ditransfer pada malai setelah pembungaan (Wu et al. 2008). Dengan demikian pada VUB dan hibrida mempunyai cadangan bahan kering organ vegetatif yang lebih tinggi sampai tahap berbunga.

Nisbah tajuk terhadap akar mengalami peningkatan selama tahap pertumbuhan dan menunjukkan perbedaan pada setiap varietas (Tabel 15). Pada tahap anakan maksimum nisbah tajuk-akar tidak berbeda untuk semua varietas, sedangkan pada tahap berbunga dan pengisian biji terdapat perbedaan. Pada tahap berbunga VUB IR64 memiliki nisbah tajuk-akar lebih tinggi dan berbeda nyata dengan semua varietas. Pada tahap pengisian biji nisbah tajuk-akar pada varietas/galur kelompok VUB, PTB, dan hibrida tidak berbeda nyata.

Nisbah tajuk-akar varietas Rojolele paling rendah berbeda nyata dengan semua varietas/galur, sedangkan Pandan Wangi berbeda nyata dengan VUB dan PTB (kecuali BP360). Nisbah tajuk-akar mempunyai kepentingan fisiologis karena dapat menggambarkan salah satu tipe toleransi terhadap kekeringan. Nisbah ini dikendalikan secara genetik dan juga dipengaruhi oleh lingkungan (Gardner et al. 1991). Pada tahap anakan maksimum nisbah tajuk-akar pada semua varietas tidak berbeda. Pada tahap tersebut pertumbuhan akar meningkat sejalan meningkatnya pertumbuhan tajuk dan akar belum bersaing dengan organ lainnya. Pada tahap berbunga dan pengisian biji terjadi peningkatan nisbah tajuk-akar dan menunjukkan perbedaan pada setiap varietas. Ini disebabkan oleh berkurangnya peningkatan pertumbuhan akar dan meningkatnya pertumbuhan tajuk.

(12)

Tabel 15 Nisbah bobot kering tajuk-akar pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur

Nisbah bobot kering tajuk-akar Anakan

maksimum

Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 4.40 4.61 4.45 4.32 4.20 3.88 4.04 4.17 3.87 4.29 4.26 4.16 4.73 d 5.91 c 9.18 a 8.50 ab 7.37 b 7.92 b 7.50 b 7.55 b 7.30 b 7.26 b 7.28 b 7.48 b 7.82 c 9.48 bc 14.78 a 14.07 a 13.95 a 13.90 a 11.90 ab 14.73 a 12.09 ab 11.06 ab 12.83 ab 12.98 ab

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Dari tahap berbunga ke tahap pengisian biji terjadi peningkatan nisbah tajuk-akar. Ini disebabkan oleh pertumbuhan akar berkurang dengan terbentuknya organ sink (biji), sehingga translokasi asimilat lebih diarahkan ke sink baru. Hibrida memiliki peningkatan nisbah tajuk-akar yang lebih rendah dibandingkan dengan VUB dan PTB. Hibrida memiliki sistem perakaran yang lebih kuat yang dapat memperluas aktivitas perakaran (Satoto dan Suprihatno 2008). Peningkatan nisbah tajuk-akar yang tinggi pada VUB karena VUB memiliki sistem perakaran yang kurang berkembang.

Karakter Fisiologi dari Bobot Kering Tanaman Indeks Luas Daun

Gambar 11 menunjukkan pola peningkatan dan penurunan ILD pada awal pertumbuhan hingga tahap pengisian biji pada padi varietas unggul. Pola peningkatan pada VUB, PTB, dan hibrida sama yaitu terjadi peningkatan pada 40 – 60 HSS dan lebih tinggi pada 60 – 70 HSS kemudian melandai dan selanjutnya terjadi penurunan pada 80 HSS. Pada VUL peningkatan terjadi sampai umur 90

(13)

HSS untuk Pandan Wangi dan 100 HSS untuk Rojolele kemudian melandai dan menurun.

Pada gambar tampak bahwa ILD tertinggi pada VUL terjadi pada 100 HSS untuk Pandan Wangi dan 110 HSS untuk Rojolele, pada VUB, PTB, dan hibrida terjadi pada umur 70 HSS. Pencapaian ILD tertinggi pada umur tersebut karena tanaman memasuki tahap berbunga. Hal ini sesuai pernyataan Horie (2001) bahwa ILD maksimum terjadi pada nilai 6 mendekati pembungaan. Hibrida memiliki pola peningkatan ILD yang lebih tinggi dibandingkan VUB dan PTB, sedangan VUL memiliki peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan hibrida. Tingginya ILD pada padi bukanlah menjadi tujuan karena padi memiliki ILD optimal antara 4 - 7 (Yoshida 1981).

Gambar 11 Indeks luas daun berdasarkan umur padi varietas unggul.

Tabel 16 menunjukkan perbedaan nilai ILD pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji yang berbeda diantara varietas. VUL memiliki ILD yang lebih tinggi pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji dan berbeda nyata dengan semua varietas. Nilai ILD varietas dalam setiap kelompok cenderung sama. VUB dan PTB memiliki nilai ILD yang rendah pada tahap pengisian biji.

Nilai ILD yang lebih tinggi pada VUL ini dapat disebabkan karakter daunnya yang panjang dan lebar, dan memiliki umur yang lebih panjang. Hibrida memiliki ILD lebih tinggi dibanding VUB dan PTB pada tahap berbunga maupun

0 1 2 3 4 5 6 7 8 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Indek s Luas Daun

Umur Tanaman (Hari Setelah Semai)

Rojolele Pandan Wangi IR64 Ciherang Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Maro Rokan SL8-SHS PP1

(14)

pengisian biji, karena hibrida memiliki jumlah anakan yang lebih banyak. Pada VUB walaupun anakan banyak namun daun cepat senesen. Ini menyebabkan rendahnya nilai ILD pada tahap pengisian biji. Jumlah anakan yang sedikit pada PTB menyebabkan nilai ILD yang lebih rendah dibanding hibrida. Dengan demikian kemampuan membentuk anakan dapat menentukan nilai ILD. Akumulasi bahan kering yang lebih tinggi pada hibrida, disebabkan oleh ILD yang lebih besar. Hasil penelitian Katsura et al. (2007) menunjukkan varietas Liangyoupeijiu memiliki akumulasi biomas lebih besar sebelum berbunga karena memiliki ILD yang lebih besar.

Tabel 16 Indeks luas daun (ILD) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur Anakan Indeks luas daun (ILD) maksimum

Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 5.51 ab 6.28 a 3.06 def 3.21 cdef 3.25 cdef 3.03 ef 2.92 f 2.95 f 3.64 cde 3.74 c 3.33 cdef 3.67 cd 7.08 a 7.07 a 5.22 de 5.34 cde 4.80 e 5.75 bcd 5.30 cde 5.39 cde 6.11 bc 6.42 ab 5.76 bcd 6.12 bc 5.99 a 5.35 ab 3.13 f 3.65 ef 3.63 ef 3.91 def 3.79 def 3.98 def 4.59 cd 4.93 bc 4.52 cd 4.42 cde

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Laju Pertumbuhan Relatif

Laju pertumbuhan relatif (LPR) menunjukkan besarnya pertambahan bahan kering tanaman. Gambar 12 menunjukkan pola LPR mengalami penurunan setelah tanaman berumur 60 HSS pada VUL, dan 50 HSS pada VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan nilai LPR sejalan dengan pertumbuhan bobot kering

(15)

tanaman. Bobot kering tanaman cukup tinggi setelah tanaman berumur 60 HSS untuk VUL dan 50 HSS pada VUB, PTB, dan hibrida.

Penurunan LPR pada VUB, PTB, dan hibrida sama sebelum umur 60 HSS setelah itu VUB memiliki penurunan LPR yang lebih besar sampai pada 70 - 80 HSS kemudian penurunan LPR sama untuk VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan LPR pada waktu tersebut berhubungan dengan saat tanaman memasuki tahap bunting dan berbunga yang dipengaruhi oleh kemampuan memanfaatkan energi dan akumulasi bobot kering. Selain itu pada tahap bunting terjadi persaingan penggunaan asimilat antara organ vegetatif dan organ reproduktif.

Gambar 12 Laju pertumbuhan relatif berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul.

Hasil penilitian menunjukkan bahwa pada tahap anakan maksimum PTB memiliki LPR yang lebih tinggi tidak berbeda nyata dengan hibrida (Tabel 17). Pada tahap berbunga hibrida memiliki nilai LPR yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata VUB dan PTB galur B11143. Namun, pada tahap pengisian biji PTB memiliki nilai LPR yang lebih tinggi dan tidak berbeda nyata dengan hibrida.

Nilai LPR hibrida pada tahap awal sampai berbunga lebih tinggi dibanding varietas lainnya disebabkan peningkatan luas daun dan bobot kering tanaman.

0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 L P R (g /g B K /h ari)

Umur tanaman (Hari setelah semai)

Rojolele Pandan Wangi IR64 Ciherang Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Maro Rokan SL8-SHS PP1

(16)

Hal ini sesuai dengan nilai ILD pada hibrida yang lebih tinggi pada tahap berbunga dan pengisian biji. Pada tahap pengisian biji nilai LPR pada PTB terutama galur BP360 dan B11143 serta hibrida Maro lebih tinggi karena karakter daun yang tebal dan tegak (walaupun jumlah anakan sedikit pada PTB) sehingga mampu mempertahankan LPR lebih tinggi. Kemampuan membentuk asimilat untuk memenuhi kebutuhan sink pada PTB tampak nyata sesuai dengan karakter morfologinya. Menurut Horie (2001) dan Yoshida (1981) arsitektur kanopi adalah faktor yang menyebabkan perbedaan LPR yang nyata di antara genotipe. LPR yang tinggi selama tahap awal pertumbuhan akan meningkatkan kapasitas

source yang dapat memenuhi kebutuhan kapasitas sink, sehingga akan

mempengaruhi hasil gabah.

Tabel 17 Laju pertumbuhan relatif (LPR) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur

Laju pertumbuhan relatif (g/g bobot kering/hari) Anakan

maksimum

Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 0.0588 bcd 0.0593 bcd 0.0498 d 0.0532 cd 0.0785 a 0.0745 a 0.0771 a 0.0784 a 0.0712 ab 0.0702 ab 0.0674 abc 0.0703 ab 0.0175 d 0.0203 cd 0.0403 ab 0.0411 ab 0.0297 bcd 0.0295 bcd 0.0312 bc 0.0365 ab 0.0488 a 0.0465 a 0.0423 ab 0.0412 ab 0.0057 d 0.0071 cd 0.0074 cd 0.0081 bcd 0.0098 abc 0.0095 abc 0.0109 a 0.0110 a 0.0104 ab 0.0092 abc 0.0088 abc 0.0083 abcd

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Laju Asimilasi Bersih

Laju asimilasi bersih (LAB) atau laju satuan daun adalah hasil bersih asimilasi kebanyakan hasil fotosintensis per satuan luas daun dan waktu. Gambar 13 menunjukkan pola LAB padi varietas unggul setelah umur 60 HSS untuk

(17)

VUL dan 50 HSS untuk VUB, PTB, dan hibrida. Penurunan LAB dengan cepat terjadi pada tahap akhir pengisian biji, karena pada tahap ini akan diikuti dengan penuaan dan peluruhan daun. Gardner et al. (1991) menyatakan nilai LAB paling tinggi adalah pada saat tumbuhan masih kecil dan sebagaian besar daunnya terkena sinar matahari langsung. Dengan bertumbuhnya tanaman budidaya dan dengan meningkatnya ILD, makin banyak daun yang terlindung menyebabkan penurunan LAB sepanjang masa pertumbuhan.

Gambar 13 Pola laju asimilasi bersih berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul.

Tabel 18 menunjukkan nilai LAB pada tahap anakan maksimum tidak berbeda di antara varietas, kecuali antara SL8-SHS dengan Ciherang berbeda nyata. Nilai LAB pada tahap berbunga VUB dan hibrida lebih tinggi dibandingkan PTB dan VUL. Namun, pada tahap pengisian biji PTB memiliki nilai yang lebih tinggi terutama galur B11143 dan BP360 yang berbeda nyata dengan semua varietas. VUL memiliki nilai LAB terendah pada tahap pengisian biji.

Nilai LAB yang lebih tinggi pada PTB galur B11143 dan BP360 disebabkan oleh karakter tanaman yang lebih baik dengan kanopi daun tegak dan tebal dapat mendukung laju fotosintesis tinggi. Kemampuan tanaman untuk menyediakan asimilat melalui proses fotosintesis selama pertumbuhannya ditentukan oleh kemampuan per satuan luas daun dan luas daun total. Karakter

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 L A B (m g/ dm 2/ hari )

Umur tanaman (hari setelah semai)

Rojolele Pandan Wangi IR64 Ciherang Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Maro Rokan SL8-SHS PP1

(18)

daun yang lebih baik pada PTB maka menyebabkan penurunan LAB akan diikuti dengan peningkatan bahan kering sampai pada tahap pengisian biji. Daun VUL yang terkulai dengan cepat menguning, meskipun memiliki ILD yang lebih tinggi, menyebabkan hasil fotosintesis yang lebih rendah.

Tabel 18 Laju asimilasi bersih (LAB) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur Laju asimilasi bersih (mg/dm

2/hari)

Anakan maksimum Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 9.65 ab 9.86 ab 9.67 ab 8.76 b 10.51 ab 11.55 ab 10.35 ab 11.52 ab 11.02 ab 10.86 ab 12.33 a 11.89 ab 5.81 de 5.94 de 8.22 ab 8.78 a 5.97 de 5.54 e 6.36 cde 6.95 bcd 8.13 ab 8.10 ab 7.96 ab 7.29 bc 1.92 d 2.13 cd 3.26 b 3.41 b 3.31 b 3.34 b 5.72 a 5.11 a 3.87 b 3.10 b 3.15 b 3.03 bc

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Laju Pertumbuhan Sink

Gambar 14 menunjukkan pola laju pertumbuhan sink pada tahap pengisian biji. Laju pertumbuhan sink dari 10 – 20 HSB menurun dengan tajam, tetapi dari 20 - 30 HSB menurun secara berlahan. Pada tahap setelah berbunga translokasi karbohohidrat yang sangat besar terjadi dari source ke sink. Sejalan dengan pertumbuhan sink maka akan diakumulasi karbohidrat menjadi pati, sehingga penurunan laju pertumbuhan sink lebih cepat antara 10 – 20 HSB. Penurunan yang lebih lambat pada 20 – 30 HSS ini terjadi sesuai tahap pemasakan dari masak susu, masak tepung, dan masak kuning.

Tabel 19 menunjukkan laju pertumbuhan sink 10 hari setelah pembungaan tertinggi pada varietas Fatmawati, dan terendah pada varietas PP-1 dan IR64. Laju pertumbuhan sink 20 hari setelah berbunga perbedaannya tidak

(19)

begitu nyata di antara varietas, kecuali pada Pandan Wangi dan Fatmawati. Pada 30 hari setelah berbunga varietas Rojolele dan Pandan Wangi memiliki laju pertumbuhan sink lebih tinggi dan berbeda nyata dengan semua varietas, namun nilainya jauh lebih kecil dibandingkan tahap sebelumnya. IR64, Ciherang, dan PP-1 memiliki laju pertumbuhan sink yang rendah pada 30 HSS tidak berbeda nyata dengan galur BP360, B11143, dan hibrida.

Gambar 14 Laju pertumbuhan sink pada tahap pengisian biji padi varietas unggul. Ukuran sink didefinisikan sebagai jumlah malai per rumpun tanaman dan jumlah gabah per malai. Dengan demikian selain kemampuan tanaman menyediakan source maka karakter malai setiap varietas akan mempengaruhi aktivitas sink. Aktivitas sink yang lebih tinggi pada VUL pada tahap pengisian biji disebabkan karakter malai yang panjang tetapi kepadatan malai rendah, sehingga translokasi asimilat dari source ke sink tetap tinggi. Menurut Usuda et al. (1999) aktivitas sink secara fisiologis melibatkan cadangan dan penggunaan asimilat. Pada varietas dengan karakter malai besar (sink besar) seperti pada PTB aktivitas sink dipengaruhi oleh lamanya pertumbuhan kariopsis yang tergantung pada posisinya dari cabang malai. Aktivitas sink yang tetap tinggi tetapi memiliki karakter malai yang padat menyebabkan persaingan antara kariopsis, dan ini akan mempengaruhi persentase gabah isi. Ini terjadi pada PTB dan hibrida yang masih memiliki tingkat gabah isi yang rendah dibandingkan VUL dan VUB. Persaingan diantara kariopsis untuk translokasi asimilat dari source dan rasio

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 10 20 30 La ju p er tum nuha n Si nk (m g/ ru m pu n/ ha ri )

Umur tanaman (hari setelah berbunga)

Rojolele Pandan Wangi IR64 Ciherang Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Maro Rokan SL8-SHS PP1

(20)

gabah isi lebih tinggi pada kariopsis superior dibanding kariopsis inferior (Ishimaru et al. 2005).

Tabel 19 Laju pertumbuhan sink hari setelah berbunga (HSB) padi varietas unggul Varietas/Galur Aktivitas sink (mg/hari) 10 HSB 20 HSB 30 HSB Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 158.30 ab 142.04 bc 135.20 c 158.53 abc 185.01 a 143.30 bc 171.25 ab 165.30 abc 173.92 ab 166.80 abc 149.49 bc 131.95 c 59.61 ab 47.34 b 61.91 ab 59.67 ab 47.60 b 66.70 a 58.61 ab 62.49 ab 59.85 ab 62.13 ab 58.38 ab 64.21 a 18.92 a 15.36 a 5.04 c 5.58 c 10.91 b 11.26 b 7.68 bc 7.96 bc 8.62 bc 8.83 bc 7.20 bc 6.42 c

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Karakter Fisiologi Daun dan Batang Karakter Fisiologi Daun

Daun bendera berperan sebagai penghasil asimilat utama selama proses pengisian biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VUL memiliki daun bendera lebih luas dan berbeda nyata dengan varietas lainnya sedangkan PTB dan hibrida memiliki luas daun bendera yang tidak berbeda nyata (Tabel 20). VUB memiliki luas daun bendera yang paling rendah. Ini menyebabkan kemampuan daun bendera untuk bertindak sebagai source setelah berbunga lebih rendah pada VUB. VUL memiliki jumlah stomata dan kandungan klorofil yang lebih sedikit dibandingkan varietas lainnya meskipun memiliki daun yang luas dan tebal. Galur BP360 dari (PTB) memiliki jumlah stomata lebih banyak yaitu 808.3 buah/mm2 tetapi tidak berbeda nyata dengan B11143 dan hibrida.

(21)

Tabel 20 Karakter fisiologi daun padi varietas unggul Varietas/Galur Luas Daun Bendera (cm2) Tebal Daun Bendera (mm) Jumlah Stomata (buah/mm2) Kandungan Klorofil (µmol/100 cm²)

Berbunga Pengisian Biji

Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 84.34 a 74.93 b 28.88 e 28.86 e 56.12 c 36.92 de 42.30 d 43.40 d 34.03 de 39.73 d 37.22 de 36.27 de 0.1380 bcd 0.1452 abc 0.1262 d 0.1253 d 0.1589 a 0.1310 cd 0.1469 abc 0.1498 ab 0.1243 d 0.1263 d 0.1225 d 0.1250 d 565.4 d 592.0 d 735.1 b 725.1 b 527.2 d 659.4 c 808.3 a 777.2 ab 739.3 ab 753.4 ab 784.2 ab 756.2 ab 6.65 c 6.82 c 7.23 bc 7.49 abc 8.45 a 7.81 ab 8.03 ab 8.20 ab 7.97 ab 7.95 ab 7.79 ab 7.99 ab 5.19 c 5.66 bc 6.23 b 6.29 b 8.28 a 7.81 a 7.99 a 7.95 a 7.46 a 7.42 a 7.59 a 7.50 a

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Kandungan klorofil daun bendera pada tahap berbunga tertinggi dicapai oleh varietas Fatmawati yang berbeda dengan VUL dan IR64 dan tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Pada tahap pengisian biji, kandungan klorofil pada PTB dan hibrida tetap tinggi dan berbeda nyata dengan VUB dan VUL. Kandungan klorofil yang tetap tinggi pada PTB dan Hibrida selama pengisian biji ini disebabkan tanaman memiliki karakter daun yang lebih besar dan tebal dan lambat mengalami degradasi klorofil. Menurut Fu et al. (2009) kandungan klorofil dan kemampuan fotosintesis yang lebih lama selama tahap pengisian biji menunjukkan bahwa tanaman memiliki karakter fungsional daun tetap hijau (

stay-green). Karakter ini dapat meningkatkan potensi hasil padi. Ini didukung oleh

Jiang et al. (2010) yang menyatakan daun stay-green secara genetik mempunyai tingkat ekspresi gen untuk biosintesis atau degradasi klorofil tidak berbeda pada tahap awal pertumbuhan, namun tingkat ekspresi gen kunci ditingkatkan pada tahap akhir pertumbuhan. Pada VUL karakter daun terkulai dan VUB yang memiliki daun tipis, daun mudah mengalami senesen karena terjadinya degradasi klorofil. Murchie et al. (2002) menyatakan bahwa berkurangnya komponen

(22)

fotosintesis dapat disebabkan oleh perluasan kanopi daun yang tidak seimbang. Cepatnya terjadi senesen pada daun menyebabkan rendahnya laju fotosintesis pada tahap akhir yang dapat menurunkan hasil.

Karakter Tebal Batang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan batang bagian bawah maupun bagian atas pada setiap varietas berbeda nyata. Batang bagian bawah lebih tebal dibandingkan batang bagian atas (Tabel 21). VUL mempunyai batang bagian bawah yang lebih tebal (1.27 dan 1.24 mm) tidak berbeda nyata dengan Ciherang (VUB), galur BP360 dan B11143 (PTB), hibrida Rokan dan SL8-SHS (hibrida). Tebal batang bagian atas pada Rojolele (VUL), dan Fatmawati (PTB) lebih tebal dibandingkan pada Maro, SL8-SHS, PP1 (hibrida) dan VUB. Varietas Maro memiliki tebal batang bagian atas yang terkecil dan tidak berbeda nyata dengan hibrida lainnya.

Tabel 21 Tebal batang bagian bawah dan bagian atas padi varietas unggul

Varietas/Galur

Tebal batang (mm)

Batang bagian bawah Batang bagian atas Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 1.27 a 1.24 a 0.98 bc 1.07 abc 0.98 bc 0.91 c 1.03 abc 1.14 ab 0.92 c 1.01 abc 1.07 abc 0.93 c 0.84 ab 0.74 bcd 0.70 cd 0.69 cd 0.87 a 0.67 cd 0.71 bcd 0.79 abc 0.61 d 0.72 bcd 0.67 cd 0.64 d

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Ketebalan batang mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap kerebahan. Selain itu secara fisiologi karakter ini berfungsi sebagai penyimpan asimilat dan translokasi hara, air, maupun asimilat. Karakter batang yang tebal dengan

(23)

karakter tanaman yang tinggi seperti pada VUL menyebabkan translokasi asimilat yang lebih panjang dan ini akan mempengaruhi kekuatan sink. Dengan demikian karakter batang yang tebal dan tinggi tanaman pendek-sedang akan lebih baik. Cadangan asimilat akan lebih efektif ditranslokasikan sesuai kebutuhan sink.

Karakter Fotosintesis Laju Fotosintesis

Tabel 22 menunjukkan laju fotosintesis daun bendera pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji. Laju fotosintesis berbeda antara varietas. Ini berhubungan dengan karakter setiap tanaman dan dipengaruhi faktor lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan laju fotosintesis pada tahap anakan maksimum lebih tinggi dibanding tahap berbunga dan pengisian biji. Laju fotosintesis menurun pada tahap pengisian biji. Pada tahap anakan maksimum dan berbunga, laju fotosintesis berbeda antar varietas, pada tahap pengisian biji tidak mengalami perbedaan.

Tabel 22 Laju fotosintesis daun bendera pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul

Varietas/Galur

Laju Fotosintesis (µmol/m2/detik) Anakan

maksimum Berbunga Pengisian biji Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 30.27 c 30.34 c 32.51 a 32.03 ab 31.62 abc 31.21 abc 30.94 abc 31.30 abc 30.86 bc 30.82 bc 31.16 abc 30.97 abc 27.15 b 28.40 ab 27.95 ab 28.17 ab 30.27 ab 30.25 ab 30.68 a 30.43 a 29.88 ab 29.50 ab 29.86 ab 29.81 ab 26.68 26.92 26.28 25.60 28.16 27.56 28.71 30.52 27.87 26.71 28.01 28.12

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

(24)

Laju fotosintesis VUB pada tahap anakan maksimum lebih tinggi yaitu sekitar 32 µmol/m2/detik dan tidak berbeda nyata dengan PTB dan SL8-SHS dan PP1 (hibrida), dan berbeda nyata dengan VUL. Pada tahap berbunga laju fotosintesis tertinggi dicapai oleh galur B11143 dan BP360 (PTB), berbeda nyata dengan Rojolele (27.15 µmol/m2/detik) tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe lainnya. Ini disebabkan oleh karakter kanopi daun dan daun bendera yang lebih tegak dan luas, tebal, dan stay green sehingga sampai tahap pengisian biji mampu mempertahankan laju fotosintesis. Fu et al. (2008) menyatakan pada varietas hibrida SNU-SGI dengan karakter daun stay green mampu mempertahankan kandungan klorofil dan fotosintesis lebih panjang selama proses senesen daun. Karakter fotosintesis daun bendera secara nyata berbeda, genotipe efisien N memelihara nilai laju fotosintesis dan lamanya fotosintesis lebih panjang dibandingkan dengan genotipe tidak efisien N.

Kandungan Gula pada Daun, Pelepah Daun, dan Batang.

Pelepah daun dan batang padi merupakan sink bagi tanaman sebelum berbunga dan merupakan source setelah berbunga. Tabel 23 menunjukkan kandungan gula total daun, pelepah daun, dan batang pada tahap berbunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan gula total tahap berbunga lebih tinggi dibanding tahap pengisian (Tabel 24). Kandungan gula total pada batang lebih tinggi dibandingkan daun dan pelepah daun baik pada tahap berbunga maupun pengisian biji. Hal ini menunjukkan adanya transportasi asimilat berupa gula secara aktif dari source (daun, pelepah daun, dan batang) ke sink melalui batang sehingga batang cenderung memiliki kandungan gula yang lebih tinggi. Namun bila dihitung berdasarkan bobot keringnya maka pelepah daun merupakan organ vegetatif terbesar penyimpan hasil fotosintesis. Ishimaru et al. (2004) menyatakan kandungan karbohidrat berbeda tergantung pada posisi pelepah daun.

Pada tahap berbunga kandungan gula pada daun galur B11143 (PTB) tertinggi tidak berbeda nyata dengan PTB lainnya, hibrida, dan Ciherang, tetapi berbeda nyata dengan IR64 dan VUL. Kandungan gula pada pelepah daun tertinggi pada Galur B11143 tidak berbeda dengan Cimelati dan BP360 (PTB), dan hibrida. Kandungan gula pada batang tertinggi dihasilkan oleh varietas Maro

(25)

yang tidak berbeda nyata dengan hibrida lainnya, Fatmawati, Cimelati, dan B11143 (PTB), dan Ciherang (VUB). Hasil tersebut menunjukkan pada PTB, hibrida, dan Ciherang (VUB) memiliki kandungan gula yang lebih tinggi pada tahap berbunga. Ini karena kemampuannya selama tahap vegetatif untuk menghasilkan ILD yang cukup yang dengan cepat dapat menangkap dan memanfaatkan energi cahaya untuk fotosintesis. Sebaliknya pada VUL karakter daun besar dan terkulai dan pada IR64 (VUB) daun lebih pendek menyebabkan laju fotosintesis yang rendah dan hasil asimilat yang disimpan juga lebih rendah. Yoshida (1983) menyatakan karbohidrat seperti gula dan pati mulai diakumulasi secara cepat sekitar 2 minggu sebelum berbunga dan konsentrasi maksimum pada bagian vegetatif tanaman terutama pada pelepah daun dan batang dicapai sekitar pembungaan.

Tabel 23 Kandungan gula tahap berbunga pada padi varietas unggul

Varietas/Galur

Kandungan gula (mg/g Bobot kering)

Daun Pelepah daun Batang

Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 12.42 bcd 12.09 d 12.66 bcd 14.01 abcd 15.93 ab 13.94 abcd 14.72 abcd 16.38 a 15.73 abc 15.57 abc 14.65 abcd 15.08 abcd 17.08 de 18.95 bcde 16.11 e 17.43 cde 20.40 bcde 24.52 ab 22.99 abcd 28.54 a 24.02 ab 24.07 ab 23.63 abc 22.78 abcd 103.33 c 103.63 c 105.22 bc 112.53 abc 115.73 abc 116.30 abc 104.89 bc 116.84 abc 122.15 a 121.21 ab 116.61 abc 116.85 abc

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Pada tahap pengisian biji PTB memiliki kandungan gula yang lebih tinggi pada daun, pelepah daun, dan batang (Tabel 24). Keunggulan PTB adalah daun yang lebih tebal, tegak, dan tetap hijau dibandingkan hibrida. Kandungan gula selama tahap pengisian biji selain berasal dari cadangan asimilat juga berasal dari fotosintesis daun pada tahap ini. Kandungan gula pada tahap pengisian biji

(26)

tertinggi dicapai oleh galur B11143 (PTB) yang tidak berbeda nyata dengan PTB lainnya, tetapi berbeda nyata dengan VUL, VUB, dan hibrida.

Tabel 24 Kandungan gula tahap pengisian biji dan malai padi varietas unggul

Varietas/Galur Kandungan gula (mg/gBK) Daun Pelepah daun Batang Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 7.93 e 7.60 e 7.87 e 8.58 de 12.29 ab 10.44 bcd 11.58 abc 12.99 a 9.71 cde 8.83 de 7.84 e 7.60 e 9.54 bc 11.85 ab 6.23 c 9.67 bc 14.83 a 13.65 a 12.98 ab 13.69 a 7.39 c 11.22 ab 7.23 c 7.07 c 33.50 de 29.46 e 25.65 e 37.89 de 68.14 ab 61.92 abc 70.16 ab 76.52 a 58.74 bc 57.10 bc 48.23 cd 47.76 cd

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Kemampuan PTB untuk menghasilkan gula yang lebih tinggi didukung oleh kemampuan dalam mempertahankan kandungan klorofil yang tetap tinggi selama tahap pengisian biji (Tabel 24). Kandungan klorofil yang tetap tinggi pada PTB (Tabel 20) mampu mempertahankan laju fotosintesis yang tetap tinggi selama tahap pengisian biji (Tabel 22), sehingga produksi asimilat berupa gula dapat dihasilkan. Pada karakter kanopi yang terkulai pada VUL perluasan daun akibat pola berkembangnya daun maka daun bagian bawah akan ternaungi dan ini dapat membatasi laju fotosintesis daun tanaman dalam kanopi. Distribusi energi cahaya dalam kanopi pada daun bagian atas seringkali mengalami kejenuhan, meskipun pada daun yang lebih rendah terbatas mendapatkan cahaya (Murchie et al. 2002). Dengan demikian pada kanopi tanaman terkulai daun bagian bawah dapat bersifat parasit bagi daun yang di atasnya, karena persaingan dalam memanfaatkan energi cahaya dan hasil fotosintesis. Ukuran tiga daun bagian atas

(27)

menurut Jun et al. (2003) perlu dipertimbangkan agar kompetisi cahaya di antara tanaman dan dalam tanaman diminimumkan.

Karakter Fisiologi Malai Karakter Fisiologi Leher Malai

Leher malai merupakan jalan yang akan dilalui untuk transportasi asimilat dari source ke sink. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan karakter leher malai pada setiap varietas (Tabel 25). Fatmawati (PTB) memiliki diameter leher terbesar berbeda nyata dengan semua varietas, dan memiliki tebal malai yang lebih tebal tidak berbeda dengan PTB lainnya dan Pandan Wangi (VUL). Bobot kering leher malai tertinggi diperoleh pada Fatmawati yang tidak berbeda nyata dengan VUL. Kandungan gula leher malai tertinggi dihasilkan oleh Maro dan Rokan (hibrida) yang berbeda nyata dengan Rojolele, IR64, dan Ciherang. Tabel 25 Karakter fisiologi leher malai padi varietas unggul

Varietas/Galur Diameter leher malai (mm) Tebal leher malai (mm) Bobot kering leher malai (mg/3 cm) Kandungan gula leher malai (mg/gBK) Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 2.62 bcd 2.82 b 2.23 e 2.40 de 3.18 a 2.51 bcde 2.77 cb 2.64 bcd 2.56 bcd 2.61 bcd 2.39 de 2.47 cde 0.57 bc 0.65 a 0.46 d 0.48 d 0.65 a 0.60 abc 0.60 abc 0.62 ab 0.55 c 0.56 c 0.59 abc 0.55 c 31.75 ab 32.00 ab 20.50 e 24.00 cde 36.75 a 27.25 bcd 28.25 bcd 29.50 bc 24.25 cde 23.75 cde 24.00 cde 23.25 de 11.24 b 13.94 ab 10.98 b 11.01 b 14.42 ab 12.24 ab 12.82 ab 12.68 ab 15.40 a 15.03 a 13.43 ab 14.06 ab

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Leher malai diduga bukan sebagai source bagi sink tetapi lebih sebagai jalan untuk transportasi asimilat. Kandungan gula pada leher malai cenderung mencerminkan terjadinya aktivitas pada tahap pengisian biji. Karakter leher malai

(28)

ini diamati pada 10 HSB, dimana pada tahap ini terjadi transportasi karbohidrat secara aktif ke sink. Kandungan gula leher malai yang lebih tinggi pada hibrida, PTB, dan Pandan Wangi dapat dihubungkan dengan kapasitas sink yang lebih besar, sehingga memiliki kekuatan translokasi asimilat yang lebih tinggi.

Kandungan Pati Malai

Tabel 26 menunjukkan kandungan pati pada malai yang diamati pada 10 dan 20 hari setelah berbunga (HSB) yang berbeda pada setiap varietas. Terjadi peningkatan kandungan pati pada malai setelah 10 HSB karena aktivitas proses transportasi asimilat berjalan aktif. Sejalan terjadinya penurunan kandungan gula pada source, ini mengindikasikan terjadinya penumpukan asimilat dalam malai. Asimilat dari source ditranslokasikan berupa gula dan akan segera diubah menjadi pati yang disimpan dalam gabah selama tahap pengisian biji.

Tabel 26 Kandungan pati pada malai 10 hari setelah berbunga (HSB) dan 20 HSB padi varietas unggul

Varietas/Galur

Kandungan pati (mg/g Bobot Kering)

10 HSB 20 HSB Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 354.19 abc 341.56 abc 319.28 c 355.78 abc 337.10 bc 376.01 abc 337.61 bc 408.87 a 393.89 ab 358.46 abc 367.86 abc 361.34 abc 380.29 bc 382.09 bc 353.58 c 381.50 bc 378.34 bc 407.23 abc 377.47 bc 445.81 a 424.74 ab 394.06 abc 397.07 abc 389.05 abc

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Kandungan pati pada 10 HSB tertinggi dihasilkan oleh galur B11143 dan tidak berbeda nyata dengan Cimelati (PTB), Ciherang (VUB), hibrida, VUL, tetapi berbeda nyata dengan BP360 dan Fatmawati (PTB), dan IR64 (VUB).

(29)

Galur B11143 juga menghasilkan kandungan pati tertinggi pada 20 HSB tidak berbeda nyata dengan Cimelati dan hibrida. Galur B11143 menghasilkan kandungan pati yang lebih tinggi karena memiliki LPR, LAB, dan laju fotosintesis, yang lebih tinggi pada tahap pengisian biji (Tabel 17, 18, dan 22). Menurut Su (2000) laju dari penggabungan larutan gula ke dalam polisakarida yang tidak larut terutama pati adalah lebih tinggi pada tahap masak susu atau sekitar 10 – 14 hari setelah berbunga. Dong et al. (2011) juga menyatakan partikel pati pada sel parenkim batang menurun dari 1 – 3 minggu dan meningkat sedikit setelah 5 minggu berbunga.

Komponen Hasil dan Hasil

Komponen Hasil Padi Varietas Unggul

Terdapat perbedaan yang nyata diantara varietas dalam komponen hasil yaitu jumlah malai, jumlah gabah, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir (Tabel 27). Hasil penelitian menunjukkan varietas Maro menghasilkan jumlah malai per m2 tertinggi tidak berbeda nyata dengan IR64 dan Ciherang, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. VUL dan Fatmawati (PTB) memiliki jumlah malai per m2 terendah. Peng et al. (2008) menyatakan karakter jumlai malai 330 per m2 diperlukan untuk meningkatkan hasil PTB generasi kedua, dan sifat morfologi 270 – 300 malai per m2 merupakan karakter idiotipe padi hibrida super potensi hasil tinggi. Dengan demikian karakter malai per m2 tertinggi pada Maro, IR64, dan Ciherang (395 – 407 malai per m2) ini melebihi kriteria. PTB kecuali Fatmawati, SL8-SHS dan PP1 (hibrida) dengan jumlah 310 – 328 malai per m2 memiliki kriteria tersebut untuk hasil yang lebih tinggi.

Jumlah gabah per malai tertinggi dihasilkan oleh Fatmawati (317.3 gabah/malai) yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Varietas IR64 memiliki jumlah gabah per malai terendah tidak berbeda nyata dengan Rojolele. Pada generasi pertama PTB karakter jumlah gabah per malai yang lebih banyak (200 – 250 gabah/malai) menjadi salah satu penyebab rendahnya pengisian biji yang menyebabkan hasil rendah, sehingga pada PTB generasi kedua sifat jumlah gabah per malai diarahkan menjadi 150 gabah per malai (Peng et al. 2008). VUB yang memiliki jumlah malai per m2 tinggi (395 – 401 malai per m2) menghasilkan

(30)

jumlah gabah per malai yang lebih rendah. Ini disebabkan kemampuan membentuk anakan yang banyak pada VUB (Tabel 9) tidak diikuti dengan karakter morfologi dan fisiologi yang lebih baik, sehingga memiliki jumlah gabah per malai yang lebih rendah. Feng et al. (2007) menyatakan jumlah anakan lebih banyak nyata membawa dampak negatif terhadap jumlah gabah per malai dan ini menyebabkan berkurangnya bobot malai.

Tabel 27 Komponen hasil padi varietas unggul

Varietas/Galur Jumlah malai/rumpun Jumlah malai/ m2 Jumlah gabah/malai Persentase gabah isi Bobot 1000 butir gabah (gram) Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 7.3 d 8.4 d 15.8 a 16.1 a 8.1 d 12.9 c 12.7 c 12.4 c 16.3 a 14.5 b 12.7 c 13.2 c 182.5 d 208.8 d 395.0 a 401.3 a 201.3 d 321.3 c 317.5 c 310.0 c 407.5 a 361.3 b 316.3 c 328.8 c 144.2 fg 185.6 e 127.5 g 151.8 f 317.3 a 162.6 f 231.0 c 262.8 b 190.7 de 161.4 f 204.1 d 201.2 de 82.1 c 83.2 bc 89.5 a 87.8 ab 65.4 e 79.5 c 79.3 c 81.4 c 80.2 c 71.4 d 78.1 c 78.6 c 33.46 a 29.47 b 24.56 d 27.66 c 29.77 b 27.75 c 25.21 d 24.74 d 26.76 c 27.79 c 27.66 c 23.80 d

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Persentase gabah isi tertinggi dihasilkan oleh IR64 yang tidak berbeda nyata dengan Ciherang (VUB), sedangkan Fatmawati menghasilkan persentase gabah isi terendah yang berbeda nyata dengan varietas lainnya. Cimelati dan BP360 (PTB), Rokan, SL8-SHS, dan PP1 (hibrida) memiliki persentase gabah isi kurang dari 80%. Persentase gabah isi yang masih rendah merupakan salah satu kelemahan PTB dan hibrida. Hal ini diduga antara lain berhubungan dengan ketidakmampuan karakter morfologi dan fisiologi menghasilkan source untuk memenuhi kebutuhan sink pada PTB, terutama kemampuan menghasilkan bahan kering dengan jumlah anakan yang lebih sedikit. Selain itu karakter malai yang terlalu padat seperti pada Fatmawati (Tabel 6) dapat menyebabkan rendahnya

(31)

pengisian biji. Zhang et al. (2010) juga menyatakan persentase gabah isi secara negatif dipengaruhi oleh tingginya kepadatan malai.

Karakter tingkat gabah isi pada hibrida yang rendah dapat disebabkan kemampuan mengakumulasi bahan kering yang rendah pada tahap pengisian biji karena secara morfologi hibrida memiliki ukuran sink yang besar. Tingginya persentase gabah isi pada VUL dan VUB diduga karena memiliki ukuran sink lebih kecil dibandingkan PTB dan hibrida, sehingga kemampuan sourcenya lebih besar.

Varietas Rojolele memiliki bobot 1000 butir yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Bobot yang lebih tinggi pada Rojolele karena memiliki karakter gabah yang lebih tebal meskipun bentuk gabah tergolong ramping (Tabel 7). Bobot 1000 butir terendah dihasilkan oleh varietas PP1 yang tidak berbeda nyata dengan IR64, BP360, dan B11143. Varietas PP1 yang juga memiliki bentuk gabah ramping, tetapi memiliki tebal gabah terendah dan ini menyebabkan bobot 1000 butir yang lebih rendah. Bobot biji antara lain ditentukan oleh varietas. Hasil penelitian menunjukkan kalau bobot 1000 biji berada pada kisaran sesuai deskripsinya. Karakter ideal untuk varietas dengan malai besar antara lain memiliki bobot 1000 butir 28-30 g (Jun et al. 2006), pada PTB berkisar 25 - 26 g (Abdullah et al. 2008; Peng dan Kush 2003).

Hasil

Tabel 28 menunjukkan hasil, indeks panen, dan hasil dan potensi hasil berdasarkan deskripsi padi varietas unggul tampak terdapat perbedaan antar varietas. Hasil tertinggi dicapai oleh Galur B11143 yaitu 7.32 ton GKG/ha yang tidak berbeda nyata dengan varietas Cimelati, Maro, dan Rokan. Varietas Rojolele menghasilkan hasil gabah terendah 4.95 ton GKG/ha tidak berbeda nyata dengan IR64 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hasil yang lebih tinggi pada galur B11143 berhubungan dengan kapasitas source yang lebih tinggi, yang ditunjukkan dengan memiliki kandungan gula pada tahap pengisian biji yang lebih tinggi (Tabel 24). Hasil penelitian Lubis et al. (2003) menunjukkan bahwa perbedaan hasil antara varietas lebih dihubungkan dengan ukuran source dari pada ukuran sink. Kapasitas sink yang lebih besar pada varietas unggul yang diteliti

(32)

tidak menyebabkan hasil yang lebih tinggi. Ini sesuai hasil penelitian pada Fatmawati, BP360, SL8-SHS, dan PP1 yang memiliki kapasitas sink besar (Tabel 27) tidak memberikan hasil yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan B11143, Maro, dan Rokan.

Tabel 28 Hasil dan indeks panen padi varietas unggul

Varietas/Galur

Hasil ubinan GKG (kg/4m2)

Hasil GKG

(ton/ha) Indeks panen Hasil dan potensi hasil berdasarkan deskripsi (ton GKG/ha)

Hasil Potensi hasil

Unggul Lokal Rojolele Pandan Wangi Unggul baru IR64 Ciherang Padi Tipe Baru Fatmawati Cimelati BP360 B11143 Hibrida Maro Rokan SL-8 SHS PP-1 1.98 f 2.46 cde 2.19 ef 2.58 bcd 2.45 cde 2.76 abc 2.58 bcd 2.93 a 2.86 ab 2.70 abc 2.28 de 2.53 cd 4.95 f 6.14 cde 5.46 ef 6.45 bcd 6.13 cde 6.89 abc 6.44 bcd 7.32 a 7.15 ab 6.74 abc 5.70 de 6.33 cd 0.27 e 0.32 d 0.36 bc 0.40 ab 0.38 ab 0.41 a 0.38 ab 0.41 a 0.38 ab 0.37 ab 0.33 cd 0.38 ab 4.2 5.7 5.0 6.0 6.0 6.0 7.4 7.5 6.4 6.0 - 6.6 5.0 7.4 6.0 8.5 9.0 7.5 8.7 10.0 9.5 9.0 14.8 10.4

Keterangan : Angka-angka pada kolom sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

Menurut Yoshida (1981) peningkatan hasil dapat dicapai dengan peningkatan produksi biomas dan indeks panen. Hasil penelitian ini menunjukkan pada varietas dengan hasil yang lebih tinggi (galur B11143, Cimelati, Maro dan Rokan) memiliki ukuran sink yang besar (Tabel 27) menghasilkan indeks panen yang lebih tinggi. Yang et al. (2007) menyatakan ukuran sink yang lebih besar dapat mempengaruhi indeks panen yang lebih tinggi.

Pencapaian hasil penelitian dibandingkan dengan hasil dan potensi hasil berdasarkan deskripsi berbeda untuk setiap varietas. Pada VUL dan VUB hasil GKG lebih tinggi dibanding deskripsi, tetapi masih lebih rendah dibanding potensi hasil. Varietas Fatmawati dan Cimelati (PTB) hasil penelitian mencapai hasil GKG sesuai deskripsi, tetapi lebih rendah dibandingkan potensi hasilnya,

(33)

sedangkan B11143 dan BP360 tidak mencapai hasil seperti pada deskripsi. Hasil padi varietas hibrida kecuali SL8-SHS, lebih tinggi dibandingkan hasil deskripsinya dan belum mencapai potensi hasil.

Hubungan antara Karakter Produksi Bobot Kering dengan Komponen Hasil dan Hasil

Tabel 29 menunjukkan hubungan antara karakter produksi bobot kering dengan hasil dan komponen hasil. Bobot kering tanaman berkorelasi negatif dengan jumlah malai dan indeks panen, berkorelasi positif dengan bobot 1000 butir pada tahap anakan maksimum. Pada tahap berbunga bobot kering tanaman berkorelasi negatif dengan indeks panen. Akumulasi bobot kering organ vegetatif pada tahap berbunga berkorelasi negatif dengan indeks panen, sedangkan transportasinya berkorelasi dengan jumlah malai, dan secara negatif dengan bobot 1000 butir. Nisbah tajuk-akar tahap berbunga dan pengisian biji berkorelasi negatif dengan bobot 1000 butir dan berkorelasi positif dengan indeks panen. Tabel 29 Hubungan antara karakter produksi bobot kering dengan komponen

hasil dan hasil padi varietas unggul

Jumlah malai per m2 Jumlah gabah per malai Persentase gabah isi Bobot 1000 butir Hasil Indeks panen BK tahap (AM) BK tahap (B) BK tahap (PB) Akumulasi BK organ vegetatif tahap (B) Translokasi BK organ vegetatif tahap (B)

Nisbah tajuk-akar tahap (AM) Nisbah tajuk-akar tahap(B) Nisbah tajuk-akar tahap (PB)

-0.62* -0.45 -0.05 0.63* 0.84* -0.36 0.76* 0.54 0.27 0.27 0.04 0.40 0.44 -0.27 -0.03 0.28 0.21 0.01 -0.08 -0.07 -0.06 0.28 0.20 0.05 0.64* 0.57 0.28 0.48 -0.61* 0.32 -0.74** -0.67* 0.52 0.30 0.15 -0.26 0.26 - 0.62* 0.34 0.41 -0.85** -0.77** -0.43 -0.72** 0.52 -0.61* 0.76** 0.81** Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, BK = bobot kering, AM = anakan maksimum,

B = berbunga, PB = pengisian biji.

Pembentukan hasil adalah proses dari akumulasi dan distribusi bahan kering. Dari hasil analisis korelasi maka karakter produksi bahan kering pada varietas unggul lebih banyak berhubungan dengan indeks panen secara negatif.

(34)

dapat meningkatkan hasil padi. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan varietas menghasilkan bahan kering yang lebih tinggi cenderung dapat menurunkan hasil. Horie (2001) menyatakan jumlah gabah yang terbentuk berkorelasi negatif dengan produksi bahan kering pada akhir tahap generatif, karena pembentukan gabah dipengaruhi oleh ketersediaan asimilat selama setengah dari tahap reproduktif.

Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung beberapa karakter fisiologi produksi bobot kering seperti bobot kering tanaman tahap anakan maksimum dan berbunga, dan nisbah tajuk-akar tahap berbunga dan pengisian biji bernilai negatif, sedangkan pengaruh langsung karakter lainnya bernilai positif (Tabel 30). Pengaruh langsung terbesar dihasilkan oleh karakter bobot kering tanaman tahap berbunga dan pengisian biji.

Tabel 30 Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter fisiologi produksi bobot kering terhadap hasil

Karakter

Pengaruh langsung

Pengaruh tidak langsung melalui : BKT_

AM BKT_ B BKT_ PB BK_ TRANS NTA_ B NTA_ PB

BKT_AM -0.278 - -0.160 -0.120 0.154 0.175 0.133 BKT_B -0.622 -0.357 - -0.491 0.096 0.269 0.340 BKT_PB 0.674 0.292 0.532 - -0.111 -0.257 -0.283 BK_TRANS 0.157 -0.087 -0.024 -0.026 - 0.079 0.030 NTA_B -0.062 0.039 0.027 0.024 -0.031 - -0.038 NTA_PB -0.002 0.001 0.001 0.001 0.000 -0.001 -

Keterangan : AM = anakan maksimum, B = berbunga, PB = pengisian biji, BKT = bobot kering tanaman, TRANS = translokasi, NTA = nisbah tajuk-akar.

Hubungan antara Karakter Fisiologi Bobot Kering dengan Komponen Hasil dan Hasil

Karakter fisiologi bobot kering tidak semuanya berkorelasi dengan hasil dan komponen hasil (Tabel 31). ILD tahap anakan maksimum berkorelasi negatif dengan jumlah malai per m2 dan indeks panen, tetapi berkorelasi positif dengan bobot 1000 butir. ILD tahap berbunga berkorelasi negatif dengan indeks, sedangakan ILD tahap pengisian biji berkorelasi positif dengan bobot 1000 butir dan berkorelasi negatif dengan indeks panen. LPR pada tahap anakan maksimum berkorelasi positif dengan jumlah gabah per malai, persentase gabah hampa, dan hasil. LPR tahap pengisian biji berkorelasi positif dengan hasil dan indeks panen.

(35)

Karakter LAB tahap pengisian biji berkorelasi positif dengan hasil dan indeks panen. LPS berkorelasi negatif dengan jumlah malai dan indeks panen, tetapi berkorelasi positif dengan bobot 1000 butir.

Tabel 31 Korelasi antara karakter fisiologi bobot kering dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul

Jumlah malai per m2 Jumlah gabah per malai Persentase gabah isi Bobot 1000 butir Hasil Indeks panen ILD tahap AM ILD tahap B ILD tahap PB LPR tahap AM LPR tahap B LPR tahap PB LAB tahap AM LAB tahap B LAB tahap PB LPS 10 HSB LPS 20 HSB LPS 30 HSB -0.61* -0.34 -0.51 -0.16 0.85** 0.50 0.06 0.80** 0.56 0.48 0.61* -0.82** -0.27 -0.47 -0.24 0.76** -0.04 0.50 0.35 -0.33 0.45 -0.16 -0.46 -0.05 0.11 0.12 0.09 -0.72** -0.09 -0.35 -0.43 0.11 -0.04 0.20 0.31 -0.15 0.65* 0.50 0.64* -0.19 -0.64* -0.61* -0.36 -0.44 -0.63* -0.03 -0.45 0.85** -0.43 -0.23 -0.27 0.60* 0.45 0.70* 0.35 0.12 0.59* 0.37 0.25 -0.36 -0.77** -0.68** -0.75** 0.45 0.56 0.81** 0.22 0.23 0.65* 0.23 0.35 -0.67*

Keterangan : * = nyata, ** = sangat nyata, ILD = indeks luas daun, LPR = laju pertumbuhan relatif, LAB = laju asimilasi bersih, LPS = laju pertumbuhan

sink, AM = anakan maksimum, B = berbunga, PB = pengisian biji.

Hasil biji sangat dipengaruhi oleh kemampuan varietas untuk menghasilkan asimilat selama tahap reproduktif (Horie 2001), maka padi varietas unggul yang diteliti menunjukkan kemampuan untuk menghasilkan asimilat yang tinggi selama tahap pengisian biji. Ganghua et al. (2009) dan Horie (2001) menyatakan LPR selama tahap pertumbuhan secara nyata berkorelasi dengan bahan kering dan produksi bahan kering berhubungan dengan hasil dan indeks panen. Shiratsuchi et al. (2007) menegaskan bahwa produksi bahan kering pada tahap berbunga secara nyata berkorelasi dengan jumlah dan hasil gabah.

Untuk lebih mengetahui seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung dari karakter fisiologi bobot kering terhadap perolehan hasil, maka dilakukan analisis sidik lintas (path-way analysis) yang hasilnya disajikan pada Tabel 32. Hasil analisis lintas menunjukkan bahwa pengaruh langsung beberapa karakter fisiologi bobot kering seperti ILD tahap berbunga dan pengisian biji, LAB tahap berbunga bernilai negatif, sedangkan pengaruh langsung karakter lainnya bernilai positif.

(36)

92

Tabel 32 Pen

garuh l

an

gsung

dan tidak lan

gsun g karakte r fisiolog i bobot k ering te rhad ap hasil Ka rak ter Peng aruh lang sung Peng aruh t idak la ng sung ILD_ AM ILD_ B ILD_ PB LPR_ AM LPR_ B LPR_ PB LAB_ AM LAB_ B LAB_ PB LPS 10 LPS 20 HSB LPS 30 HSB ILD_AM 0.241 -0.155 0.157 -0.067 -0.112 -0.109 -0.056 -0.066 -0.138 -0.063 -0.063 0.144 ILD_ B -0.063 -0.041 --0.046 0.013 0.015 0.019 -0.006 0.007 0.029 -0.001 0.001 -0.032 ILD_ P B -0.004 -0.003 -0.003 -0.000 0.001 0.001 0.000 0.001 0.002 0.000 0.001 -0.003 LPR_AM 0.129 -0.036 -0.026 -0.003 -0.016 0.048 0.048 -0.037 0.042 0.002 -0.004 -0.001 LPR_B 0.296 -0.137 -0.072 -0.060 0.036 -0.009 0.060 0.163 0.028 0.085 0.011 -0.154 LPR_PB 0.189 -0.085 -0.057 -0.053 0.071 0.006 -0.009 0.011 0.130 0.033 0.046 -0.066 LAB_AM 0.115 -0.027 0.011 0.000 0.043 0.023 0.006 --0.006 -0.008 0.001 0.001 0.004 LAB_B -0.148 0.040 0.016 0.040 0.042 -0.082 -0.009 0.007 --0.019 -0.030 -0.032 0.085 LAB_PB 0.221 -0.126 -0.101 -0.105 0.073 0.021 0.153 -0.016 0.028 -0.047 0.044 -0.106 LPS 10 HSB 0.087 -0.023 0.001 0.005 0.001 0.025 0.015 0.001 0.018 0.018 -0.004 -0.018 LPS 20 HSB 0.034 -0.009 -0.001 -0.006 -0.001 0.001 0.008 0.000 0.007 0.007 0.002 --0.009 LPS 30 HSB -0.164 -0.098 -0.084 -0.104 0.001 0.086 0.057 -0.006 0.095 0.079 0.034 0.045 Keteran gan : IL D = i

ndeks luas daun,

L P R = l aju pert umbuhan rel atif, L A B = laju asimilasi ber sih, L PS = laju pertumbuhan sink , AM = tahap anak an m ak sim um , B = tah ap be rbung a, PB = ta hap peng is ian bi ji, HSB = h ari se tel ah be rbung a.

Gambar

Gambar 10  menunjukkan pola bobot kering tanaman pada tahap vegetatif  sampai pada tahap pengisian biji
Tabel 13  Bobot kering tanaman tahap anakan maksimum, berbunga, dan  pengisian biji padi varietas unggul
Tabel 15  Nisbah bobot kering tajuk-akar pada tahap anakan maksimum,   berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul
Gambar 11  Indeks luas daun berdasarkan umur  padi varietas unggul.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Profil PMPRB yang baik apabila komponen hasil lebih tinggi dari pada komponen pengungkit. Komponen pengungkit adalah berbagai kriteria dan berbagai pendekatan

Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa pada variabel celebrity worship memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000, maka dapat dikatakan bahwa Ho

Bapak Suhari : Pelayanan yang diberikan teller cukup memuaskan, karena selain cepat dalam melayani transaksi teller juga bisa dijadikan tempat untuk bercerita dan teller

Dengan demikian, dapat disim- pulkan bahwa sikap mahasiswa FIK UNY terhadap usaha-usaha pencegah- an lakalantas dari komponen objek si- kap kendaraan adalah cukup

Dua masalah tersebut di atas, sebenarnya bisa diatasi dengan pengkodean pesan dengan tujuan agar isi pesan yang sebenarnya besar, bisa dibuat sesingkat mungkin

Menurut pengakuan beberapa napi yang pernah mengandung di Lembaga Pemasyarakatan kelas IIB Pekanbaru saat mengandung tidak ada perlakuan khusus terhadap narapidana

Semakin lama waktu pengusangan menyebabkan peningkatan kadar air benih, penurunan kandungan protein terlarut, dan peningkatan asam lemak bebas yang juga diindikasikan oleh

• Kepada pemerintah yakni mengadakan sosialisasi dan pembinaan bagi warga kelurahan Pakuncen terutama bagi masyarakat yang berada di bantaran sungai Winongo yakni warga RW