• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI CORROSION FATIGUE PADA SAMBUNGAN LAS SMAW BAJA API 5L GRADE X65 DENGAN VARIASI WAKTU PENCELUPAN DALAM LARUTAN HCL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI CORROSION FATIGUE PADA SAMBUNGAN LAS SMAW BAJA API 5L GRADE X65 DENGAN VARIASI WAKTU PENCELUPAN DALAM LARUTAN HCL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI CORROSION FATIGUE PADA SAMBUNGAN LAS

SMAW BAJA API 5L GRADE X65 DENGAN VARIASI

WAKTU PENCELUPAN DALAM LARUTAN HCL

Wardhana W.1), Murdjito2), Supomo H.3) 1)

Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, FTK – ITS 2)

Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, FTK – ITS 3)

Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan, FTK – ITS

Abstrak

Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) merupakan las yang paling umum digunakan dalam struktur anjungan lepas pantai dan baja API 5L Grade X65merupakan jenis pipa baja yang banyak digunakan pada pipa penyalur gas, air, dan minyak.. Dan struktur di lingkungan korosif akan mengalami beberapa macam korosi, salah satunya lelah korosi (corrosion fatigue). Pada penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari corrosion fatigue pada sambungan las SMAW baja API 5L Grade X65 yang dicelup dalam larutan HCl 10% maupun di lingkungan kering terhadap siklus umur lelah dan pola patahan dari sambungan las SMAW. Variasi waktu pencelupan dalam HCl 10% yang diberikan, yaitu 168 jam, 336 jam, 504 jam dan 672 jam. Sedangkan variasi pemberian tegangan yang diberikan kepada material sambungan las pada saat pengujian fatigue, yaitu 0,8σu, 0,7σu dan 0,5σu.

Hasil dari pengujian menunjukkan penurunan siklus umur lelah dari material sambungan las untuk kondisi pencelupan HCl 10% . Pada lingkungan kering dengan tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan 0,5σu menunjukkan siklus umur lelah rata-rata secara berturut-turut, yaitu 7,62 X 104; 2,27 X 105 dan 7,1 X 105. Pada kondisi pencelupan HCl 10% selama 168 jam dengan tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan 0,5σu menunjukkan siklus umur lelah rata-rata secara berturut-turut, yaitu 2,1 X 104; 3,49 X 104 dan 2,47 X 105. Pada kondisi pencelupan HCl 10% selama 336 jam dengan tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan 0,5σu menunjukkan siklus umur lelah rata-rata secara berturut-turut, yaitu 7,47 X 103; 1,59 X 104 dan 9,9 X 104. Pada kondisi pencelupan HCl 10% selama 504 jam dengan tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan 0,5σu menunjukkan siklus umur lelah rata-rata secara berturut-turut, yaitu 1,07 x 103; 3,23 x 103 dan 1,38 x104. Dan pada kondisi pencelupan HCl 10% selama 672 jam dengan tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan 0,5σu menunjukkan siklus umur lelah rata-rata secara berturut-turut, yaitu 5,1 x 102; 9,7 x 102 dan 3,1 x 103.

Kondisi pembebanan yang rendah membentuk pola patahan beachmarks yang lebih banyak, lebih rapat dan halus dibanding pada tingkat pembebanan yang lebih tinggi. Sedangkan pengaruh waktu pencelupan dalam HCl 10% yang semakin lama akan membentuk beachmarks yang lebih sedikit, lebih renggang dan lebih kasar.

Kata Kunci: SMAW, baja API 5L Grade X65, corrosion fatigue, HCl 10%, siklus umur

lelah, beachmarks

I. Pendahuluan

Kelelahan akibat korosi pernah pertama kali diungkapkan 60 tahun yang lalu dan lebih dikonsentrasikan pada kerusakan

kabel di bawah perairan laut.

Penyelidikan yang lebih terpadu

terhadap fenomena ini dilakukan 10 tahun kemudian dan dicetuskan istilah kelelahan akibat korosi (corrosion

(2)

kerusakan akibat corrosion fatigue

semakin bertambah dan saat ini

fenomena corrosion fatigue dianggap sebagai penyebab kegagalan struktur. Hal ini tentu saja banyak terjadi di daerah perairan laut dimana kondisinya sangat agresif dan sering mengalami beban berulang/tegangan berulang. Salinitas/kadar garam air laut dari suatu perairan juga sangat mempengaruhi terjadinya korosi pada struktur jacket. Air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari

bikarbonat, bromida, asam borak,

strontium dan florida. Dari semua

senyawa di atas yg banyak

mempengaruhi laju korosi adalah

kandungan klorida dimana merupakan senyawa yg penting untuk mengetahui kadar garam atau salinitas.

Sriyanto (2008) menyatakan

struktur/mesin di lingkungan korosif akan mengalami lelah korosi (corrosion

fatigue) dan retak korosi tegangan

(stresss corrosion cracking).

Struktur/mesin di atas, seperti anjungan lepas pantai, perkapalan, bejana tekan, jembatan, pipa saluran minyak bumi atau gas dan lain-lain, selalu mendapat

pengelasan dalam perakitannya.

Pengelasan dengan busur nyala listrik terlindungi merupakan salah satu pilihan untuk proses manufaktur tersebut. Sambungan las, pada pemakaiannya akan selalu mendapat tegangan baik dari beratnya sendiri ataupun gaya-gaya luar yang bekerja. Suatu ciri retak korosi tegangan akibat gabungan tegangan tarik statik dan lingkungan biasanya terjadi secara mendadak tanpa adanya gejala

awal serta tidak dapat diduga

(Trethewey, 1991).

Melalui tugas akhir ini akan dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh variasi salinitas pada hasil pengelasan material pipa baja API 5L Grade X65 terhadap ketahanan fatik dan laju

korosinya. Pengelasan dilakukan di darat dan pengujian rambat retak fatik dilakukan di lingkungan kering (darat) dan lingkungan basah. Pada lingkungan basah pengujian dilakukan dalam media korosif yaitu larutan asam klorida atau HCl dengan konsentrasi 10%. HCl 10% ini setara dengan salinitas 36o/oo.

Pengujian dilakukan dengan pengelasan SMAW dengan pertimbangan bahwa las SMAW merupakan las yang paling

umum digunakan dalam struktur

anjungan lepas pantai (Wiryosumarto,

1994). Dari hasil penelitian ini

diharapkan akan dapat diketahui

pengaruh HCl terhadap ketahanan fatik

weld joint material pipa API 5L Grade

X65. Sehingga penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan informasi pada dunia industri serta berguna untuk perkembangan dunia pendidikan.

II. Dasar Teori

2.1 Corrosion Fatigue

Fatigue merupakan kecenderungan logam atau logam paduan untuk mengalami kegagalan akibat beban yang berulang/tegangan yang berulang pada level di bawah kekuatan ultimate material. Kelelahan akibat korosi adalah

istilah yang digunakan untuk

menjelaskan kegagalan logam paduan akibat retak, dimana kondisi ini korosi dan fatigue bisa terjadi secara bersamaan (Chandler, 1985).

Kelelahan akibat korosi pernah pertama kali diungkapkan 60 tahun yang lalu dan lebih dikonsentrasikan pada kerusakan

kabel di bawah perairan laut.

Penyelidikan yang lebih terpadu

terhadap fenomena ini dilakukan 10 tahun kemudian dan dicetuskan istilah kelelahan akibat korosi (corrosion

fatigue). Dewasa ini laporan mengenai

kerusakan akibat corrosion fatigue

semakin bertambah dan saat ini

fenomena corrosion fatigue dianggap sebagai penyebab kegagalan struktur. Hal ini tentu saja banyak terjadi di daerah perairan laut dimana kondisinya sangat agresif dan sering mengalami beban berulang/tegangan berulang.

(3)

Crack Initiation ` Crack propagation

Kegagalan pada sambungan las sering disebabkan oleh fatik korosi sebagai akibat dari kombinasi beban berulang, dan lingkungan korosif. Smith, (2003)

telah melakukan penelitian yang

berhubungan dengan metalurgi retak awal akibat korosi, (corrosion-fatigue

circum ferential) dan pertumbuhan retak

baja Cr---Mo. Retak diawali dengan

suatu mekanisme thermal fatigue.

Pertumbuhan retak terjadi oleh

mekanisme termal lelah yang dibantu oleh lingkungannya.

2.2 Mekanisme Patah Lelah

Kelelahan akan mengakibatkan

terjadinya patah lelah. Patah lelah terjadi melalui tiga tahapan, yaitu tahap retak awal (crack initiation), tahap penjalaran retak (crack propagation), dan tahap patah statis. Dan setelah retak lelah merambat cukup jauh, maka beban yang bekerja hanya akan didukung oleh penampang tersisa yang belum retak dan akhirnya komponen akan patah (tahap

final failure atau patah statik) seperti

yang terlihat pada gambar 2.1.

(Apriyani, 2009).

Gambar 2.1 Mekanisme patah lelah

Menurut Schijve, ada 5 fase yang terjadi selama proses fatigue, yaitu:

1. Cyclic slip 2. Crack nucleation 3. Growth of microcrack 4. Growth of macrocrack 5. Final failure

2.3 Estimasi Umur lelah

Umur lelah dinyatakan sebagai jumlah siklus tegangan yang dicapai sampai

spesimen patah pada pembebanan

tertentu. Dengan demikian umur total tersebut telah mencakup tahap awal retak dan penjalaran retak yang bila telah cukup jauh penjalarannya akan

menyebabkan spesimen patah menjadi dua.

Ada tiga metoda utama untuk

menentukan batas lelah material, yaitu

Stress-Life Method, Strain-Life Method,

dan Linier-Elastic Fracture Method. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah metoda Stress-Life yang mana

output-nya adalah kurva S-N yang

mempresentasikan hubungan antara

tegangan (S) dan umur material dalam

jumlah siklus (N), pada level

pembebanan tertentu. Metoda

Stress-Life didasarkan pada tingkat tegangan,

metoda ini akurasinya paling rendah

terutama jika diaplikasikan pada

pembebanan dengan jumlah siklus yang sedikit yaitu kurang dari 1000 siklus pembebanan. Namun demikian metoda ini paling mudah dan paling banyak digunakan dalam aplikasinya.

2.4 Kurva S-N

Data yang dihasilkan dari pengujian kelalahan akan dipresentasikan dengan menggunakan kurva tegangan – umur lelah (Kurva S-N) sehingga seperti tampak pada gambar 2.2. Kurva ini menyatakan hubungan antara nilai tegangan terhadap jumlah siklus untuk patah. Pada tegangan di bawah batas lelahnya (fatigue limit) spesimen akan mempunyai umur tak terhingga. Garis lurus yang miring pada kurva S-N menyatakan jumlah siklus pembebanan yang dicapai spesimen pada tingkat tegangan tertentu, dengan demikian pada daerah ini umur lelah spesimen akan terbatas.

Gambar 2.2. Kurva S-N hasil pengujian dan prediksi spesimen baja dengan pembebanan aksial Cyclic slip Final failure Growth of macrocrack Growth of microcrack Crack nucleation

(4)

2.5 Pengelasan SMAW ( Metal ArcWelding)

SMAW (shielded metal arc welding) atau busur nyala listrik terlindungi

adalah pengelasan dengan

mempergunakan busur nyala

sebagai sumber panas pencair logam. Jenis las ini yang paling lazim dipakai dimana-mana untuk hampir semua keperluan pengelasan (Widharto, 2003).

Skema pengelasan SMAW dapat

diamati pada Gambar 2.3. Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi.

Gambar 2.3 Skema pengelasan SMAW

2.6 Baja API 5L GR X65

Pipa baja API 5L grade X65 merupakan jenis pipa yang banyak dipakai pada struktur anjungan minyak bumi dan gas. Pipa baja API 5L grade X65 banyak digunakan pada pipa penyalur gas, air, dan minyak. Pipa API 5L grade X65 memiliki kekuatan tarik minimum

strength) sebesar 448 MPa atau sama

dengan 65000 psi. Pipa ini merupakan jenis baja karbon dengan kandungan karbon maksimum 0,28%

2.7 Larutan Media Uji

Media pengujian menggunakan larutan korosif yaitu larutan asam klorida (HCl) Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida

konsentrasi 10%. HCl adalah

dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan wewanti keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat

HCl 10% ini memiliki

Force (EMF) yang sama dengan

salinitas air laut sebesar 36

Pengelasan SMAW (Shielded SMAW (shielded metal arc welding) atau busur nyala listrik terlindungi

adalah pengelasan dengan

mempergunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Jenis las ini yang paling lazim dipakai mana untuk hampir semua keperluan pengelasan (Widharto, 2003).

Skema pengelasan SMAW dapat

diamati pada Gambar 2.3. Proses pemindahan logam elektroda terjadi aat ujung elektroda mencair dan butir yang terbawa oleh arus busur listrik yang terjadi.

Gambar 2.3 Skema pengelasan SMAW Baja API 5L GR X65

Pipa baja API 5L grade X65 merupakan jenis pipa yang banyak dipakai pada ngan minyak bumi dan gas. Pipa baja API 5L grade X65 banyak digunakan pada pipa penyalur gas, air, dan minyak. Pipa API 5L grade X65 memiliki kekuatan tarik minimum (yield sebesar 448 MPa atau sama dengan 65000 psi. Pipa ini merupakan karbon dengan kandungan karbon maksimum 0,28%.

Larutan Media Uji

Media pengujian menggunakan larutan larutan asam klorida (HCl). adalah larutan akuatik dari hidrogen klorida (HCl) dengan konsentrasi 10%. HCl adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam . Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan wewanti keselamatan yang tepat karena yang sangat korosif. memiliki Electro Motive (EMF) yang sama dengan

sar 36o/oo.

III. Metodologi

Material yang akan di

API 5L Grade X65 dengan panjang 150 mm, Outside Diameter (OD)

Inside Diameter (ID) : 101,6 mm, t

12 mm, dengan kampuh las

groove dengan sudut 60

dilakukan dengan menggunakan

elektrode AWS E7016.

pengelasan tersebut nantinya akan

mengalami pengujian tarik, pencelupan larutan HCl 10%, fatigue

makro.

Gambar 3.1 Specimen Uji tarik Berdasarkan ASME Section IX 2001 Bentuk dan ukuran spesimen uji tarik berdasarkan ASME Sec. IX 2001 Gambar 3.1). Ada dua

uji tarik. Test uji tarik dilakukan dengan

menggunakan mesin uji tarik di

Laboratorium Konstruksi dan Kekuatan Jurusan Teknik Perkapalan dengan menggunakan beban dengan

range 440 MPa s/d 600

tarik dilakukan untuk mendapatkan (yield stress, tegangan luluh) dan (ultimate stress, tegangan ultimate) material las.

Kemudian membuat spesimen uji

fatigue berdasarkan manual handbook operational for LFE

machine test (lihat gambar 3.2). Selanjutnya spesimen uji fatigue dicelup dalam larutan HCl 10% dengan variasi waktu selama 168 jam, 336 jam, 504 jam dan 672 jam. Serta ada yang dibiarkan di lingkungan kering selama 672 jam. Larutan uji yang akan digunakan adalah HCl 10% yang memiliki EMF sama dengan salinitas air laut 36o/oo.

Material yang akan dilas adalah pipa dengan panjang 150

Outside Diameter (OD) : 350mm,

: 101,6 mm, tebal : mm, dengan kampuh las Single

V-dengan sudut 60o.Pengelasan

dilakukan dengan menggunakan

elektrode AWS E7016. Hasil dari

pengelasan tersebut nantinya akan

mengalami pengujian tarik, pencelupan fatigue dan foto

Specimen Uji tarik ASME Section IX 2001 Bentuk dan ukuran spesimen uji tarik berdasarkan ASME Sec. IX 2001 (lihat Ada dua sample specimen Test uji tarik dilakukan dengan

menggunakan mesin uji tarik di

Laboratorium Konstruksi dan Kekuatan nik Perkapalan dengan menggunakan beban dengan tensile 600 MPa. Pengujian tarik dilakukan untuk mendapatkan σy

, tegangan luluh) dan σu , tegangan ultimate) dari

Kemudian membuat spesimen uji

manual handbook operational for LFE-150 fatigue

(lihat gambar 3.2). Selanjutnya spesimen uji fatigue dicelup dalam larutan HCl 10% dengan variasi waktu selama 168 jam, 336 jam, 504 jam dan 672 jam. Serta ada yang di lingkungan kering selama Larutan uji yang akan digunakan adalah HCl 10% yang memiliki EMF sama dengan salinitas air

(5)

Gambar 3.2 Dimensi Spesimen Lelah

Setelah itu pengujian fatigue

dengan pemberian variasi tingkat

tegangan untuk semua kondisi

pengujian, yaitu 0,8σu, 0,7

Pembuatan specimen dan pengujian

fatigue dilakukan di Laboratorium

Metalurgi, Jurusan Teknik Mesin FTI ITS. Kemudian dari hasil pengujian diperoleh kurva SN.

Pengamatan makro yang dimaksud adalah pengamatan pola patahan daerah lasan. Untuk mengetahui patahan, material lasan yang

diambil, kemudian digerinda, dipoles dan dietsa dengan etching reagent diambil foto makronya

mikroskop dan kamera digital. Selain itu juga dilakukan pengamatan makro pada pola patahan masing-masing

pada kondisi pembebanan. Setiap

patahan spesimen difoto dengan

perbesaran 50X, diamati untuk

kemudian dibandingkan dan dian untuk mengetahui jenis pola patahan

yang terjadi. Pengamatan Struktur

makro dilakukan di Laboratorium Bahan, Jurusan Fisika, F

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil uji lelah material

lingkungan kering Pada tingkat tegangan 0,8

umur lelah rata-rata sebesar 76234. Pada tingkat tegangan 0,7

umur lelah rata-rata yang semakin besar

yaitu 335753. Dan pada tingkat

tegangan 0,5σu mempunyai umur lelah rata-rata yang jauh lebih besar yaitu 711272. Dari hasil umur le

material las tersebut

bahwa semakin besar tingkat tegangan maka semakin kecil umur lelah dari material yang diuji.

Spesimen Uji Setelah itu pengujian fatigue dilakukan

dengan pemberian variasi tingkat

tegangan untuk semua kondisi

σu, 0,7σu dan 0,5σu.

Pembuatan specimen dan pengujian dilakukan di Laboratorium Metalurgi, Jurusan Teknik Mesin FTI – Kemudian dari hasil pengujian Pengamatan makro yang dimaksud pola patahan pada daerah lasan. Untuk mengetahui pola lasan yang patah , kemudian digerinda, dipoles

etching reagent. Lalu

diambil foto makronya dengan bantuan mikroskop dan kamera digital. Selain itu juga dilakukan pengamatan makro pada masing material las

kondisi pembebanan. Setiap

patahan spesimen difoto dengan

, diamati untuk

kemudian dibandingkan dan dianalisa untuk mengetahui jenis pola patahan

Pengamatan Struktur

dilakukan di Laboratorium Fisika , FMIPA – ITS. Hasil dan Pembahasan

Hasil uji lelah material di lingkungan kering

0,8σu mempunyai rata sebesar 76234. Pada 7σu mempunyai rata yang semakin besar

yaitu 335753. Dan pada tingkat

mempunyai umur lelah rata yang jauh lebih besar yaitu . Dari hasil umur lelah rata-rata bisa dijelaskan bahwa semakin besar tingkat tegangan maka semakin kecil umur lelah dari Kurva SN dari

pengujian lelah dalam kondisi

lingkungan kering bisa dilihat pada gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Kurva S Lingkungan Kering 4.2 Hasil uji lelah material

pencelupan pada HCl selama 168 jam

Dari pengujian fatigue

las setelah dicelup dalam larutan HCl dengan konsentrasi 10% atau setara dengan salinitas air laut 36 Diketahui bahwa hasil dari pengujian

lelah menunjukkan untuk tingkat

tegangan 0,8σu mempunyai umur lelah rata-rata sebesar 21033.

tegangan 0,7σu mempunyai umur lelah rata-rata yang semakin besar yaitu 34897. Dan pada tingkat tegangan mempunyai umur lelah rata

jauh lebih besar yaitu 247654. Terjadi perbedaan nilai yang sigifikan bila dibandingkan dengan ha

lelah pada kondisi lingkungan kering yang nilai umur lelahnya jauh lebih lama untuk tingkat tegangan yang sama. Kemudian hasil dr pengujian bisa dijadikan kurva SN seperti pada gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2 Kurva S

Pencelupan HCl 10% (168 jam)

pengujian lelah dalam kondisi

lingkungan kering bisa dilihat pada

Kurva S-N Kondisi Lingkungan Kering

Hasil uji lelah material setelah pencelupan pada HCl selama fatigue setelah material

las setelah dicelup dalam larutan HCl dengan konsentrasi 10% atau setara dengan salinitas air laut 36 o/oo.

Diketahui bahwa hasil dari pengujian

lelah menunjukkan untuk tingkat

mempunyai umur lelah rata sebesar 21033. Pada tingkat mempunyai umur lelah rata yang semakin besar yaitu 34897. Dan pada tingkat tegangan 0,5σu mempunyai umur lelah rata-rata yang jauh lebih besar yaitu 247654. Terjadi perbedaan nilai yang sigifikan bila dibandingkan dengan hasil pengujian lelah pada kondisi lingkungan kering yang nilai umur lelahnya jauh lebih lama untuk tingkat tegangan yang sama. Kemudian hasil dr pengujian bisa dijadikan kurva SN seperti pada gambar

Gambar 4.2 Kurva S-N Kondisi Pencelupan HCl 10% (168 jam)

(6)

4.3 Hasil uji lelah material

pencelupan pada HCl selama 336 jam

Hasil dari pengujian lelah setelah material las dicelup dalam HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36

o

/oo selama 336 jam mempunyai tren

umur lelah (siklus) yang semakin menurun jika dibandingkan dengan pengujian lelah pada material las yang dicelup dalam HCl 10% selama 168 jam maupun yang di lingkungan kering. Untuk tingkat tegangan

0,5σu pada pengujian lelah memiliki umur lelah rata-rata secara berturut yaitu 7479; 15894 dan 99655.

pengujian tersebut, kemudian bisa

didapatkan kurva SN seperti pada gambar 4.3 berikut ini.

Gambar 4.3 Kurva S Pencelupan HCl 10% ( 4.4 Hasil uji lelah material

pencelupan pada HCl selama 504 jam

Umur lelah dari material las yang di celup dalam larutan HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36

504 jam menjadi semakin kecil. Ini bisa dilihat dari rata-rata umur lelah material las mengalami penurunan yang sangat

sigifikan jika dibanding dengan

pengujian sebelumnya. Untuk tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu

pengujian lelah berdasar memiliki umur lelah rata berturut-turut yaitu 1073, 13805. Hasil dari umur lelah rata

kemudian diplotkan dalam kurva SN seperti pada gambar 4.4 berikut ini.

Hasil uji lelah material setelah pencelupan pada HCl selama Hasil dari pengujian lelah setelah material las dicelup dalam HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36

selama 336 jam mempunyai tren umur lelah (siklus) yang semakin menurun jika dibandingkan dengan pengujian lelah pada material las yang dicelup dalam HCl 10% selama 168 jam maupun yang di lingkungan kering. Untuk tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan a pengujian lelah memiliki rata secara berturut-turut yaitu 7479; 15894 dan 99655. Dari

pengujian tersebut, kemudian bisa

didapatkan kurva SN seperti pada

Kurva S-N Kondisi Pencelupan HCl 10% (336 jam)

Hasil uji lelah material setelah pencelupan pada HCl selama mur lelah dari material las yang di celup dalam larutan HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36 o/oo selama

504 jam menjadi semakin kecil. Ini bisa rata umur lelah material las mengalami penurunan yang sangat

sigifikan jika dibanding dengan

pengujian sebelumnya. Untuk tingkat

σu dan 0,5σu pada

pengujian lelah berdasarkan tabel 4.9 memiliki umur lelah rata-rata secara turut yaitu 1073, 3233 dan Hasil dari umur lelah rata-rata ini kemudian diplotkan dalam kurva SN seperti pada gambar 4.4 berikut ini.

Gambar 4.4 Kurva S

Pencelupan HCl 10% (504 jam) 4.5 Hasil uji lelah material setelah

pencelupan pada HCl selama 672 jam

Umur lelah dari material las yang di celup dalam larutan HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36

672 jam mempunyai

umur lelah yang sangat kritis. Hal ini berdasarkan nilai dari hasil pengujian lelah yang telah dilakukan. Pada tingkat tegangan 0,8σu, 0,7σu dan 0,5

pengujian lelah berdasarkan tabel 4.10 memiliki umur lelah rata

berturut-turut yaitu 510; 1165 dan 3116. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada kurva SN gambar 4.5 di bawah ini.

Gambar 4.5 Kurva S Pencelupan HCl 10% (672

4.6 Pengamatan Makro

Foto makro patahan material las pada

semua kondisi dilakukan di

Laboratorium Fisika Bahan, Jurusan

Fisika, FMIPA –

menggunakan mikroskop pembesaran Kurva S-N Kondisi Pencelupan HCl 10% (504 jam)

Hasil uji lelah material setelah pencelupan pada HCl selama

Umur lelah dari material las yang di celup dalam larutan HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36 o/oo selama

672 jam mempunyai kecenderungan umur lelah yang sangat kritis. Hal ini berdasarkan nilai dari hasil pengujian lelah yang telah dilakukan. Pada tingkat

σu dan 0,5σu pada

pengujian lelah berdasarkan tabel 4.10 memiliki umur lelah rata-rata secara urut yaitu 510; 1165 dan 3116. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada kurva SN gambar 4.5 di bawah ini.

Kurva S-N Kondisi Pencelupan HCl 10% (672 jam)

Pengamatan Makro

Foto makro patahan material las pada

kondisi dilakukan di

Laboratorium Fisika Bahan, Jurusan

ITS dengan

(7)

50X dan di potret dengan kamera digital. Yang menunjukkan ciri-ciri patah lelah, yaitu striasi dan beachmarks. Striasi

merupakan garis-garis halus yang

menyatakan majunya retakan untuk setiap siklus beban yang dapat diamati

melalui mikroskop elektron SEM

(Scanning Electron Microscope), namun dalam penelitian ini tidak dilakukan

pengamatan tersebut. Sedangkan

beachmarks (garis pantai) terjadi

akibat perbedaan lamanya proses

oksidasi pada permukaan retakan. Selain itu, beachmarks terjadi karena

adanya perubahan pada kondisi

pembebanan.

Pada kondisi pembebanan yang berbeda,

beachmarks yang terbentuk akan berbeda pula. Pada tingkat pembebanan rendah, tegangan dan simpangan yang terjadi kecil, maka dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mematahkan material. Dengan kata lain, material lebih mampu menerima tegangan dan pada akhirnya membentuk beachmarks yang lebih banyak, lebih rapat dan halus dibanding pada tingkat pembebanan yang lebih tinggi. Berikut ini pada

gambar 4.6 foto makro kondisi

lingkungan kering

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.6 Foto makro pola patahan patahan pada kondisi lingkungan kering

(a) Material las 0,8Su; (b) Material las 0,7Su; (c) Material las 0,5Su

Foto makro untuk kondisi pencelupan HCl 10% selama 168 jam pada gambar 4.7 berikut ini.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.7 Foto makro pola patahan patahan pada kondisi pencelupan HCl

10% selama 168 jam

(a) Material las 0,8Su; (b) Material las 0,7Su; (c) Material las 0,5Su Untuk foto makro kondisi pencelupan HCl 10% selama 336 jam pada gambar 4.8 berikut ini.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.8 Foto makro pola patahan patahan pada kondisi pencelupan HCl

10% selama 336 jam

(a) Material las 0,8Su; (b) Material las 0,7Su; (c) Material las 0,5Su

(8)

Pada gambar 4.9 berikut ini adalah foto makro patahan material las untuk kondisi pencelupan HCl 10% selama 504 jam.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.9 Foto makro pola patahan patahan pada kondisi pencelupan HCl

10% selama 504 jam

(a) Material las 0,8Su; (b) Material las 0,7Su; (c) Material las 0,5Su Dan pada gambar 4.10 berikut ini adalah foto makro dari pola patahan material las untuk kondisi pencelupan HCl 10% selama 672 jam

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.10 Foto makro pola patahan patahan pada kondisi pencelupan HCl

10% selama 672 jam

(a) Material las 0,8Su; (b) Material las 0,7Su; (c) Material las 0,5Su

V. Kesimpulan

1. Pengaruh pengelasan SMAW

terhadap siklus umur lelah baja API 5L Grade X65 di lingkungan

kering menjelaskan bahwa

Ssmakin besar tingkat tegangan maka semakin kecil siklus umur lelah dari material yang diuji.

2. Perbandingan pengaruh akibat

lama waktu pencelupan material las SMAW baja API 5L Grade X65 dalam larutan korosif HCl 10% atau setara dengan salinitas air laut 36 o/oo terhadap siklus

umur lelah yaitu semakin lama waktu pencelupan maka semakin pendek siklus umur lelah rata-rata material las.

3. Perbandingan pola patahan yang terjadi akibat corrosion fatigue pada material sambungan las di lingkungan kering dan lingkungan

basah dengan variasi waktu

pencelupan spesimen material dalam larutan HCl 10%, yaitu: - Kondisi pembebanan yang

rendah membentuk

beachmarks yang lebih banyak, lebih rapat dan halus

dibanding pada tingkat

pembebanan yang lebih tinggi. - Pengaruh waktu pencelupan

dalam HCl 10% yang semakin

lama akan membentuk

beachmarks yang lebih sedikit,

lebih renggang dan lebih kasar. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 17 Juli 2009. Corrosion. (URL:http://www.wikipedia.com/corrosi on.htm).

(9)

API. 2000. API Specification 5L

Forth-Second edition “Specification for Line Pipe”. Washington : API

Publishing Service.

Apriyani, K. (2009) Tugas Akhir :

“Studi Eksperimental dan Analitis

Pengaruh Pengelasan Multilayer GTAW-SMAW Terhadap Umur Lelah dan Pola Patahan Baja SA-53B (Pipa Circulation Heater) Pada Uji Lelah Lentur

Bolak-Balik (Fatigue Reserved

Bending)”. Surabaya : Institut

Teknologi Sepuluh Nopember. ASME. (2001). American Society of

Mechanical Engineers Section IX.

USA: The American Society of Mechanical Engineers.

ASTM. (2002). ASTM A370-02

“Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products”.

Washington : ASTM Publishing. AWS. (2004). AWS D1.1/D1.1M ”

Structural Welding Code - Steel”.

Florida : American welding

Society.

Chandler, K.A. (1985), Marine and

Offshore Corrosion, London: Butterworth

Fontana, M.G. (1978), Corrosion

Engineering. 2nd ed., New York :

Mc Graw-Hill Book Company. Freedman, A. J. (1989), Corrosion and

anti-corrosives, Houston: National Technology Institute of the Chemical Process Industries. Hendroprasetyo, W. (2005),

Dasar-Dasar Pengelasan & Geometri Sambungan Las. Surabaya:

Institut Teknologi Sepuluh

Nopember.

Kawano. H., (2002), “Fatigue Strength

of Thermo-Mechanically

Controlled Process Steel and It’s Weld Joint”, National Maritime Research Institute, Japan.

Kenyon, W. (1985). Dasar-Dasar

Pengelasan. Diterjemahkan oleh

Dines Ginting. Jakarta : Erlangga. Magnin, T., (1995), “Recent advances

for corrosion fatigue

mechanisms”, ISIJ International, Vol. 35, pp, 223-233

Messler, Jr dan Robert W. (1999).

Principle of Welding: Process, Physics, Chemistry, and Metallurgy. New York : John

Willey & Sons.

Muvidah, U. (2008). Tugas Akhir: ”Pengaruh Jenis Proses Las dan Salinitas Terhadap Sifat Mekanik

Weld Joint Material Baja Pada Underwater Welding di Bawah

air”. Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Smith, B.J., Marder, A.R., (2003), “A

metallurgical mechanism for

corrosion fatigue (circumferential) crack initiation and propagation in Cr---Mo boiler tube steels”, PA 18015, USA

Sosnin, H. A. (1975). Arc Welding

Instructions for The Beginner.

Ohio: The James F. Lincoln Arc Welding Foundation.

Sriyanto, N.B. dan Ilman, M.N. (2008), “Perilaku Perambatan Retak Fatik Di Udara dan 3,5% NaCl Pada Sambungan Las Busur Rendam Baja ASTM A572 Grade 50”,

Seminar Nasional IV. SDM Teknologi Nuklir. Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik, UGM Yogyakarta.

Suherman, W.(1998), Ilmu

Logam.Diktat Ilmu Logam

Fakultas Teknik Industri

ITS.Surabaya

Supardi,H.R.(1997), Korosi. Bandung: Tarsito

Supomo, H. (2003), Korosi. Buku Ajar

Korosi Fakultas Teknologi

Kelautan ITS. Surabaya

Suratman, R. (2005), Teknologi

Perlindungan Logam, Diktat Teknik Metalurgi. Universitas Jendral Ahmad Yani Bandung. Syahroni, Nur. (2001). Teknologi Las,

Modul 2 : Jenis-Jenis Proses Las.

Surabaya: Institut Teknologi

Sepuluh Nopember.

Tsegelsky, W. (Tanpa Tahun). The

(10)

Moscow : Foreign Languages Publishing House.

Trethewey, K.R. dan Chamberlain, J. (1991), Korosi Untuk Mahasiswa

Dan Rekayasawan, Jakarta: Erlangga

Wahab, M.A., Sakano, M.,

(2001),“Experimental Study of Corrosion Fatigue behaviour of Welded Steel Structures”, Osaka, Japan

Widharto, S. (2001). Petunjuk Kerja

Las. Cetakan Keempat. Jakarta :

PT. Pradnya Paramita.

Wiryosumarto, H. dan Toshie Okumara.

2000. Teknologi Pengelasan

Logam. Cetakan Kedelapan. Jakarta : Pradnya Paramita.

Gambar

Gambar 2.1 Mekanisme patah lelah   Menurut Schijve, ada 5 fase yang terjadi  selama proses fatigue, yaitu:
Gambar 3.2 Dimensi Spesimen  Lelah
Gambar 4.3 Kurva S Pencelupan HCl 10% ( 4.4  Hasil uji lelah material
Gambar 4.6 Foto makro pola patahan  patahan pada kondisi lingkungan kering
+2

Referensi

Dokumen terkait

pendinginan cepat pada media air terhadap peningkatan kekuatan dan kekerasan logam sambungan hasil las pipa spiral baja API 5L X-52 dengan metode. pengelasan las busur rendam (SAW

Berdasarkan hasil pengujian untuk mendapat nilai dari laju korosi, efisiensi inhibisi, dan mekanisme inhibisi yang telah dilakukan terhadap baja API 5L Grade B

Metode tafel pada penelitian ini untuk menganalisa inhibitor obat sakit kepala terhadap laju korosi pada baja API 5L Grade B di media 3,5% NaCl dan 0,1M HCl.. Pengujian

Pada pengelasan TIG pipa API 5L arus 90 A, distribusi kekerasannya relative merata pada logam induk dan HAZ serta memiliki kekerasan tertinggi pada logam las sehingga kualitas

• Menganalisa mekanisme inhibisi dari inhibitor buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) yang diaplikasikan pada baja karbon rendah API 5L Grade B di lingkungan elektrolit NaCl 3,5%

Pipa baja API 5L Grade X65 yang sudah dibending, dipotong pada bagian intrados dan ekstrados menjadi masing- masing tiga spesimen pada setiap sudut bending dengan

Berdasarkan grafik pada Gambar 2 diketahui bahwa semakin bertambahnya waktu pemaparan, korosi baja karbon API 5L X65 tanpa inhibitor semakin meningkat, sedangkan laju

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan tarik sambungan las SMAW dipengaruhi oleh sudut saat melakukan pengelasan, jenis elektroda