KOORDINASI PERENCANAAN RUANG DAN IZIN
PEMANFAATAN LAHAN DALAM UPAYA MENGATASI
TUMPANG-TINDIH
Oleh:
Baba Barus
Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) LPPM IPB Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta
Email : bbarus@ipb.ac.id; Bababarus@yahoo.com
Seminar : Koordinasi Kebijakan Pengelolaan dan Penyediaan Lahan dan Air Bogor, 11 Oktober 2012, diselenggarakan oleh Kemenko Ekonomi
Materi
1. Pendahuluan
2. Karakter lahan sawah di Indonesia
3. Karakter lahan sawah yang dilindungi
4. Perencanaan Ruang untuk Perlindungan Lahan
5. Izin Pemanfaatan ruang (lahan)
6. Implikasi dan Solusi
7. Penutup
Sawah di Kecamatan Leuwiliang, 2012
Terletak dalam 1 hamparan yang luas dan didukung dengan infrastruktur yang baik dan kesesuaian fisik; potensi konversi lahan sawah sedang
I. Pendahuluan
•
UU 41 tahun 2009 tentang PLPPB
-- Pencarian lahan dari lahan aktual dan potensial
-- penetapan status LP2B, LCP2B, KP2B
•
Perlindungan lahan di Perencanaan Ruang (RTRW)
•
Kebijakan perencanaan dan izin pemanfaatan tanah yang
tumpang tindih (adanya dua aktivitas yang berbeda pada satu
lokasi / ruang) dapat menimbulkan konflik atau percepatan
konversi lahan pangan, dll
•
Ancaman konversi lahan pangan ke bentuk pemukiman,
perkebunan dan kehutanan, dll saat ini terjadi karena
perencanaan dan atau perijinan pemanfaatan ruang
•
Diperlukan kebijakan yang mensinkronkan instansi vertikal
dan sektoral untuk menyelamatkan dan/atau
mengembangkan lahan pangan ?
II. Karakter lahan sawah di Indonesia
•
Keberadaan hamparan di kabupaten penghasil beras adalah berukuran besar
sedangkan di kabupaten bukan penghasil beras berukuran kecil
Adanya pengaruh infrastruktur irigasi teknis
•
Luasan pemilikan dominan kecil
ketimpangan pemilikan lebih kecil di Jawa dibanding luar jawa
•
Produktivitas bervariasi (dari IP dan produksi)
Jawa 3x; Sumatra 2 x; lainnya 1 –
di Jawa juga bervariasi
Cerminan lingkungan dan sosial budaya ?
•
Ekonomi
skala ekonomi bervariasi, tetapi lebih besar dari 2 ha dianggap baik
(referensi dan diskusi lapangan menunjukkan lahan minimum yang diperlukan untuk
sawah di Jawa 0.5 -0,75 ha; 1 - 5 ha Luar Jawa; tegalan 1 – 2 ha Jawa, 2,5 – 5 ha)
saat ini lahan pertanian terancam berubah karena ‘kalah bersaing’
•
Sawah berada di kawasan budidaya dan lindung
legal dan tidak legal ?
Sawah di Kampung Muara 1, Desa Cibunian, Kec Pamijahan, Bogor
Produktivitas lahan 2,5 – 4 ton/ha; IP3; 50% penduduk tidak memiliki sawah (dari 90 KK); pemilikan lahan sawah berkisar 0,3 ha; kesesuaian fisik sawah dominan S3; potensi
konversi rendah; ketergantungan penduduk ke sawah sangat tinggi; adanya air
irigasi/sungai dan mata air, berbatasan dengan kawasan lindung ; ada di kawasan hutan; kena bencana gempa sebulan yang lalu
III. Karakter lahan sawah yang dilindungi
•
Persyaratan dari UU No 41 tahun 2009 untuk dilindungi :
--
kawasan budidaya di RTRW
-- aktual : produktivitas tinggi, kesesuaian paling baik
infrastruktur (irigasi, jalan)
dukungan sosial tinggi dan ekonomi menguntungkan
•
Daerah sawah yang berpotensi tidak akan dilindungi karena:
-
produktivitas rendah, tidak sesuai secara fisik,
- di kawasan lindung,
- tidak didukung oleh pemilik / tidak ada dukungan sosial
- tidak menguntungkan secara ekonomi, dll
•
Penetapan LP2B dll – keputusan politis – yang dapat
tidak mengikuti kriteria teknis ‘terbaik’
•
Perlunya pemahaman bahwa LP2B adalah untuk
keperluan publik (seperti Kaw Lindung)
IV. Perencanaan Ruang (RTRW) untuk Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
•
Pertimbangan penyusunan ruang : daya dukung secara fisik – lingkungan,
sosial dan ekonomi –
untuk publik
•
Pada periode lalu (sebelum UU Penataan Ruang No 26, tahun 2007);
kebijakan alokasi ruang di RTRW yang akan mengkonversi lahan sawah
menjadi bukan sawah mencapai luasan
sebesar 30 %
dari total sawah
•
Kondisi pasca UU No 26, 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No 41, 2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ???
STATUS PERDA RTRW PROVINSI KABUPATEN KOTA
1). Proses Revisi 0 13 5
2). Proses Rekomendasi Gubernur 0 0 1
3). Sudah Pembahasan BKPRN 0 3 3
4). Sudah Mendapatkan Persetujuan Substansi Menteri PU
5). Perda 14 149 46
Total 33 398 93
Progres Persetujuan Substansi 100.0 % 96.0 % 90.3 %
Progres Perda RTRW 42.4 % 37.4 % 49.5 %
19 233 38
• Penentuan pola ruang– tujuan Provinsi Jabar menjadi kawasan konservasi !!!
• Tumpang tindih antara zonasi dengan aktual penggunaan lahan yang tidak sejalan
Perencanaan Pola Ruang - 2
Spatial Zone Area (Ha) % zone Development area 89220,67 100
enclave 3168,63 3,55
production forest 3971,27 4,45 limited production forest 7542,22 8,45 community forest 23287,57 26,10 rural settlement 10477,10 11,74 urban settlement 6292,49 7,05 estate crop 12132,40 13,60 agricultural wet land 8583,65 9,62 agricultural dry land 13765,35 15,43
Protective area 220380,16 100 Conservation forest 15393,22 6,98 Protection forest 75053,84 34,06 medium landslide hazard 83621,96 37,94 high landslde hazard 20058,60 9,10 vulcanic eruption hazard area 4583,28 2,08 medium tsunami hazard 1262,20 0,57 high tsunami hazard 2470,60 1,12 water catchment area 11224,19 5,09 karst protection area 56,25 0,03 beach buffer protection 709,28 0,32 river buffer protection 5946,75 2,70
Keberadaan sawah di Pola Ruang di Kab Garut
(Sumber : Barus et al, 2012)
Bagaimana Pemda Kab Garut menyelamatkan sawah ?
LP2B dibuat dalam tabular dan Lampiran ke dokumen RTRW ???
Tidak tercermin secara eksplisit diselamatkan
Distribusi status keamanan lahan padi sawah
dalam pola peruntukan ruang
(Sumber : Barus et al, 2012)
Catatan :
• Kenampakan sawah
menyebar di hampir semua wilayah
• Indikasi representasi
lingkungan fisik dan sosial
• Implikasi perencanaan pola ruang menunjukkan bahwa yang aman sangat sedikit – jauh dari
keinginan
• Daerah sawah yang tidak akan terselamatkan relatif besar
Class Area (ha) %
1 (highly secure) 5.603 12,38 2 (secure) 5.157 11,39 3 (less secure) 32.246 71,22 4 (unsecure) 2.272 5,02
grand total 45.278 100
lahan basah, enclave hutan lindung, konservasi daerah bahaya lanslide, dll pemukiman, lahan kering
Tumpang-tindih terkait perencanaan, penggunaan, penguasaan, pemilikan, pemanfaatan
Draft RTRW Kab Tapin, Kalsel
Perencanaan Pola Ruang - 3
Daerah aktual sawah (irigasi/tadah hujan, rawa ps, rawa) : 61 825 ha
Sawah dijadikan pemukiman, terletak di koridor jalan provinsi dan kabupaten 17 231 ha Prtanian lahan basah di pola ruang 44 594 ha (merupakan aktual) (dan LCP2B 4831 ha) dinyatakan sebagai daerah LP2B; tetapi belum didukung dengan peta sawah terbaru yang dikonversi adalah yang terbaik -- paling sesuai dan produktivitas tertinggi
Pertanian lahan basah (aktual sawah) Kaw perkebunan (aktual rawa) Daerah koridor pemukiman (aktual sawah)
Sumber : Bappeda, Kab Tapin dan Dinas Pertanian, Kab Tapin, 2012 Apakah pola ruang
Perencanaan Pola Ruang - 4
Daerah yang direncanakan pemukiman atau lahan sawah – menyebar dgn blok besar Apakah mudah merealisasikan ?? Untuk sawah yang mudah jika aktual sawah
Sawah aktual dalam rencana Pola Ruang (draft)
sawah
Daerah sawah aktual banyak berada di luar daerah yang direkomendasikan pola ruang Daerah yang diarahkan menjadi pemukiman banyak menempati daerah sawah (sudah terjadi dari dokumen RTRW sebelumnya)
Sebagai draft , mudah diakses publik, dan masih ada peluang diperbaiki
Sumber: PSP3 IPB dan Dinas Pertanian Kab Bogor, 2012
•Luas sawah 45 221 ha
•Sawah sebagai PLB di Pola Ruang 12 522 ha (28%)
•Sawah sebagai kaw pemukiman di Pola Ruang 18 085 ha (40%)
•Sawah di kaw lindung/ konservasi 15 000 ha (3,5%)
• sawah di kaw hutan produksi 3 678 ha (8%)
V. Izin Pemanfaatan Ruang / Lahan
Izin lokasi/ Izin peruntukan penggunaan tanah/kepentingan pembangunan Izin usaha perkebunan / perumahan /pertambangan ... HGU / HGB .../ hak pinjam pakaiAda ketelibatan berbagai instansi sektoral dan vertikal
Proses utama dalam perolehan hak – izin pemanfaatan :
Simpul: Pelaku: Pemerintah kab/kota didukung instansi terkait (PJ bervariasi) BPN ikut dalam pertimbangan teknis sejak 2011 (periode 2006 – 2010 bervariasi) Pengukuran oleh BPN Pemerintah kab/kota Terutama instansi terkait ; ada dok amdal,
dll secara normatif ke produktifitas – ada kewajiban pelaporan dari investor BPN, dengan pertimbangan pemerintah daerah (berbagai persyaratan) Masalah:
• Apakah dengan dijalankan proses ini secara legal dan benar, akan menyelamatkan LP2B ?
• proses pendataan dan administrasi perizinan – bagaimana hub dengan sistem informasi
• proses pemantauan dan evaluasi tidak berjalan dengan baik ?
Pengukuran oleh BPN
Izin lokasi, HGU dan izin pertambangan, sawit, karet di Kabupaten Tapin, Kalsel
Izin Pemanfaatan Lahan - 2
HGU perkebunan Izin lokasi Izin Kadastar Izin tambang Aktual sawit Aktual karet
•Perijinan lokasi untuk perkebunan di luar sawah; berada di kaw perkebunan
•Ijin lokasi secara fisik berada di ‘daerah kubah’ (perlu data akurat)
•Perijinan tambang tumpang-tindih dengan karet;
•Saat ini ada masyarakat memblokir HGU – indikasi kesalahan di perencanaan atau izin?? Rencana lahan
pemukiman yg
mengurangi sawah – di koridor atau dekat pemukiman
Sumber: Bappeda, BPN, BPPT Bogor, 2012
Izin Pemanfaatan Lahan - 3
Sawah HGU Ijin lok
Sawah berada di HGU Sawah di kaw Konservasi
Tumpang-tindih :
• HGU di kaw konservasi
• Sawah di kaw pemukiman
• Ijin lokasi di kawasan pemukiman, tetapi aktual sawah
•Sawah yang ada banyak sudah di daerah yang berijin untuk peruntukan tertentu trtm perumahan
•Sawah tidak produktif
karena kekurangan air, dam rusak, dst
Sawah kering Mata air rusak Dam rusak
Prodktft rendah Air irigasi banyak Pemilikan kecil Mata air ada
Prodktft sedang Air irigasi terbatas pemilikan kecil Mata air perusahaan
VI. Implikasi dan Solusi
•
Fakta menunjukkan percepatan konversi sawah ke non sawah masih terjadi
yang dimulai dari perencanaan hingga pemanfaatan
•
Peran perencanaan masih besar dalam bagian proses konversi lahan sawah;
•
Proses pemberian perizinan yang tidak terkordinasi dan tidak teradministrasi
dengan baik dalam waktu 2006 – 2011 kemungkinan menghasil kan
pemanfaatan yang tidak sesuai yang diharapkan
•
Pertimbangan politis dan ekonomis dalam perencanaan dan perijinan masih
tercermin dalam pemanfaatan ruang
•
Sebagian sawah tidak menghasilkan produksi optimum/maksimum dapat
karena kekurangan air, lingkungan rusak, dam rusak, kesesuaian rendah,
pengelolaan tidak baik, dst
Solusi yang diperlukan
1. Sawah sebagai bagian penetapan wilayah publik, perlu dipertegas dan
dijalankan – dan intervensi dari pemerintah harus dilakukan
2. Perencanaan / draft perlu segera dievaluasi kembali, dan penyusunan kembali
lokasi lahan pangan yang dilindungi bila perlu direvitalisasi
3. Proses pemberian izin pemanfaatan ruang harus dipantau , dan diatur kembali.
Penentuan lembaga yang berwenang harus dibuat.
4. Keperluan data yang akurat untuk mendukung perencanaan, perijinan dan
monev
Ilustrasi Solusi - 2
Pola ruang skrg / draft KL PK KB LK KB LB HL PK Aktual LCLU KBLK Status, Daya dukung fisik, sosial dan ekonomiP
K
HT PK SB swh TGL P K Pola ruang usulan HP SB HP LK KPLB HL PK KBLK P K KPLB HP Investor Perlu luasan A;Bisa banyak pilihan KBLK PK HL
P
K KPLB HP
Izin lokasi dengan luasan lebih besar Izin lokasi dengan
VII. Penutup
1. Strategi penetapan lahan sawah sebagai
kawasan publik
harus dilakukan dimulai dari pusat dan dikompromikan
dengan daerah
2. Koordinasi penyelamatan lahan dimulai dari perencanaan
ruang yang benar dan
peran semua para-pihak disertakan
,
khususnya petani
3. Koordinasi izin pemanfaatan ruang yang tepat dalam
wadah perencanaan yang benar dan
menghitung lebih
jauh
dari yang terekspresikan dalam ruang tersebut
4. Monev
penggunaan ruang diberikan prioritas penting
yang merupakan cerminan koordinasi instansi vertikal dan
sektoral – shg penyelamatan dapat dgn cepat dilakukan
5. Pembuatan data yang baik dan akurat (
audit lahan, BBSLDP,
2012
) perlu
dipercepat
secara nasional dan
dapat diakses
publik
Referensi
Barus, B. L.S. Iman, Dyah R. Panuju, K. Gandasasmita, Reni, K. 2012. The Role of Regional Spatial Planning to Protect Paddy Field in Indonesia: A Case Study in Garut District. The Regional Workshop and Southeast Asia Food Sovereignity. In ICC, Bogor, IPB-Exceed, and TU
Braunschweig, September 17-21, 2012
BBSDLP, 2012. Optimizing land and water for food security. Ministry of Agriculture. The Regional Workshop and Southeast Asia Food Sovereignity. In ICC, Bogor, IPB-Exceed, and TU
Braunschweig, September 17-21, 2012
Munsyarif, 2011. Konsepsi Penentapan Batasan Minimum dan Maksimum Penguasaan, Pemilikan dan Pemanfaatan Tanah Pertanian. Jurnal Iptek Pertanahan, Puslitbang BPN
Rustiadi, E., M. Raymadoya, B. Barus, L.S. Iman, D. Shiddiq, B.H. Trisansongko, 2012. Tani Cermat abad 21 (Bimas 21). Kerjasama Faperta dengan BBSDLP, Kementan
B. Barus, D.R. Panuju, L.S. Iman, B.H.Trisasongko , K. Gandasasmita, dan R. Kusumo. 2011 Pemetaan Potensi Konversi Lahan Sawah dalam Kaitan Lahan Pertanian berkelanjutan dengan Analisis Spasial. Dalam Ariyanto, et al editor, Prosiding Seminar dan Kongres Nasional X HITI. UNS.
Barus, B. 2012. Membangun Penyelenggaraan Sistem Administrasi Pertanahan di Kabupaten Nunukan : Pengalaman pada Kajian Penyelenggaraan 9 Kewenangan Pertanahan di Studi LMPDP 2006-2010 dan Lainnya. Disampaikan : Workshop “Pembaruan Agraria Untuk
Kesejahteraan Masyarakat di Daerah Perbatasan”. Di Kabupaten Nunukan, Kaltim, 18-19 Juni 2012
Satyawan, S et al. 2012. Pengkajian HGU maks (lap kemajuan). Kerjasama PSP3 LPPM IPB dengan Litbang BPN