• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN TANAH LONGSOR DI PONOROGO TANGGAL 01 APRIL Stasiun Meteorologi Nabire

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN TANAH LONGSOR DI PONOROGO TANGGAL 01 APRIL Stasiun Meteorologi Nabire"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN TANAH LONGSOR DI PONOROGO TANGGAL 01 APRIL 2017

Eusebio Andronikos Sampe, S.Tr PMG Pelaksana Lanjutan Stasiun Meteorologi Nabire I. PENDAHULUAN

PONOROGO (KOMPAS.com) - Sebanyak 38 orang diperkirakan masih tertimbun tanah menyusul bencana longsor yang melanda Dukuh Tingkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu ( 1/4/2017). "Menurut keterangan warga masih sekitar 22 orang jiwa dan 16 orang pekerja panen Jahe yang tertimbun tanah longsor. Totalnya sekitar 38 orang," kata Komandan Kodim 0802 Ponorogo, Letkol (Inf) Slamet Sarjianto. Slamet mengatakan, tim beranggotakan Koramil, Polsek Pulung, Tagana, BPBD, Dinas Kesehatan dibantu relawan dan masyarakat setempat melaksanakan evakuasi dan pertolongan pertama. Menurut dia, sekitar 17 orang dengan kondisi luka-luka sudah dievakuasi ke Puskesmas Pulung. Ia mengatakan, volume tanah longsor yang mengubur rumah warga mencapai panjang 800 meter dan ketinggian 20 meter. Sebelum bencana longsor terjadi, sekitar pukul 07.30 WIB terdengar suara gemuruh sehingga sebagian masyarakat terdampak menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman. Sekitar 30 menit kemudian tepatnya pukul 08.00, bencana longsor terjadi disertai dengan suara letusan menerjang sekitar 30 rumah penduduk di dua RT dan ladang masyarakat dengan jumlah jiwa yang terdampak diperkirakan sebanyak 50 orang. Kepada masyarakat diimbau untuk menjauh dari lokasi longsor. Pasalnya, kondisi tanah masih labil, dan kemungkinan bisa terjadi longsor susulan.Ia menambahkan saat ini tim masih terus melakukan pencarian korban yang tertimbun tanah longsor.

PONOROGO (KOMPAS.com) - Jarum jam menunjukan pukul 23.00 WIB, Sabtu (1/4/2017), namun pasangan suami istri, Kateni (52) dan Ismiatun (47), masih terjaga. Keduanya merupakan keluarga korban longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. "Saya enggak bisa tidur, dengar suara genset ingat suara longsor tadi pagi," kata Kateni saat ditemui di rumah kepala Desa Banaran, yang menjadi tempat pengungsian sementara, Sabtu malam. Sejumlah korban longsor di Desa Banaran dibawa ke pengungsian sementara. Karena listrik mati, untuk menyalakan lampu penerangan menggunakan genset. Kateni kehilangan putranya, Iwandana Suwandi (27), dan ibu kandungnya, Katemi (80), pada bencana longsor, Sabtu (1/4/2017). Keduanya diduga terkubur hidup-hidup di dalam rumah. "Anak saya sedang tidur di kamar," katanya sambil membuka nasi bungkus yang dibagikan relawan. Kateni mengatakan, masih terekam dengan jelas di pikirannya, detik-detik saat rumahnya tertimbun tanah material longsoran. Saat itu, dia baru saja keluar dari rumah dan berniat pergi ke ladang mencari rumput untuk pakan ternaknya. "Saya baru sebentar keluar dari rumah, tebing sudah longsor. Saya bisa lihat dari jalan," katanya pasrah. Kateni mengaku, tidak ada firasat apa pun sebelum kejadian. "Tidak ada firasat apa-apa. Biasanya anak saya tidur di rumah mertua saya. Baru kemarin dia datang ke rumah," katanya. Istrinya, Ismiatun (47), juga menjadi saksi hidup saat material longsoran menerjang rumahnya dan mengubur mertua dan anaknya yang sedang tidur pada pagi itu. Ismiatun mengatakan, saat itu dirinya sedang memasak di dapur. Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh yang sangat kencang. Dia pun sadar bahwa tebing di belakang rumahnya longsor. Dia kemudian mencari ibu mertuanya dan berusaha menggandengnya keluar rumah. Namun, material longsoran datang begitu cepat. Ismiatun melepas tangan ibu mertuanya yang sebelumnya digandengnya. "Saya lepas ibu saya, lalu saya lari keluar rumah," kata Ismiatun. Saat berlari, dia sempat menoleh ke belakang dan melihat tanah longsor menerjang rumahnya dalam hitungan detik. "Saya sempat menoleh ke belakang, rumah saya sudah tertimbun tanah," katanya sambil mengusap air matanya yang menetes. Ismiatun mengaku hanya berteriak histeris saat melihat rumahnya tertimbun tanah. Dia menyesal tidak bisa menyelamatkan putra dan ibu mertuanya. Seluruh harta bendanya,

(2)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

termasuk sepuluh ekor kambing miliknya, juga tertimbun longsoran tanah. Berbeda dengan Tamikun (60). Istrinya, Sumini (50), dan anaknya, Tri Wahyu Ningtyas, berhasil selamat. Saat kejadian, Tamikun sedang berada di jalan tak jauh dari rumahnya. Pagi itu, dia hendak pergi ke ladang untuk mencari rumput untuk pakan ternaknya. Saat itulah dia melihat sebuah pohon di tebing tiba-tiba longsor. Beberapa detik kemudian disusul tanah di tebing longsor dengan cepat. "Waktu itu ada pohon longsor, setelah itu terjadi longsoran besar," katanya. Seketika tebing di dekat pemukiman warga itu longsor dan menimpa sejumlah petani yang berada di kebun jahe serta menimbun rumah-rumah warga. "Cepat sekali kejadiannya, tanah itu tiba-tiba menutup seluruh rumah," katanya. Anaknya saat itu sedang di sekolah, sedangkan istrinya juga saat itu sedang tidak di rumah. Meski kehilangan harta benda serta 15 ekor kambingnya, Tamikun bersyukur anak dan istrinya masih bisa selamat. Sebelumnya diberitakan, bencana longsor terjadi di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, pada Sabtu (1/4/2017). Berdasarkan laporan dari BPBD Ponorogo, ada sekitar 27 warga yang tertimbun longsoran. Selain itu, ada 21 rumah yang juga tertimbun.

PONOROGO (KOMPAS.com) - Hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Nasional (PVMBG) menyebutkan bukit yang disulap menjadi ladang jahe menjadi salah satu penyebab longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Ponorogo, Sabtu (1/4/2017) lalu. Hampir seluruh tanah di bukit sekitar lokasi bencana saat ini menjadi ladang jahe. "Seharusnya bukit tidak boleh diubah menjadi ladang atau sawah. Perubahan fungsi tanah tersebut membuat kondisi tanah tidak stabil. Jadi, kalau bukit dibuat ladang, tegalan apalagi sawah, maka potensi longsornya akan sangat besar," kata Ketua Tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG), Herry Purnomo di lokasi bencana, Senin ( 3/4/2017). Ia bersama tim geologi UGM dan BNPB melakukan pengamatan di lokasi longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo. Tim mengelilingi beberapa titik yang menjadi pusat longsor dan daerah lain yang rawan longsor. Saat mengelilingi perbukitan sekitar lokasi longsor, tim mendapati banyak ladang yang ditanami jahe. Padahal semestinya perbukitan itu tidak boleh dijadikan ladang. Bila kondisi itu terus berlanjut, maka longsor susulan bisa saja terjadi lagi. Dia menuturkan, rehabilitasi lahan di perbukitan Desa Banaran harus segera dilakukan supaya peristiwa serupa tidak terjadi lagi. Lahan yang kini menjadi ladang jahe bisa ditanami tanaman keras seperti durian, nangka, dan lainnya. "Agar tidak longsor, ladang itu harus dijadikan hutan atau perkebunan yang ditanami pohon keras. Bila ingin ditanami jahe lagi, maka sifatnya tumpang sari, harus didampingi dengan pohon keras," kata Purnomo.

JAKARTA (news.detik.com) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus mengupayakan pencarian korban tanah longsor di Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu (1/4) pagi kemarin. Longor ini menyebabkan 2 orang meninggal dan 28 orang masih dicari. Kemungkinan korban tewas masih terus bertambah. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas, BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan awal terjadinya tanah longsor tersebut. Berikut penjelasan Sutopo, dalam jumpa pers di Graha BNPB, Jl Pramuka Raya, Jakarta, Minggu (2/4/2017): 11 Maret 2017

Warga Ponorogo sudah menemukan tanda-tanda retakan 30 cm di tebing Banaran dan kemudian melaporkan aparat Polisi. Kemudian lapor aparat dalam perkembangan semakin meluas dan lebar.

17 Maret 2017

Retakan tebing itu menjadi panjang dan luas sekitar 9 meter. 26 Maret 2017

Retakan itu meluas menjadi sekitar 15 meter. Pemda Kabupaten Ponorogo sudah antisipasi untuk mensosialisaikan dan Posko didirikan. Setelah itu, kata warga telah mengungsi di rumah Kepala Desa Banaran karena retakan menjadi sekitar 20 meter. Namun hujan terus menguyur sekitar wilayah Ponorogo. Akibatnya, air hujan masuk ke dalam dan ada lapisan batuan dasar atau kapur.

(3)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE 1 April 2017

Meski sudah mengungsi, warga kembali menghuni rumahnya untuk melakukan panen jahe. Saat itu, warga mendengar suara gemuruh dan asap, sehingga warga lari berhamburan menuju lokasi yang aman. Longsor terjadi pada pukul 07.40 WIB.

(4)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

Gambar 1. Sumber Informasi kejadian tanah longsor di Ponorogo tanggal 01 April 2017

http://regional.kompas.com/read/2017/04/01/17464241/longsor.ponorogo.38.orang.diperkirakan.masih.tertimbu n http://regional.kompas.com/read/2017/04/02/11394681/detikdetik.mencekam.bagi.warga.saat.longsor.terjang.po norogo http://regional.kompas.com/read/2017/04/03/22023571/ini.penyebab.longsor.di.ponorogo.yang.menewaskan.pu luhan.orang https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3464135/ini-penyebab-longsor-di-ponorogo-hasil-penelitian-tim-ugm https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3462400/dahsyatnya-bencana-longsor-di-ponorogo-ini-penampakannya https://news.detik.com/berita/d-3462895/kronologi-longsor-di-ponorogo-menurut-bnpb

(5)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

Gambar 2. Peta Wilayah Ponorogo (Sumber : Google.maps)

II. ANALISA METEOROLOGI

INDIKATOR KETERANGAN 1. SST (Sea Surface Temperature)

Tgl 31 Maret 2017

Nilai analisis suhu muka laut di perairan dekat wilayah Ponorogo, tanggal 31 Maret 2017 berkisar 28 s/d 31 0C dengan anomaly (+0) s/d (-1). Nilai negatif ini menunjukkan kondisi laut lebih dingin dan kurang adanya penguapan sehingga kurang menambah pasokan bagi terbentuknya awan-awan hujan di sekitar wilayah kejadian wilayah Ponorogo.

2. DMI (Dipole Mode Index) Tgl 31 Maret 2017

Indeks Dipole Mode menunjukkan nilai +0.19 mengindikasikan supply uap air dari Samudera Hindia cukup signifikan ke wilayah Indonesia bagian Barat, sehingga aktivitas pembentukan awan di wilayah Indonesia bagian Barat cukup signifikan pula.

3. MJO (Madden – Julian Oscillation) Tgl 31 Maret 2017

Berdasarkan data diagram fase MJO pada tanggal 31 Maret 2017 yang berada di tengah lingkaran, sehingga tidak mempengaruhi kondisi curah hujan di sekitar wilayah Indonesia.

4. OLR (Outgoing Longwave Radiation) Tgl 31 Maret 2017

Berdasarkan hasil analisis Outgoing Longwave Radiation (OLR) tanggal 02 Oktober 2016 s/d 02 April 2017 nilai anomali OLR disekitar wilayah Ponorogo : -10 W/m2 s/d -30 W/m2. Anomali OLR bernilai negatif menandakan tutupan awan cenderung lebih tebal dari rata-rata klimatologisnya 5. Pola Tekanan Udara (Isobar)

Tgl 31 Maret 2017

Berdasarkan gambar Isobar dari tanggal 31 Maret 2017 terlihat bahwa secara umum wilayah Indonesia bagian selatan terdapat beberapa pola gangguan cuaca yakni 3 (tiga) daerah tekanan rendah (Low Pressure). Hal tersebut menandakan bahwa kondisi yang mendukung aktifnya pergerakan massa udara dari wilayah Indonesia bagian utara menuju wilayah Indonesia bagian selatan.

6. Pola Angin (Streamline) Tgl 31 Maret 2017

Dari peta gradient wind analysis, menunjukkan adanya pergerakan angin yang membawa massa udara dingin dari samudera Hindia, daerah tekanan rendah serta adanya pola shearline belokan angin diatas wilayah Jawa termasuk wilayah Ponorogo, yang dapat berperan untuk pembentukan awan – awan konvektif penghasil hujan sedang hingga lebat.

(6)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE 7. Kelembaban Relatif

Tgl 31 Maret 2017

Berdasarkan data kelembaban relatif pada lapisan 850 & 700 mb di atas wilayah Ponorogo, kelembaban relatif bernilai 80 – 90 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada lapisan bawah hingga lapisan menegah udara cukup basah pada saat kejadian tanah longsor. Kondisi udara basah tersebut sangat berpotensi untuk perbentukan awan-awan konvektif di sekitar wilayah Ponorogo. 8. Citra Satelit

Tgl 31 Maret 2017

Berdasarkan gambar satelit Himawari 8 EH pada tanggal 31 Maret 2017 yang diambil mulai pukul 08.10 s/d 15.00 UTC (15.10 s/d 22.00 WIT) memperlihatkan terdapatnya awan-awan konvektif tebal (awan hujan) disekitaran wilayah Jawa bagian tengah & timur yang bergerak menuju wilayah Ponorogo dari arah selatan dan barat. Dari klasifikasi jenis awan diketahui awan yang terbentuk adalah awan Cumulonimbus (Cb) yang dapat diketahui berdasarkan suhu puncak awan pada counter line satelit Himawari 8 EH yaitu (-75) s/d (-80) 0C, yang berpotensi menimbulkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat. Kumpulan awan Cumulunimbus tersebut bergerak menuju wilayah Ponorogo pada jam 08.10 UTC.

9. Indeks Labilitas Udara Tgl 31 Maret 2017

Berdasarkan analisis labilitas udara tanggal 31 Maret 2017 pukul 06.00 dan 12.00 UTC di wilayah Ponorogo yaitu :

Indeks Labilitas Pukul 06.00 UTC Pukul 12.00 UTC

K. Indeks 35 40

LI (Lifted Indeks) -1 -1

SI (Showalter

Indeks) -1 -1

Nilai K.Indeks yaitu 35 - 40 yang mengindikasikan potensi pembentukan awan konvektif sedang hingga kuat

Nilai L.Indeks yaitu -1, yang mengindikasikan udara labil & kemungkinan hujan.

Nilai Showalter Indeks yaitu -1 yang mengindikasikan kemungkinan terjadi badai guntur.

III. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis diatas dapat disimpulkan bahwa :

 Kejadian tanah longsor yang terjadi di wilayah Ponorogo dan sekitarnya, yang salah satunya disebabkan oleh hujan lebat, dipengaruhi oleh OLR & DMI

 Track MJO di tengah lingkaran, tidak mempengaruhi kondisi curah hujan di sekitar wilayah Indonesia.

 Adanya pusat tekanan rendah, pola shearline di sekitar wilayah Ponorogo yang menyebabkan terjadinya pembentukan awan – awan konvektif penghasil hujan lebat.

 Kelembaban relatif (RH) pada lapisan 850 & 700 mb bernilai 80 - 90%. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat kejadian tanah longsor, kondisi udara cukup basah, sangat berpotensi untuk perbentukan awan-awan konvektif di sekitar wilayah Ponorogo

(7)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE IV. LAMPIRAN

Gambar 1. Analisa SST & Anomali SST tanggal 31 Maret 2017 (Sumber : bmkg.go.id/)

Gambar 2. Grafik Indeks DMI dan Peta Wilayah Ponorogo tanggal 31 Maret 2017 (Sumber : www.bom.gov.au & Google.maps)

Gambar 3. Track MJO & OLR tanggal 31 Maret 2017 (Sumber : www.bom.gov.au)

(8)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

Gambar 4. Analisa Isobar & Streamline Jam 00.00 & 12.00 UTC tanggal 31 Maret 2017 (Sumber: www.bom.gov.au)

(9)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

STASIUN METEOROLOGI NABIRE

Gambar 5. Citra Satelit Himawari 8 EH Jam 08.10 & 15.00 UTC tanggal 31 Maret 2017

Gambar 6. Kelembaban Udara Lapisan 850 & 700 mb pada jam 06.00 & 12.00 UTC Tanggal 31 Maret 2017

(10)

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA BALAI BESAR METEOROLOGI DAN GEOFISIKA WILAYAH V

Referensi

Dokumen terkait

Dalam dunia Pendidikan, penerapan teknologi Blockchain masih belum banyak diterapkan, selain karena teknologi ini sering dicontohkan untuk penanganan informasi

Prevalensi ibu yang menerapkan ASI eksklusif sebagai kontrasepsi metode amenore laktasi lebih banyak 5,6 kali pada ibu yang mendapatkan dukungan dari petugas kesehatan

Jadi, yang dimaksud dengan tradisi Mantang Aghi dalam tulisan ini ialah kebiasaan menunda datangnya hujan, yang secara turun temurun diwariskan oleh nenek moyang

anak yang lambat laun akan tumbuh semakin jelas dan kuat. Melalui hasil wawancara yang dilakukan terhadap orang tua yang memiliki anak usia prasekolah di Kelurahan

Dari Gambar 2.7 tersebut dapat dilihat keefektifan sengkang spiral dalam menahan inti beton lebih baik daripada sengkang persegi, karena pada pengekangan spiral

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan Teritb Administrasi

observasinya, Piaget juga menyakini bahwa perkembangan kognitif terjadi dalam empat tahapan. Masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan

Kemudian dilakukan operasi thresholding sehingga daging dan lemak dapat terpisahkan, Ciri yang digunakan untuk membedakan kualitas daging sapi (marbling score) pada