• Tidak ada hasil yang ditemukan

Good Governance. Oleh: Slamet Haryono *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Good Governance. Oleh: Slamet Haryono *"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak

KKN merupakan penyakit yang merusak segala sendi ekonomi dan tata pemerintahan. Good Governance merupakan cara mengobati praktek kotor tersebut. Good Governance akan terwujud apabila adanya kekompakan seluruh elemen masyarakat dan sunia usaha dalam merevolusi moral (akhlaq) dan membasmi pelaku KKN serta tidak menciptakan lingkungan yang memungkinkan KKN untuk tumbuh.

A. Pendahuluan

Good Governance seketika telah menjadi buzzword yang banyak dibicarakan di banyak kalangan. Di sektor pemerintah dengan bergulirnya reformasi menuntut adanya good governance aparat dan pegawai pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat. Pemerintah dituntut mempunyai kesadaran etos kerja yang memuaskan prinsipalnya yaitu rakyat yang telah memberikan sumber dana dalam bentuk pajak. Ketidakpuasan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi akan mencabut wewenang yang dipercayakan kepada pemerintah.

Good Corporate Governance merupakan isu lama yang digagas oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sekitar awal tahun 90-an. Tujuannya agar perusahaan yang mereka miliki dapat beroperasi secara bersih dan berupaya semaksimal mungkin menghindari praktik-praktik yang melenceng dari norma hukum yang berlaku. Namun sayang, keinginan mulia yang digagas kala itu sampai saat ini masih sekedar angan-angan, disebabkan kurangnya dukungan dari penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia.

Dengan bergulirnya waktu, fenomena yang muncul adalah adanya keinginan agar Good Corporate Governance dapat menyatu dengan khasanah budaya Indonesia. Munculah istilah Tata Kelola Perusahaan

* Penulis adalah dosen pada Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta dan sedang menempuh S2 pada Program Pascasarjana Magister Sains Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(2)

dan istilah lainnya yang bertujuan menggantikan istilah Good Corporate Governance agar tidak kebarat-baratan. Harus diakui bahwa kemampuan bangsa Indonesia baru sebatas pemberian nama atau penggantian istilah agar tidak terkesan barat, namun belum sampai pada tataran implementasi, aktualisasi apalagi pengembangan. Bahkan istilah Good Corporate Governance masih diperdebatkan. Satu pihak ada yang beranggapan istilah Good Corporate Governance sebenarnya cukup dengan Corporate Governance karena telah mempunyai konotasi good.

B. Good Governance pada Lingkup Pemerintahan

Setengah abad lebih Indonesia telah merdeka, jutaan nyawa telah dikorbankan, tentunya begitu banyak pula harta dan airmata yang tanpa ada kalkulasi ekonomi demi kata kemerdekaan. Tiga ratus lima puluh tahun Indonesia dijajah secara fisik oleh Belanda, dilanjutkan Jepang sampai akhirnya tahun 1945 Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Orde Lama Indonesia sibuk mempertahankan dan mengembalikan wilayah negara sehingga dunia usaha belumlah dapat berkembang secara baik. Dunia politik dan keamanan yang masih saja bergejolak disamping infrastruktur yang belum tersedia untuk penunjang berjalannya usaha, rata-rata hanyalah Badan Usaha Milik Negara sajalah yang beroperasi, itu saja merupakan hasil nasionalisasi dari perusahaan yang didirikan oleh penjajah misalkan beberapa perkebunan teh di pulau Jawa.

Orde baru perekonomian mulai menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pemerintah mulai menekankan perhatian pada pentingnya sektor ekonomi dengan program PELITA-nya, sehingga perekonomian menjadi bergairah. Perusahaan swasta diberikan fasilitas kemudahan untuk megembangkan usahanya semakasimal mungkin dibekali dengan proteksi (previledge). Dalam kurun tiga puluh tahun menerima berbagai perilindungan dari persaingan sehingga harus memberi balas budi kepada pemerintah demi kelangsungan usahanya. Untuk bisa mengembangkan usahanya para pengusaha terpanggil untuk memberikan servis tambahan, siapa yang paling besar dialah yang menang.

(3)

Aparat pemerintah terutama yang pada posisi basah menjadi rebutan kalangan usaha untuk mendekatinya demi perusahaan. Tidak ada servis cuma-cuma, pengusaha memberikannya supaya pejabat tersebut memberikan proyek dan hak khusus hanya kepadanya saja dan mematikan pengusaha lain. Kalau mungkin di Indonesia hanya dia yang mempunyai usaha pada suatu komoditas (monopoli). Inilah asal muasal Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang menyebabkan hancurnya tatanan moral dan ekonomi Indonesia.

Pungutan liar telah menjadi budaya dari level RT saat mengurus surat pengantar pembuatan KTP dengan istilah sukarela yang diminta dengan nominal ribuan sampai kalangan pemerintah pusat yang tentunya dengan nominal jutaan sampai miliaran.

Semua surat yang dikeluarkan oleh instansi pemerintah termasuk TNI dan Kepolisian mempunyai nilai intrinsik termasuk surat kematian dan surat kehilanganyang harus ditanggung oleh pemohon. Lantas ada pertanyaan substansial di mana dana operasional setiap departemen, termasuk Departemen Agama yang telah lama dikenal sebagai salah satu departemen yang tingkat korupsinya tertinggi.

KKN yang awalnya merupakan system disturbance telah berubah menjelma menjadi sistem baru yang diyakini menjadi lumbung pemasukan bagi pegawainya yang kadang lebih besar dari gaji yang formal yang tiap bulan diterima. Akhirnya kini semacam menjadi konsensus dengan dalih apapun pungutan sukarela merupakan prasyarat lancarnya urusan. Oleh karena itu, Good Governance merupakan kebutuhan mutlak pembasmian perampok-perampok berseragam di pemerintahan. Rakyat sudah terlalu capek menanggung beban susahnya untuk bertahan hidup, akankah ditambah lagi dengan impas kerakusan tanpa batas pemerintah.

Diperlukan perubahan fundamental, kontinyu dan menyeluruh dengan niat yang tulus serta disertai tersedianya perangkat hukum yang memadai. Lebih penting lagi adalah pembersihan bertahap aparat hukum, komitmen terhadap hukum yang berlaku serta dukungan masyarakat untuk tidak menciptakan stimulan terjadinya praktik bisnis yang amoral.

(4)

C. Pemahaman terhadap Etika (Akhlaq)

Etika berhubungan dengan pendidikan. Situasi pendidikan yang sedang mengalami kemerosotan berimbas pada merosotnya moral, pendidikan sebatas tatap muka di kelas dan putus ketika siswa telah meninggalkan sekolah atau kampus. Siswa setiap harinya dijejali dengan pengetahuan yang tidak mempunyai roh moralitas, akhlaq karena pengajarnyapun didoktrin untuk mengajarkan sedemikian banyak pelajaran dalam satu periode pelajaran. Siswa dari tingkat pendidikan terbawah diberikan target yang hanya bernuansa materi dan tanggung jawab sosial dan religiusitas hanyalah mempunyai porsi yang sangat kecil sehingga tidak mempunyai bekas yang cukup untuk merasuk dalam jiwa siswa.

Pendidikan akhlak seakan terlupakan. Siswa dikatakan berhasil jika memperoleh nilai ujian yang tinggi, mempunyai pekerjaan dengan gaji tinggi, sisi moralitas terlupakan. Sehingga dalam menjalankan pekerjaan di tempat bekerja, karyawan hanya menggunakan rasionalitas dan skill yang dimiliki.

Akumulasi dari hilangnya pendidikan akhlaq ini yaitu merebaknya praktek KKN yang telah menjadi sistem baru di samping sistem formal yang ada. KKN kini telah menjadi budaya yang melekat dalam urusan pemerintahan dan menjalar ke sektor swasta.

D. Good Corporate Governance

Akhir 1997 atmosfer bisnis di Indonesia mulai goncang. Praktik KKN telah menghambat optimalisasi kegiatan usaha untuk memperoleh keuntungan. Harus diakui bahwa dunia usaha awalnya dan berkembang atas previledge yang mereka nikmati semasa Orde Baru. Suasana demikian ingin dipupuk oleh banyak kalangan pengusaha demi status quo usahanya. Berbagai jalan ditempuh dari yang masih malu-malu sampai yang secara vulgar bernegosiasi atas kompensasi yang akan masing-masing pihak akan diterima. Hingga akhirnya dunia usaha di Indonesia menghadapi sebuah kondisi yang mengharuskan mereka bertempur dengan produk luar sebagai konsekuensi pasar bebas ASEAN dan globalisasi perdagangan. Pengusaha yang semasa orde

(5)

baru bisa menjual barang dan jasa dengan menentukan harga sekehendak hatinya, karena tidak ada pesaing.

Namun justru kemanjaan tersebut menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Produk dalam negeri yang proses produksinya tidak efisien diadu dengan produk alternatif lain yang dihasilkan dari proses yang efisien. Akibatnya produk yang tidak efisien akan menjual dengan harga yang tinggi. Sebaliknya produk yang efisien akan menjual produknya dengan harga yang efisien. Konsumen akan memilih produk yang dengan harga yang lebih rendah untuk produk yang relatif kualitasnya sama. Krisis ekonomi mulai 1997 tersebut memunculkan kesadaran bahwa selama ini akselerasi dunia usaha tidak secara alami tetapi karena hak-hak khusus atau dengan kata lain karena sistem yang salah.

Hubungan Good Corporate Governance dan budaya perusahaan, etika bisnis dan peningkatan keuanggulan kompetitif yaitu, perusahaan untuk menjadi besar, modal pokoknya adalah adanya budaya perusahaan yang akan membekali perusahaan hingga mengantarkan dalam setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan perusahaan serta menjalani goncangan bisnis dengan kerangka kerja yang kokoh. Jika tidak Good Corporate Governance dalam perusahaan, maka daya saing perusahaan itu hanya mengikuti perkembangan pasar atau posisi pesaing (follower) belaka, bukan sesuatu yang melekat pada perusahaan itu sendiri.

Keterpurukan ekonomi negara-negra Asia dikarenakan tidak adanya Good Corporate Governance dalam perusahaan-perusahaan. Hal ini ditengarai karena oriental culture yaitu asas kekeluargaan yang justru dianggap meghambat perkembangan dunia usaha untuk dapat beroperasi secara profesional dengan dedikasi yang tinggi. Akan tetapi banyak pula para ahli yang menekankan Good Corporate Governance pada modern management merupakan kesiapan ownership dan management.

E. Implementasi Good Corporate Governance

Pelaksanaan Good Corporate Governance terdapat tiga unsur pokok sebagai fundamen, yaitu : (1) penegakan hukum (law enforcement ) yang bukan sekadar jargon-jargon pada acara talk show dan

(6)

pidato-pidato pejabat pemerintah serta cita-cita kamuflase, tetapi perlu adanya komitmen pemerintah menerapkan hukum tanpa pandang bulu yang harus dimulai dengan mereposisi lembaga yudikasi dan melepaskannya dari kepentingan politik dan kepentingan ekonomi elit politik. Selagi masih dalam sistem yang tidak netral dari kepentingan-kepentingan tersebut maka cita-cita tercapainya penegakan hukum masih hanya sebatas angan-angan. (2) Pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan untuk menentukan regulasi, mempunyai daya tawar terhadap pelaku ekonomi sebagai obyek peraturan tersebut, masing-masing pihak dari obyek regulasi akan berusaha dengan berbagai jalan agar kepentingan kelompoknya terakomodasi semaksimal mungkin. Kelompok lainpun akan melakukan usaha serupa dengan tujuan yang relatif sama. Kelompok yang akan diakomodasi yaitu kelompok yang mempunyai daya preasure terhadap pembuat peraturan. Pemerintah dituntut dapat semaksimal mungkin mampu mengakomodasi kepentingan publik secara riel, bukan kepentingan sekeloompok tertentu saja meski kelompok tertentu tersebut memberikan fee yang menggiurkan. Loyalitas dan moralitas pegawai pemerintah memegang posis menentukan teercapainya Good Corporate Governance dari pihak pemerintah. (3) Legislatif, sebagai lembaga tinggi dan tertinggi negara yang mempunyai fungsi mengawasi jalannya pemerintahan, DPR dan MPR mempunyai berbagi jenis hak dan kewajiban agar jalannya fungsi pemerintah bisa efektif dan efisien. Personel DPR/MPR disyaratkan memahami substansi permasalahan sehingga pengawasan bisa berjalan dengan baik. Anggapan bahwa lemabaga legislatif sebagai tukang stempel yang tentunya stempel harus sesuai dengan keinginan pemerintah sebagai pemesannya harus dihilangkan. Namun saar ini yang masih terjadi dari penelitian PERC Hongkong tahun 2002, justru pemborosan uang negara terbesar justru terjadi di lembaga wakil rakyat diikuti pemerintah dan lembaga yudikatif. Hal ini bergeser dari jaman Orde Baru yang saat itu pemerintah pada urutan pertama karena lembaga legislatif merupakan “subsystem” dari pemerintah. Artinya adalah pemerintah untuk melakukan KKN melibatkan legislatif sehingga uang yang diterima legislatif merupakan distribusi dari proyek pemerintah. Namun saat ini DPR/MPR tidak mau kalah dari

(7)

pemerintah karena DPR posisnya adalah sejajar dengan pemerintah dalam tata hukum dan dianggap harus sama pula dalam posisi ekonomi. Good Corporate Governance tidak semata menekankan pada nilai keuntungan material akan tetapi adanya prinsip tranparancy, accountability, fairness dan resposiblity. Good Corporate Governance mencakup tanggung jawab sosial (social responsibility) yang terdiri aspek ekonomi dan non-ekonomi termasuk di dalamnya moral dan etika yang mengatur bagaimana dalam melakukan usaha atau berbisnis, serta mengatur hubungan dengan stakeholder. Jadi tidak sekedar membahas profit atau keuntungan saja.

Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance dibutuhkan code of conduct atau pedoman di suatu perusahaan. Di bawah ini contoh beberapa code of conducyang dibuat sebuah perusahaan BUMN yaitu antara lain sebagai berikut.

a. Apakah diperbolehkan pimpinan perusahaan bermain golf dengan kontraktor? Boleh asal dengan kontraktor yang tidak sedang mengerjakan proyek yang sedang berjalan saat ini dan tidak ditanggung biayanya oleh kontraktor tersebut.

b. Apakah boleh menerima parcel dari rekanan? Boleh asal tidak melebihi nominal Rp. 200.000,- . Jika lebih maka harus diserahkan kantor atau ke lembaga sosial.

c. Apakah pegawai diperbolehkan menerima upah ssetelah selesai memperbaiki instalasi di tempat pelanggan? Pegawai dilarang menerima upah selain gaji dari kantor.

d. Apa arti sebuah paraf? Jika telah membubuhkan paraf berarti telah bersedia bertanggung jawab penuh atas surat tersebut.

e. Apa sanksinya jika terbukti menerima suap? Pecat setelah adanya sangsi administratif sebelumnya.

Code of conduct merupakan kode etik moral yang sederhana bagi seluruh karyawan, yang mencerminkan budaya perusahaan. Cara mengevaluasi pelaksanaannya yaitu dengan membuat komite yang dipilih secara demokratis oleh segenap karyawan. Komite ini mempunyai hak untuk memberikan rewards dan punishment. Komitmen pimpinan untuk memulai menerapkan code of conduct akan memberikan reformasi budaya perusahaan yang efektif, baik dengan kekuasaan formal maupun efek psikologis terhadap bawahannya.

(8)

Good Corporate Governance merupakan seperangkat peraturan yang mengatur urusan antar suatu entitas dengan stakeholders, agar tidak terjadi salah satu pihak terlalu powerfull sehingga ada yang merasa dirugikan, seras kehilangan haknya. Peraturan menjadi sebatas alat dan tidak mempunyai jiwa jika tanpa disertai komitmen seluruh pihak.

Good Corporate Governance mempunyai empat komponen yang masing-masing tidak dapat berjalan sendiri. Masing-masing komponen akan berinteraksi. Komponen-komponen tersebut adalah:

(1) Fairness, setiap keputusan yang diambil adalah keputusan yang senantiasa memperhatikan kepentingan shareholder mayoritas dan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas. Selain itu juga harus mengakomodasi kepentingan stakeholder lainnya di luar direksi/pimpinan yaitu karyawan, konsumen dan suplier serta pihak lainnya yang terkait dengan perusahaan.

(2) Accountability, komisaris, direksi/pimpinan dan jajarannya dituntut mempunyai kemampuan dan integritas untuk menjalankan operasi perusahaan sesuai regulasi yang berlaku yaitu AD/ART.

(3) Transparancy, dalam proses pengambilan keputusan direksi dan dewan komisaris selalu menampilkan keterbukaan terhadap stakeholder lain dengan cara komprehensive, relevant, frindly, reliable, comparable dengan based accounting practice.

(4) Responsibility, dalam menjalankan usahanya selain mempunyai tanggung jawab kepada pemegang saham/pemilik, direksi, dewan komisaris tetapi juga bertanggung jawab denga stakeholder lainnya termasuk karyawan dan masyarakat.

Dalam implementasi Good Corporate Governance perlu adanya blue print yang menjadi pijakan, karena Good Corporate Governance bukanlah personality, akan tetapi merupakan sistem yang menyeluruh baik dari sumber internal perusahaan dan juga eksternal lingkungan perusahaan beroperasi. Masing-masing pihak tidak bisa diabaikan karena semuanya mempunyai kontribusi terhadap kesuksesan atau tercapainya tujuan perusahaan.

(9)

F. Manajemen Merupakan Inti dari Governance

Kriteria baik tidaknya Good Corporate Governance suatu perusahaan, salah satunya dapat dilihat apakah perusahaan tersebut menjadi beban bagi pemerintah atau tidak.inti dari Good Corporate Governance adalah manajemen yang efektif. Manajemen modern yang baik mempunyai empat elemen dasar yang harus dipahami terlebih dahulu yaitu: (1) mata uang; (2) budgeting; (3) double entry accounting dan (4) teknologi informasi (IT)

Mata uang merupakan salah satu penemuan manusia yang fenomenal, merupakan cermin kegiatan ekonomi dan politik. Mata uang mempunyai berbagai sisi. Disatu sisi mata uang menjadi motor penggerak perekonomian, tetapi di sisi lain bisa menjadi alat yang menghacurkan perekonomian dan juga politik. Sejarah telah memberikan bukti banyak sistem dan peradaban yang dihancurkan oleh uang dan sistem baru yang dibangunkan oleh uang.

Budgeting merupakan ekspreksi strategi dan usaha dari suatu perusahaan atau pemerintahan. Semua rencana kerja diterjemahkan dalam mata uang dan dituangkan dalam budgeting yang merupakan pengarahan, pengendalian dan pengawasan jalannya sebuah perusahaan atau pemerintahan1.

Double entry accounting, adalah penemuan dalam bidang pembukuan yang memisahkan penerimaan di satu sisi dengan pengeluaran di sisi lainnya. Kaitannya dengan manajemen yaitu dalam hala bagimana cara memaksimalkan pendapatan dan penghematan pegeluaran2.

Aspek yang keempat adalah teknologi informasi atau IT. Tidak dapat dipungkiri teknologi informasi (IT) telah terbukti menjadi bagian dari kehidupan manusia. Fungsi teknologi informasi semakin lama semakin menjadi bagian dari aktivitas menusia dan ketergantungan

1 Arifin Sabeni, “A Discussion of Political Influence on Operation of Management

Accounting in Organozations”, dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Yogyakarta, Desember 1999.

2 Isti Rahayu, “Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Partisipasi

Pengangguran dan Kinerja Manajerial”, dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Yogyakarta, Desember 1999.

(10)

manusia semakin tinggi terhadap IT. Perkembangan teknologi informasi telah mendorong terjadinya revolusi teknologi, yang telah mengubah struktur masyarakat Amerika Serikat dari masyarakat industri menjadi masyarakat informasi, sehingga labor intensive industry dipindahkan ke Jerman dan Jepang. Sekitar 15 tahun kemudian Jepang-pun mengalami proses serupa dengan berpindahnya labor intensive industry ke Korea Selatan, Hongkong, Taiwan dan Singapura yang kemudian melahirkan istilah macan Asia. Dalam perjalanan selanjutnya empat negara tersebut benar-beenar menjadi macan Asia sehingga labor intensive industry dipindahkan Cina daratan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia selain Singapura. Perpindahan labor intensive industry memunculkan cross investasi dan terjadinya globalisasi pasar modal dan globalisasimanufacturing yang bermuara adanya globalisasi perdagangan.

Untuk bisa bertahan dalam globalisasi, perusahaan dituntut mempunyai daya tahan yang kuat. Jika perusahaan mempunyai daya tahan yang kuat maka secara otomatis moral orang-orang dalam perusahaan akan kuat, mentalnya sehat sehingga tidak perlu melakukan suap dan berbagai bentuk KKN lainnya karena perusahaan mempunyai daya tawar yang tinggi. Jika perusahaan mempunyai daya tahan yang kuat maka tercapailah Good Corporate Governance.

Perusahaan saat ini dituntut mempunyai visi revolusi teknologi yang progress. Visi tekonologi akan mendorong munculnya globalisasi informasi, currency, dan sekuritas atau pasar modal. Peranan pasar modal akan menggeser fungsi perbankan dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan jika perusahaan mempunyai kinerja yang menarik bagi pemilik uang. Jadi perusahaan tidak hanya menekankan pada jasa perbankan semata yang meningkatkan liability growth atau debt equity ratio yang kurang baik bagi perusahaan

G. Pelaksanaan Good Corporate Governance, Overpricing, dan

Mark up

Paradoksial masih saja menyelimuti negeri ini, yang telah merambah di semua sendi kehidupan, tidak peduli sektor hukum, politik, hukum, budaya, teknologi dan ekonomi/dunia usaha. Paradoksial yang terjadi yaitu, meskipun sudah menjadi rahasia umum

(11)

bahwa instansi pemerintah termasuk BUMN menjadi sarang KKN, ternyata BUMN-BUMN tersebut berebut memberi atribut Good Corporate Governance pada perusahaannya. Selain itu adanya stigma perusahaan tersebut merupakan perusahaan dengan kondikte buruk pada hutang, upah buruh, pembayaran pajak dan tanggung jawab terhadap lingkungan hidup. Praktek curang yang terjadi pada iklim usaha di Indonesia antara lain overpricing dan mark up.

Over pricing yaitu terjadinya proyek-proyek dengan deal-deal bisnis bawah tangan, yang semuanya ada harga yang harus dibayar, yang dilakukan dengan cara menggelembungkan harga dari harga yang wajar atau harga pasar (fairvalue). Lembaga penyedia seperti perbankan disedot uangnya oleh proyek-proyek tersebut kemudian proyek tersebut dinyatakan bangkrut, apalagi perbankan dan proyek yang dibiayai merupakan satu grup usaha sehingga transaksi pemberian kredit teramatlah mudah tanpa adanya supervisi yang memadai. Bank tidak dapat memperoleh kembali pinjaman yang telah dikeluarkan, sehingga banknya ikuti-kutan bangkrut. Jadilah negara sebagai penanggung intrik-intrik bisnis yang dilakukan perampok dan perompak bisnis.

Mark up yang pada awalnya mempunyai makna netral kini telah menjadi salah satu praktek curang bisnis, yaitu praktek bisnis dengan melakukan transfer pricing dalam manajemen divisonal. Praktek mark up menjadi sah karena masing-masing divisi masih dalam satu otoritas, sehingga pemilik dapat mensinkronkan harga dari divisi yang satu yang merupakan produsen dari divisi lainnya yang akhirnya akan sambung menyambung dalam rangka menghasilkan produk akhir. Mark up dilakukan dengan cara menentukan harga transfer yang lebih rendah dari suatu divisi meski bila barang setengah jadi tersebut bila dijual keluar perusahaan/pasar harganya lebih tinggi daripada dijual ke divisi selanjutnya dalam satu grup perusahaan. Divisi tersebut mengirim produknya ke divisi selanjutnya sehingga harga pokok divi selanjutnya tersebut akan lebih rendah. Proses tersebut terus berlanjut sampai divisi final taouch. Akhirnya harga jual dari produk yang siap dijual ke pasar akan mempunyai harga yang lebih rendah dari pesaing dengan produk sama.

(12)

Mark up yang terjadi pada level bawah relatif tidak mengganggu aliran kas perusahaan. Bahkan dalam batas-batas tertentu meskipun batas-batas tertentu tersebut tetap saja sebenarnya tidak dibenarkan, praktek mark up malah mendorong karyawan menjadi semakin aktif, produktif dan efisen. Hal tersebut terjadi karena mark up menjadi semacam bonus yang dapat memotivasi semangat kerja karyawan.

Praktek mark up pada tingkat top manajemen kadangkala bisa lebih besar dari nilai investasinya. Maka mark up yang terjadi bukan hanya mengakibatkan kesulitan aliran kas perusahaan tetapi akibatnya akan dirasakan juga oleh para stakeholder, negara dan masyarakat.

Over pricing dan mark up merupakan kejahatan sistemik yang merusak sendi perekonomian, yang telah terbukti menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis di Indonesia. Praktek overpricing dan mark up membuat informasi telah menjadikan tujuan informasi akuntansi sebagai sumber informasi yang relevan dan realible untuk pengambilan keputusan tidak dapat tercapai3.

H. Pentingnya Pembangunan Citra Perusahaan

Citra sebagi sebuah perusahaan yang berhasil harus senantiasa ditumbuhkembangkan, baik sebagai budaya perusahaan yang tercermin dalam etika dala melakukan usaha, sampai akhirnya sebagi keuanggulan komparatif perusahaan. Good Corporate Governance dapat digambarkan dalam bagan berikut4 :

Governance Proses good governance Citra perusahaan (trust) manajemen

Hambatan/godaan Akibat Godaan Perlunya moral terhadap

kesempatan movement

3 Ikata Akuntan Indonesia (IAI), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

(PSAK), (Jakarta:Salemba Empat), 1999.

4

Kaji Ulang Corporate Governance di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo), p.

(13)

Governance manajement terdiri dari:

(1) mata uang, sebagai motor penggerak dan penghancur; (2) budgeting sebagi cermin atas semua usaha dalam bentuk uang;

(3) double entry accounting, menaikkan penerimaan dan meminimalkan pengeluaran;

(4) teknologi informasi (IT) sebagai dampak pesatnya perkembangan teknologi.

Proses good governance terdiri dari:

1. memperjelas operation line in/out (supplier-input-process-output-customer); 2. memperjelas who, what, dan what to do;

3. memperjelas rasio-rasio ukuran kesehatan perusahaan; 4. mempertajam plan–do-check-action;

5. sasaran akhir yang ingin dituju adalah pertumbuhan equitas dan bukannya liabilitas, peningkatan daya asing;

6. konsekuensi hasil: moral sehat dan anti KKN. Godaan sikap terhadap peluang/kesempatan, terdiri : 1. jangka pendek, yaitu ingin segera melihat hasil;

2. mengutamakan kepentingan pribadi/kelompok dengan mengorbankan kepentingan yang kebih besar.

Akibat godaan yang tak terkendali maka akan terjadi praktek moral bangsa yang meningkat, yaitu :

a. demokratisasi praktek korupsi; b. koruptisasi demokrasi;

c. koruptisasi birokrasi;

d. pengusaha dipaksa membeli wewenang pejabat;

e. pengusaha menganggarkan dana secara sukarela untuk membeli perizinan dan proyek;

f. koruptisasi konstitusi; dan g. kegagalan pasar.

Citra perusahaan berhasil melalui trust, merupakan modal utama perusahaan yang terefleksi dalam:

(1) corporate culture; (2) etika usaha;

(3) keunggulan komparatif.

Perlu adanya moral movement, yang terdiri :

(14)

(2) Menjadi panutan dengan dimulai dari sdiri sendiri, terutama dari top management

(3) Membangun komitmen di selutruh lini perusahaan dengan masing-masing bertindak benar.

(4) Menciptakan blue print bisnis dengan tetap mencegah blue print syndrome

(5) Membangun standar kebenaran yang berlaku secara adil dagi seluruh personil.

(6) Menolak segala bentuk suap, angpau dan tips atau segala bentuk lain meskipun harus berkorban secara jangka pendek.

(7) Membangun industrial democracy synergy (morak dan etika tindak lanjut dengan moral dan etika)

(8) Membangun TRAF (transparancy, responsibility, accountability, dan fairness)

(9) Merealisasikan nation dan character dari usia dini dalam keluarga dan pendidikan.

Dengan unit bisnis membangun dan meralisasikan runtut langkah Good Corporate Governance akan tercipta moral yang sehat di seluruh lini perusahaan, sehingga tidak ada alasan lagi untk terjadinya KKN. Walaupun untuk dilakukan di Indonesia merupakan langkah tidak populer saat ini dan dianggap “sok suci”. Meskipun praktek KKN telah mengakar akan tetapi harus ada yang meulai dan merevolusi demi keunggulan komparatif jangka panjang dan fundamental.

Ketika proses Good Governance berjalan maka akan tercipta image atau citra perusahaan sebagai perusahaan yang berhasil yaitu melalui trust para customer sampai akhirnya menjadi pemenang dalam persaingan usaha secara jujur.

Terjadinya bad company karena tidak tahannya personil perusahaan terutama pada level pimpinan terhadap godaan peluang dan kesempatan untuk segera merasakan hasilnya. Penyebab lainnya adalah dorongan untuk mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya. Dorongan ini akan memunculkan kepentingan kelompok “penguasa” yang menonjol dan memarginalkan kelompok lain. Akibatnya kekompakan hilang dan muncul fiksi-fiksi yang semakin lama rasa untuk menjatuhkan kelompok lain yang akhirnya menggerogoti perusahaan.

(15)

I. Kesimpulan

Good Governance akan terwujud jika senagat untuk merevolsi budaya KKN dengan membangun moral dan tindakan nyata dari pelaku usaha dengan tidak merespon dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya KKN, pemerintah dengan perangkat hukumnya dan membasmi semua pelaku KKN termasuk membersihkan aparat hukum yang terlibat dalam mafia peradilan dan legislatis dengan fungsi pengawasannya.

(16)

Daftar Pustaka

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), Jakarta:Salemba Empat, 1999.

Kaji Ulang Corporate Governance di Indonesia, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Sabeni, Arifin, A Discussion of Political Influence on Operation of Management Accounting in Organozations, dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Yogyakarta, Desember 1999. Rahayu, Isti, Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Partisipasi

Pengangguran dan Kinerja Manajerial, dalam Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Yogyakarta, Desember 1999.

Referensi

Dokumen terkait

Penju Penjualan alan prod produk uk koper koperasi asi secara tunai tidak dicatat di buku harian ini dan karena penjualan secara kredit tidak akan secara tunai tidak dicatat di

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Teknis Pelaksana Entry Penyelenggaraan

Sekolah/Madrasah dinyatakan terakreditasi jika Nilai Akhir kumulatif untuk seluruh komponen akreditasi sekurang-kurangnya 56, dengan ketentuan tidak lebih dari 2

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Janssen, et al., (2010) dari 97 pasien yang diteliti, dengan 49 orang penderita stroke iskemik dan 48 orang lainnya menderita

elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Masalah yang terjadi adalah Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu diantaranya yaitu penelitian (Susilowati, 2016), hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif

Pola yang sama didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh Durratul Fakhiroh (2107) dalam pengujian generasi pada penelitiannya menggunakan algoritma genetika untuk

hukum adat secara historis telah ada semenjak zaman pra Islam dan setelah zaman Islam. Kemudian pada Tahun 375 H. 986 M, telah ada Kerajaan Linge Gayo di pimpin oleh Adi