• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula pada sebuah tulisannya (Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman pertengahan dengan nama “King’s evil”, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).

Biasanya dikenal sebagai tuberculosis yang dimana merupakan suatu penyakit infeksi yang kronis / menahun dan menular yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium Tuberklosa yang dapat menyerang pada siapa saja tanpa memandang usia dan jenis kelamin namun sesuai fakta yang ada . Penderita penyakit TBC lebih banyak menyerang pada usia produktif yang berkisar antara usia 15 tahun – 35 tahun.

Tercatat di Indonesia bahwa penyakit TBC ini terus berkembang setiap tahunnya dan hingga tahap ini mencapai angka 250 juta kasus baru dan 140.000 diantaranya menyebabkan kematian. Dengan angka ini memposisikan Indonesia menjadi Negara ketiga terbesar didunia untuk penyakit TBC.

(2)

2.2 Epidemiologi

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada manusia. Dari semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering. WHO memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat 12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun. Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS (Ioachim, 2009).

Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, 2007).

Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 1,2:1 (Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 ± 16,9 (13 – 88) (Geldmacher, 2002). Penelitian lainnya terhadap 69 pasien limfadenitis TB didapat 48 orang wanita dan 21 orang pria dengan rentang umur 31,4 ± 13,1 (14 – 60) (Jniene, 2010).

(3)

2.3 Gejala TBC

Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (Mohapatra, 2004). Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

2.3.1 Gejala sistemik/umum

− Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

− Penurunan nafsu makan dan berat badan.

− Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). − Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

2.3.2 Gejala khusus

− Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

− Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

− Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

(4)

− Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan - 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

2.4 Bakteri Mikrobakterium Tuberklosa

Mycobacterium tuberculosis pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 Maret 1882 oleh Robert Koch. Maka untuk mengenang jasa beliau, bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri penyebab penyakit tuberkulosa (TBC).

Berikut adalah taksonomi dari Mycobacterium tuberculosis. − Kingdom : Bacteria Filum : Actinobacteria Ordo : Actinomycetales Upaordo : Corynebacterineae Famili : Mycobacteriaceae Genus : Mycobacterium

(5)

a. Morfologi :

Bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 mm dan lebar 0,2 – 0,5 mm yang bergabung membentuk rantai. Dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen akan tampak berwarna merah dengan latar belakang biru, seperti berikut :

Gambar 2.1 : Mycobacterium tuberculosis, dengan metode Ziehl Neelsen ( No Name, 2010 )

b. Penanaman/kultur

− Suhu optimal untuk untuk tumbuh pada 37 derajat Celcius dan pH 6,4–7,0.

− Tidak tumbuh pada suhu 25˚C atau lebih dari 40˚C

− Jika dipanaskan pada suhu 60 derajat Celcius akan mati dalam waktu 15-20 menit.

(6)

− Dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat tidur. Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.

− Media padat yang biasa dipergunakan adalah Lowenstein-jensen. (Depkes, 2008).

c. Sifat dan Daya tahan

Mycobacterium tuberculosis dapat mati jika terkena cahaya matahari langsung selama 2 jam. Karena kuman ini tidak tahan terhadap sinar ultra violet.

Mycobacterium tuberculosis mudah menular, mempunyai

daya tahan tinggi dan mampu bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab. Oleh karena itu, dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun. Basil yang ada dalam percikan dahak dapat bertahan hidup 8-10 hari (Depkes,2008). Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Pada dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik.

Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.

(7)

2.5 Faktor –faktor yang mempengaruhi terjadinya TBC.

Setiap tahun di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur dan jenis kelamin ( Zumla. A. et al. 2013).

2.5.1 Faktor Sosial ekonomi

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan,lingkungan dan sanitasi tempat bekrja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat – syarat kesehatan ( Zumla. A. et al. 2013).

2.5.2 Status Gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain- lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit. Keadaan ini merupakan factor penting yang berpengaruh di Negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak – anak ( Zumla. A.et al. 2013 ).

(8)

2.5.3 Umur

Penyakit TB paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50 ) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit (Zumla. A. et al. 2013).

2.5.4 Jenis Kelamin

Penyakit TB cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin perempuan dibandingkan laki-laki. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki- laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahannan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan dengan agent penyebab TB ( Zumla. A. et al. 2013).

2.6 Cara Penularan Penyakit TB

Penyakit ini pada fase awal tidak mempunyai simptom. Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk atau bersin dan berbicara dari percikan dahak (droplet nuclei) , dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa terutama orang yang tinggal serumah dengan penderita atau kontak erat dengan penderita mempunyai risiko tinggi untuk tertular.

Bakteri ini sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.

(9)

Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

Gambar 2.2 : Penyebaran Bakteri TBC ( No Name, 2010 ).

Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh makrofag.

Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.

(10)

Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis).

Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004).

Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran ≥ 2 cm biasanya disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan pembengkakan tersebut disebabkan oleh M.tuberculosis (Narang, 2005).

2.7 Diagnosis

Untuk mendiagnosa TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi,dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium.

(11)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalammemberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur (Bayazit, 2004).

Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :

2.7.1 Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif (Mohapatra, 2009; Bayazit, 2004).

Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009). Berbagai mediadapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis ( Bayazit, 2004 ).

(12)

2.7.2 Tes Tuberkulin

Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).

2.7.3 Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsy aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan,2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Basil TB pertama kali menyebar secara secara limfogen menuju kelenjar getah bening regional di hilus, kemudian penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Basil TB dapat menginfeksi kelenjar getah bening tanpa terlebih dahulu menginfeksi paru. Basil TB akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher (Datta, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa.

(13)

Gambar 2.3 : Kelompokan seperti granuloma dari histiosit-histiosit epiteloid nekrosis .(pewarnaan MGG) (Eliady, 2010).

Sel-sel epiteloid merupakan tanda yang khas dari sediaan aspirasi biopsi. Sel epiteloid dengan inti berbentuk elongated, yang dideskripsikan sebagai bentuk seperti tapak sepatu. Kromatin inti bergranul halus dan sitoplasma pucat dengan pinggir sel yang tidak jelas (Eliady, 2010). Sel- sel epiteloid pada limfadenitis TB membentuk gumpalan kohesif, berukuran kecil maupun berukuran besar yang dapat mirip granuloma yang terdapat pada sediaan histopatologi. Limfadenitis TB dapat ditegakkan apabila kriteria histiosit dari tipe epiteloid yang membentuk kelompokkan-kelompokkan kohesif ditemukan, juga adanya multinucleated giant cell tipe Langhans (Cousar et al, 2005).

(14)

Gambar 2.4 : Langhans Giant Cell

2.7.4 Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsistendengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit, 2004).

USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik, lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes (Khanna, 2011).

Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB (Bayazit, 2004).

(15)

Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens.Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral,dan hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak membedakannya dengan kelenjar metastatik (Bayazit, 2004).

2.8 Pengobatan

2.8.1 Tujuan pengobatan

Pengobatan bertujuan untuk menyembuh pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT .

2.8.2 Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip-prinsip dimana OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam jumlah dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT – Kombinasi Dosis Tetap (OAT- KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat,dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan. (Depkes,2009).

a) Tahap awal (intensif) adalah suatu tahap dimana pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b) Tahap lanjutan adalah suatu tahap dimana pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini lebih penting untuk membunuh kuman.

(16)

Tabel 2.1 : Jenis, sifat dan dosis OAT

_____________________________________________________________ Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan

(mg/kg)

Harian 3x seminggu Isoniazid (I) Bakterisid 5

(4-6) 10 (8-12) Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40) Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35) ( Depkes,2009 ).

WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu:

Kategori 1 : − 2HRZE/4H3R3 − 2HRZE/4HR − 2HRZE/6HE Kategori 2 : − 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 − 2HRZES/HRZE/5HRE Kategori 3 : − 2HRZ/4H3R3 − 2HRZ/4HR −

(17)

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia

− Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT Anak : 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien (depkes, 2009).

• Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Paduan Obat Anti TB (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan (Depkes RI, 2011).

(18)

2.8.3 Paduan OAT dan peruntukannya

Kategori-1

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

− Pasien baru TB paru BTA positif.

− Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

− Pasien TB ekstra paru (sistem pencernaan, tulang belakang, kelenjar limfe, pleuritis, kaku kuduk pada meningitis) Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 sebagaimana dalam Tabel dibawah :

Tabel 2.2 : Dosis paduan OAT KDT Kategori 1

______________________________________________________________ Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 56

hari RHZE (150/75/400/275) Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 30 – 37kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT 38 – 54kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT 55 – 70kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT ≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT _______________________________________________________________ (Depkes, 2009).

(19)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3 sebagaimana dalam Tabel 2.3

Tabel 2.3 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1

Tahap Pengobatan

Lama Pengobatan

Dosis per hari/kali Jumlah

hari/kali menelan obat Tablet Isoniasid @300mgr Kaplet Rifampisin @ 450mgr Tablet Pirazinamid @500mgr Tablet Etambutol @250mgr Intensif 2 1 1 3 3 56 Lanjutan 4 2 1 - - 48 (Depkes RI, 2009) Kategori -2

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

− Pasien kambuh − Pasien gagal

(20)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT KDT Kategori 2 adalah 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel 3 dibawah.

Table 2.4 : Dosis paduan OAT KDT Kategori 2

________________________________________________________________ Berat Badan Tahap Intensif tiap hari RHZE

(150/75/400/275) + S

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30- 37kg 2 tab 4KDT +

500 mg Streptomisin

inj

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambuto

38 – 54kg 3 tab 4KDT+ 750 mg Streptomisin

inj

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol

55 – 70kg 4 tab 4KDT+ 1000 mg Streptomisin

inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol

≥71 kg 5 tab 4KDT+

1000mg Streptomisin

inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol

________________________________________________________________ (Depkes,2009).

(21)

Dosis yang digunakan untuk paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/5H3R3E3) sebagaimana dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2.

Tahap pengoba -tan Lama pengoba -tan Tablet Isoniasid @ 300 Mgr Kaplet Rifampisin @450 mgr Tablet Pirazinamid @ 500 mgr Etambutol Strepto- Misin injeksi Jumlah hari/ kali menela n obat Tablet @ 250 mgr Tablet @ 400 mgr Tahap intensif (dosis harian) Tahap lanjutan (dosis 3x seminggu ) 2 bulan 1 bulan 4 bulan 1 1 2 1 1 1 3 3 - 3 3 1 - - 2 0,75gr - - 56 28 60 (Depkes RI, 2009)

(22)

2.8.4 OAT Sisipan (HRZE)

Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam table di bawah.

Tabel 2.6: Dosis KDT Sisipan : (HRZE)

__________________________________________________________________

__________________________________________________________________ (Depkes, 2009).

Paket sisipan Kombipak adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniazid @300mgr Kaplet Rifampisi n @450mgr Tablet Pirazinamid @500mgr Tablet Etambutol @250mgr Jumlah hari/kali menelan obat Tahap intensif (dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 28 (Depkes RI, 2009)

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)

30 – 37kg 2 tablet 4KDT

38 – 54kg 3 tablet 4KDT

55 – 70kg 4 tablet 4KDT

(23)

2.8.5 Pengawasan Menelan Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Depkes, 2009).

a) Persyaratan PMO

− Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

− Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. − Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

b) Tugas seorang PMO

− Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

− Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur

− Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

− Memberi penyuluhan pada anggotakeluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke sarana pelayanan Kesehatan

c) Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya

− TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan − TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur

− Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya.

− Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan) − Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur

(24)

− Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke sarana pelayanan kesehatan.

d) Pemantauan Pengobatan TB

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik pada TB.

Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.

Tabel 2.8 Tatalaksana Pasien yang berobat tidak teratur.

Tindakan pada pasien yang putus berobat antara 1-2 bulan:

Tindakan 1 Tindakan 2 • Lacak pasien • Diskusikan dan cari masalah • Periksa 3 kali dahak (SPS) dan lanjutkan pengobatan sementara menunggu hasilnya • Bila hasil BTA negatif atau Tb extra paru: • Bila satu lebih hasil BTA + Lanjutkan pengobatan sampai seluruh dosis selesai - Lama pengobatan

sebelumnya kurang dari 5 bulan *)

- Lanjutkan pengobatan sampaiseluruh dosis Selesai

(25)

Tindakan pada pasien yang putus berobat lebih 2 bulan (Default) • Periksa 3 kali dahak SPS • Diskusikan dan cari masalah • Hentikan • • pengobatan sambil menunggu hasil pemeriksaan dahak. • Bila hasil BTA negatif atau Tb extra paru: • Bila satu atau lebih Pengobatan dihentikan, pasien diobservasi bila gejalanya semakin parah perlu dilakukan pemeriksaan kembali (SPS dan atau biakan) Kategori- 1 Mulai kategori- 2 hasil BTA Positif Kategori – 2 Rujuk, mungkin kasus kronik. (Depkes, 2009) 2.9 Upaya Penanggulan TB

WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS dapat menghemat biaya program penanggulangan TB sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Pengembangan strategi DOTS adalah untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB-MDR. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular.

(26)

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:

− Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.

− Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan. − Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.

− Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan. Ekspansi “Quality DOTS”

− Perluasan & Peningkatan pelayanan DOTS berkualitas − Menghadapi tantangan baru, TB-HIV, TB-MDR − Melibatkan Seluruh Penyedia Pelayanan

− Melibatkan Penderita & Masyarakat

Gambar

Gambar 2.1 : Mycobacterium tuberculosis, dengan metode Ziehl Neelsen                          ( No Name, 2010 )
Gambar 2.2 :  Penyebaran Bakteri TBC ( No Name, 2010 ).
Gambar 2.3 : Kelompokan seperti granuloma dari histiosit-histiosit  epiteloid nekrosis .(pewarnaan MGG) (Eliady, 2010)
Gambar 2.4 : Langhans Giant Cell  (  www.utmb.edu  ).
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Sharma (2004), pada pasien dengan HIV-negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris

 Limfoma: Ini adalah kanker dari sel-sel sistem kekebalan tubuh yang biasanya mulai di kelenjar getah bening, tetapi mereka juga dapat mulai di usus besar,

Pada penyakit TB, glossitis disebabkan oleh infeksi bakteri TB yang banyak pada saliva di rongga mulut terutama pada sputum sehingga menyebabkan suatu peradangan yang sering

Fase sensitisasi juga dapat memungkinkan terjadi pada. kelenjar getah bening setempat melalui saluran

IV. Grup kelenjar getah bening di daerah jugularis inferior dan supraklavikula V. Kelenjar getah bening yang berada di segitiga posterior servikal. Kelenjar Limfe Utama pada

Pasien dengan karsinoma invasif yang lebih kecil dari 1 cm memiliki harapan hidup yang sangat baik jika tidak terdapat keterlibatan kelenjar getah bening dan mungkin tidak

Data stadium didasarkan pada evaluasi klinis dari tumor primer dan kelenjar getah bening regional dan pemeriksaan skrining metastasis terbatas yang diperlukan.. Sulitnya

Pada stadium IV, kanker telah menyebar ke jaringan dekat penis seperti prostat, dan mungkin telah menyebar ke kelenjar getah bening di paha atau panggul, atau pada satu atau