MENURUNKAN KECEMASAN INTERAKSI SOSIAL
MELALUI KONSELING KELOMPOK KOGNITIF
BEHAVIORAL SISWA KELAS X SMK TEKNOLOGI DAN
INDUSTRI KRISTEN SALATIGA TAHUN AJARAN
2015/2016
ARTIKEL SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Bimbingan dan Konseling untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Wahyu Widia Astuti 132012027
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
1
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
MENURUNKAN KECEMASAN INTERAKSI SOSIAL
MELALUI KONSELING KELOMPOK KOGNITIF BEHAVIORAL SISWA KELAS X SMK TEKNOLOGI & INDUSTRI KRISTEN SALATIGA
TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh : Wahyu Widia Astuti
Pembimbing : Prof. Drs. J.T. Lobby Loekmono Ph. D. Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan karena terdapat siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga yang berada pada kategori Tinggi dan Sangat Tinggi Social Interaction
Anxiety Scale (SIAS). Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimen
semu dengan desain penelitian Pretest-Posttest Control Group Design. Subjek penelitian adalah 10 siswa yang memiliki kecemasan interaksi sosial Tinggi dan Sangat Tinggi yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan setiap kelompok terdiri dari 5 siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menurunkan kecemasan interaksi sosial melalui konseling kelompok kognitif behavioral pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga. Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann Withney . Hasil pre test kedua kelompok diuji menggunakan Mann Withney menghasilkan sig.(2-tailed) 0,916 > 0,05, artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sehingga penelitian dapat dilanjutkan. Hasil post test kedua kelompok diuji menggunakan Mann Withney menghasilkan sig.(2-tailed) 0.009<0.050, artinya ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini adalah konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga. Hal ini dapat dilihat dari mean
rank pre test sebesar 5,40 mengalami penurunan mean rank ketika post test
menjadi 3,00 pada kelompok eksperimen. Penurunan kecemasan interaksi sosial terjadi karena pemberian treatment kepada kelompok eksperimen.
Kata kunci: kecemasan interaksi sosial, konseling kelompok kognitif behavioral, siswa kelas X SMK
2
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Salah satu hambatan manusia untuk dapat terlibat dalam interaksi sosial adalah kecemasan. Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dapat membantu mengatasi masalah kecemasan baik kecemasan biasa maupun kecemasan khusus seperti kecemasan interaksi sosial dan kecemasan pasca trauma. Peristiwa yang memicu ketika beranjak dewasa akan memicu munculnya keyakinan utama yang membangkitkan pemikiran kini. Pada gilirannya, pemikiran kini menciptakan suatu konsekuensi, yaitu emosi dan perilaku berupa kecemasan (Froggatt, 2006, dalam Sukandar, 2009).
Ketika individu mencapai kategori tingkat tertinggi kecemasannya, panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu mengalami respon fight,
flight atau freeze yaitu kebutuhan
untuk pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang atau tidak dapat melakukan sesuatu (Videbeck, 2008:307). Oleh karena itu, kecemasan pada kategori Tinggi dan
Sangat Tinggi harus segera ditangani.
Asrori (2009) melakukan penelitian terhadap mahasiswa yang mempunyai kecemasan sosial dengan judul “Terapi kognitif perilaku untuk mengatasi gangguan kecemasan sosial” Hasilnya menunjukkan bahwa Terapi Kognitif Perilaku dapat menurunkan tingkat kecemasan pada gangguan kecemasan sosial yang dialami oleh kedua subjek, bahkan meningkatkan kepercayaan diri subjek dalam berinteraksi sosial.
Novitasari (2013), melakukan penelitian terhadap anak usia sekolah dengan judul “Penerapan Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) Untuk Menurunkan Kecemasan Pada Anak Usia Sekolah”. Dapat disimpulkan bahwa intervensi CBT tidak efektif untuk menurunkan kecemasan pada diri D. Penulis menemukan dua penelitian yang sama-sama menerapkan CBT untuk menurunkan kecemasan. Namun, dari dua penelitian yang telah dilakukan memiliki hasil yang berbeda bahkan bertolak belakang. Penelitian Asrori (2009) memperoleh hasil bahwa
3
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
CBT efektif untuk menurunkan kecemasan, sedangkan penelitian Novitasari (2013) memperoleh hasil bahwa CBT tidak efektif menurunkan kecemasan.
Jika penelitian Asrori (2009) dan penelitian Novitasari (2013) menggunakan desain subjek kecil, penulis akan melakukan penelitian ulang penerapan CBT dalam menurunkan kecemasan dengan desain yang berbeda yaitu di dalam kelompok kecil berjumlah 5 orang, karena kelompok kecil yang harmonis adalah kelompok yang beranggotakan 5 orang (Goldstein, Heller & Scherest, 1966, dalam Loekmono, 2003). Dalam penelitian ulang ini penulis memfokuskan pada penurunan kecemasan interaksi sosial kepada 5 siswa dalam kelompok kecil di kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.
Secara tradisional, psikoterapi adalah istilah yang digunakan dalam setting medis seperti unit psikiatri, dan konseling adalah label yang digunakan dalam
setting pendidikan seperti pusat
bimbingan dan penyuluhan siswa (McLeod, 2006). Penulis adalah
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi Bimbingan dan Konseling, sehingga penulis akan melakukan penelitian ulang tidak dengan memberi terapi, tetapi dengan melaksanakan konseling. Penulis akan melakukan penelitian ulang dengan judul: Menurunkan Kecemasan Interaksi Sosial Melalui Konseling Kelompok Kognitif Behavioral Siswa Kelas X SMK T&I Kristen Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X di SMK T&I Kristen Salatiga?
1.3 Tujuan penelitian
Untuk mengetahui signifikasi penurunan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X di SMK T&I Kristen Salatiga melalui konseling kelompok kognitif behavioral.
4
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
1.4 Manfaat Penelitian 1.1.1 Manfaat Teoritis
Jika dalam penelitian ini ditemukan bahwa Konseling Kognitif Behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Asrori (2009). Jika dalam penelitian ini ditemukan bahwa Konseling Kognitif Behavioral tidak dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Novitasari (2013)
1.1.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini memberi masukan tentang kepastian Konseling Kognitif Behavioral dapat/tidak dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa dan untuk merencanakan layanan BK kepada siswa di sekolah yang mempunyai kecemasan kategori Tinggi maupun Sangat Tinggi.
LANDASAN TEORI
2.1 Kecemasan Interaksi Sosial Kecemasan interaksi sosial di definisikan sebagai rasa takut dan pe nghinda-ran dari pertemuan, dalam berinteraksi dan mengekspresikan diri dengan orang lain (Mattick & Clarke, 1998).
Pengamatan kecemasan interaksi sosial didefinisikan sebagai rasa takut dan menghindari situasi sosial dimana dia berada atau sedang diamati. Individu yang menderita gangguan kecemasan berinteraksi akan menghindari situasi sosial karena mereka percaya bahwa dalam situasi seperti itu mereka berpotensi akan dievaluasi secara negatif oleh orang lain (LaFarr, 2010), dan evaluasi negatif ini adalah mempunyai kemungkinan dan kepastian akan terjadi (Ingman, 1999). Leitenberg (1990) mendefinisikan bahwa kecemasan berinteraksi melibatkan perasaan ketakutan, kesadaran diri, dan tekanan emosional dalam situasi yang sebenarnya dapat diantisipasi atau dievaluasi terhadap lingkungan sosial. Menurut Mattick and Clarke (1998) kecemasan sosial memiliki
5
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
dua bentuk yang hampir sama yaitu, kecemasan sosial yang terjadi ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain, dan kecemasan sosial terjadi ketika seseorang diamati atau diperhatikan oleh orang lain.
Ada beberapa ciri-ciri kecemasan interaksi sosial, yaitu: Gejala kognitif, ini termasuk kesadaran diri, hanyut dalam persepsi adanya evaluasi negatif, kewaspadaan yang tinggi, dan pikiran menyalahkan diri sendiri (Ingman, 1999). Gejala perilaku yang bervariasi dalam kasus yang paling ekstrim akan membuat individu menghindari situasi atau penundaan aktifitas untuk menghindari situasi tersebut atau ketika individu dalam situasi yang mengharuskan kontak mata, akan menjadi gagap, gelisah, dan penghindaran situasi sosial (Ingman, 1999). Gejala-gejala fisiologis dari kecemasan sosial sangat luas, tetapi biasanya meliputi; jantung berdebar-debar, gemetar, dan berkeringat (Turner, Beidel, & Larkin, 1986). Gejala-gejala ini dapat terjadi baik ketika seseorang berada dalam situasi sosial atau sebagai reaksi
terhadap membayangkan orang atau mengantisipasi berada dalam situasi seperti itu. Kecemasan juga sering dihubungkan dengan keadaan emosi yang negatif seperti keadaan emosi yang negatif dalam mempersepsikan stimulus dari luar, kecenderungan dalam memiliki kontrol diri yang rendah sampai dengan
ketidakpastian dalam diri individu dalam memandang diri sendiri (Brooks & Schweitzer, 2011).
2.2 Konseling Kelompok Kognitif Behavioral
Konseling kelompok sebagai salah satu bentuk konseling dipandang memiliki kelebihan dibandingkan dengan konseling individual (Winkel, 2006).
Konseling kognitif-perilaku dapat dilaksanakan secara efektif baik dalam latar individual maupun kelompok. Konseling kelompok kognitif-perilaku dapat dilaksanakan dalam dua format kegiatan: kelompok homogen dimana semua anggota kelompok mempunyai masalah yang sama, dan format kelompok terbuka dimana anggota kelompok bergiliran
6
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
mengungkapkan masalah mana yang ingin dibahas Vernon (dalam Erford, 2004). Konseling kognitif-perilaku merupakan bentuk konseling yang efektif dan efisien digunakan pada populasi usia sekolah. Pendapat Vernon (dalam Erford, 2004) mengemukakan bahwa konseling kognitif-perilaku merupakan bentuk terapi yang aplikatif bagi setting sekolah dimana proses konseling dibatasi oleh waktu.
Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Model terbaik yang dikenal dalam pemrosesan kognitif yang digunakan konselor kognitif milik Beck, 1976 (dalam McLeod, 2006) dikenal dengan model distorsi kognitif.
Prinsip modifikasi perilaku dapat diadaptasikan untuk digunakan dalam setting konseling, dengan menjelaskan ide behavioral kepada klien dan bekerjasama dengan klien
untuk mengaplikasikan ide-ide ini untuk menimbulkan perubahan dalam hidupnya. Pendekatan ini kerap disebut dengan istilah “behavioral self control”, dan melibatkan analisis fungsional pola perilaku yang bertujuan tidak lebih daripada “mengetahui diri mereka sendiri” atau “mengetahui variable pengontrol mereka” (Thoresen dan Mahoney, 1974, dalam McLeod, 2006). Tujuan dari konseling
Cognitive Behavior (Oemarjoedi,
2003: 9) yaitu mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi.
Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam konseling.
Pada pendekatan kognitif behavioral, seorang konselor bersifat lebih menjadi pendengar yang sensitif dan empatik, ketika mendengarkan masalah konseli. Hubungan yang demikian akan memudahkan konselor mencari
7
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
informasi dari konseli. Tugas konselor kognitif behavioral adalah membantu konseli untuk bertindak seperti ilmuwan dalam menemukan validitas peta atau model pribadinya dan membuat pilihan berkenaan dengan elemen mana yang dipertahankan dan mana yang diubah.
Tahapan Konseling Kelompok Kognitif Behavioral (Kuehnel dan Liberman, 1986; Freeman dan Simon, 1989, dalam McLeod, 2006). Proses Konseling Kelompok Kognitif Behavioral sebagai berikut : Menciptakan Hubungan, Identifikasi Masalah, Menerapkan target perubahan, Penerapan teknik kognisi dan behavioral, Memonitor perkembangan, Mengakhiri dan merancang program lanjutan. Adapun beberapa teknik konseling kognitif behavioral yaitu: Imaginal exposureRole play Imagery Teknik Reframing dan Relabeling Modelling Tertutup dan Modelling Kognitif, Teknik Biblioterapi, Teknik relaksasi.
2.3 Penelitian yang Relevan 1. Osman (2008) dengan judul
Keefektifan Konseling kognitif behavioral (CBT) Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Dan
Meningkatkan Kualitas Hidup Tahanan/ Narapidana Penyalahguna Napza Di Rumah Tahanan Kelas I Surakarta.
2. Duana & Hadjam (2012) dengan judul Terapi Kognitif Perilaku Dalam Kelompok Untuk Kecemasan Sosial Pada Remaja Putri Dengan Obesitas
3. Sukandar (2009) dengan judul keefektifan konseling kognitif behavioral (CBT) untuk menurunkan tingkat kecemasan pada ibu hamil di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta. 4. Pratama, Widyorini, dan
Hastuti (2012) Penerapan Cognitive-Behavioural Therapy Untuk Menurunkan Gejala-Gejala Generalized Anxiety Disorder Pada Remaja.
8
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
2.4 Hipotesis Penelitian
Konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu.
3.2 Desain Penelitian
Menggunakan desain
Pretest-Posttest Control Group Design
3.3 Subjek Penelitian
Siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga, 5 siswa kelompok eksperimen dan 5 siswa kelompok kontrol.
3.4 Variabel Penelitian Variabel bebas : Konseling Kelompok Kognitif Behavioral, Variabel terikat : Kecemasan Interaksi Sosial.
3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menggunakan social interaction
anxiety scale (SIAS) berdasar teori
(Mattick and Clarke, 1998). Social
Interaction Anxiety Scale (SIAS)
terdiri 20 item pernyataan. 17 item
favorable dan 3 item unfavorable
dengan lima kategori jawaban dan skoring yang sesuai dengan pilihan jawaban.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif dan komparatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann
Whitne.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Subjek pemberian treatment ini adalah 10 siswa yang hasil pre
testnya menunjukkan skor social interaction anxiety scale (SIAS)
kategori Tinggi dan Sangat Tinggi. Dari 10 siswa dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 5 siswa sebagai kelompok eksperimen dan 5 siswa sebagai kelompok kontrol. Dalam hal ini kesamaan antara kedua kelompok dapat dilihat dari usia, jenis kelamin, dan kategori skor social interaction
9
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
anxiety scale (SIAS) dengan uji Mann Withney hasil pre test
sig.(2-tailed) 0,911 > 0,05, sedangkan
mean rank kelompok eksperimen
5,60 dan mean rank kelompok kontrol adalah 5,40 yang berarti tidak terdapat perbedaan signifikan pada usia antara kelompok eksperimen dengan kelompok Kontrol, sehinggan penelitian dapat dilanjutkan.
4.2 Treatment
Treatment diberikan dengan
memberi layanan konseling kelompok Kognitif Behavioral pada kelompok eksperimen sesuai rancangan program yang sudah dibuat oleh peneliti sebanyak 11 sesi dan dilaksanakan pada jam-jam tertentu sesuai dengan kesepakatan dengan anggota kelompok. Dua pertemuan khusus dilakukan untuk menciptakan hubungan anggota kelompok sebelum masuk sesi konseling dan 8 pertemuan lainnya adalah sesi konseling kognitif behavioral dan 1 pertemuan untuk evaluasi.
4.3 Analisis Data
Hasil Post Test berdasarkan hasil analisis data menggunakan menggunakan uji Mann Whitney dengan bantuan SPSS 16.0, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Hal ini ditunjukkan dengan sig.(2-tailed) 0,009 < 0,05 dengan
mean rank pada kelompok
eksperimen sebesar 3,00 dan mean
rank pada kelompok kontrol sebesar
8,00.
4.4 Uji Hipotesis
Hipotesis yang diajukan peneliti adalah “Konseling Kelompok Kognitif Behavioral dapat menurunkan kecemasan interaksi sosial siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.”
Dilihat dari hasil pre test yang tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dan setelah diberi
treatment hasil post test ada
perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol membuktikan bahwa ada peran dari treatment yang
10
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
telah diberikan kepada kelompok eksperimen dalam menurunkan kecemasan interaksi sosial pada kelompok eksperimen. Hal ini dapat dilihat dari mean rank pre test
sebesar 5,40 mengalami penurunan mean rank ketika post test menjadi
3,00 pada kelompok eksperimen. Berdasarkan analisis data tersebut maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima.
4.5 Pembahasan
Setelah 11 sesi dilaksanakan, peneliti menyebarkan SIAS kepada kedua kelompok, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebagai post test. Hasil post
test menjadi pembanding antara
kedua kelompok tersebut. Hasil post
test menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan pada skor
social interaction anxiety scale
(SIAS) antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil pre test dan post
test, diketahui bahwa terjadi
penurunan mean rank pada kelompok eksperimen yaitu dari
mean rank pre test sebesar 5,40 dan mean rank post test menjadi 3,00
yang berarti terjadi penurunan pada skor SIAS. Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak diberi
treatment tidak mengalami
penurunan justru mengalami kenaikan mean rank yaitu mean rank
pre test sebsar 5,60 dan mean rank post test menjadi 8,00. Hal ini
membuktikan bahwa treatment
memberikan peran dalam menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.
PENUTUP 5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut: Konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan secara signifikan kecemasan interaksi sosial pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga pada kelompok eksperimen.
5.2. Saran
5.1.1 Bagi Guru Bimbingan Konseling
Bagi Guru BK disarankan untuk menangani 10 siswa kelas X SMK
11
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
T&I Kristen Salatiga yang memiliki kecemasan interaksi sosial pada kategori tinggi dan sangat tinggi yang pada penelitian ini belum diberikan treatment. Salah satu pendekatan yang bisa digunakan unntuk menurunkan kecemasan interaksi sosial siswa tersebut yaitu konseling kelompok kognitif behavioral, karena penelitian ini membuktikan bahwa konseling kelompok kognitif behavioral dapat menurunkan kecemasan interaksi sosial pada siswa kelas X SMK T&I Kristen Salatiga.
5.2.2 Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, apabila akan melakukan penelitian dengan judul yang hampir sama disarankan untuk memperhadapkan individu yang diberi treatment pada situasi sosial secara langsung, karena dari penelitian ini ketika diperhadapkan dengan situasi sosial secara langsung mampu memberi pengaruh paling besar dalam menurunkan kecemasan interaksi sosial.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto.(2006).Prosedur Penelitian
SuatuPendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asrori. (2009). Terapi Kognitif
Perilaku Untuk Mengatasi Gangguan Kecemasan Sosial.
Azwar, Saifuddin. (2000). Sikap
Manusia Teori dan
Pengukurannya.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2007). Metode
Penelitian. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Beck, A.T. (1964). Thinking And
Depression: II. Theory and Therapy. Archives of General Psychiatry, 10, 561-571.
Brooks, A. W., & Schweitzer, M. E. (2011). Can Nervous Nelly
negotiate? How anxiety
causes negotiators to make low first offers, exit early,
andearn less profit.
Organizational Behavior and Human Decision Processes,
115, 43 54. doi:10.1016/j. obhdp. 2011.01.008.
12
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
Canu. (2015). Kecemasan
Berinteraksi Mahaiswa
Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2014-2015.
Duana & Hadjam. (2012). Terapi
Kognitif Perilaku Dalam
Kelompok Untuk Kecemasan Sosial Pada Remaja Putri Dengan Obesitas.
Erford, Bradley T. (2004).
Professional School
Counseling A Handbook of
theories, Programs and
Practice.
Gross, J. J., & John, O. P. (2003).
Individual differences in two emotion.
Ingman, A. K. (1999). An
Examination of Social
Anxiety, Social Skills, Social
Adjustment, and Self
Construal in Chinese and American Students at an American University.
Kashdan. (2002). The neglected
relationship between social interaction anxiety hedonic deficits: differentiation from depressive symptom.
Department of Psychology,
University at Buffalo, State University of New York, Park Hall, Box 604110, Buffalo, NY 14260, USA
LaFarr, M. (2010). A Quantitative
Study of Gay Identity
Development and Social
Anxiety. Massachusetts
school of professional psychology.
Leitenberg, H. (1990). Handbook of
social and evaluating
anxiety. New York: Plenum.
Loekmono, J.T. Lobby. (2003).
Konseling Kelompok.
Salatiga: Widya Sari Press. Manz, Charles C. (2003). Emotional
Discipline. Jakarta : PT
SUN Printing.
Mattick, R.P. & Clarke, J.C. (1998).
Development and validation of measures of social phobia scrutiny fear and social interaction anxiety1.
Behavior research and therapy, 36 (4), 455-470) McLeod, John. (2006). Pengantar
Konseling : Teori dan Studi
13
Juni 2016
Wahyu Widia Astuti Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UKSW Salatiga 2016
NACBT. (2007). Cognitive Behavioral Therapy. (online).
Tersedia http:// www.nacbt. org/whatiscbt.htm (2 Juni 2016). Novitasari. (2013). Penerapan Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) Untuk Menurunkan Kecemasan
Pada Anak Usia Sekolah.
Oemarjoedi, A.K. (2003).
Pendekatan Cognitive
Behaviour Therapy dalam
Psikoterapi. Jakarta :
Creative Media.
Osman.(2008). Keefektifan Cognitive
Behavior Therapy (Cbt)
Untuk Menurunkan Tingkat kecemasan dan meningkatkan
Kualitas Hidup Tahanan/
Narapidana Penyalahguna
Napza Di Rumah Tahanan Kelas I Surakarta.
Pratama, Widyorini, dan Hastuti. (2012). Penerapan Cognitive
-Behavioural Therapy Untuk
Menurunkan Gejala-Gejala
Generalized Anxiety Disorder Pada Remaja.
Santosa & Mulyani. (2008). 100
Permainan Kreatif Untuk
Outbond dan Training.
Yogyakarta: C.V ANDI. Shertzer, B. and Stone, S.C. (1980).
fundamentals of Counseling.
(3 rd Edition). USA: Houghton Mifflin Company. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Pendidikan: pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
_______. (2012). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukandar. (2009). Keefektifan cognitive behavior therapy
(CBT) untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada ibu hamil di rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
Videbeck. (2008). Psychiatric
Mental Health Nursing.
Lippincot & Wilkins. USA.
Winkel, W.S. & amp; Hastuti, Sri. (2006). Bimbingan dan
Konseling di Institut
Pendidikan. Yogyakarta: