• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIKEL SKRIPSI. Oleh Wahyu Widia Astuti PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARTIKEL SKRIPSI. Oleh Wahyu Widia Astuti PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MENURUNKAN KECEMASAN INTERAKSI SOSIAL

MELALUI KONSELING KELOMPOK KOGNITIF

BEHAVIORAL SISWA KELAS X SMK TEKNOLOGI DAN

INDUSTRI KRISTEN SALATIGA TAHUN AJARAN

2015/2016

ARTIKEL SKRIPSI

Diajukan kepada Program Studi Bimbingan dan Konseling untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Wahyu Widia Astuti 132012027

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

1

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

MENURUNKAN KECEMASAN INTERAKSI SOSIAL

MELALUI KONSELING KELOMPOK KOGNITIF BEHAVIORAL SISWA KELAS X SMK TEKNOLOGI & INDUSTRI KRISTEN SALATIGA

TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh : Wahyu Widia Astuti

Pembimbing : Prof. Drs. J.T. Lobby Loekmono Ph. D. Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan karena terdapat siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga yang berada pada kategori Tinggi dan Sangat Tinggi Social Interaction

Anxiety Scale (SIAS). Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen

semu dengan desain penelitian Pretest-Posttest Control Group Design. Subjek penelitian adalah 10 siswa yang memiliki kecemasan interaksi sosial Tinggi dan Sangat Tinggi yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan setiap kelompok terdiri dari 5 siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menurunkan kecemasan interaksi sosial melalui konseling kelompok kognitif behavioral pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Withney . Hasil pre test kedua kelompok diuji menggunakan Mann Withney menghasilkan sig.(2-tailed) 0,916 > 0,05, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sehingga penelitian dapat dilanjutkan. Hasil post test kedua kelompok diuji menggunakan Mann Withney menghasilkan sig.(2-tailed) 0.009<0.050, artinya ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini adalah konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga. Hal ini dapat dilihat dari mean

rank pre test sebesar 5,40 mengalami penurunan mean rank ketika post test

menjadi 3,00 pada kelompok eksperimen. Penurunan kecemasan interaksi sosial terjadi karena pemberian treatment kepada kelompok eksperimen.

Kata kunci: kecemasan interaksi sosial, konseling kelompok kognitif behavioral, siswa kelas X SMK

(7)

2

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu hambatan manusia untuk dapat terlibat dalam interaksi sosial adalah kecemasan. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat membantu mengatasi masalah kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan khusus seperti kecemasan interaksi sosial dan kecemasan pasca trauma. Peristiwa yang memicu ketika beranjak dewasa akan memicu munculnya keyakinan utama yang membangkitkan pemikiran kini. Pada gilirannya, pemikiran kini menciptakan suatu konsekuensi, yaitu emosi dan perilaku berupa kecemasan (Froggatt, 2006, dalam Sukandar, 2009).

Ketika individu mencapai kategori tingkat tertinggi kecemasannya, panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu mengalami respon fight,

flight atau freeze yaitu kebutuhan

untuk pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang atau tidak dapat melakukan sesuatu (Videbeck, 2008:307). Oleh karena itu, kecemasan pada kategori Tinggi dan

Sangat Tinggi harus segera ditangani.

Asrori (2009) melakukan penelitian terhadap mahasiswa yang mempunyai kecemasan sosial dengan judul “Terapi kognitif perilaku untuk mengatasi gangguan kecemasan sosial” Hasilnya menunjukkan bahwa Terapi Kognitif Perilaku dapat menurunkan tingkat kecemasan pada gangguan kecemasan sosial yang dialami oleh kedua subjek, bahkan meningkatkan kepercayaan diri subjek dalam berinteraksi sosial.

Novitasari (2013), melakukan penelitian terhadap anak usia sekolah dengan judul “Penerapan Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah”. Dapat disimpulkan bahwa intervensi CBT tidak efektif untuk menurunkan kecemasan pada diri D. Penulis menemukan dua penelitian yang sama-sama menerapkan CBT untuk menurunkan kecemasan. Namun, dari dua penelitian yang telah dilakukan memiliki hasil yang berbeda bahkan bertolak belakang. Penelitian Asrori (2009) memperoleh hasil bahwa

(8)

3

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

CBT efektif untuk menurunkan kecemasan, sedangkan penelitian Novitasari (2013) memperoleh hasil bahwa CBT tidak efektif menurunkan kecemasan.

Jika penelitian Asrori (2009) dan penelitian Novitasari (2013) menggunakan desain subjek kecil, penulis akan melakukan penelitian ulang penerapan CBT dalam menurunkan kecemasan dengan desain yang berbeda yaitu di dalam kelompok kecil berjumlah 5 orang, karena kelompok kecil yang harmonis adalah kelompok yang beranggotakan 5 orang (Goldstein, Heller & Scherest, 1966, dalam Loekmono, 2003). Dalam penelitian ulang ini penulis memfokuskan pada penurunan kecemasan interaksi sosial kepada 5 siswa dalam kelompok kecil di kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.

Secara tradisional, psikoterapi adalah istilah yang digunakan dalam setting medis seperti unit psikiatri, dan konseling adalah label yang digunakan dalam

setting pendidikan seperti pusat

bimbingan dan penyuluhan siswa (McLeod, 2006). Penulis adalah

mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Bimbingan dan Konseling, sehingga penulis akan melakukan penelitian ulang tidak dengan memberi terapi, tetapi dengan melaksanakan konseling. Penulis akan melakukan penelitian ulang dengan judul: Menurunkan Kecemasan Interaksi Sosial Melalui Konseling Kelompok Kognitif Behavioral Siswa Kelas X SMK T&I Kristen Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X di SMK T&I Kristen Salatiga?

1.3 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui signifikasi penurunan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X di SMK T&I Kristen Salatiga melalui konseling kelompok kognitif behavioral.

(9)

4

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

1.4 Manfaat Penelitian 1.1.1 Manfaat Teoritis

Jika dalam penelitian ini ditemukan bahwa Konseling Kognitif Behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asrori (2009). Jika dalam penelitian ini ditemukan bahwa Konseling Kognitif Behavioral tidak dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Novitasari (2013)

1.1.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini memberi masukan tentang kepastian Konseling Kognitif Behavioral dapat/tidak dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa dan untuk merencanakan layanan BK kepada siswa di sekolah yang mempunyai kecemasan kategori Tinggi maupun Sangat Tinggi.

LANDASAN TEORI

2.1 Kecemasan Interaksi Sosial Kecemasan interaksi sosial di definisikan sebagai rasa takut dan pe nghinda-ran dari pertemuan, dalam berinteraksi dan mengekspresikan diri dengan orang lain (Mattick & Clarke, 1998).

Pengamatan kecemasan interaksi sosial didefinisikan sebagai rasa takut dan menghindari situasi sosial dimana dia berada atau sedang diamati. Individu yang menderita gangguan kecemasan berinteraksi akan menghindari situasi sosial karena mereka percaya bahwa dalam situasi seperti itu mereka berpotensi akan dievaluasi secara negatif oleh orang lain (LaFarr, 2010), dan evaluasi negatif ini adalah mempunyai kemungkinan dan kepastian akan terjadi (Ingman, 1999). Leitenberg (1990) mendefinisikan bahwa kecemasan berinteraksi melibatkan perasaan ketakutan, kesadaran diri, dan tekanan emosional dalam situasi yang sebenarnya dapat diantisipasi atau dievaluasi terhadap lingkungan sosial. Menurut Mattick and Clarke (1998) kecemasan sosial memiliki

(10)

5

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

dua bentuk yang hampir sama yaitu, kecemasan sosial yang terjadi ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain, dan kecemasan sosial terjadi ketika seseorang diamati atau diperhatikan oleh orang lain.

Ada beberapa ciri-ciri kecemasan interaksi sosial, yaitu: Gejala kognitif, ini termasuk kesadaran diri, hanyut dalam persepsi adanya evaluasi negatif, kewaspadaan yang tinggi, dan pikiran menyalahkan diri sendiri (Ingman, 1999). Gejala perilaku yang bervariasi dalam kasus yang paling ekstrim akan membuat individu menghindari situasi atau penundaan aktifitas untuk menghindari situasi tersebut atau ketika individu dalam situasi yang mengharuskan kontak mata, akan menjadi gagap, gelisah, dan penghindaran situasi sosial (Ingman, 1999). Gejala-gejala fisiologis dari kecemasan sosial sangat luas, tetapi biasanya meliputi; jantung berdebar-debar, gemetar, dan berkeringat (Turner, Beidel, & Larkin, 1986). Gejala-gejala ini dapat terjadi baik ketika seseorang berada dalam situasi sosial atau sebagai reaksi

terhadap membayangkan orang atau mengantisipasi berada dalam situasi seperti itu. Kecemasan juga sering dihubungkan dengan keadaan emosi yang negatif seperti keadaan emosi yang negatif dalam mempersepsikan stimulus dari luar, kecenderungan dalam memiliki kontrol diri yang rendah sampai dengan

ketidakpastian dalam diri individu dalam memandang diri sendiri (Brooks & Schweitzer, 2011).

2.2 Konseling Kelompok Kognitif Behavioral

Konseling kelompok sebagai salah satu bentuk konseling dipandang memiliki kelebihan dibandingkan dengan konseling individual (Winkel, 2006).

Konseling kognitif-perilaku dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam latar individual maupun kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat dilaksanakan dalam dua format kegiatan: kelompok homogen dimana semua anggota kelompok mempunyai masalah yang sama, dan format kelompok terbuka dimana anggota kelompok bergiliran

(11)

6

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

mengungkapkan masalah mana yang ingin dibahas Vernon (dalam Erford, 2004). Konseling kognitif-perilaku merupakan bentuk konseling yang efektif dan efisien digunakan pada populasi usia sekolah. Pendapat Vernon (dalam Erford, 2004) mengemukakan bahwa konseling kognitif-perilaku merupakan bentuk terapi yang aplikatif bagi setting sekolah dimana proses konseling dibatasi oleh waktu.

Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Model terbaik yang dikenal dalam pemrosesan kognitif yang digunakan konselor kognitif milik Beck, 1976 (dalam McLeod, 2006) dikenal dengan model distorsi kognitif.

Prinsip modifikasi perilaku dapat diadaptasikan untuk digunakan dalam setting konseling, dengan menjelaskan ide behavioral kepada klien dan bekerjasama dengan klien

untuk mengaplikasikan ide-ide ini untuk menimbulkan perubahan dalam hidupnya. Pendekatan ini kerap disebut dengan istilah “behavioral self control”, dan melibatkan analisis fungsional pola perilaku yang bertujuan tidak lebih daripada “mengetahui diri mereka sendiri” atau “mengetahui variable pengontrol mereka” (Thoresen dan Mahoney, 1974, dalam McLeod, 2006). Tujuan dari konseling

Cognitive Behavior (Oemarjoedi,

2003: 9) yaitu mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.

Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam konseling.

Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari

(12)

7

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

informasi dari konseli. Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah.

Tahapan Konseling Kelompok Kognitif Behavioral (Kuehnel dan Liberman, 1986; Freeman dan Simon, 1989, dalam McLeod, 2006). Proses Konseling Kelompok Kognitif Behavioral sebagai berikut : Menciptakan Hubungan, Identifikasi Masalah, Menerapkan target perubahan, Penerapan teknik kognisi dan behavioral, Memonitor perkembangan, Mengakhiri dan merancang program lanjutan. Adapun beberapa teknik konseling kognitif behavioral yaitu: Imaginal exposureRole play Imagery Teknik Reframing dan Relabeling Modelling Tertutup dan Modelling Kognitif, Teknik Biblioterapi, Teknik relaksasi.

2.3 Penelitian yang Relevan 1. Osman (2008) dengan judul

Keefektifan Konseling kognitif behavioral (CBT) Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Dan

Meningkatkan Kualitas Hidup Tahanan/ Narapidana Penyalahguna Napza Di Rumah Tahanan Kelas I Surakarta.

2. Duana & Hadjam (2012) dengan judul Terapi Kognitif Perilaku Dalam Kelompok Untuk Kecemasan Sosial Pada Remaja Putri Dengan Obesitas

3. Sukandar (2009) dengan judul keefektifan konseling kognitif behavioral (CBT) untuk menurunkan tingkat kecemasan pada ibu hamil di rumah sakit PKU

Muhammadiyah Surakarta. 4. Pratama, Widyorini, dan

Hastuti (2012) Penerapan Cognitive-Behavioural Therapy Untuk Menurunkan Gejala-Gejala Generalized Anxiety Disorder Pada Remaja.

(13)

8

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

2.4 Hipotesis Penelitian

Konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu.

3.2 Desain Penelitian

Menggunakan desain

Pretest-Posttest Control Group Design

3.3 Subjek Penelitian

Siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga, 5 siswa kelompok eksperimen dan 5 siswa kelompok kontrol.

3.4 Variabel Penelitian Variabel bebas : Konseling Kelompok Kognitif Behavioral, Variabel terikat : Kecemasan Interaksi Sosial.

3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggunakan social interaction

anxiety scale (SIAS) berdasar teori

(Mattick and Clarke, 1998). Social

Interaction Anxiety Scale (SIAS)

terdiri 20 item pernyataan. 17 item

favorable dan 3 item unfavorable

dengan lima kategori jawaban dan skoring yang sesuai dengan pilihan jawaban.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif dan komparatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann

Whitne.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek pemberian treatment ini adalah 10 siswa yang hasil pre

testnya menunjukkan skor social interaction anxiety scale (SIAS)

kategori Tinggi dan Sangat Tinggi. Dari 10 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 5 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 5 siswa sebagai kelompok kontrol. Dalam hal ini kesamaan antara kedua kelompok dapat dilihat dari usia, jenis kelamin, dan kategori skor social interaction

(14)

9

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

anxiety scale (SIAS) dengan uji Mann Withney hasil pre test

sig.(2-tailed) 0,911 > 0,05, sedangkan

mean rank kelompok eksperimen

5,60 dan mean rank kelompok kontrol adalah 5,40 yang berarti tidak terdapat perbedaan signifikan pada usia antara kelompok eksperimen dengan kelompok Kontrol, sehinggan penelitian dapat dilanjutkan.

4.2 Treatment

Treatment diberikan dengan

memberi layanan konseling kelompok Kognitif Behavioral pada kelompok eksperimen sesuai rancangan program yang sudah dibuat oleh peneliti sebanyak 11 sesi dan dilaksanakan pada jam-jam tertentu sesuai dengan kesepakatan dengan anggota kelompok. Dua pertemuan khusus dilakukan untuk menciptakan hubungan anggota kelompok sebelum masuk sesi konseling dan 8 pertemuan lainnya adalah sesi konseling kognitif behavioral dan 1 pertemuan untuk evaluasi.

4.3 Analisis Data

Hasil Post Test berdasarkan hasil analisis data menggunakan menggunakan uji Mann Whitney dengan bantuan SPSS 16.0, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan sig.(2-tailed) 0,009 < 0,05 dengan

mean rank pada kelompok

eksperimen sebesar 3,00 dan mean

rank pada kelompok kontrol sebesar

8,00.

4.4 Uji Hipotesis

Hipotesis yang diajukan peneliti adalah “Konseling Kelompok Kognitif Behavioral dapat menurunkan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.”

Dilihat dari hasil pre test yang tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dan setelah diberi

treatment hasil post test ada

perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol membuktikan bahwa ada peran dari treatment yang

(15)

10

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

telah diberikan kepada kelompok eksperimen dalam menurunkan kecemasan interaksi sosial pada kelompok eksperimen. Hal ini dapat dilihat dari mean rank pre test

sebesar 5,40 mengalami penurunan mean rank ketika post test menjadi

3,00 pada kelompok eksperimen. Berdasarkan analisis data tersebut maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima.

4.5 Pembahasan

Setelah 11 sesi dilaksanakan, peneliti menyebarkan SIAS kepada kedua kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebagai post test. Hasil post

test menjadi pembanding antara

kedua kelompok tersebut. Hasil post

test menunjukkan bahwa ada

perbedaan yang signifikan pada skor

social interaction anxiety scale

(SIAS) antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil pre test dan post

test, diketahui bahwa terjadi

penurunan mean rank pada kelompok eksperimen yaitu dari

mean rank pre test sebesar 5,40 dan mean rank post test menjadi 3,00

yang berarti terjadi penurunan pada skor SIAS. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberi

treatment tidak mengalami

penurunan justru mengalami kenaikan mean rank yaitu mean rank

pre test sebsar 5,60 dan mean rank post test menjadi 8,00. Hal ini

membuktikan bahwa treatment

memberikan peran dalam menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.

PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: Konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga pada kelompok eksperimen.

5.2. Saran

5.1.1 Bagi Guru Bimbingan Konseling

Bagi Guru BK disarankan untuk menangani 10 siswa kelas X SMK

(16)

11

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

T&I Kristen Salatiga yang memiliki kecemasan interaksi sosial pada kategori tinggi dan sangat tinggi yang pada penelitian ini belum diberikan treatment. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan unntuk menurunkan kecemasan interaksi sosial siswa tersebut yaitu konseling kelompok kognitif behavioral, karena penelitian ini membuktikan bahwa konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan kecemasan interaksi sosial pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.

5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, apabila akan melakukan penelitian dengan judul yang hampir sama disarankan untuk memperhadapkan individu yang diberi treatment pada situasi sosial secara langsung, karena dari penelitian ini ketika diperhadapkan dengan situasi sosial secara langsung mampu memberi pengaruh paling besar dalam menurunkan kecemasan interaksi sosial.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto.(2006).Prosedur Penelitian

SuatuPendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Asrori. (2009). Terapi Kognitif

Perilaku Untuk Mengatasi Gangguan Kecemasan Sosial.

Azwar, Saifuddin. (2000). Sikap

Manusia Teori dan

Pengukurannya.Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifuddin. (2007). Metode

Penelitian. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Beck, A.T. (1964). Thinking And

Depression: II. Theory and Therapy. Archives of General Psychiatry, 10, 561-571.

Brooks, A. W., & Schweitzer, M. E. (2011). Can Nervous Nelly

negotiate? How anxiety

causes negotiators to make low first offers, exit early,

andearn less profit.

Organizational Behavior and Human Decision Processes,

115, 43 54. doi:10.1016/j. obhdp. 2011.01.008.

(17)

12

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

Canu. (2015). Kecemasan

Berinteraksi Mahaiswa

Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2014-2015.

Duana & Hadjam. (2012). Terapi

Kognitif Perilaku Dalam

Kelompok Untuk Kecemasan Sosial Pada Remaja Putri Dengan Obesitas.

Erford, Bradley T. (2004).

Professional School

Counseling A Handbook of

theories, Programs and

Practice.

Gross, J. J., & John, O. P. (2003).

Individual differences in two emotion.

Ingman, A. K. (1999). An

Examination of Social

Anxiety, Social Skills, Social

Adjustment, and Self

Construal in Chinese and American Students at an American University.

Kashdan. (2002). The neglected

relationship between social interaction anxiety hedonic deficits: differentiation from depressive symptom.

Department of Psychology,

University at Buffalo, State University of New York, Park Hall, Box 604110, Buffalo, NY 14260, USA

LaFarr, M. (2010). A Quantitative

Study of Gay Identity

Development and Social

Anxiety. Massachusetts

school of professional psychology.

Leitenberg, H. (1990). Handbook of

social and evaluating

anxiety. New York: Plenum.

Loekmono, J.T. Lobby. (2003).

Konseling Kelompok.

Salatiga: Widya Sari Press. Manz, Charles C. (2003). Emotional

Discipline. Jakarta : PT

SUN Printing.

Mattick, R.P. & Clarke, J.C. (1998).

Development and validation of measures of social phobia scrutiny fear and social interaction anxiety1.

Behavior research and therapy, 36 (4), 455-470) McLeod, John. (2006). Pengantar

Konseling : Teori dan Studi

(18)

13

Juni 2016

Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016

NACBT. (2007). Cognitive Behavioral Therapy. (online).

Tersedia http:// www.nacbt. org/whatiscbt.htm (2 Juni 2016). Novitasari. (2013). Penerapan Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) Untuk Menurunkan Kecemasan

Pada Anak Usia Sekolah.

Oemarjoedi, A.K. (2003).

Pendekatan Cognitive

Behaviour Therapy dalam

Psikoterapi. Jakarta :

Creative Media.

Osman.(2008). Keefektifan Cognitive

Behavior Therapy (Cbt)

Untuk Menurunkan Tingkat kecemasan dan meningkatkan

Kualitas Hidup Tahanan/

Narapidana Penyalahguna

Napza Di Rumah Tahanan Kelas I Surakarta.

Pratama, Widyorini, dan Hastuti. (2012). Penerapan Cognitive

-Behavioural Therapy Untuk

Menurunkan Gejala-Gejala

Generalized Anxiety Disorder Pada Remaja.

Santosa & Mulyani. (2008). 100

Permainan Kreatif Untuk

Outbond dan Training.

Yogyakarta: C.V ANDI. Shertzer, B. and Stone, S.C. (1980).

fundamentals of Counseling.

(3 rd Edition). USA: Houghton Mifflin Company. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian

Pendidikan: pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

_______. (2012). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukandar. (2009). Keefektifan cognitive behavior therapy

(CBT) untuk menurunkan

tingkat kecemasan pada ibu hamil di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.

Videbeck. (2008). Psychiatric

Mental Health Nursing.

Lippincot & Wilkins. USA.

Winkel, W.S. & amp; Hastuti, Sri. (2006). Bimbingan dan

Konseling di Institut

Pendidikan. Yogyakarta:

Referensi

Dokumen terkait

Ilustrasi icon yang didesain digunakan sebagai elemen visual untuk memperkuat Landmark Kota Banjarmasin.. Tujuannya agar masyarakat lebih mudah mengenali dan

Tazkiyat Al nafs juga berarti menghilangkan sifat-sifat/akhlak jelek yang dapat menghalangi jiwa manusia berhubungan kepada Allah, untuk kemudian.. mengisinya

[r]

Dalam pembentukan suatu organisasi harus terlihat dengan jelas akan pembagian kerja dari.. masing-masing unit (sub) organisasi, hal ini supaya

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh media audio visual ketika pelajaran aqidah akhlak, Peneliti memaparkan hasil dari wawancara dengan pihak sekolah dalam

Gerak mereka tidak hanya kepada manusia-manusia yang sudah berminat dengan agama, perhatian terbesar dari gerka dakwah Jamaah Tabli&gt;gh adalah kepada manusia-manusia yang

In this way, we let our friend know that we know about his/her sadness and we let our friend know that we care and want to help him/her.. If the person who is in trouble is far

Tatacara hubungan kemitraan bisnis yang menjamin distribusi yang dilakukan oleh pelaku bisnis dari pembudidaya, pedagang pengumpul lokal dan agen pengiriman