• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pada satu dekade terakhir. Adopsi internet yang cukup cepat dalam industri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pada satu dekade terakhir. Adopsi internet yang cukup cepat dalam industri"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan internet dalam bisnis pariwisata mengalami perkembangan pesat pada satu dekade terakhir. Adopsi internet yang cukup cepat dalam industri perhotelan selain karena keunggulan yang dimiliki internet sebagai media pemasaran juga dilatarbelakangi oleh semakin diterimanya keberadaan internet khususnya oleh wisatawan untuk merencanakan perjalanan. Internet telah diadopsi secara ekstensif oleh bisnis pariwisata seperti hotel, jasa penerbangan, dan agen perjalanan (Karanasios dan Burgess, 2008). Fungsi pemasaran pada bisnis pariwisata memiliki makna yang sangat penting, dan fungsi pemasaran yang mengalami tingkat transformasi tertinggi akibat peran internet adalah fungsi distribusi (Buhalis dan Law, 2008). Sejalan dengan pernyataan tersebut Kracht dan Wang (2010) mengungkapkan bahwa peran internet telah mengubah bisnis pariwisata secara dramatis, terutama pada saluran distribusi di mana internet mem-bypass peran agen perjalanan yang kemudian mengubah peta distribusi pariwisata. Internet telah menjadi media yang amat penting bagi konsumen dan pemasok untuk mengakses dan menyediakan informasi, berkomunikasi, dan melakukan transaksi (Law et al., 2010).

Adopsi internet yang cepat dalam bisnis pariwisata sebagai media pemasaran khususnya dari sisi pemasok dilatarbelakangi oleh keunggulan teknologi internet (Reino et al., 2011). Keunggulan internet bagi pemasok antara lain, efisiensi

(2)

transaksi, saluran distribusi berbiaya rendah, peningkatan pelayanan konsumen melalui pelayanan terpersonalisasi, peningkatan kualitas pelayanan, penurunan biaya (Huang, 2008), memperpendek saluran distribusi, dan komunikasi yang semakin mudah dan berbiaya rendah (Reino et al., 2011). Hal serupa terjadi pada sisi wisatawan, di mana internet telah menjadi media utama untuk mencari informasi dan melakukan pemesanan yang kemudian mengubah bagaimana wisatawan merencanakan dan membeli program perjalanan (Pesonen, 2013). Hal ini dilatarbelakangi oleh lebih tingginya nilai yang dirasakan konsumen melalui penggunaan internet. Saat semakin banyak produsen dan perantara menawarkan produk perjalanan secara online, wisatawan terpapar pada informasi dan pilihan yang ekstensif tanpa mengeluarkan banyak biaya dan waktu (Kracht dan Wang, 2010). Dengan demikian, melalui penggunaan internet dalam merencanakan perjalanan, wisatawan memperoleh nilai yang lebih baik dari setiap transaksi.

Jumlah wisatawan yang memanfaatkan internet untuk merencanakan program berlibur terus meningkat setiap tahun, hal ini tercermin dalam pertumbuhan penjualan online produk perjalanan secara global yang terus meningkat selama empat tahun terakhir dengan persentase rata-rata sebesar 10 persen (eMarketer, 2014). Popularitas penggunaan internet sebagai media komunikasi dan transaksi mengundang ketertarikan pada isu efektivitas website, sehingga menjadi landasan sejumlah riset empiris untuk menganalisis variabel yang mempengaruhi efektivitas website.

Penggunaan internet dalam bentuk website hotel sebagai media komunikasi dan transaksi diharapkan menghasilkan keluaran berupa pendapatan dari reservasi

(3)

online. Hal ini diungkapkan oleh Scharl et al. (2004) bahwa efektivitas website dapat diukur dari variabel niat pembelian online, pemesanan online, pendapatan online, dan website traffic. Variabel efektivitas yang lebih banyak dianalisis adalah niat pembelian online (Ranganathan dan Jha, 2007; Cabezudo et al., 2008; Ozkan et al., 2010; Lin et al., 2011; Martin et al., 2011; Chang et al., 2012; Kim dan Lennon, 2013; Kim et al., 2013). Penelitian ini menganalisis niat pembelian online dan pembelian aktual, karena kontribusi yang lebih nyata dari indikator ini terhadap kinerja keuangan perusahaan.

Di balik popularitas internet yang semakin meningkat dalam bisnis perjalanan, terdapat isu bisnis yang kontradiktif terkait perilaku pembelian online. Saat penggunaan internet semakin meningkat dalam merencanakan dan membeli produk perjalanan, sejumlah besar pengunjung justru memutuskan untuk membatalkan pembelian pada tahap akhir penyelesaian transaksi online yaitu tahap pembayaran. Data pada Tabel 1.1 menunjukkan penjualan global produk perjalanan secara online. Data menunjukkan bahwa penjualan global produk perjalanan secara online meningkat setiap tahun dari tahun 2011 hingga tahun 2014. Persentase penjualan global produk perjalanan secara online terhadap total penjualan global produk perjalanan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 persentase penjualan online terhadap total penjualan sebesar 37,1 persen, tahun 2012 sebesar 38,9 persen, tahun 2013 sebesar 40,4, dan pada tahun 2014 sebesar 42,3 persen.

Peningkatan penjualan produk perjalanan secara online ternyata tidak diikuti oleh peningkatan rasio perampungan transaksi online. Rasio perampungan

(4)

transaksi umum disebut abandonment rate, yang didefinisikan sebagai rasio transaksi online yang tidak dirampungkan terhadap total transaksi online yang dirampungkan (American Marketing Association, 2012).

Tabel 1.1

Penjualan Global Produk Perjalanan secara Online Periode 2011 - 2014

Tahun Total penjualan (miliar US$)

Penjualan online (miliar US$)

Persentase penjualan online terhadap total

penjualan (%) 2011 917 340 37,1 2012 962 374 38,9 2013 1.011 408 40,4 2014 1.053 446 42,3 Sumber: eMarketer, 2014

Area waktu terjadinya pengabaian transaksi (abandonment) adalah setelah konsumen memutuskan untuk membeli produk atau jasa pada website vendor. Konsumen kemudian memasuki halaman transaksi online, melengkapi tahapan demi tahapan transaksi, namun meninggalkan tahapan akhir transaksi tak terlengkapi, dengan kata lain transaksi tidak dirampungkan (Rajamma et al., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun memiliki niat pembelian online, konsumen tidak begitu saja terdorong untuk melakukan pembelian aktual. Kesimpulan ini merujuk pada definisi dari niat pembelian online yaitu keinginan dan kesediaan konsumen untuk melakukan pembelian produk atau jasa secara online (Kim dan Lennon, 2013), dan definisi pembelian aktual yaitu suatu kondisi di mana konsumen telah melakukan pembelian secara online (Shareef et al., 2013) Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan abandonment rate secara global pada industri ritel termasuk industri perjalanan dari tahun 2011 hingga tahun 2014.

(5)

Ditunjukkan pada Tabel 1.2 bahwa abandonment rate selama empat tahun terakhir secara rata-rata berada di kisaran 70 persen, yang berarti bahwa tujuh dari sepuluh pengunjung yang berada pada tahap transaksi tidak merampungkan proses transaksi hingga selesai.

Tabel 1.2

Abandonment Rate Global Periode 2011-2014

Tahun Abandonment rate (%)

2011 68,9

2012 72

2013 71,2

2014 68,1

Sumber: Baymard Institute, 2014

Kedua data tersebut menunjukkan bahwa niat pembelian online tidak serta merta mendorong pembelian aktual. Temuan oleh Thongpapanl dan Ashraf (2011) mengkonfirmasi kesimpulan data ini. Diungkapkan bahwa niat pembelian online berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pembelian aktual, dan niat pembelian online masih dapat menjadi prediktor dari pembelian aktual, namun hanya niat pembelian saja tidak cukup untuk mempengaruhi pembelian. Diduga terdapat faktor lain yang mempengaruhi pembelian aktual secara lebih signifikan di lingkungan online. Wilson (2010) menemukan bahwa niat pembelian online belum sepenuhnya mampu memprediksi pembelian aktual, di mana dari seluruh konsumen online yang telah memasuki tahap transaksi hanya 50 persen yang akhirnya menyelesaikan transaksi online. Walaupun konsumen online memiliki niat pembelian yang tinggi, mereka akhirnya berhenti di tengah proses transaksi atau tidak menyelesaikan transaksi online (Negra dan Mzoughi, 2012).

(6)

Isu bisnis dan kajian empiris di atas tampaknya kontradiktif dengan Theory of Planned Behavior (TPB) dan temuan sejumlah studi sejenis. TPB menyatakan bahwa niat merupakan prediktor kuat dari perilaku. Studi oleh Fogel dan Schneider (2009); Guo dan Barnes (2011); Hsieh dan Liao (2011); Lim (2013); Lin (2008) menemukan bahwa niat pembelian online berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian aktual. Kontradiksi ini kemudian menjadi celah penelitian yang ingin diisi melalui penelitian ini. Dari isu tersebut, penelitian ini menduga bahwa TPB belum mampu secara sepenuhnya menjelaskan perilaku pembelian konsumen yang terjadi di lingkungan online. Sifat interaksi antara konsumen dan produsen di lingkungan online sangat berbeda dengan di lingkungan offline, terutama akibat ketiadaan interaksi tatap muka (Cheng et al., 2012). Hal ini menjadi penyebab perbedaan perilaku pembelian konsumen di lingkungan online dan offline.

TPB dikembangkan oleh Icek Ajzen pada tahun 1985, pada saat konsumen belum memanfaatkan internet untuk melakukan pembelian atau reservasi, dan TPB dikonfirmasi secara luas dalam menjelaskan perilaku pembelian secara offline. Bermula dari celah penelitian yang mendasari dugaan bahwa TPB belum mampu secara sepenuhnya menjelaskan perilaku pembelian konsumen di lingkungan online, penelitian ini menyertakan variabel persepsi risiko dan trust di samping variabel niat di dalam model. Model ini merupakan integrasi dari TPB, perceived risk theory, dan trust, di mana penelitian serupa belum pernah dilakukan sebelumnya. Ketiga variabel ini diuji pengaruhnya terhadap reservasi aktual. Penyertaan variabel persepsi risiko dan trust dalam model ditujukan untuk

(7)

menjelaskan perubahan atau varian pada pembelian aktual yang belum mampu dijelaskan oleh niat pembelian online. Dengan demikian, penambahan variabel persepsi risiko dan trust dalam model dapat mengisi celah penelitian dengan memperkaya TPB dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku pembelian online secara lebih komprehensif dan akurat. Di sisi lain, integrasi persepsi risiko, trust, dan variabel consumer decision model dalam model penelitian sebagai faktor yang juga mempengaruhi niat reservasi online dapat memberikan pengaruh gabungan terhadap niat reservasi online. Ranganathan dan Jha (2007) menyebutkan bahwa kombinasi variabel kunci dari riset-riset sebelumnya dapat menghasilkan pengaruh kombinasi terhadap niat pembelian online. Karakteristik niat yang dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor kunci perilaku pembelian online dapat mempengaruhi signifikansi hubungan kausal antara niat reservasi online dengan reservasi aktual. Dengan demikian, model integratif dapat memberikan kontribusi terhadap kekuatan niat dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku, atau dengan kata lain meningkatkan signifikansi variabel niat pada TPB dalam menjelaskan perilaku pembelian online.

Di samping menganalisis pengaruh niat, persepsi risiko, dan trust terhadap reservasi aktual, penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh relatif masing-masing dari ketiga variabel tersebut terhadap reservasi aktual. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kekuatan prediktif TPB, perceived risk theory, dan trust dalam menjelaskan reservasi aktual online, sehingga memperoleh urutan prioritas signifikansi dan pengaruh dari variabel tersebut dalam memprediksi reservasi aktual. Analisis ini dapat memberikan kontribusi secara

(8)

teoritis untuk mengetahui teori dengan relevansi tertinggi dalam menjelaskan perilaku pembelian di lingkungan online. Secara praktis, variabel dengan pengaruh dominan perlu diprioritaskan dalam upaya untuk meningkatkan reservasi aktual.

Penyertaan variabel persepsi risiko dalam model didasari oleh dugaan bahwa persepsi risiko merupakan faktor yang kuat mempengaruhi perilaku pembelian online. Dugaan ini dilandasi oleh kajian empiris sebelumnya yang menemukan bahwa persepsi risiko merupakan faktor yang mencegah konsumen melakukan pembelian online (D' Alessandro et al., 2012; Liu dan Forsythe, 2010; Xu et al., 2010). Cunningham et al. (2005) menemukan bahwa persepsi risiko muncul di setiap tahap keputusan pembelian dimulai dari pengenalan kebutuhan hingga perilaku pasca pembelian. Studi tersebut menemukan bahwa pada tahap pengambilan keputusan pembelian yaitu di antara niat pembelian dan perilaku pembelian, persepsi risiko berada pada tingkat tertinggi dengan persepsi risiko finansial dominan menurunkan reservasi online. Temuan ini didukung oleh temuan sejumlah studi yang menyatakan bahwa kekhawatiran konsumen terhadap adanya risiko finansial, yang diakibatkan oleh transaksi online yang kurang aman dan penyalahgunaan data personal, dapat mencegah konsumen melakukan transaksi atau pembelian online (Chang et al., 2012; Sahney et al., 2013). Berdasarkan kajian empiris tersebut, penelitian ini menduga bahwa persepsi risiko merupakan faktor yang signifikan dan dominan mempengaruhi reservasi aktual.

Penyertaan variabel trust dalam model dilatarbelakangi oleh temuan kajian empiris sebelumnya, yang mendasari dugaan bahwa trust merupakan faktor

(9)

penting yang mempengaruhi perilaku pembelian online. Kajian empiris tersebut antara lain, Elliot dan Yannopolou (2007) menemukan bahwa pada situasi di mana persepsi risiko rendah, familiaritas saja cukup untuk mendorong konsumen mengambil keputusan pembelian. Namun demikian, dalam kondisi pembelian di mana persepsi risiko tinggi, trust adalah faktor yang sangat penting untuk mendorong konsumen melakukan pembelian. Kondisi pembelian dengan persepsi risiko tinggi terjadi di lingkungan online. Cunningham et al. (2005) menemukan bahwa persepsi risiko lebih tinggi pada pembelian di lingkungan online dibandingkan dengan di lingkungan offline. Hal ini diakibatkan oleh ketidakhadiran interaksi langsung pada komunikasi melalui internet (Cheng et al., 2012) sehingga mencegah konsumen melakukan kontak dengan elemen fisik produk untuk menilai kualitasnya (Martin et al., 2011). Karakteristik lingkungan online ini meningkatkan kekhawatiran konsumen bahwa produk yang ingin dibeli secara online tidak mampu memenuhi harapan mereka terkait dengan kualitas produk (Chang dan Chen, 2008). Dengan kata lain, terdapat kekhawatiran bahwa transaksi secara online tidak dapat memberikan nilai finansial yang diharapkan. Sejalan dengan temuan Elliot dan Yannopolou (2007) dan Cuningham et al. (2005), sejumlah studi mengkonfirmasi bahwa trust adalah faktor yang signifikan mendorong konsumen melakukan pembelian aktual di lingkungan online (Hsieh dan Liao, 2011; Shareef et al., 2013; Butt dan Aftab, 2013; Kim et al., 2011). Isu kedua yang melatarbelakangi penelitian ini adalah belum terdapatnya studi yang mempergunakan pendekatan integratif dalam menganalisis keputusan pembelian online. Pendekatan integratif merujuk pada model keputusan

(10)

pembelian dalam consumer decision model. Dalam consumer decision model, disebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen yaitu faktor stimuli pemasaran, pengaruh lingkungan, dan pertimbangan konsumen. Studi-studi terdahulu menganalisis keputusan pembelian online mempergunakan hanya satu atau dua dari ketiga faktor tersebut. Isu ini diupayakan untuk diisi dengan membangun model keputusan pembelian mempergunakan pendekatan integratif yang menyertakan faktor stimuli pemasaran, pengaruh lingkungan, dan pertimbangan konsumen secara bersama-sama. Model integratif ini menjadi penting untuk dianalisis demi mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif terhadap perilaku pembelian online.

Penelitian ini menyusun model integratif untuk menjelaskan perilaku pembelian konsumen di lingkungan online, yang merupakan integrasi dari TPB, perceived risk theory, trust, dan consumer decision model. Motivasi dari penyusunan model integratif ini adalah adanya kritik terhadap keterbatasan model parsial dalam menjelaskan perilaku pembelian konsumen, dan keunggulan yang dimiliki model integratif dalam menjelaskan perilaku pembelian konsumen. Keterbatasan tersebut antara lain diungkapkan oleh Ranganathan dan Jha (2007) bahwa pendekatan parsial menangkap hanya gambaran parsial yang kurang jelas atas perilaku pembelian online, dan kurangnya pendekatan integratif dalam menjelaskan perilaku pembelian online dapat menurunkan potensi aplikasi yang luas dari temuan. Diungkapkan pula oleh Sheppard (1988) bahwa memprediksi perilaku hanya dari niat tampak terlalu menyederhanakan proses pengambilan keputusan, dan pengaruh niat terhadap perilaku hanya akan terbukti signifikan di

(11)

dalam situasi dengan sejumlah pembatasan. Kritik atas model parsial yang memprediksi perilaku hanya dari niat, diungkapkan oleh Bray (2008), yang menyatakan bahwa TPB tidak memberi ruang atau mengikutsertakan faktor yang dapat menghalangi perilaku di samping faktor yang mampu mendorong perilaku.

Keterbatasan dari model parsial tersebut, menjadi alasan yang mendorong perlunya pengembangan model integratif untuk menjelaskan perilaku pembelian online. Seperti diungkapkan oleh Bart et al. (2005) bahwa perilaku pembelian online merupakan konsep multidimensional yang membutuhkan analisis terintegrasi dari faktor prediktor kunci perilaku yang diperoleh dari riset-riset terkait. Justifikasi lebih lanjut atas pentingnya penambahan variabel kunci untuk menyempurnakan model parsial diungkapkan oleh Bray (2008), bahwa evolusi dalam bentuk penambahan faktor dalam model dapat meningkatkan kemampuan model dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku pembelian konsumen. Ajzen (1991:199) menambahkan bahwa penyertaan prediktor tambahan dalam model dapat menangkap proporsi yang signifikan dari varian pada niat dan perilaku. Ranganathan dan Jha (2007) menyatakan bahwa model integratif memberikan wawasan yang lebih kaya dibandingkan orientasi parsial, sehingga memberikan gambaran yang lebih holistik dan komprehensif atas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian online. Dengan demikian, model integratif memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan model parsial, antara lain kekuatan yang lebih baik dalam menjelaskan dan memprediksi perilaku pembelian online, mampu menjelaskan proporsi yang lebih signifikan atas varian pada pembelian aktual dan niat pembelian online yang belum mampu dijelaskan secara

(12)

sepenuhnya oleh model parsial, sehingga model integratif mampu memberikan gambaran yang lebih holistik dan komprehensif atas faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian online.

Penelitian ini menjelaskan perilaku pembelian online mempergunakan model integratif yang menyertakan faktor stimuli pemasaran, pengaruh lingkungan, dan pertimbangan konsumen. Studi yang menganalisis pengaruh stimuli pemasaran terhadap perilaku konsumen online menekankan pada aspek-aspek seperti isi dan desain website (Law dan Bai, 2008; Loda et al., 2009; Phelan et al., 2011; Lo et al., 2013), kualitas website (Lim et al., 2009; Dholakia dan Zhao, 2010; Kabadayi dan Gupta, 2011), software, dan alat teknologis (Malaga, 2007; Cinca et al., 2010; Chang et al., 2012). Studi yang menganalisis pengaruh faktor lingkungan terhadap perilaku konsumen online mempergunakan variabel seperti online consumer review (OCR) (Chiou et al., 2013; Hsu et al., 2013; Lee dan Shin, 2014) dan norma subjektif (Guo dan Barnes, 2011; Mahrous, 2011; Zhang et al., 2007). Studi dengan faktor pertimbangan dan karakteristik konsumen meneliti pengaruh variabel demografi (Zhang et al., 2007), pengalaman pembelian terdahulu (Chen dan Barnes, 2007; Weisberg et al., 2011), trust (Hsiao et al., 2010; Hsieh dan Liao, 2011; Sahney et al., 2013), dan persepsi risiko (D’Alessandro et al., 2012; Liu dan Forsythe, 2010; Xu et al., 2010).

Dalam penelitian ini, faktor stimuli pemasaran direpresentasikan oleh variabel kualitas website dan online visibility, faktor pengaruh lingkungan dijelaskan oleh variabel OCR, dan faktor pertimbangan konsumen diwakili oleh variabel persepsi risiko dan trust. Ketiga faktor ini merupakan faktor yang mempengaruhi niat

(13)

pembelian online dan pembelian aktual. Niat pembelian online dipengaruhi oleh kualitas website, online visibility, dan OCR. Kualitas website didefinisikan berdasarkan ISO/IEC (2005) adalah kemampuan software untuk memuaskan kebutuhan pengguna saat dipergunakan dalam suatu kondisi. Website yang berkualitas, dengan desain, pelayanan konsumen, reliabilitas, dan keamanan transaksi yang tinggi dapat menurunkan persepsi risiko sekaligus meningkatkan pengalaman positif konsumen (Kim dan Lennon, 2010; Kim dan Lennon, 2013; Kesharwani dan Bisht, 2012), sehingga website yang berkualitas mampu mendorong munculnya niat pembelian online (Kuster dan Vila, 2011; Phelan et al., 2011; Kabadayi dan Gupta, 2011; Bukhari et al., 2013; Kim et al., 2013).

Penelitian ini mengembangkan pengukuran kualitas website yang belum pernah dianalisis sebelumnya, yaitu kenyamanan transaksi antara lain ketentuan pemesanan dan konsistensi harga. Kualitas website umumnya diukur mempergunakan indikator isi website (Kim dan Lennon, 2010; Kabadayi dan Gupta, 2011; Mazaheri et al., 2012; Huang et al., 2013), desain (Kassim dan Abdullah, 2010; Phelan et al., 2011; Kesharwani dan Bisht, 2012; Kim dan Lennon, 2013), dan keamanan transaksi (Kuster dan Vila, 2011; Chang et al., 2012; Shareef et al., 2013; Mayayise dan Osunmankinde, 2014).

Penambahan indikator ketentuan pemesanan dan konsistensi harga bertujuan untuk mengakomodasi perkembangan terkini di lingkungan pembelian online untuk meningkatkan relevansi pengukuran dan temuan. Pengembangan kedua indikator diadaptasi dari teori dan kajian empiris sebelumnya untuk mengukur kualitas website pada industri perhotelan. Chen et al. (2010) menemukan bahwa

(14)

ketentuan pengembalian barang merupakan indikator yang mampu menjelaskan kualitas website dengan baik. Sahney et al. (2013) menemukan bahwa kebijakan pengembalian barang mempengaruhi niat konsumen melakukan pembelian online. Mengadaptasi indikator tersebut dalam ruang lingkup perhotelan yang menawarkan produk berupa jasa, ketentuan pemesanan adalah meliputi jumlah pembayaran di muka dan ketentuan pembatalan pemesanan. Terkait pengembangan indikator konsistensi harga, Mullikin (2003) menemukan bahwa saat harga di luar harapan konsumen maka konsumen kemudian membatalkan atau menunda pembelian. Atas dasar kajian literatur tersebut, penelitian ini menambahkan indikator baru yaitu konsistensi harga untuk menjelaskan kualitas website. Cognitive dissonance theory melandasi hubungan kausal kedua indikator ini dengan niat pembelian online. Teori ini menjelaskan bahwa saat terdapat hal atau informasi yang bertentangan dengan nilai, sikap dan niat, maka seseorang berusaha membentuk consonance dengan salah satunya merubah niat yang telah terbentuk di awal.

Variabel kedua yang mempengaruhi niat pembelian online setelah kualitas website adalah online visibility. Online visibility merupakan kemunculan alamat website suatu organisasi pada media internet sehingga terekspos pada pengguna internet. Visibilitas website pada lingkungan online dibentuk oleh eksposur pada search engine, agen perjalanan online, dan media sosial. Menjadi visible bagi pengguna dalam lingkungan online memunculkan awareness yang merupakan prasyarat dari niat pembelian online, sehingga online visibility merupakan faktor

(15)

pendorong niat pembelian online (Malaga, 2007; Gofman et al., 2009; Cinca et al., 2010; Anderson, 2011).

Variabel ketiga yang mendorong niat pembelian online adalah ulasan konsumen yang ditampilkan di media online atau online consumer review (OCR). Park et al. (2007) mendefinisikan OCR sebagai informasi dan rekomendasi mengenai suatu produk dari perspektif konsumen yang tersedia di lingkungan online. Lok et al. (2012) dan Yayli dan Bayram (2010) menyebutkan bahwa OCR adalah bentuk dari electronic WOM (eWOM). OCR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen (Chen dan Xie, 2008). OCR yang berkualitas dicerminkan oleh indikator kebermanfaatan informasi, rating, bukti visual, kredibilitas sumber, dan keterpercayaan informasi. Berdasarkan pada consumer decision model, OCR menyediakan informasi yang dibutuhkan pada tahap pencarian informasi, yang kemudian menjadi materi evaluasi yang mempengaruhi persepsi risiko (Chan dan Ngai, 2011; Chiou et al., 2013; Sweeney et al., 2008) dan niat pembelian online (Lee et al., 2011; Lin et al., 2011; Jalilvand dan Samiei, 2012; Hsu et al., 2013).

Niat pembelian online kemudian mendorong pembelian aktual (Lim, 2013; Mei et al., 2011) seperti diungkapkan dalam TPB. Di samping niat pembelian online, pembelian aktual juga dipengaruhi oleh persepsi risiko dan trust. Dalam hubungan antara keempat variabel tersebut, niat pembelian online dan trust memediasi pengaruh persepsi risiko terhadap pembelian aktual. Kesimpulan ini didukung oleh kajian empiris berikut. Ditemukan bahwa persepsi risiko menurunkan niat pembelian online (Cheng et al., 2012; Martin et al., 2011), di

(16)

mana penurunan pada niat pembelian online secara signifikan menurunkan pembelian aktual (Guo dan Barnes, 2011; Hsieh dan Liao, 2011). Pengaruh persepsi risiko terhadap pembelian aktual juga dapat dijelaskan oleh trust. Persepsi risiko finansial menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kegiatan transaksi online dan vendor (D’Alessandro et al., 2012; Ling et al., 2011), selanjutnya tingkat kepercayaan yang rendah menurunkan niat konsumen untuk melakukan pembelian online (Lin dan Lu, 2010; Weisberg et al., 2011) dan mencegah konsumen melakukan pembelian aktual (Shareef et al., 2013; Hsieh dan Liao, 2011).

Model penelitian ini diuji pada industri perhotelan, untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel dalam model terhadap reservasi aktual pada hotel. Penelitian mengenai perilaku reservasi online pada industri perhotelan menjadi penting untuk dilakukan dilatarbelakangi oleh pertumbuhan sektor jasa secara global khususnya di bidang pariwisata. Tren ini diiringi pula oleh tingginya penggunaan media online oleh wisatawan untuk merencanakan perjalanan, sehingga hasil penelitian dapat dimanfaatkan secara praktis untuk mengeksploitasi peluang tersebut. Diungkapkan oleh Lovelock dan Wirtz (2007:6) bahwa dominasi sektor jasa pada perekonomian cukup tinggi mencapai dua per tiga hingga tiga perempat porsi Produk Domestik Bruto (PDB) pada negara maju dan sepertiga porsi PDB pada negara berkembang. Secara khusus pada industri pariwisata, kecenderungan untuk berwisata semakin meningkat dicerminkan oleh tingkat kunjungan internasional secara global yang terus meningkat secara rata-rata sebesar 3 persen per tahun dari tahun 1995 hingga 2014 (UNWTO, 2014). Di

(17)

negara ASEAN peningkatan bahkan mencapai 8 persen per tahun sepanjang periode 2005-2013 (Kemenparekraf, 2014). Tren ini tergambarkan dalam kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB secara global yaitu sebesar 9 persen (UNWTO, 2014). Begitu pula di Indonesia di mana sektor pariwisata menyumbang 9 persen pada total PDB (Kemenparekraf, 2014). Namun, di tengah pesatnya pertumbuhan pariwisata dan penggunaan internet dalam merencanakan perjalanan, riset mengenai perilaku reservasi online pada hotel masih jarang dilakukan. Riset terkait lebih banyak membidik produk ritel barang sebagai objek penelitian. Hal ini menjadi motivasi penelitian ini untuk menjadikan industri perhotelan sebagai objek penelitian.

Satu isu terakhir yang ingin diisi melalui penelitian ini adalah terkait pemilihan responden. Penelitian ini mempergunakan responden yang memiliki pengalaman memesan kamar secara online, yaitu wisatawan baik asing maupun domestik yang pernah melakukan pemesanan kamar hotel secara online. Berbeda dengan sejumlah penelitian sebelumnya yang mempergunakan responden dari kalangan siswa (George, 2004; Seock dan Norton, 2007; Cabezudo et al., 2008; Lim et al., 2009; Xu et al., 2010; Lin et al., 2011; Huang et al., 2013), sehingga cenderung kurang mewakili karakteristik dari populasi konsumen online yang kemudian mempengaruhi sifat pemahaman, penjelasan, dan prediktif dari temuan. Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan berdasarkan atas sejumlah isu terkait pembelian online, baik isu bisnis maupun isu empiris. Isu bisnis yang mendasari penelitian ini adalah tingginya abandonment rate pada pembelian online secara global yaitu sebesar 70 persen. Isu bisnis ini didukung oleh temuan

(18)

empiris bahwa niat pembelian online tidak serta merta mendorong pembelian aktual. Temuan empiris tersebut kontradiktif dengan TPB dan temuan studi empiris lain yang sejenis, yang menyatakan bahwa niat pembelian online merupakan prediktor kuat dari perilaku pembelian online. Fenomena ini menjadi celah penelitian yang ingin diisi melalui penelitian ini. Untuk mengisi celah tersebut, penelitian ini mengembangkan model keputusan pembelian online yang merupakan integrasi dari TPB, perceived risk theory, dan trust. Model ini menjadi penting untuk dianalisis demi memperkaya TPB dalam menjelaskan keputusan pembelian online, sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih komprehensif. Isu berikutnya yaitu terkait variabel yang dipergunakan untuk menganalisis keputusan pembelian online. Berdasarkan kajian empiris, belum terdapat penelitian terdahulu yang menganalisis keputusan pembelian online mempergunakan pendekatan integratif. Pendekatan integratif merujuk pada consumer decision model, yang menyebutkan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, yaitu faktor stimuli pemasaran, pengaruh lingkungan, dan pertimbangan konsumen. Untuk mengisi isu tersebut, penelitian ini mengintegrasikan ketiga faktor tersebut ke dalam model untuk menganalisis keputusan pembelian online. Pengembangan model integratif ini ditujukan untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif atas proses pengambilan keputusan pembelian di lingkungan online. Dalam penelitian ini faktor stimuli pemasaran direpresentasikan oleh kualitas website dan online visibility, faktor pengaruh lingkungan oleh OCR, dan faktor pertimbangan konsumen dijelaskan oleh variabel persepsi risiko dan trust.

(19)

Terakhir, model penelitian ini diuji pada industri perhotelan mempergunakan responden yang memiliki pengalaman melakukan reservasi online. Hal ini dilandasi oleh isu empiris di mana sejumlah besar penelitian terdahulu mengambil sampel dari kalangan siswa yang cenderung kurang mewakili karakteristik populasi konsumen online.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian dapat dirumuskan pokok masalah penelitian yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh online visibility hotel terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online?

2. Bagaimanakah pengaruh kualitas website hotel terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online?

3. Bagaimanakah pengaruh kualitas website hotel terhadap persepsi risiko? 4. Bagaimanakah pengaruh OCR terhadap niat wisatawan untuk melakukan

reservasi online?

5. Bagaimanakah pengaruh OCR terhadap persepsi risiko?

6. Bagaimanakah pengaruh persepsi risiko terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online?

7. Bagaimanakah pengaruh persepsi risiko terhadap trust?

8. Bagaimanakah pengaruh persepsi risiko terhadap reservasi aktual?

9. Bagaimanakah pengaruh niat wisatawan untuk melakukan reservasi online terhadap reservasi aktual?

(20)

10. Bagaimanakah pengaruh trust terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online?

11. Bagaimanakah pengaruh trust terhadap reservasi aktual?

12. Faktor manakah yang berpengaruh dominan terhadap reservasi aktual di antara persepsi risiko, trust, dan niat reservasi online?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menjelaskan perilaku reservasi aktual pada industri hotel berbintang di Bali, penjelasan atas model ini dituangkan secara rinci pada tujuan berikut:

1. Untuk menjelaskan pengaruh online visibility hotel terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online.

2. Untuk menjelaskan pengaruh kualitas website hotel terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online.

3. Untuk menjelaskan pengaruh kualitas website hotel terhadap persepsi risiko.

4. Untuk menjelaskan pengaruh OCR terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online.

5. Untuk menjelaskan pengaruh OCR terhadap persepsi risiko.

6. Untuk memprediksi pengaruh persepsi risiko terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online.

7. Untuk memprediksi pengaruh persepsi risiko terhadap trust.

(21)

9. Untuk memprediksi pengaruh niat wisatawan untuk melakukan reservasi online terhadap reservasi aktual.

10. Untuk memprediksi pengaruh trust terhadap niat wisatawan untuk melakukan reservasi online.

11. Untuk memprediksi pengaruh trust terhadap reservasi aktual.

12. Untuk menemukan faktor yang berpengaruh dominan terhadap reservasi aktual di antara persepsi risiko, trust, dan niat reservasi online, demi memperoleh urutan prioritas signifikansi dan pengaruh dari variabel tersebut dalam memprediksi reservasi aktual

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan menganalisis perilaku pembelian online, memungkinkan penelitian ini memberi manfaat, diantaranya :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini menambah referensi pada topik perilaku pembelian online, yang pertama melalui pengembangan model integrasi TPB, perceived risk theory, dan trust untuk menjelaskan keputusan pembelian online. Temuan mampu memperkaya TPB dalam menjelaskan perilaku pembelian di lingkungan online. Kedua, analisis perbandingan kekuatan prediktif niat dalam TPB, perceived risk theory, dan trust terhadap perilaku pembelian online, untuk mengetahui faktor yang dominan mempengaruhi keputusan pembelian di lingkungan online. Ketiga, penggunaan model integratif berbasis consumer decision model dalam menjelaskan niat dan perilaku pembelian online, untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif

(22)

atas perilaku pembelian online. Keempat, penelitian ini menambahkan indikator kualitas website yang belum pernah digunakan sebelumnya yaitu ketentuan pemesanan dan konsistensi harga. Penelitian selanjutnya hendaknya lebih memprioritaskan penggunaan model integratif dalam menganalisis perilaku pembelian online, untuk memperoleh gambaran yang lebih komprehensif atas perilaku pembelian di lingkungan online. Penelitian selanjutnya juga dapat mempergunakan desain penelitian eksperimen untuk mengkonfirmasi kembali temuan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan praktisi perhotelan secara universal dalam menyusun strategi komunikasi pemasaran untuk meningkatkan efektivitas dari website hotel sebagai media pemasaran dan transaksi. Bagi pengambil kebijakan, hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk merancang strategi pemasaran destinasi dan menciptakan iklim perdagangan online yang lebih kondusif demi meningkatkan aktivitas ekonomi khususnya di industri pariwisata.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini juga menunjukkan hasil bahwa tekanan hampir tidak dirasakan oleh siswa, dimana hal tersebut dapat dilihat dari seringnya siswa mengisi waktu luang

Debu merupakan zat pencemar yang akan disebarkan oleh angin pada lahan yang luas atau kosong sedangkan kondisi RW 03 padat dengan perumahan warga serta

Terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik responden pedagang pasar tradisional Palur Kabupaten Karanganyar dengan kondisi ekonomi sesudah ada mall yaitu

Selain dapat menangani masalah pencemaran laut karena tumpahan minyak, proses adsorpsi crude oil menggunakan buffing dust diharapkan juga dapat digunakan pada

plicatilis tertinggi (515±15) ind/mL diperoleh dari perlakuan substrat polipropilena pada hari ke-7 periode kultur dan mempunyai perbedaan yang signifikan (p<0,05) dengan

Masalah paling mendasar dari model data panel dinamis adalah adanya korelasi antara variable lag endogen (yang berposisi sebagai variabel eksplanatori) dengan

• Membantu Tenaga Ahli Komunikasi dan Hubungan Masyarakat dalam memberikan informasi kepada MCC-USA, Kemen PPN/Bappenas, dan Kememterian/Lembaga lain terkait serta

Pada bagian buku ini dipaparkan berbagai permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan Jamkesmas diantaranya definisi dasar dari “masyarakat miskin” yang masih menjadi