• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Pelayanan Sanitasi Rumah Sakit Rajawali Citra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pedoman Pelayanan Sanitasi Rumah Sakit Rajawali Citra"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN PELAYANAN SANITASI

RSU RAJAWALI CITRA

RUMAH SAKIT RAJAWALI CITRA

YOGYAKARTA

(2)

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU RAJAWALI CITRA BANTUL Nomor : SK.Dir.00.00.000.00

TENTANG

PEMBERLAKUAN BUKU PEDOMAN PELAYANAN SANITASI RSU RAJAWALI CITRA BANTUL

Direktur RSU Rajawali Citra Bantul

Menimbang : a. Bahwa Rumah Sakit RSU Rajawali Citra Bantul perlu untuk selalu meningkatkan pelayanan kepada pelanggan melalui peningkatan mutu secara berkesinambunga.

b. Bahwa Akreditasi Rumah Sakit merupakan salah satu Instrumen peningkatan mutu berkelanjutan dan kewajiban bagi Rumah Sakit sesuai ketentuan pemerintah

c. Bahwa dalam pelaksanaan dan persiapan Akreditasi diperlukan berbagai pedoman

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Undang – Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009

tentang Rumah Sakit

3. Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan rumah sakit

4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 2013 Tentang Penyelenggara Pekerjaan Sanitarian

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PEMBERLAKUAN BUKU PEDOMAN PELAYANAN SANITASI

RSU RAJAWALI CITRA BANTUL

Pertama : Memberlakukan Buku Pedoman Pelayanan Sanitasi RSU Rajawalil Citra sebagaimana terlampir bersama Surat Keputusan ini

Kedua :

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan diubah dan dibetulkan sebagaimana mestinya apabila ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini.

Ditetapkan di Bantul

Pada tanggal ………. Direktur RSU Rajawali Citra

dr. Asri Priyani Muryatiningsih, MPH NIK. 200610004

(3)

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes ,RI 2004). Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E (Azwar,1996).

Pengertian rumah sakit disana menunjukkan bahwa di sebuah rumah sakit diperlukan seorang tenaga ahli yang dapat mengatasi hal menganai terjadinya penularan penyakit dan pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan lainnya. Sesuai dengan Permenkes No.32 Tahun 2013 menjelaskan bahwa Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan. Mengenai tugas sanitarian dituangkan dalam Permenkes No.32 Tahun 2013 Pasal 13 yaitu: Lingkup pekerjaan Tenaga Sanitarian merupakan pelayanan kesehatan lingkungan yang meliputi pengelolaan unsur-unsur yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan, antara lain:

a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas;

d. binatang pembawa penyakit; e. zat kimia yang berbahaya;

f. kebisingan yang melebihi ambang batas; g. radiasi sinar pengion dan non pengion; h. air yang tercemar;

i. udara yang tercemar; dan j. makanan yang terkontaminasi.

Maka dengan berlakunya peraturan tersebut diharapkan agar seorang tenaga sanitarian dapat memenuhi tanggungjawab sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga tercapainya suatu keadaan yang terbebas dari masalah gangguan penyakit.

(4)

Pelayanan Sanitasi merupakan pelayanan yang difokuskan pada tingkat kebersihan suatu rumah sakit. Adapun tujuan dari pelayanan sanitasi adalah: a. Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan baik di dalam maupun

lingkungan sekitar rumah sakit

b. Meningkatkan kebersihan di dalam rumah sakit sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan

c. Mengelola limbah padat maupun cair dari hasil kegiatan rumah sakit secara baik

d. Meningkatkan pencegahan penularan penyakit di rumah sakit e. Bekerja secara profesional dan sesuai kompetensi yang dimiliki

f. Meningkatkan tingkat kenyamanan dengan menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN 1. Administrasi dan Pengelolaan

Pelayanan sanitasi meliputi penyediaan sarana dan prasarana sanitasi, pemeliharaan kebersihan rumah sakit, dan pencegahan penularan penyakit. Pelayanan sanitasi di rumah sakit diselenggarakan oleh bagian Instalasi Sanitasi yang dikepalai oleh seorang Teknisi Sanitarian Utama. Dimana Teknisi Sanitarian Utama ini merupakan tenaga sanitarian yang memiliki ijazah diploma tiga penilik kesehatan (Permenkes No. 32 Tahun 2013).

Adanya bagan organisasi yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan sanitasi yang ditetapkan oleh Direktur rumah sakit. Bagan organisasi dan pembagian tugas dapat direvisi kembali dan diubah bila terdapat hal :

a. Perubahan pola kepegawaian b. Perubahan standar pelayanan c. Perubahan peran Rumah Sakit

c. Penambahan atau pengurangan pelayanan

Kegiatan Instalasi Sanitasi dalam hal meningkatkan pelayanan yaitu dengan mengadakan rapat rutin setiap bulan yang bertujuan untuk mendiskusikan masalah-masalah yang timbul pada saat dilapangan, yang

(5)

kemudian hasil rapat dilaporkan kepada direktur dan disampaikan ke bagian atau instalasi terkait.

2. Staf dan Pimpinan

Terciptanya pelayanan yang baik, maka diwajibkan koordinasi yang baik antara pimpinan dan staff.

a. Instalasi Sanitasi dipimpin oleh seorang Teknisi Sanitarian Utama b. Pada pelaksanaannya Sanitarian dibantu oleh Asisten Teknisi

Sanitarian

c. Kepala Instalasi Sanitasi bertanggungjawab atas segala hal yang berhubungan dengan tanggungjawab seorang sanitarian sesuai dengan undang-undang yang berlaku

d. Adanya uraian tugas (job description) bagi staf dan pimpinan sanitasi. e. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait

dengan pekerjaan fungsional yang diberikan dan juga pada penampilan kerja yang dihasilkan dalam meningkatkan mutu pelayanan.

3. Fasilitas dan Peralatan

Harus tersedia ruangan, peralatan dan fasilitas lain yang dapat mendukung

administrasi, profesionalisme dan fungsi teknik pelayanan sanitasi, sehingga menjamin terciptanya pelayanan yang baik.

Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Fasilitas ruangan yang mampu menunjang kegiatan b. Tersedinya ruangan untuk penyimpanan alat kebersihan c. Tersedianya ruangan untuk penyimpanan sterilisator d. Penambahan inventaris untuk alat kebersihan

e. Penambahan APD (Alat Pelindung Diri) untuk pelaksana

4. Kebijakan dan Prosedur

Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal, nomor dikeluarkannya peraturan tersebut. Peraturan dan prosedur yang ada harus mencerminkan standar pelayanan sanitasi yang sesuai dengan peraturan dan tujuan pelayanan sanitasi. Kriteria

(6)

prosedur disusun oleh pimpinan instalasi yang dimana prosedur tersebut harus memiliki landasan hukum. Prosedur yang akan disusun, yaitu:

1. Pengelolaan limbah cair

2. Pengelolaan limbah padat medis, non medis dan domestik 3. Pencatatan Jumlah Limbah Padat masuk ke TPS

4. Pemeriksaan Kualitas Udara Ambient 5. Pemeriksaan Angka Kuman Udara 6. Pemeriksaan Angka Kuman Dinding 7. Pemeriksaan Angka Kuman Lantai

8. Pemeriksaan Angka Kuman Alat makan dan Bahan Makanan 9. Pengukuran Pencahayaan, Suhu dan Kelembaban ruang 10. Pengambilan sampel air bersih

11. Pemantauan Kualitas Air Bersih 12. Penerimaan Linen

13. Penyerahan Linen

14. Pemilahan Linen Infeksius dan Linen Non infeksius 15. Penanganan Linen Infeksius

16. Penanganan Linen Non Infeksius 17. Penggunaan Sterilisator UV

18. Pencatatan Penggunaan Sterilisator

5. Pengembangan Staff dan Program Pendidikan

Seluruh staf di rumah sakit memiliki hak dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan.

1) Staf baru wajib mengikuti program orientasi hingga mengetahui tugas

dan tanggung jawabnya.

2) Setiap staff diwajibkan update knowlage

3) Staf diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan 4) Staf harus secara aktif dibantu untuk mengikuti program yang

diadakan oleh organisasi profesi, perkumpulan dan institusi terkait.

5) Penyelenggaraan pendidikan dan penyuluhan meliputi :

a. Penyuluhan mengenai pentingnya penggunaan APD

b. Penyuluhan mengenai cara membersihan lantai atau permukaan yang terkontaminasi

c. Update knowlage mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sanitasi

d. Melakukan studi banding dengan instansi lain

(7)

Evaluasi dan pengendalian mutu merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan sanitasi. Adapun untuk Evaluasi yang dilakukan:

a. Pimpinan sanitasi melakukan pemantauan kebersihan setiap hari untuk seluruh ruangan yang ada dirumah sakit

b. Melakukan pemeriksaan kualitas air bersih c. Melakukan pemeriksaan kualitas limbah cair

d. Melakukan pemeriksaan untuk pemantauan pencemaran udara ambient

e. Melakukan pemeriksaan angka kuman makanan, linen, lantai dan dinding

f. Melakukan pemeriksaan mengenai kelayakan inventaris g. Evaluasi kinerja rekan kerja sanitasi

h. Mendapatkan fasilitas pemeriksaan kesehatan berkala

i. Mengadakan diskusi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dilapangan

C. BATASAN OPERASIONAL

Batasan Operasional seorang tenaga teknis sanitarian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 2013 Tentang Penyelenggara Pekerjaan Sanitarian berada pada:

Lingkup pekerjaan Tenaga Sanitarian merupakan pelayanan kesehatan lingkungan yang meliputi pengelolaan unsur-unsur yang mempengaruhi timbulnya gangguan kesehatan, antara lain:

a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas;

e. binatang pembawa penyakit; f. zat kimia yang berbahaya;

g. kebisingan yang melebihi ambang batas; h. radiasi sinar pengion dan non pengion; i. air yang tercemar;

j. udara yang tercemar; dan k. makanan yang terkontaminasi. D. LANDASAN HUKUM

Landasan Hukum yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 32 Tahun 2013 Tentang Penyelenggara Pekerjaan Sanitarian

2. Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan rumah sakit

(8)

3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian

4. Pencemaran Air dan KepMen LH Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

5. PP No. 18 / 1999 ttg Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya & Beracun Jo PP No. 85 / 1999 ttg Perubahan atas PP No. 18/1999 dan PP No. 74/ 2001 Tentang Pengelolaan B3

6. Pergub DIY No.7 tahun 2010 mengenai baku mutu limbah cair

7. PermenLH No. 18/2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan LB3 dan PerMen LH Nomor 30 Tahun 2009 Tatacara Perizinan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemda

8. Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan rumah sakit dan KepMen Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di Tempat Kerja

9. Per.08/Men/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri 10. Permenakertrans No 2 Tahun 1980

(9)

BAB II

STANDAR KETENAGAAN

Personalia Pelayanan Sanitasi Rumah Sakit adalah sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan sanitasi di rumah sakit yang termasuk dalam bagan organisasi rumah sakit dengan persyaratan :

a. Terdaftar di Departeman Kesehatan b. Terdaftar di Asosiasi Profesi

c. Mempunyai izin kerja. d. Mempunyai SK penempatan

Penyelenggaraan pelayanan sanitasi dilaksanakan oleh sanitarian profesional yang berwewenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Kualitas dan rasio kuantitas harus disesuaikan dengan beban kerja dan keluasan cakupan pelayanan serta perkembangan dan visi rumah sakit.

1. Kompetensi Sanitarian: Sebagai Pimpinan :

a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin

b. Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola dan mengembangkan pelayanan sanitasi

b. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri

c. Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain

d. Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan memecahkan

(10)

Sebagai Tenaga Fungsional :

a. Mampu memberikan pelayanan sanitasi c. Mampu mengelola manajemen praktis sanitasi d. Mampu berkomunikasi tentang sanitasi

e. Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan f. Dapat mengoperasionalkan komputer

g. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang sanitasi

Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan secara jelas

fungsi ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan koordinasi, fungsional, dan

uraian tugas serta persyaratan/kualifikasi sumber daya manusia untuk dapat menduduki posisi.

DAFTAR KUALIFIKASI SDM UNTUK DAPAT MENDUDUKI JABATAN

JABATAN FUNGSI KUALIFIKASI

Kepala Instalasi Mengorganisir dan mengarahkan

Sanitarian

Koordinator Mengkoordinir beberapa pelaksana

Koordinator Cleaning Service

Pelaksana Melaksanakan tugas-tugas tertentu

Cleaning Service

2. DISTRIBUSI KETENAGAAN 1. Jenis Ketenagaan

a. Untuk pekerjaan Kepala Instalasi Sanitasi dibutuhkan SDM: 1) Sanitarian

2) Lulusan D3 Kesehatan Lingkungan b. Untuk pekerjaan koordinator cleaning service

1) Minimal lulusan SMA

2) Berpengalaman di bidangnya minimal 5 tahun c. Untuk pekerjaan cleaning service

(11)

2) Berpengalaman di bidangnya minimal 1 tahun Struktur Organisasi Sanitasi terlampir

2. Beban Kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor faktor yang berpengaruh pada

kegiatan yang dilakukan, yaitu a. Luas area yang dikerjakan b. Jam kerja dalam 1 minggu c. Jumlah SDM

3. Pendidikan

Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan kebutuhan tenaga

harus dipertimbangkan :

a. Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas fungsi b. Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab

c. Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas 4. Waktu Pelayanan

a. Pimpinan Sanitasi

Setiap hari Senin s/d Jumat (08.00-16.30 WIB) Sabtu (08.00-14.00 WIB) b. Koordinator Cleaning Service

Setiap hari Senin s/d Jumat (08.00-16.30 WIB) Sabtu (08.00-14.00 WIB) c. Cleaning service

3 shift: Pagi (05.30 – 13.30 WIB) , siang (13.30 – 20.30 WIB) , Malam (20.30-05.30 WIB)

5. Jenis Pelayanan

Jenis pelayanan santasi berupa pelayanan yang berkaitan dengan kebersihan rumah sakit yang mencangkup seluruh bagian rumah sakit, sesuai dengan Lingkup pekerjaan Tenaga Sanitarian, antara lain:

a. limbah cair; b. limbah padat; c. limbah gas;

d. binatang pembawa penyakit; e. zat kimia yang berbahaya;

(12)

f. kebisingan yang melebihi ambang batas; g. radiasi sinar pengion dan non pengion; h. air yang tercemar;

i. udara yang tercemar; dan j. makanan yang terkontaminasi.

(13)

STANDAR FASILITAS A. DENAH RUANG

1. Ruang Administrasi/Kantor Sanitasi

2. Ruang penyimpanan peralatan sanitasi (Terlampir) B. STANDAR FASILITAS

Standar fasilitas ruang sanitas meliputi : 1. Ruang administrasi

2. Ruang untuk menyimpan alat-alat kebersihan, seperti : mop, serok, kanebo, troli, bak, sikat closed, dan lain-lain. Minimal ruang 4-6 m2 3. Area basah untuk mencuci alat kebersihan

4. Tempat bahan kimia (obat pel, obat WC, dan lain-lain) 5. Toilet (kloset, westafel, bak air)

6. Tempat istirahat

BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN A. Penyehatan bangunan dan ruangan

Aspek lingkungan dan bangunan rumah sakit yang secara langsung terkait kepuasan pasien digambarkan sebagai berikut :

(14)

a. Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore. b. Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah

merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu bilamana diperlukan.

c. Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus dihindari, dan harus menggunakan pel yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.

d. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.

e. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau wama cat memudar.

f. Setiap percikan ludah, darah atau eksudat pada dinding harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

2. Penghawaan (ventilasi) dan Pengaturan Udara

a. Bila menggunakan AC hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk dan filter udara hams dibersihkan dari debu, bakteri, atau jamur.

b. Ruangan bervolume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 fan dengan 050 cm dengan debit udara 0,5 m3/detik dan frekuensi pergantian udara 2-12 kali/jam.

c. Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang

(cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.

Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau AC dipasang pada ketinggian minimum 2 meter diatas lantai atau minimum 0,20 meter dan langit-langit

c. Untuk mengurangi kadar kuman dalam ruang (indoor) setiap bulan harus didesinfeksi menggunakan aerosol atau disaring dengan EP atau menggunakan penyinaran ultraviolet

(15)

d. Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan kuman, debu, dan gas.

3. Pencahayaan dan Kebisingan

a. Lingkungan rumah sakit indoor maupun outdoor harus mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.

b. Sumber-sumber bising yang berasal dari rumah sakit dan sekitarnya diupayakan untuk dikendalikan antara lain dengan cara :

 Sumber bising di rumah sakit : peredaman, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan mesin-mesin yang menjadi sumber bising.

 Sumber bising dari luar rumah sakit : penyekatan/penyerapan bising dengan penanaman pohon (green belt), meninggikan tembok, dan meninggikan tanah atau bukit buatan.

4. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit

a. Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan. b. Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari.

c. Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.

d. Fasilitas toilet dan kamar mandi harus tersedia dan selalu terpelihara, serta dalam keadaan bersih.

e. Pada setiap unit ruangan harus tersedia toilet dan tempat cuci tangan tersendiri, khususnya unit rawat inap dan kamar karyawan harus tersedia kamar mandi.

f. Toilet dan kamar mandi harus terpisah antara pria dan wanita, unit rawat inap dan karyawan, serta toilet karyawan dan pengunjung.

(16)

B. Penyehatan hygiene dan sanitasi makanan minuman

Sanitasi makanan dan minuman (makmin) penting di rumah sakit, karena rumah sakit harus mencegah adanya penularan penyakit lewat makanan secara nyata. Pelayanan gizi rumah sakit hendaknya menyediakan makanan dan minuman yang tidak menimbulkan bahaya serta pengolahan makanan dan minuman harus berjalan tanpa menimbulkan infeksi nosokomial. Bahan 1. Makanan dan Makanan Jadi

a. Pembelian bahan sebaiknya di tempat yang resmi dan berkualitas baik, bahan makanan kemasan (olahan) hams mempunyai label dan merek serta dalam keadaan baik.

b. Bahan makanan dan makanan jadi yang berasal dari Instalasi Gizi atau dari luar rumah sakit/jasa boga hams diperiksa secara fisik dan laboratorium minimal 1 bulan sekali sesuai Permenkes Nomor 715/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga.

2. Bahan Tambahan Makanan

Bahan makanan tambahan (pewarna, pengawet, dan pemanis buatan) hams sesuai dengan ketentuan.

3. Penyimpanan Bahan Makanan dan Makanan Jadi

Tempat penyimpanan bahan makanan hams selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, terlindung dari bahan kimia berbahaya, serta terlindung dari serangga dan hewan lain.

4. Pengolahan Makanan

a. Perin disediakan dapur sesuai dengan persyaratan konstruksi, bangunan, dan ruangan dapur. Asap dikeluarkan melalui cerobong yang dilengkapi sungkup asap.

b. Sebelum dan sesudah kegiatan pengolahan makanan, dapur selalu dibersihkan dengan antiseptik.

c. Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun pada makanan dan tidak boleh patah dan kotor.

(17)

d. Peralatan dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi dan dikeringkan. Kemudian disimpan dalam keadaan kering pada rak yang terlindung dan vektor.

e. Penjamah makanan harus sehat dan bebas dari penyakit menular, diperiksa kesehatannya secara berkala minimal 2 kali setahun, termasuk pemeriksaan usap dubur.

f. Penjamah makanan hams menggunakan APD pengolahan makanan dapur, selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil.

g. Makanan yang telah siap santap perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya.

h. Cara penyajian makanan hams terhindar dari pencemaran dan peralatan yang dipakai hams bersih.

i. Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.

5. Pengawasan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

a. Pengawasan internal yang dilakukan oleh sanitarian berupa : pemeriksaan mikrobiologi dan kimiawi, pengawasan berkala dan pengambilan sampel minimal 2 kali setahun, pengambilan sampel bila terjadi keracunan makmin

b. Pengawasan ekstemal dilakukan dengan uji petik oleh Dinkesprop atau DKK secara insidentil untuk menilai kualitas.

C. Penyehatan air, Pengelolaan limbah dan Tempat Pencucian Linen, Dekontaminasi

Penyehatan air, pengelolaan limbah dan tempat pencucian linen, serta desinfeksi dan sterilisasi terkait secara langsung dengan pengendalian infeksi nosokomial yang merupakan aspek penting dan keselamatan pasien. Sanitasi air, limbah, maupun linen yang buruk akan berakibat buruk pada rentetan kegiatan lainnya.

(18)

1. Sanitasi Air

a. Melakukan inspeksi sanitasi sarana air minum dan air bersih minimal 1 tahun sekali.

b. Pemeriksaan kimia air minum dan atau air bersih dilakukan minimal 2 kali setahun. Pemeriksaan mikrobiologi minimal 1 bulan sekali.

c. Pengambilan dan pengiriman sampel air dapat dilaksanakan sendiri oleh pihak rumah sakit dan diperiksakan pada laboratorium yang berwenang, atau dilaksanakan oleh pihak ketiga yang direkomendasikan oleh Dinas Kesehatan.

d. Setiap 24 jam sekali rumah sakit hams melakukan pemeriksaan kualitas air untuk pengukuran sisa klor, pH, dan kekeruhan air minum dan atau air bersih pada titik yang dicurigai rawan peneemaran.

e. Petugas sanitasi melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi dan pemeriksaan laboratorium, apabila terdapat parameter yang menyimpang maka hams dilakukan pengolahan, apabila tingkat resiko pencemaran amat tinggi maka hams dilakukan perbaikan sarana.

2. Sanitasi Limbah

a. Limbah medis padat

1) Melaksanakan minimalisasi limbah medis padat dengan :

 Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum membelinya

 Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia, termasuk dalam pembersihan

 Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah

(19)

 Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan

 Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai menjadi LB3

 Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih awal untuk menghindari kadaluwarsa dan mengecek tanggal kadaluwarsa saat diantar oleh distributor.

2) Melakukan pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali, daur ulang :

 Pemilahan jenis limbah medis dimulai dari sumber

 Pewadahan limbah medis terbuat dari bahan semisal

fiberglass, untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung

pada safety box

 Kantong plastik yang kontak langsung dengan limbah infeksius dan sitotoksik tidak boleh digunakan lagi, sedangkan tempat sampah yang tidak langsung kontak harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila dipergunakan kembali

 Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus pencemaran Spongiform encephalopathies

3) Membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam menggunakan insenerator sendiri maupun kerja sama dengan rumah sakit lain atau pihak lain.

4) Mengangkut limbah medis yang sudah terkemas dalam kantong yang aman dan harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup, petugas yang menangani limbah harus menggunakan APD.

(20)

5) Melakukan pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah medis padat :

 Limbah infeksius dan benda tajam: harus diolah dengan insenerator, residunya dapat dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika sudah aman. Dalam Hal ini RSU Rajawali Citra menggunakan pihak ke-3 untuk memusnahkan dengan PT.ARAH sebagai transporter dan PT.TENANG JAYA SEJAHTERA sebagai pemusnah.

 Limbah farmasi: dalam jumlah besar harus dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit supaya dimusnahkan melalui insenerator pada suhu >1000°C. Dalam Hal ini RSU Rajawali Citra menggunakan pihak ke-3 untuk memusnahkan dengan PT.ARAH sebagai transporter dan PT.TENANG JAYA SEJAHTERA sebagai pemusnah.

 Limbah sitotoksik sangat berbahaya: pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan ke distributornya atau insenerator pada suhu tinggi sekitar 1200°C yang dilengkapi dengan penyaring debu dan peralatan pembersih gas. Dalam Hal ini RSU Rajawali Citra menggunakan pihak ke-3 untuk memusnahkan dengan PT.ARAH sebagai transporter dan PT.TENANG JAYA SEJAHTERA sebagai pemusnah.

 Limbah bahan kimiawi: pembuangannya lebih ditentukan kepada sifat bahaya yang dikandung limbah tersebut, limbah tertentu bisa diinsenerasi, dikembalikan ke distributornya, atau dikirim ke Negara lain yang mempunyai peralatan. Dalam Hal ini RSU Rajawali Citra menggunakan pihak ke-3 untuk memusnahkan dengan PT.ARAH sebagai transporter dan PT.TENANG JAYA SEJAHTERA sebagai pemusnah.

(21)

 Limbah dengan kandungan logam berat tinggi: limbah yang mengandung Hg atau Cd tidak boleh diinsenerasi melainkan dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya, bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.

 Limbah radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan teknis PP nomor 27 tahun 2002 dan kemudian diserahkan ke BATAN untuk penanganan lebih lanjut. Dalam Hal ini RSU Rajawali Citra menggunakan pihak ke-3 untuk memusnahkan dengan PT.ARAH sebagai transporter dan PT.TENANG JAYA SEJAHTERA sebagai pemusnah.

b. Limbah padat non medis/ domestik

1) Pemilahan limbah nonmedis antara limbah medis dan non medis dimulai dari sumber.

2) Tempat pewadahan terbuat dari bahan semisal fiberglass, mempunyai tutup yang mudah dibuka-tutup tanpa mengotori tangan, harus diangkut apabila bagian kantong sudah terisi oleh limbah.

3) Pengangkutan dari setiap ruangan ke TPS menggunakan troli tertutup.

4) TPS limbah tidak merupakan sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya dan dilengkapi saluran untuk cairan lindi, TPS selalu dalam keadaan tertutup bila sedang tidak diisi, TPS dikosongkan dan dibersihkan sekurangnya-kurangnya 3 x dalam seminggu.

5) Limbah non medis/domestik dibuang ke TPA yang dikelola oleh Pemda.

(22)

c. Limbah cair

1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan saluran air hujan.

2) Rumah sakit harus memiliki IPAL sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.

3) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengukur debit harian limbah yang dihasilkan.

4) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair effluent dilakukan setiap bulan sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Limbah gas

1) Monitoring limbah gas berupa NO2, logam berat, dan dioksin dilakukan 6 bulan sekali

2) Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu.

3. Sanitasi Linen

a. Perencanaan, Permintaan , dan Pengadaan Linen RS : 1) Perencanaan dan Permintaan :

Perencanaan kebutuhan linen dibuat oleh masing-masing unit pelayanan berdasarkan ratio kebutuhan unit dibandingkan dengan persediaan linen yang masih layak pakai yang ada di unitnya masing-masing. Perencanaan ini diajukan oleh kepala ruang dalam Rencana Anggaran Tahunan, atau dapat diajukan sewaktu-waktu dalam keadaan mendesak, sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Setiap unit pelayanan wajib menyerahkan laporan inventaris linen dan melampirkannya dalam perencanaan kebutuhan linen yang diajukan untuk tahun berikutnya.

(23)

Pengadaan linen dilakukan berdasarkan pengajuan perencanaan dari tiap-tiap unit yang telah mendapat persetujuan.

b. Pengelolaan Linen Kotor

1) Pengelolaan linen kotor di rumah sakit dimulai dari unit perawatan, yaitu sejak proses pengumpulan linen kotor, pemisahan linen kotor berdasarkan infeksius tidaknya, proses dekontaminasi / spooling, dilanjutkan proses pencucian di bagian pencucian, sesuai prosedur yang telah ditetapkan. 2) Petugas yang bertanggungjawab dalam proses ini adalah

petugas laundry.

3) Penggunaan APD yang sesuai harus dipenuhi dalam hal mengelola linen kotor. Wadah untuk membawa linen kotor non infeksius, linen kotor infeksius, maupun linen bersih harus terpisah dan merupakan wadah yang tertutup.

c. Distribusi Dan Penyimpanan Linen Bersih

Distribusi linen kotor / linen bersih dari ruang perawatan ke pencucian atau sebaliknya dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan, dengan menggunakan buku register / ekspedisi.

d. Penyediaan Linen Siap Pakai

1) Linen siap pakai disimpan di tiap unit pelayanan, dengan tetap memperhatikan standar penyimpanan, yaitu :

2) Lemari penyimpan selalu bersih, kering, tidak lembab, dan tertutup rapat

3) Lemari penyimpanan jauh dari pelayanan pasien / terhindar dri kontaminasi

4) Inventarisasi linen menjadi tanggung jawab unit pelayanan yang menyimpan, dan harus selalu dilakukan cross check antara jumlah linen yang terpakai dengan linen kotor dan stok linen bersih.

e. Penggunaan Linen Bersih

1) Linen bersih digunakan dengan prinsip FIFO (First In First Out), yaitu linen yang lebih dahulu disimpan, dipakai terlebih dahulu.

2) Sebelum memegang linen bersih, petugas harus mencuci tangan terlebih dahulu.

(24)

4. Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi

a. Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan desinfeksi dan sterilisasi sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya.

b. Semua benda atau alat yang akan disteril/didesinfeksi harus terlebih dahulu dibersihkan secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik dan sisa bahan linennya.

c. Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya karena dibersihkan, disterilkan, atau didesinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. d. Jangan menggunakan bahan seperti linen dan lainnya yang tidak

tahan terhadap sterilisasi karena akan mengakibatkan kerusakan. e. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan

peralatan medis dilakukan sesuai permintaan dan kesatuan kerja pelayanan medis dan penunjang medis.

D. Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya

Dalam hal ini dibatasi pada surveilans vektor adalah pengamatan vetor secara sistematis dan terus menerus dalam hal kemampuannya sebagai penular penyakit untuk upaya pengendalian.

1. Surveilans nyamuk, kecoa, tikus, lalat dart binatang pengganggu lainnya

a. Pengamatan jentik Aedes sp. setiap minggu, pengamatan lubang dengan kawat kasa, konstruksi pintu harus membuka ke arah hear. b. Pengamatan kecoa secara visual setiap 2 minggu

c. Pengamatan tikus setiap 2 bulan di daerah bangunan tertutup (core) rumah sakit

d. Mengamati secara berkala kucing

2. Pencegahan nyamuk, kecoa, tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya

(25)

a. Nyamuk: melakukan PSN, menutup saluran air limbah, membersihkan tanaman, memasang kawat kasa, dan menggunakan kelambu di ruang perawatan anak.

b. Kecoa : menyimpan makanan pada tempat tertutup, mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan, menutup lubang dan celah dalam ruangan.

c. Tikus : menutup saluran terbuka dan lubang dalam ruangan, mengelola sampah.

d. Lalat : mengelola sampah/limbah sesuai syarat kesehatan.

e. Binatang pengganggu lainnya : mengelola makanan dan limbah sesuai syarat kesehatan.

3. Pemberantasan nyamuk, kecoa, tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya.

E. Pengamanan dampak radiasi

Aspek penting dalam pelayanan di instalasi radiologi yang terkait penangangan radiasi diantaranya :

1. Setiap rumah sakit yang menggunakan zat radioaktif harus memperoleh ijin dari Bapeten sesuai PP nomor 64 tahun 2000.

2. Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerj a atau masyarakat tidak boleh melebihi NBD.

3. SMK3 terhadap pemanfaatan radiasi pengion

a. organisasi dan peralatan proteksi radiasi b. pemantauan dosis perorangan

c. pemeriksaan kesehatan awal dan berkala sekurang-kurangnya 1 tahun sekali

d. penyimpanan dokumentasi catatan dosis

(26)

dampak radiasi tinggi

f. diklat tentang K3 terhadap radiasi.

4. Pengelola rumah sakit wajib melakukan kalibrasi terhadap alat ukur radiasi sekurang-kurangnya 1 tahun sekali dan output peralatan radioterapi secara berkala sekurang-kurangnya 2 tahun sekali.

5. Pengelola rumah sakit harus melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan radiasi, jika terjadi kecelakaan harus melakukan upaya penanggulangan yang diutamakan pada keselamatan manusia dan harus segera melaporkannya kepada badan pengawas dan instansi terkait lainnya.

6. Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang wajib mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada badan pelaksana.

F. Upaya promosi kesehatan dari aspek kesehatan lingkungan

1. Promosi hygiene dan sanitasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan cara langsung, media cetak, maupun media elektronik. 2. Pelaksana promosi supaya dilakukan oleh seluruh karyawan rumah sakit

di bawah koordinasi unit organisasi penanggung jawab penyelenggara kesehatan lingkungan rumah sakit yang menangani promosi kesehatan lingkungan.

3. Sasaran promosi adalah pasien/keluarga pasien, pengunjung, karyawan rumah sakit, serta masyarakat sekitarnya.

4. Pesan promosi hendaknya disesuaikan dengan sasaran.

5. Pesan promosi kesehatan lingkungan untuk karyawan berisi hubungan fasilitas sanitasi dengan kesehatan, syarat-syarat fasilitas sanitasi, pentingnya pengadaan/pemeliharaan/pembersihan fasilitas sanitasi, pentingnya memberi contoh terhadap pasien/keluarga pasien dan pengunjung tentang memanfaatkan fasilitas sanitasi serta

(27)

fasilitas kesehatan lainnya dengan benar.

6. Pesan promosi kesehatan lingkungan terhadap pasien, keluarga pasien, pengunjung, dan masyarakat di sekitarnya berisi tentang cara-cara dan pentingnya membiasakan din hidup bersih dan sehat, memanfaatkan fasilitas sanitasi dan fasilitas kesehatan lainnya dengan benar.

7. Materi promosi kesehatan lingkungan sangat penting diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit, untuk itu dapat disampaikan pada waktu orientasi karyawan baru atau pada pertemuan secara berkala.

(28)

BAB V

KESELAMATAN PASIEN

Keterkaitan sanitasi rumah sakit dengan keselamatan pasien secara langsung adalah pembuangan limbah, pencegahan penularan bakteri, dan prosedur pencegahan infeksi nosokomial. Ketiga indikadtor tersebut merupakan bagian dari 25 indikator keselamatan pasien, kelompok fasilitas dan prosedur.

A. Pembuangan Limbah yang Aman

Pembuangan limbah terkontaminasi yang benar meliputi menuangkan limbah cair ke sistem pembuangan kotoran tertutup dan incenerasi (pembakaran) limbah padat. Cara penanganan limbah terkontaminasi :

1. Gunakan kantong-kantong plastik yang berwarna untuk membedakan limbah infeksius dan non infeksius, pakailah wadah plastik atau disepuh logam dengan tutup yang rapat.

2. Gunakan wadah tahan tusukan untuk pembuangan semua benda-benda tajam.

3. Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan mudah dicapai oleh pemakai.

4. Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak dipakai untuk keperluan lain di rumah sakit.

5. Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih desinfektan dan bilas teratur dengan air.

6. Gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.

7. Gunakan APD (missal sarung tangan utilitas dan sepatu tertutup) ketika menangani limbah.

(29)

8. Cuci tangan setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani limbah.

B. Pencegahan Penularan Mikroorganisme

Mikroorganisme ditularkan di rumah sakit melalui beberapa cara dan mikroorganisme yang sama dapat ditularkan dengan lebih dari satu cara. Untuk mencegah penularan mikroorganisme di rumah sakit dirancang melalui Kewaspadaan Isolasi, yang lebih diarahkan pada pemutusan rantai penularan/transmisi dari reservoir (tempat agen hidup) ke host/pejamu rentan melalui limbah, linen, air bersih, makanan-minuman, dan melalui vektor

1. Menghambat atau membunuh agen, misalnya dengan mengaplikasikan antiseptik ke kulit sebelum tindakan bekerja.

2. Memblokir cara agen berpindah dari orang yang terinfeksi ke orang yang rentan, misalnya dengan mencuci tangan pada saat bersentuhan dengan pasien terinfeksi atau permukaan tercemar (limbah dan linen infeksius). 3. Mengupayakan bahwa petugas sanitasi telah diimunisasi atau

divaksinasi.

4. Menyediakan APD yang memadai bagi petugas sanitasi dalam upaya mencegah kontak dengan agen terinfeksi.

C. Pencegahan infeksi nosokomial

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara daya tahan tubuh host/pejamu, patogenitas agen infeksi, serta cara penularan. Identifikasi faktor resiko (HAIs) pada host/pejamu dan pencegahan terhadap infeksi dapat mengurangi infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas kesehatan. Demi kesemalatan pasien, maka hams dihindari transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas sanitasi.

(30)

a. Kebersihan tangan

Praktek membersihkan tangan adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan, hal-hal yang perlu diingat saat membersihkan tangan :

 Tangan hams dicuci dengan sabun dan air mengalir, bila jelas terlihat kotor/terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein (darah, urine, feces).

 Bila tangan tidak jelas terlihat kotor/terkontaminasi, hams digunakan antiseptik berbasis alkohol untuk dekontaminasi tangan rutin.

 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan. b. Alat Pelindung Diri

 Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD.

 Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal.

 Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai bekerja dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri sendiri.

 Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.

(31)

a. Melakukan identifikasi limbah berdasarkan bentuk dan tingkat infeksinya yaitu : limbah padat, cair, tajarn, botol kaca, infeksius dan non infeksius.

b. Memisahkan limbah mulai dari awal penghasil limbah dan menempatkan sesuai jenis limbah. Limbah cair segera dibuang ke wastafel spoelhoek. c. Memberi label dan kantong sesuai jenis limbah

 Limbah padat infeksius ditempatkan dalam kantong plastik wama kuning

 Limbah padat non infeksius ditempatkan dalam plastik kantong warnahitam

Limbah benda tajam ditempatkan dalam safety box yang tahan tusuk dan tahan air

 Limbah botol kaca ditempatkan tersendiri dalam kantong plastik warna kuning.

d. Mengemas limbah

 Tempatkan dalam wadah limbah tertutup

 Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki

 Kontainer dalam keadaan bersih dan hams dicuci setiap hari

 Kontainer terbuat dan bahan yang kuat, ringan, tidak berkarat

 Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10 — 20 meter

 Ikat limbah jika sudah terisi % penuh. e. Menyimpan limbah

(32)

beri label

 Setiap hari limbah diangkut dari spoelhoek ke TPS khusus medis

 Gunakan APD ketika menangani limbah

 TPS limbah non infeksius hams di area terbuka, terjangkau (oleh trek sampah), aman, selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering. f. Mengangkut limbah

 Mengangkut limbah hams menggunakan kereta dorong/troli khusus dan tidak boleh ada yang tercecer

 Kereta dorong/troli harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup

 Gunakan APD ketika menangani limbah g. Mengolah limbah

 Limbah infeksius dimasukkan dalam incinerator

(33)

Limbah botol kaca digrinding terlebih dahulu sebelum dimasukkan dalam incinerator

 Limbah non infeksius dibawa ke TPA

 Limbah cair infeksius dimasukkan ke IPAL

 Limbah feces, urine dimasukkan kedalam Septictank. 3. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit

Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan, desinfeksi permukaan lingkungan yang terkontaminasi, melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik. Ruang lingkup pengendalian lingkungan seperti ruang bangunan, penghawaan, kebersihan, saluran limbah, dan sebagainya.

a. Desinfeksi permukaan lingkungan

Hanya perlengkapan dan permukaan yang pemah bersentuhan dengan kulit atau mukosa pasien atau sudah sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan desinfeksi.

1. Bersihkan dan desinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan.

2. Pilih desinfektan yang terdaftar dan gunakan sesuai petunjuk, jangan menggunakan high level desinfectan untuk peralatan non kritikal.

3. Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non perawatan.

4. Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan desinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti pegangan pintu, bed rails, light switch.

(34)

5. Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain

yang potensial infeksi.

6. Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan dan desinfeksi.

7. Jangan lakukan random sampling, bila indikasi lakukan sampling mikrobiologi sebagai investigasi epidemiologi atau pengkaj ian kondisi bahaya lingkungan, batasi sampling untuk maksud jaminan kualitas.

b. Air

1. Pertahankan temperature air, papas 51°C dan dingin 20°C. 2. Anjurkan pasien, keluarga, pengunjung menggunakan air kran. c. Ventilasi ruangan

Ventilasi yang memadai dan aliran udara satu arah yang terkontrol harus diupayakan untuk mengurangi penularan pathogen melalui airborne, ventilasi memadai yang dapat mencegah transmisi infeksi mempunyai pertukaran udara > 12 kali/jam serta saluran udara kesatu arah. Ada tiga jenis ventilasi utama :

1. Ventilasi mekanis, menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui suatu gedung, jenis ini dapat dikombinasikan dengan pengkodisian dan penyaringan udara.

2. Ventilasi alami, menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara melalui suatu gedung, adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan antara udara didalam dan diluar gedung.

3. Ventilasi gabungan, memadukan penggunaan ventilasi mekanis dan alami.

(35)

BAB VI

KESELAMATAN KERJA

Salah satu syarat keselamatan kerja adalah memperoleh keserasian antara lingkungan dengan tenaga kerja, alat kerja, cara dan proses kerja. Keselamatan lingkungan di rumah sakit berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Program K3 terkait kesehatan lingkungan di rumah sakit yang harus diterapkan :

I. Pengelolaan penyehatan lingkungan rumah sakit

Program penyehatan lingkungan rumah sakit meliputi : penyehatan ruangan, bangunan dan fasilitas sanitasi termasuk pencahayaan, penghawaan dan kebisingan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penanganan limbah, penyehatan tempat pencucian umum termasuk laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lain, pemantauan sterilisasi dan desinfeksi, pengawasan perlindungan radiasi, dan promosi kesehatan lingkungan.

2. Pengelolaan faktor resiko dan pengelolaan limbah rumah sakit

a. Limbah cair : tersedianya IPAL dan perizinannya.

b. Pengelohan limbah padat :

1. Tersedianya tempat/kontainer penampungan limbah sesuai dengan kriteria limbah.

2. Tersedia incinerator atau yang sejenisnya, terpelihara dan berfungsi dengan baik.

3. Tersedia tempat pembuangan limbah padat sementara, tertutup dan berfungsi denga baik.

(36)

a. Mapping lingkungan tempat kerja/area yang dianggap beresiko dan berbahaya, area yang berlum melaksanakan program K3RS, area yang sudah melaksanakan K3RS, area yang sudah melaksanakan dan mendokumentasikan pelaksanaan program K3RS.

b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (observasi, wawancara SDM rumah sakit, survey dan kuesioner, checklist dan evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci).

c. Kebersihan Tangan dan APD 1) Kebersihan tangan

Praktek membersihkan tangan adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan, hal-hal yang perlu diingat saat membersihkan tangan :

 Tangan hams dicuci dengan sabun dan air mengalir, bila jelas terlihat kotor/terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein (darah, urine, feces).

 Bila tangan tidak jelas terlihat kotor/terkontaminasi, hams digunakan antiseptik berbasis alkohol untuk dekontaminasi tangan rutin.

 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan. 2) Alat Pelindung Diri

 Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD.

 Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal.

(37)

 Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai bekerja dan hindari kontaminasi : lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri sendiri.

 Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.

4. Pengembangan program pemeliharaan limbah padat, cair, dan gas

a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair, gas.

(38)

BAB VII

PENGENDALIAN MUTU

Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan spesifikasi teknis tentang tolok ukur pelayanan minimum rumah sakit yang berhak diperoleh setiap warga, ditinjau dari akses, efektivitas, efisiensi, keselamatan dan keamanan, kenyamanan, kesinambungan pelayanan, kompetensi teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standar WHO.

A. Penyehatan Bangunan dan Ruangan 1. Baku Mutu Udara Ruang

Judul Baku Mutu Udara Ruang Dimensi mutu Keamanan / keselamatan

Tujuan Tergambarnya upaya RS terhadap keamanan

Definisi operasional Baku mutu udara ruang adalah standar minimal udara ruang yang dianggap aman bagi kesehatan, merupakan konsentrasi maksimum mikro-organisme per m2 udara (CFU/m3) sesuai Tabel : 1.1 Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit dalam Kepmenkes 1204/2004, dan diukur dengan parameter mikrobiologi udara ruang

Frekuensi pengumpulan

6 bulan Periode analisis 6 bulan

Numerator Hasil laboratorium yang sesuai dengan baku mutu Denominator Jumlah seluruh pengujian udara

Sumber data Hasil pengujian

Standar 100%

Penanggung jawab Instalasi Sanitasi

(39)

Judul Baku Mutu Lantai dan Dinding Dimensi mutu Keamanan / keselamatan

Tujuan Tergambarnya upaya RS terhadap keamanan lantai dan dinding

Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal parameter mikrobiologi pada lantai dan dinding yang dianggap aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir (sekaligus untuk

menilai tingkat kebersihan)

Ruang operasi = 0 — 5 CFU/cm2 dan bebas patogen

Ruang isolasi = 0 — 5 CFU/cm2 Ruang perawatan = 5 — 10 CFU/cm2 Ruang UGD = 5 —10 CFU/cm2 Frekuensi

pengumpulan Data

6 bulan

Periode analisis 6 bulan

Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan mikrobiologi usap lantai dan dinding sesuai dengan baku mutu

Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan lantai dan dinding Sumber data Hasil pemeriksaan

Standar 100%

Penanggung jawab Instalasi Sanitasi

B. Penyehatan Makanan dan Minuman Baku Mutu Makanan dan Peralatan

(40)

Judul Baku Mutu Makanan dan Peralatan Dimensi mutu Keamanan / keselamatan

Tujuan Tergambarnya kepedulian RS terhadap keamanan

mikrobiologi makanan dan peralatan

Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada makanan dan peralatan makan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan dianggap aman bagi kesehatan, diukur dengan parameter mikrobiologi :

Angka kuman E. Coli makanan = 0/gr sampel Angka kuman E. Coli minuman = 0/100 ml Angka total kuman peralatan makan = 100/cm2

E Coli peralatan makan = negatif Frekuensi pengumpulan

Data

6 bulan Periode analisis 6 bulan

Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan mikrobiologi makanan jadi dan usap alat makan yang sesuai dengan baku mutu

Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan Sumber data Hasil pemeriksaan

Standar 100%

Penanggung jawab Instalasi Sanitasi C. Penyehatan Air Bersih

1. Baku Mutu Fisika dan Kimiawi Air Bersih

Judul Baku Mutu Fisik — Kimia Air Bersih Dimensi mutu Keamanan / keselamatan

Tujuan Tergambarnya upaya rumah sakit terhadap keamanan fisika dan kimiawi air bersih rumah sakit

(41)

Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada air bersih yang dianggap aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan parameter : Fisika : TDS = 1500 mg/1 Kekeruhan = 25 mg/1 Warna = 50 TCU Kimia :pH = 6,5 — 9 Kesadahan = 500 mg/1 Zat organik = 10 mg/1 Frekuensi pengumpulan Data 3 bulan Periode analisis 3 bulan

Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan contoh air bersih RS yang sesuai dengan baku mutu

Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan air bersih Sumber data Hasil pemeriksaan

Standar 100%

Penanggung j awab Instalasi Sanitasi

2. Baku Mutu Mikrobiologi Air Bersih

Judul Baku Mutu Mikrobiologi Air Bersih Dimensi mutu Keamanan / keselamatan

Tujuan Tergambarnya upaya RS terhadap keamanan

mikrobiologi air bersih

Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada air bersih yang dianggap aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan parameter mikrobiologi :

Total koliform= 10 kolifonn/100 ml E Coli = Negatif

Frekuensi pengumpulan Data

1 bulan Periode analisis 1 bulan

Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan mikrobiologi air bersih RS yang sesuai dengan baku mutu

(42)

Sumber data Hasil pemeriksaan

Standar 100%

Penanggung jawab Instalasi Sanitasi

D. Pengelolaan Limbah

1. Baku Mutu Limbah Cair

Judul Baku Mutu Limbah Cair Dimensi mutu Keamanan / keselamatan

Tujuan Tergambarnya kepedulian RS terhadap keamanan limbah cair

Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal limbah cair yang dianggap aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas yang ditolerir dan diukur dengan parameter : BOD = 30 mg/1 COD = 80 mg/1 TSS = 30 mg/1 pH = 6 — 9 Frekuensi pengumpulan Data 1 bulan Periode analisis 1 bulan

Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair RS yang sesuai dengan baku mutu

Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair Sumber data Hasil pemeriksaan

Standar 100%

Penanggung jawab Instlasi Sanitasi 2. Limbah Padat Infeksius

Judul Pemusnahan Sampah Infeksius di Incenerator Dimensi mutu Keamanan / keselamatan.

Tujuan Tergambarnya mutu pembakaran sampah infeksius di RS

(43)

Definisi operasional Sampah infeksius adalah sampah padat akibat proses pelayanan yang mengandung bahan-bahan tercemar jasad renik yang dapat menularkan penyakit dan/atau dapat mencederai, antara lain :

1) Sisa jarum suntik, lancet, scalpel (sampah benda taj am)

2) Sisa ampul dan fial (sampah botol kaca) 3) Kasa, masker, handschoon bekas (sampah

infeksius)

4) Sisa jaringan (sampah PA)

5) Sisa obat farmasi (sampah farmasi)

6) Sisa kegiatan kemotherapi (sampah sitotoksik)

Frekuensi pengumpulan Data

1 bulan Periode analisis 3 bulan

Numerator Jumlah sampah infeksius yang dimusnahkan Denominator Logbook hasil pengangkutan

Sumber data Hasil pemusnahan

Standar 100%

(44)

BAB IX PENUTUP

Pedoman kesehatan lingkungan disusun untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan akibat aktifitas medis di rumah sakit, karena pada prinsipnya kesehatan lingkungan rumah sakit merupakan upaya penyehatan dan pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin beresiko menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan bagi masyarakat. Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/2004 adalah meliputi: sanitasi pengendalian faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi, dan sosial di rumah sakit.

Program sanitasi di rumah sakit terdiri dan penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah. (Depkes RI, 2004) Ditetapkan di : Yogyakarta Pada tanggal : 2015 Direktur dr.Asri Priyani M., MPH 200610004

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dichlorinasi, perlu dilakukan tes bakteriologi (coli). Untuk ini hendaknya menghubungi dinas kesehatan atau laboratorium kesehatan lingkungan atau mungkin

Besarnya pengaruh kompetensi aparatur terhadap kualitas pelayanan kesehatan di RSUD Kabupaten Sumedang ditentukan oleh dimensi motif (motives), dimensi sifat (traits),

(4) Berdasarkan teori menurut Whitten tentang kinerja sistem, di RSU Rajawali Citra, sistem informasi TPP Rajal dapat mempercepat dalam pelayanan kepada pasien sesuai

Buku ini disusun dalam rangka revisi buku Pedoman Pelayanan Rumah Sakit kelas B1, B2, C1, C2 dan D yang diterbitkan tahun 1986 dan buku Standar Peralatan, Ruang

Kata B3 merupakan akromin dari bahan berbahaya dan beracun. Oleh karena itu, pengertian limbah B3 dapat diartikan sebagai suatu buangan atau limbah yang sifat

Pengertian asuhan gizi rawat jalan adalah keriatan pelayanan gizi yang berkesinambungan dimulai dari perencanaan diet, pelaksanaan konseling diet

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Biaya makan per orang per hari merupakan biaya yang dibutuhkan , untuk menyelenggarakan makanan. menghitung biaya makan per orang per har! adalah j'jmlah output dari