• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Negara Indonesia terkenal dengan banyaknya kebudayaan dan tradisi. Masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan tradisi yang berbeda-beda. Kebudayaan itu sendiri memiliki pengertian yang bermacam-macam, salah satunya menurut Koentjaraningrat, (1996:7) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Oleh karena itu, konsepsi kebudayaan dapat dipahami sebagai hubungan yang bersifat homologi dengan kebudayaan itu sendiri.

Setiap daerah mampunyai budaya sendiri-sendiri, berbeda dengan kebudayaan bangsa atau suku bangsa lainya. Demikian pula dengan kebudayaan yang terdapat di Jawa. Jawa mempunyai kebudayaan yang khas, dalam sistem atau metode budayanya digunakan simbol-simbol atau lambang-lambang sebagai sarana untuk menitipkan pesan-pesan atau nasehat-nasehat dari bangsanya (Herusatoto, 2001 : 1).

Di pulau Jawa terdapat banyak kebudayaan. Salah satunya kebudayaan itu adalah pertunjukan wayang kulit. Di desa Pagergunung kecamatan Ngablak kabupaten Magelang, masih diadakan pertunjukan wayang kulit dalam acara-acara tertentu, seperti dalam acara nyadran, saparan, atau acara-acara syukuran lainya. Dalam pertunjukkan wayang kulit di desa Pagergunung masih menggunakan sesaji. Sesaji ini dimaksudkan untuk menolak bencana, misalnya menolak halangan yang akan menimpa suatu masyarakat atau halangan yang menimpa

(2)

suatu keluarga. Pada umumnya masyarakat belum mengenal unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit dan tidak mengetahui makna yang terkandung dalam sesaji tersebut. Oleh karena itu, penulis ingin mencoba meneliti unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Hal ini disebabkan belum ditemukan penelitian yang membahas unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit berdasarkan analisis semiotis dan unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung sedikit berbeda dengan sesaji wayang kulit di daerah lain, karena di desa Pagergunung menggunakan sesaji hasil bumi yang kemudian dilarung ke sungai. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk menjadikan sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung sebagai objek studi linguistik yaitu dengan pendekatan semiotis untuk mendapatkan makna yang terkandung dalam usur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit.

1.2 Rumusan Masalah

Pertunjukan wayang kulit merupakan salah satu seni pertunjukan yang sering dimainkan di desa Pagergunung, pertunjukan ini dilakukan untuk memperingati berbagai perayaan tertentu. Dalam pertunjukan wayang kulit ini dilengkapi dengan berbagai sesaji. Setiap sesaji memiliki nama dan makna sendiri-sendiri.

Unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung bukanlah bentuk fisik yang tidak mempunyai makna. Unsur-unsur sesaji dalam

(3)

pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung mewakili referen yang ada diluar bentuk fisik, dan dibalik nama sesaji itu terkandung makna yang mendalam.

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana deskripsi pertunjukan wayang kulit dan sesaji apa saja yang digunakan dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung?

2. Bagaimana makna semiotik yang terdapat dalam sesaji pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakan penelitian ini ada dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum penelitian ini adalah memperkenalkan unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit yang kurang diketahui oleh masyarakat. Sedangkan, tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menyajikan analisis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung dari segi semiotik, sehingga dapat diketahui makna–maknanya.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian tentang analisis semiotis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung meliputi ruang lingkup data dan ruang lingkup pembahasan.

(4)

1.4.1 Ruang Lingkup Data

Data yang dikumpulkan dibatasi pada unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit. Alasan dipilih data mengenai unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit, karena unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit merupakan hal yang penting. Unsur-unsur sesaji dianggap penting karena jika pertunjukan wayang kulit tidak memakai unsur-unsur sesaji, masyarakat setempat khawatir arwah-arwah yang mendiami suatu tempat tersebut bisa mengganggu.

Pertunjukkan wayang kulit dapat dilihat di berbagai daerah dengan sesaji yang hampir sama, tetapi dalam penelitian ini penulis mengambil data dari desa Pagergunung. Alasan diambil desa Pagergunung karena di desa Pagergunung sampai sekarang masih sering diadakan pertunjukan wayang kulit dan masih menggunakan unsur-unsur sesaji. Dalam pertunjukan wayang di desa Pagergunung, sesaji yang disajikan sedikit berbeda dengan daerah lainya, karena dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung menggunakan sesaji hasil bumi, kemudian sesaji hasil bumi tersebut dilarung ke sungai.

1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Penelitian ini akan membahas tentang unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung dengan menggunakan analisis semiotis yang akan membahas tentang tanda dan makna yang terdapat dalam unsur-unsur sesaji pertunjukan wayang kulit. Unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit sebagai berikut: tumpêng, ingkung, mênyan, kêmbang

(5)

sêtaman, jênang abang, jênang putih, jênang sura, cok bakal, kopi pait, teh pait, wedang santên, wedang putih, dhawêt, dhuwit, jajanan pasar, pari, kêlapa, jagung, têbu dan gula jawa.

Unsur-unsur sesaji tersebut diatas akan diketahui makna sesuai dengan referennya.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian terhadap analisis semiotis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung yaitu untuk memperkenalkan pada masyarakat, bahwa unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit bukanlah bentuk fisik yang tidak mempunyai arti, melainkan tiap-tiap sesaji yang disajikan mempunyai makna.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai kebudayaan yang membahas nama unsur-unsur sesaji upacara tradisional sudah banyak dilakukan. Akan tetapi, penelitian tentang unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit dengan analisis semiotis sejauh ini belum ditemukan. Ada beberapa tulisan atau skripsi yang menggunakan analisis semiotis, di antaranya:

Skripsi Dyah Widyawati (2004) Analisis Semiotis Deskripsi Fisik Wayang Kulit Purwa Yogyakarta. Penelitian ini meneliti simbol-simbol yang ada pada wayang kulit purwa gaya Yogyakarta memuat pikiran filosofis yang merupakan gambaran konsep manusa jawa yang dituangkan dalam bentuk simbol pada

(6)

wayang. Simbol-simbol tersebut dikaji dengan pendekatan semiotik. Penulis memanfaatkan teori semiotik yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis data.

Skripsi Maryeth Indah Putri (2010) Nama Unsur-unsur Sesaji Upacara Siraman Pusaka Gong Kyai Pradah di Blitar (Analisis Semiotik). Penelitian ini meneliti tentang unsur sesaji dalam upacara siraman pusaka Gong Kyai Pradah di Blitar. Unsur-unsur sesaji tersebut di kaji dengan pendekatan semiotik. Teori semiotik digunakan sebagai acuan dalam menganalisis data.

Skripsi Eko Riadh Alauddin Syah (2010) Makna Sesaji dalam Upacara Tradisional Majemukan Dusun Jopaten, Kecamatan Sranakan, Kabupaten Bantul (Analisis Semiotis). Penelitian ini meneliti tentang unsur sesaji dalam upacara tradisional majemukan di dusun Jopaten. Unsur-unsur sesaji tersebut di kaji dengan pendekatan semiotik. Penulis memanfaatkan teori semiotik yang digunakan sebagai kerangka berfikir dalam menganalisis data.

Hasil-hasil penelitian di atas digunakan sebagai acuan penulis dalam menulis skripsi ini.

1.7 Landasan Teori

Teori yang digunakan untuk menganalisis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit adalah teori semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda, istilah tersebut berasal dari kata Yunani semion yang berarti ‘tanda’. Tanda (signe) adalah kombinasi konsep dan gambaran akustik (Saussure, 1996:147).

(7)

Kridalaksana (2008:218) dalam Kamus Linguistik mengatakan bahwa semiotik berarti ilmu yang mempelajari lambang-lambang dan tanda-tanda. Sign dan tanda ialah guratan yang tampak pada permukaan, bersifat konfensional dan dipakai sebagai satuan grafis dasar dalam sistem aksara untuk menggambarkan atau merekam gagasan, kata, suku kata, fonem atau bunyi (Kridalaksana, 2008: 234). Karena tanda-tanda itu mempunyai makna berdasarkan konvensi, memberi makna-makna itu mencari konvensi-konvesi apa yang menyebabkan tanda-tanda itu mempunyai arti atau makna. Makna ini arti dari arti ‘meaning of meaning’ atau sicnificance makna (Pradopo, 1999:76-77).

Dalam penelitian ini, penulis memakai teori The Triangle of Signification ‘segitiga arti’ oleh John Lyons dalam bukunya yang berjudul Semantics. Berikut bagan dari teori The Triangle of Signification.

(B) Concept

indirect relationship

(A) Sign (C) Significatum / Referen (Lyons, 1977: 96-98)

(8)

Bagan di atas menunjukkan adanya tiga korelasi dari tanda, yaitu: (A) sign atau tanda, (B) concept atau konsep, dan (C) significatum atau referen adalah acuan unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa dan dalam kehidupan sosial, referen ini merupakan bentuk simbolik di kehidupan. Garis putus-putus dalam segitiga di atas menunjukkan sifat tidak langsung dari hubungan antara sign ‘tanda’ dengan significatum ‘referen’. Hubungan antara tanda dan referen melalui

concept ‘konsep’. Lyons juga menjelaskan bahwa hubungan antara lexeme

‘leksem’ (A) dan referent (C) adalah titik langsung, yaitu melalui media konsep (B), hal ini ditunjukkan pada bagan di atas bahwa antara (A) dan (C) terhubung dengan garis putus-putus, tidak seperti garis AB dan BC. Dari garis tersebut dapat dijelaskan hubungan garis AB dan BC yaitu pada garis AB berarti leksem (A) signifying ‘menandai’ konsep (B), dan pada garis BC berarti konsep (B) menandai

the thing ‘sesuatu’ (C). Hubungan antara AB dan BC menjadi hubungan kausal

(sebab-akibat). Lyons (1977:97-98) menjelaskan bahwa objek (C) disebutkan thought ‘yang dipikirkan’ oleh pembicara adalah (B), dan (B) adalah yang ada dalam pikiran yang ditimbulkan oleh tanda (A), sehingga sign ‘tanda’ (A) yang dipikirkan dalam pikiran akan secara langsung menunjuk pada (C).

Peneliti akan menganalisis unsur-unsur sesaji pada pertunjukkan wayang di desa Pagergunung dengan menggunakan teori The Triangle of Signification oleh Lyons. Berikut adalah salah satu contoh analisis unsur-unsur sesaji pada pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung kecamatan Ngablak kabupaten Magelang

(9)

(B) Concept: 1. Nasi berbentuk kerucut 2. Manunggaling Kawula Gusti

(A)Sign (C) Referen Tumpêng

[t u m p ə ŋ]

Gambar 1: Tumpêng

(foto diambil oleh penulis pada tanggal 10 Oktober 2012) Bagan di atas adalah terapan dari teori The Triangle of Signification ‘segitiga arti’ yang digunakan untuk menganalisis data. Adapun tumpêng sebagai sign, gambar tumpêng sebagai referen, dan consept yang akan dijelaskan.

Tumpêng merupakan nasi yang dihidangkan dalam bentuk kerucut dan

biasanya digunakan untuk selamatan, acara pernikahan, acara ulang tahun atau acara-acara lainya. Sesaji tumpêng dalam pertunjukkan wayang di desa Pagergunung dimaksudkan agar manusia bisa hidup harmonis antara manusia

(10)

dengan manusia, manusia dengan alam sekitar dan juga manusia dengan Tuhannya.

Bentuk tumpêng yang berupa kerucut merupakan simbol asal manusia dan dunia, yang mengerucut pada hubungan manusia dengan penciptanya, dan berakhir pada keputusan sang pencipta. Berasal dari perilaku manusia menuju terciptanya Manunggaling Kawula Gusti dan berujung pada Sangkan Paraning

Dumadi..Maksudnya adalah bentuk kerucut secara vertikal pada tumpêng

menyimbolkan hubungan pencipta dengan yang diciptakan. Bagian bawah tumpêng menyimbolkan alam seisinya dengan berbagai makhluk yang diciptakan sebagai pelengkap kehidupan. Naik tingkat yang lebih tinggi merupakan dunia manusia dengan sesamanya. Naik pada bagian tengah-atas merupakan dunia manusia yang berakal dan berbudi lebih, manusia terpilih yang sanggup menempuh berbagai ujian hidup dengan kesadaran pendekatannya kepada penciptanya. Bagian atas tumpêng merupakan ujung segala kehidupan, yaitu Tuhan sebagai pencipta alam dan manusia. Dalam hubungan tersebut, diharapkan dapat terjalin keharmonisan sehingga tercipta kehidupan yang harmonis antara pencipta, manusia, dan alam. Hubungan harmonis tersebut berujung pada Mununggaling Kawula Gusti yang menyerahkan segala sesuatu kepada Sang Pencipta sebagai Sangkan Paraning Dumadi. Hal ini merupakan falsafah hidup orang Jawa.

(11)

1.8 Metode penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian data.

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan menggunakan metode wawancara dan mengamati secara langsung sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Pada saat mengamati sesaji dalam pertunjukan wayang kulit, penulis mengambil gambar foto sesaji apa saja yang ada dalam pertunjukan wayang kulit. Informan yang digunakan peneliti terdiri dari ketua kesenian di desa Pagergunung, Dhalang dan beberapa warga desa Pagergunung yang mengerti tentang pertunjukan wayang kulit.

1.8.2 Metode Analisis Data

Data yang yang telah terkumpul dari wawancara akan dianalisis secara semiotis. Unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit akan dianalisis dengan menggunakan teori The Triangle of Signification yang disampaikan oleh John Lyons dalam bukunya yang berjudul Semantic. Setiap sesaji yang ada pada unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit dianalisis dengan menuliskan bentuk fonetis dari tanda tersebut dengan menggunakan metode yang telah dituliskan oleh Prof. Dr. Marsono, S.U. dalam bukunya yang berjudul Fonetik, memaparkan apa makna leksikalnya atau dari gagasan dari konsep tanda yang

(12)

disebutkan, dan menampilkan referenya yang juga menjelaskan makna simbolis dari tanda tersebut.

1.8.3 Metode Penyajian Data

Metode penyajiannya akan diuraikan pendahuluan, asal-usul wayang kulit, sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung, analisis semiotis unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung, dan yang terakhir adalah penutup. Adapun teknik penulisannya berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah oleh Panuti Sudjiman dan Dendy Sugono.

1.9 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian hasil penelitian ini sebagai berikut: bab I merupakan pendahuluan. Bab ini diuraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, ruang ligkup penelitian yaitu ruang lingkup data dan ruang lingkup pembahasan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian yang terdiri dari metode pengumpulan data dan metode pengolahan data, dan sistem penyajian. Bab II deskripsi sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Pada bab ini akan diuraikan mengenai pegantar dan sejarah singkat wayangserta perkembangannya, dan menjelaskan deskripsi sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Bab III Analisis Semiotik, berisi tentang analisis semiotik unsur-unsur sesaji dalam pertunjukan wayang kulit di desa Pagergunung. Bab IV Kesimpulan, yaitu berisi tentang kesimpulan dari bab

(13)

II dan bab III. Bagian akhir juga dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran daftar narasumber, dan lampiran.

Gambar

Gambar 1: Tumpêng

Referensi

Dokumen terkait

Dismutase (SOD), TNF-alfa, dan IL-1 beta pada Sputum dan Serum Iin Noor Chozin, dr, SpP DPP 18 Hubungan Antara Kadar Vitamin D Dengan Ekspresi Cytokin Sel Th 17 Pada.. Pasien

Untuk itu secara garis besar, dengan menggunakan training framing dan self-leadership sebagai variabel independen, kinerja karyawan sebagai variabel dependen dan

Setelah menempuh mata kuliah ini, mahasiswa mampu menerapkan dan menguasai konsep dasar analisis survival dalam melakukan inferensi pada bidang ilmu kehidupan

Dalam pada itu ketika Ki Go-thian harus menghindarkan diri lagi dari suatu serangan si orang aneh yang dipandangnya paling tangguh diantaranya tiga lawan itu, diluar dugaan

11 001019 Universitas Brawijaya Kopertis 07 LENGKAP 12 001021 Universitas Pattimura Kopertis 12 BELUM LENGKAP 13 001025 Universitas Jember Kopertis 07 BELUM LENGKAP 14

• Aerasi & agitasi merupakan hal yg penting dlm memproduksi sel-sel khamir dan bakteri. • u/ pertumbuhan secara aerobik, suplai oksigen merupakan faktor terpenting

Permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia sangatlah komplek khususnya pada kepuasan kerja yang dirasa kurang bagi para guru sekarang ini, ketidak hadiran guru