• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENDAHULUAN LIMFADENITIS TUBERCULOSIS Danisya, Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan UI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENDAHULUAN LIMFADENITIS TUBERCULOSIS Danisya, Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan UI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENDAHULUAN LIMFADENITIS TUBERCULOSIS

Danisya, 0806333695

Program Profesi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan UI

I. Definisi

Limfadenitis adalah peradangan pada kelenjar getah bening yang terjadi akibat terjadinya infeksi dari suatu bagian tubuh maka terjadi pula peradangan pada kelenjar getah bening regioner dari lesi primer. limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004).

II. Etiologi

Limfadenitis TB disebabkan oleh M.tuberculosis complex, yaitu

M.tuberculosis (pada manusia), M.bovis (pada sapi), M.africanum, M.canetti dan M.caprae. Secara mikrobiologi,M.tuberculosis merupakan basil tahan asam yang dapat dilihat dengan pewarnaan Z iehl- Neelsen atau

Kinyoun-Gabbett .M.tuberculosis dapat tumbuh dengan energi yang diperoleh dari oksidasi senyawakarbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan.

M.tuberculosis merupakan mikroba kecil seperti batang yang tahan terhadap desinfektan lemah dan bertahan hidup padakondisi yang kering hingga

berminggu-minggu, tetapi hanya dapat tumbuh di dalamorganisme hospes. Kuman akan mati pada suhu 60 0C selama 15-20 menit, Pada suhu 300 atau 400-450C sukar tumbuh atau bahkan tidak dapat tumbuh. Pengurangan oksigen dapatmenurunkan metabolisme kuman.Daya tahan kuman M.tuberculosis lebih besar dibandingkan dengan kuman lainnya karena sifat hidrofobik pada permukaan selnya. Kuman ini tahan terhadap asam, alkali dan zat warna malakit. Pada sputum yang melekat pada debu dapat tahan hidup selama 8-10 hari.M.tuberculosis dapat dibunuh dengan pasteurisasi

III. Patofisiologi

Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB pulmoner dan TB ekstrapulmoner. TB pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi

(2)

TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type tuberculosis, sedangkan TB post-primer (sekunder) disebut juga adult-type tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB primer dapat juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010). Basil tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut sebagai TB ekstrapulmoner. Menurut Raviglione (2010), organ ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar getah bening, pleura, saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan perikardium.

TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh

makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen,

perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada

orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).

Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai dengan pembentukan jaringan keju (kaseosa). Sama seperti pada TB primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju

(3)

kelenjar limfe lalu ke semua organ. Kelenjar limfe hilus, mediastinal, dan

paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari infeksi TB pada parenkim paru.

Basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar limfe tanpa terlebih dahulu

menginfeksi paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher

IV. Manifestasi Klinis

Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB ekstrapulmoner. Limfadenitis TB juga dapat merupakan manifestasi lokal dari penyakit sistemik. Pasien biasanya datang dengan keluhan pembesaran kelenjar getah bening yang lambat. Pada pasien limfadenitis TB dengan HIV-negatif, limfadenopati leher terisolasi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai yaitu sekitar dua pertiga pasien. Oleh karena itu, infeksi mikobakterium harus menjadi salah satu diagnosis banding dari pembengkakan kelenjar getah bening, terutama pada daerah yang endemis. Durasi gejala sebelum diagnosis berkisar dari beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal, aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis (Mohapatra, 2004).. Menurut Sharma (2004), pada pasien dengan negatif maupun HIV-positif, kelenjar limfe servikalis adalah yang paling sering terkena, diikuti oleh kelenjar limfe aksilaris dan inguinalis.

Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral, tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan

berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio supraklavikular (Mohapatra, 2004). Keterlibatan multifokal ditemukan pada 39% pasien HIV-negatif dan pada 90% pasien HIV-positif. Pada pasien HIV-positif, keterlibatan multifokal, limfadenopati intratorakalis dan intraabdominal serta TB paru adalah sering ditemukan (Sharma, 2004). Beberapa pasien dengan

limfadenitis TB dapat menunjukkan gejala sistemik yaitu seperti demam,

(4)

menunjukkan gejala sistemik (Mohapatra, 2004). Terdapat riwayat kontak terhadap penderita TB pada 21,8% pasien, dan terdapat TB paru pada 16,1% pasien (Mohapatra, 2004).

Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004) limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium yaitu:

1. Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret. 2. Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan sekitar oleh karena adanya periadenitis.

3. Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat pembentukan abses.

4. Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess. 5. Stadium 5, pembentukan traktus sinus.

Gambaran klinis limfadenitis TB bergantung pada stadium penyakit. Kelenjar limfe yang terkena biasanya tidak nyeri kecuali terjadi infeksi sekunder bakteri, pembesaran kelenjar yang cepat atau koinsidensi dengan infeksi HIV. Abses kelenjar limfe dapat pecah, dan kemudian kadang-kadang dapat terjadi sinus yang tidak menyembuh secara kronis dan pembentukan ulkus. Pembentukan fistula terjadi pada 10% dari limfadenitis TB servikalis (Mohapatra, 2004).

Limfadenitis TB mediastinal lebih sering terjadi pada anak-anak. Pada dewasa limfadenitis mediastinal jarang menunjukkan gejala. Manifestasi yang jarang terjadi pada pasien dengan keterlibatan kelenjar limfe mediastinal termasuk disfagia, fistula oesophagomediastinal, dan fistula tracheo-oesophageal. Pembengkakan kelenjar limfe mediastinal dan abdomen atas juga dapat menyebabkan obstruksi duktus toraksikus dan chylothorax, chylous ascites ataupun chyluria. Pada keadaan tertentu, obstruksi biliaris akibat pembesaran kelenjar limfe dapat menyebabkan obstructive jaundice. Tamponade

jantung juga pernah dilaporkan terjadi akibat limfadenitis mediastinal (Mohapatra, 2004).

Pembengkakan kelenjar getah bening yang berukuran = 2 cm biasanya

disebabkan oleh M.tuberculosis. Pembengkakan yang berukuran < 2 cm biasanya disebabkan oleh mikobakterium atipik, tetapi tidak menutup kemungkinan

(5)

V. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk mendiagnosa limfadenitis TB diperlukan tingkat kecurigaan yang tinggi, dimana hal ini masih merupakan suatu tantangan diagnostik untuk banyak klinisi meskipun dengan kemajuan teknik laboratorium. Anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang lengkap, pewarnaan BTA, pemeriksaan radiologis, dan biopsi aspirasi jarum halus dapat membantu dalam membuat diagnosis awal yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memberikan pengobatan sebelum diagnosis akhir dapat dibuat berdasarkan biopsi dan kultur (Bayazit, 2004). Juga penting untuk membedakan infeksi mikobakterium tuberkulosis dengan non-tuberkulosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa limfadenitis TB :

a. Pemeriksaan mikrobiologi

Pemeriksaan mikrobiologi yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen.

Spesimen untuk pewarnaan dapat diperoleh dari sinus atau biopsi aspirasi. Dengan pemeriksaan ini kita dapat memastikan adanya basil mikobakterium pada spesimen, diperlukan minimal 10.000 basil TB agar perwarnaan dapat positif (Mohapatra, 2009; Bayazit, 2004). Kultur juga dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis limfadenitis TB. Adanya 10-100 basil/mm3 cukup untuk membuat hasil kultur positif. Hasil kultur positif hanya pada 10-69% kasus (Mohapatra, 2009). Berbagai media dapat digunakan seperti Petregnani, Trudeau, Middle-brook, dan Bactec TB. Diperlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil kultur. Pada adenitis tuberkulosa, M.tuberculosis adalah penyebab tersering, diikuti oleh M.bovis (Bayazit, 2004).

b. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan intradermal ini (Mantoux Test) dilakukan untuk menunjukkan adanya reaksi imun tipe lambat yang spesifik untuk antigen mikobakterium pada seseorang. Reagen yang digunakan adalah protein purified derivative (PPD). Pengukuran indurasi dilakukan 2-10 minggu setelah infeksi. Dikatakan positif apabila terbentuk indurasi lebih dari 10 mm, intermediat apabila

(6)

indurasi 5-9 mm, negatif apabila indurasi kurang dari 4 mm (Mohapatra, 2009).

c. Pemeriksaan Sitologi

Spesimen untuk pemeriksaan sitologi diambil dengan menggunakan biopsi aspirasi kelenjar limfe. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan sitologi dengan biopsi aspirasi untuk menegakkan diagnosis limfadenitis TB adalah 78% dan 99% (Kocjan, 2001). CT scan dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan biopsi aspirasi kelenjar limfe intratoraks dan intraabdominal (Sharma, 2004). Pada pemeriksaan sitologi akan terlihat Langhans giant cell, granuloma epiteloid, nekrosis kaseosa. Muncul kesulitan dalam pendiagnosaan apabila gambaran konvensional seperti sel epiteloid atau Langhans giant cell tidak ditemukan pada aspirat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2008), bahwa gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik dapat digunakan sebagai tambahan karakteristik tuberkulosis selain gambaran epiteloid dan Langhans giant cell. Didapati bahwa aspirat dengan gambaran sitologi bercak gelap dengan materi eusinofilik, dapat memberikan hasil positif tuberkulosis apabila dikultur.

d. Pemeriksaan Radiologis

Foto toraks, USG, CT scan dan MRI leher dapat dilakukan untuk membantu diagnosis limfadenitis TB. Foto toraks dapat menunjukkan kelainan yang konsisten dengan TB paru pada 14-20% kasus. Lesi TB pada foto toraks lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa, yaitu sekitar 15% kasus (Bayazit, 2004). USG kelenjar dapat menunjukkan adanya lesi kistik

multilokular singular atau multipel hipoekhoik yang dikelilingi oleh kapsul tebal (Bayazit, 2004). Pemeriksaan dengan USG juga dapat dilakukan untuk membedakan penyebab pembesaran kelenjar (infeksi TB, metastatik,

lymphoma, atau reaktif hiperplasia). Pada pembesaran kelenjar yang disebabkan oleh infeksi TB biasanya ditandai dengan fusion tendency, peripheral halo, dan internal echoes (Khanna, 2011). Pada CT scan, adanya massa nodus konglumerasi dengan lusensi sentral, adanya cincin irregular pada contrast enhancement serta nodularitas didalamnya, derajat homogenitas yang bervariasi, adanya manifestasi inflamasi pada lapisan dermal dan

(7)

subkutan mengarahkan pada limfadenitis TB (Bayazit, 2004). Pada MRI didapatkan adanya massa yang diskret, konglumerasi, dan konfluens. Fokus nekrotik, jika ada, lebih sering terjadi pada daerah perifer dibandingkan sentral, dan hal ini bersama-sama dengan edema jaringan lunak

membedakannya dengan kelenjar metastatik (Bayazit, 2004).

VI. Rencana Asuhan Keperawatan PENGKAJIAN

1. Identitas klien: selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga.

2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit. 3. Riwayat penyakit sekarang:

Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.

4. Riwayat penyakit dahulu:

 Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh?

 Pernah berobat tapi tidak sembuh?  Pernah berobat tapi tidak teratur?  Riwayat kontak dengan penderita TBC.  Daya tahan yang menurun.

 Riwayat imunisasi/vaksinasi.  Riwayat pengobatan.

5.  Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.  Riwayat keluarga.

 Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.  Aspek psikososial.

 Merasa dikucilkan.

 Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.  Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.

 Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.

(8)

 Tidak bersemangat dan putus harapan. Lingkungan:

 Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak.

6. Pola fungsi kesehatan.

1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan. Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi. 2) Pola nutrisi - metabolik.

Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek. 3) Pola eliminasi

Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali. 4) Pola aktifitas – latihan

Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).

5) Pola tidur dan istirahat

Iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari. 6) Pola kognitif – perseptual

Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial, umumnya dari keluarga tidak mampu.

7) Pola persepsi diri

Anak tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah. 8) Pola peran – hubungan

Anak menjadi ketergantungan terhadap orang lain (ibu/ayah)/tidak mandiri. 9) Pola seksualitas/reproduktif

Anak biasanya dekat dengan ibu daripada ayah. 10) Pola koping – toleransi stres

Menarik diri, pasif. PEMERIKSAAN FISIK

(9)

 Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).

 Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.

 Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.

 Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari.

 Pada tahap dini sulit diketahui.  Ronchi basah, kasar dan nyaring.

 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik.

 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.

 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak) 2. Pembesaran kelenjar biasanya multipel.

3. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula.

4. Kadang terjadi abses.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :  Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis

 Kerusakan membran alveolar kapiler  Sekret yang kental

 Edema bronchial

2. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :

 Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap  Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar

 Malnutrisi

 Terkontaminasi oleh lingkungan

 Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman

(10)

berhubungan dengan :

 Tidak ada yang menerangkan  Interpretasi yang salah, tidak akurat  Informasi yang didapat tidak lengkap  Terbatasnya pengetahuan / kognitif

4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :  Kelelahan

 Batuk yang sering, adanya produksi sputum  Dyspnoe

 Anoreksia

 Penurunan kemampuan finansial (keluarga). INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL Dx. I.

Independen

Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.

TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku.

Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan

Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.

Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru

Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas

Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi

Kolaborasi Monitor BGA

Menurunnya oksigen ( PaO2 ), saturasi atau meningkatnya PaCo2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi.

Memberikan oksigen tambahan

Membantu mengoreksi hipoksemia yang secara sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru.

(11)

Independen

Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk, bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi.

Membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.

Mengidentifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.

Memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk mendapatkan terapi pencegahan.

Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk

Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

Gunakan masker setap melakukan tindakan

Untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi

Monitor temperatur

Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani

Periode menular dapat terjadi hanya 2 – 3 hari setelah permulaan

kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit sudah berlanjut sampai tiga bulan.

Kolaborasi

Pemberian terapi untuk anak INH, Etambutol, Rifampisin

INH adalah obat pilihan bagi penyakit TB primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan etambutol untuk 2 bulan pertama.

Pyrazinamid ( PZA ) / aldinamide, Paraamino Salicyl ( PAS ), Sycloserine, Streptomysin

Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

Monitor sputum BTA

Klien dengan 3 kali pemeriksaan BTA negatif, terapi diteruskan sampai batas waktu yang ditentukan.

Dx. III. Independen

Kaji kemampuan belajar klien misalnya : tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya.

Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien.

(12)

Mengidentifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya : hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo.

Mengindikasikan perkembangan penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya.

Menekankan pentingnya asupan diet TKTP dan intake cairan yang adekuat.

Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai membantu mengencerkan dahak.

Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga misalnya : jadwal minum obat.

Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan informasi dapat membantu mengingatkan klien.

Menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang diharapkan dan perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain.

Meningkatkan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan therapi dan mencegah terjadinya putus obat.

Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul, misalnya : mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.

Dapat mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani terapi.

Merujuk pemeriksaan mata saat memulai dan menjalani therpi etambutol.

Efek samping utama etambutol adalah menurunkan ketajaman penglihatan dan juga mengurangi kemampuan untuk mempersepsikan warna hijau.

Memberikan dorongan pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan/keprihatinannya serta memberikan jawaban yang jujur atas pertayaannya. Jangan berusaha menyangkal pernyataanya.

Memberikan kesempatan untuk mengubah pandangannya yang salah dan meredakan kecemasannya. Penyangkalan terhadap perasaannya akan memperburuk mekanisme koping yang merugikan kesehatannya.

Review tentang cara penularan TB ( misalnya : umumnya melalui inhalasi udara yang mengandung kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan resiko kambuh kembali.

Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan / kambuh kembali. Komplikasi yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penyembuhan TB meliputi : formasi abses, empisema, pneumothorak, fibrosis, efusi pleura, empyema, bronkhiektasis, hemoptisis, ulcerasi GI, fistula bronkopleural, TB laring, dan penularan kuman.

Dx. IV. Independen

(13)

Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan :

1. Catat turgor kulit 2. Timbang berat badan

3. Integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare.

Digunakan untuk mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi

Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai

Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet klien.

Meonitor intake dan output secara periodik.

Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada

hubungannya dengan medikasi. Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB.

Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

Anjurkan bedrest

Membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.

Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi

Mengurangi rasa yang tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.

REFERENSI

Ioachim HarryL, Medeiros. Lymph Node Pathology, Fourth Edition, Lippincot Wiilliam & Wilkins ;2003: 294-303

Kumar Vinay, Cotran S. Ramzi, Robbins L. Stanley. Robbins Basic Pathology. 8th Edition. W.B Saunders Company. Philadelphia. Pennsylvania. 2007.p.667-686

Sharma, Sangeeta, dkk. 2009.Clinical Profile And Treatment Outcome Of Tuberculous Lymphadenitis In Children Using Dots Strategy. Available from:

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi

27 MIFTAHUL ULUM, S.Pd.I - MI NU Maslakhul Falah Glagah Waru Undaan Kudus - Guru Kelas.. 28 ALIM PURWANTI, S.AG - MI N Prambatan

 Decibel adalah pengukuran umum yang digunakan pada bidang elektronika untuk menentukan loss atau gain (penguat) sebuah system.  Decibel merupakan perbandingan daya,

Sebagai contoh, ketika kita sedang memilih sebuah frame frame pada Timeline dan kemudian kita klik tombol mouse kanan, maka Context menu yang muncul adalah yang

Logo sponsor akan dicantumkan pada backdrop dengan ukuran large (L) yang akan dipasang selama event HEXION 2016 berlangsung di Kampus Anggrek BINUS University.  Logo

 Amalan gaya hidup sihat memang banyak kepentingannya kepada manusia. Dengan mengamalkan gaya hidup sihat, seseorang akan sentiasa sihat, cergas dan bertenaga.Oleh itu, setiap

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh signifikan perhitungan yang lebih kecil dari 0,05 (p&gt;0,05), maka Ho yang menyatakan tidak ada hubungan antara persepsi kebersihan

Data sarana dan prasarana Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak terdiri dari laporan posisi barang milik negara di neraca posisi per tanggal 31 Desember 2014 tahun