• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (OHSAS 18001, 2007).

Bahaya diartikan sebagai potensi dari rangkaian sebuah kejadian untuk muncul dan menimbulkan kerusakan atau kerugian. Jika salah satu bagian dari rantai kejadian hilang, maka suatu kejadian tidak akan terjadi. Bahaya terdapat dimana-mana baik di tempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau eksposur (Tranter, 1999).

Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya diklasifikasikan menjadi 2 (Ratnasari, 2009) yaitu:

1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)

Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang dapat menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan property perusahaan. Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain:

a. Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti tersayat, terjatuh, tertindih dan terpeleset.

b. Bahaya elektrik, disebabkan oleh peralatan yang mengandung arus listrik c. Bahaya kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat

flammable (mudah terbakar).

(2)

2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)

Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis bahaya kesehatan antara lain:

a. Bahaya Fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non pengion, suhu ekstrem dan pencahayaan.

b. Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dust, mist, fumes, gas, vapor.

c. Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement, static posture, manual handling dan postur janggal.

d. Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di lingkungan kerja yaitu bakteri, virus, protozoa, dan fungi (jamur) yang bersifat patogen.

e. Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan kondisi kerja yang tidak nyaman

2.2 Proses Manajemen Bahaya Kerja

Manajemen ancaman bahaya kerja adalah suatu proses interaksi yang digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempatnya guna mengurangi risiko akibat bahaya tersebut. Jadi, manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan dengan benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya di tempat kerja (Haryanto, 2010). Tahapan manajemen bahaya kerja, antara lain :

(3)

1. Identifikasi bahaya kerja 2. Evaluasi bahaya kerja

3. Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja

4. Pengendalian dan pemantauan bahaya kerja (strategi manajemen bahaya kerja)

2.3 Risiko

Kata risiko dipercaya berasal dari bahasa arab yaitu “rizk” yang berarti “Hadiah yang tidak terduga dari surga”. Sedangkan kamus webster memberikan pengertian negatif yaitu “Kemungkinan kehilangan, luka, kerugian atau kerusakan”. Dalam IEC/TC56 (AS/NZS 3931) Analisis Risiko Sistem Teknologi, mengartikan risiko sebagai “kombinasi dari frekuensi, atau probabilitas munculnya, dan konsekuensi dari suatu kejadian berbahaya yang spesifik” (Cross, 1998).

Pengertian risiko menurut AS/NZS 4360:2004 adalah sebagai peluang munculnya suatu kejadian yang dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek. Risiko diukur berdasarkan nilai likelihood (kemungkinan munculnya sebuah peristiwa) dan consequence (dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut). Risiko dapat dinilai secara kualitatif, semi-kualitatif atau kuantitatif.

Dalam buku Risk Assesment and Management Handbook:For Environmental, Health, and Safety Profesional, risiko dibagi menjadi 5 (lima) macam (kolluru, 1995) antara lain:

(4)

Risiko ini secara umum memiliki ciri-ciri antara lain probabilitas rendah (low probability), tingkat pemaparan yang tinggi (high-level exposure), tingkat konsekuensi kecelakaan yang tinggi (high consequence accident), bersifat akut, dan menimbulkan efek secara langsung. Tindakan pengendalian yang harus dilakukan dalam respon tanggap darurat adalah dengan mengetahui penyebabnya secara jelas dan lebih fokus pada keselamatan manusia dan pencegahan timbulnya kerugian terutama pada area tempat kerja.

2. Risiko Kesehatan ( Health Risk)

Risiko ini secara umum memiliki ciri-ciri antara lain memiliki probabilitas tinggi (high probability), tingkat pemajanan yang rendah (low level exposure), konsekuensi yang rendah (low consequence), memiliki masa laten yang panjang (long latency), efek tidak langsung terlihat dan bersifat kronik (delayed effect). Hubungan sebab akibatnya tidak mudah ditentukan. Risiko ini fokus pada kesehatan manusia terutama yang berada di luar tempat kerja atau fasilitas.

3. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environmental and Ecological Risk)

Risiko ini memiliki ciri-ciri antara lain melibatkan interaksi yang beragam antara populasi dan komunitas ekosistem pada tingkat mikro maupun makro, ada ketidakpastian yang tinggi antara sebab dan akibat, risiko ini fokus pada habitat dan dampak ekosistem yang mungkin bisa bermanifestasi jauh dari sumber risiko. 4. Risiko Kesejahteraan Masyarakat (Public Welfare/Goodwill Risk)

Ciri dari risiko ini lebih berkaitan dengan presepsi kelompok atau umum tentang performance sebuah organisasi atau produk, nilai property, estetika, dan

(5)

penggunaan sumber daya yang terbatas. Fokusnya pada nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat dan presepsinya.

5. Risiko Keuangan (Financial Risk)

Ciri-ciri dari risiko ini antara lain memiliki risiko yang jangka panjang dan jangka pendek dari kerugian property, yang terkait dengan perhitungan asuransi, pengembalian investasi. Risiko ini pada umumnya menjadi pertimbangan utama, khususnya bagi stakeholder seperti para pemilik perusahaan/pemegang saham dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan organisasi, dimana setiap pertimbangan akan selalu berkaitan dengan finansial dan mengacu pada tingkat efektivitas dan efisiensi.

2.4 Manajemen Risiko

Manajemen risiko merupakan bagian dari sebuah sistem manajemen, merupakan tahap awal dari proses peningkatan secara berkelanjutan yang diterapkan pada sebuah perusahaan atau organisasi. Manajemen risiko dapat didefinisikan sebagai proses untuk menghilangkan atau meminimalkan efek merugikan terhadap risiko yang dimiliki oleh sebuah sistem kerja (Djunaedi, 2005).

Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis, banyak terdapat teknik yang digunakan dalam melakukan manajemen risiko tergantung terhadap tipe risiko, namun sebagian besar memiliki rangkaian kegiatan yang sama yaitu identifikasi bahaya, evaluasi nilai risiko dan pengendalian. Proses ini dapat diterapkan pada semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk maupun aset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat

(6)

optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko dapat dilakukan pada tahap pelaksanaan maupun operasional kegiatan. (Djunaedi, 2005).

Berdasarkan AS/NZS 4360:2004 terdapat beberapa keuntungan yang akan diperoleh oleh perusahaan jika menerapkan manajemen risiko, antara lain:

1. Fewer Surprise. Pengendalian kejadian yang tidak diinginkan adalah dengan cara identifikasi dan melakukan usaha untuk menurunkan probabilitas dan mengurangi efek buruk. Meskipun kejadian tidak dapat dihindari, namun perusahaan telah mampu menghadapi dengan perencanaan dan persiapan. 2. Exploitation of Opportunity. Sikap pencarian kemungkinan akan meningkat

jika seseorang memiliki kepercayaan diri akan pengetahuan mereka tentang risiko dan memiliki kemampuan untuk mengendalikannya.

3. Improved planning, performance and effectiveness. Akses terhadap informasi strategis tentang organisasi, proses serta lingkungan membuka kesempatan untuk muncul ide baru dan perencanaan yang lebih efektif. Hal ini dapat meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memperbesar opportunity, mengurangi hasil negatif dan mencapai performa yang lebih baik.

4. Economy and Efficiency. Keuntungan dalam hal ekonomi dan efisiensi akan tercapai dengan lebih fokus pada sumber daya, perlindungan aset, dan menghindari biaya kesehatan.

5. Improved Stakeholder Realtionship. Manajemen risiko mendorong komunikasi antara organisasi dengan stakeholder mengenai alasan pengambilan suatu keputusan sehingga tercipta komunikasi dua arah.

(7)

6. Improved information for decision making. Manajemen risiko menyediakan informasi dan analisis akurat sebagai penunjang pengambilan keputusan dalam hal investasi dan merger.

7. Enhanced reputation. Investor, pemberi dana, suppliers, dan pelanggan akan lebih tertarik terhadap perusahaan yang telah dikenal melakukan manajemen risiko dengan baik.

8. Director protection. Dengan manajemen risiko yang baik maka pekerja akan lebih hati-hati dan waspada terhadap risiko, maka akan menghindarkan dari masalah.

9. Accountability, assurance and governance. Keuntungan dan kelangsungan akan diperoleh dengan melaksanakan dan mendokumentasikan pendekatan yang dilaksanakan perusahaan.

10. Personal wellbeing. Manajemen risiko terhadap risiko pribadi secara umum akan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pribadi.

Komponen utama yang terdapat dalam manajemen risiko yang dikeluarkan oleh AS/NZS 4360:2004 antara lain:

1. Komunikasi dan konsultasi

Melakukan komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal maupun eksternal terkait dengan proses manajemen risiko secara keseluruhan. Selain itu komunikasi dan konsultasi juga dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang telah dilakukan untuk langkah pengembangan.

(8)

2. Penetapan Tujuan

Merupakan langkah awal dari aktivitas manajemen risiko, tujuannya untuk menentukan parameter proses termasuk kriteria risiko yang akan dilakukan penilaian. Hal-hal yang dilakukan meliputi menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilaksanakan.

3. Identifikasi Risiko

Mengidentifikasi dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisa lebih lanjut.

4. Analisis Risiko

Mengidentifikasi dan mengevaluasi pengendalian yang sudah ada. Menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi, kemudian menentukan tingkat risiko yang ada.

5. Evaluasi Risiko

Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Hal ini memungkinkan untuk melakukan penentuan prioritas dalam pengambilan keputusan pengendalian.

6. Pengendalian Risiko

Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan berbagai alternatif metode pengendalian.

7. Monitor dan Review

Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan yang perlu dilakukan.

(9)

2.5 Hierarki Pengendalian

Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang berfungsi untuk meminimalisasi efek negatif atau meningkatkan peluang positif (AS/NZS 4360:2004). Hierarki pengendalian merupakan daftar pilihan pengendalian yang telah diurutkan sesuai dengan mekanisme pengurangan paparan, dengan urutan sebagai berikut: (Tranter, 1999).

1. Eliminasi

Eliminasi merupakan langkah awal dan merupakan solusi terbaik dalam mengendalikan paparan, namun juga merupakan langkah yang paling sulit untuk dilaksanakan. Kecil kemungkinan bagi sebuah perusahaan untuk mengeliminasi substansi atau proses tanpa mengganggu kelangsungan produksi secara keseluruhan. Sebagai contoh penghilangan timbal secara perlahan pada produksi bahan bakar.

2. Substitusi

Pada saat suatu sumber bahaya tidak dapat dihilangkan secara keseluruhan, maka pilihan kedua sebagai pencegahan adalah dengan mempertimbangkan alternatif proses atau material. Proses substitusi umumnya membutuhkan banyak trial-and error untuk mengetahui apakah teknik atau substansi alternatif dapat berfungsi sama efektif dengan yang sebelumnya. Penting untuk memastikan bahwa agen pengganti sudah diketahui dan memiliki bahaya atau tingkat toksisitas yang lebih rendah. Sebagai contoh penggunaan minyak daripada merkuri dalam barometer, penyapuan dengan sistem basah pada debu timbal dibandingkan dengan penyapuan kering.

(10)

3. Pengendalian Engineering

Tipe pengendalian ini merupakan yang paling umum digunakan. Karena memiliki kemampuan untuk merubah jalur transmisi bahaya atau mengisolasi pekerja dari bahaya. Tiga macam alternatif pengendalian engineering antara lain dengan isolasi, guarding dan ventilasi.

a. Isolasi, prinsip dari sistem ini adalah menghalangi pergerakan bahaya dengan memberikan pembatas atau pemisah terhadap bahaya maupun pekerja.

b. Guarding, prinsip dari sistem ini adalah mengurangi jarak atau kesempatan kontak antara sumber bahaya dengan pekerja.

c. Ventilasi, cara ini paling efektif untuk mengurangi kontaminasi udara, berfungsi untuk kenyamanan, kestabilan suhu dan mengontrol kontaminan.

4. Pengendalian Administratif

Umumnya pengendalian ini merupakan salah satu pilihan terakhir, karena pengendalian ini mengandalkan sikap dan kesadaran dari pekerja. Pengendalian ini baik untuk jenis risiko yang rendah, sedangkan untuk tipe risiko yang signifikan harus disertai dengan pengawasan dan peringatan. Dengan kata lain sebelumnya sudah harus dilakukan pengendalian untuk mengurangi risiko bahaya serendah mungkin. Untuk situasi lingkungan kerja dengan tingkat paparan rendah/jarang, maka beberapa pengendalian yang berfokus terhadap pekerja lebih tepat diberikan, antara lain:

(11)

a. Rotasi dan penempatan pekerja, metode ini bertujuan untuk mengurangi tingkat paparan yang diterima pekerja dengan membagi waktu kerja dengan pekerja yang lain. Penempatan pekerja terkait dengan masalah fitness-for-work dan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. b. Pendidikan dan pelatihan, sebagai pendukung pekerja dalam melalukan

pekerjaan secara aman. Dengan pengetahuan dan pengertian terhadap bahaya pekerjaan, maka akan membantu pekerja untuk mengambil keputusan dalam menghadapi bahaya.

c. Penataan dan kebersihan, tidak hanya meminimalkan insiden terkait, dengan keselamatan, melainkan juga mengurangi debu dan kontaminan lain yang bisa menjadi jalur pemajan. Kebersihan pribadi juga penting karena dapat mengarah kepada kontaminasi melalui ingesti, maupun kontaminasi silang antara tempat kerja dan tempat tinggal.

d. Perawatan secara berkala terhadap peralatan penting untuk meminimalkan penurunan performance dan memperbaiki kerusakan secara lebih dini. e. Jadwal kerja, metode ini menggunakan prinsip waktu kerja, pekerjaan

dengan risiko tinggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja yang terpapar lebih sedikit.

f. Monitoring dan surveilan kesehatan, metode yang digunakan untuk menilai risiko dan memonitor efektivitas pengendalian yang sudah dijalankan.

(12)

5. PPE (Personal Protective Equipment)

Merupakan cara terakhir yang dipilih dalam menghadapi bahaya. Umumnya menggunakan alat, seperti: respirator, sarung tangan, overall dan apron, boots, kacamata, helm, alat pelindung pendengaran (earplug, earmuff), dll. 2.6 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Argama (2006), program Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit kerja akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

Program Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi/ taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja, yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Dewi, 2006).

Dessler (1992) mengatakan bahwa program keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan karena tiga alasan pokok, yaitu:

1. Moral. Para pengusaha menyelenggarakan upaya pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja pertama sekali semata-mata atas dasar kemanusiaan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingan penderitaan karyawan dan keluarganya yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

(13)

2. Hukum. Dewasa ini, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur ikhwal keselamatan dan kesehatan kerja, dan hukuman terhadap pihak-pihak yang melanggar ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan itu, perusahaan dapat dikenakan denda, dan para supervisor dapat ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan dan penyakit fatal.

3. Ekonomi. Adanya alasan ekonomi karena biaya yang dipikul perusahaan dapat jadi cukup tinggi sekalipun kecelakaan dan penyakit yang terjadi kecil saja. Asuransi kompensasi karyawan ditujukan untuk member ganti rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Menurut Sjafri Mangkuprawira dan Aida V. Hubeis (2007), secara umum program keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikelompokkan: 1. Telaahan Personal

Telaahan personal dimaksudkan untuk menentukan karateristik karyawan tertentu yang diperkirakan rawan dan berpotensi mengalami kecelakaan dan penyakit kerja:

a) Faktor usia, apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih aman dibanding yang lebih muda ataukah sebaliknya.

b) Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan penglihatan yang cenderung berhubungan dengan derajad kecelakaan karyawan yang kritis.

(14)

c) Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan dan penyakit kerja. Dengan mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial untuk mengalami kecelakaan dan penyakit kerja, lalu sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya.

2. Sistem Insentif

Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antar-unit tentang keselamatan dan kesehatan kerja dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama enam bulan sekali. Siapa yang mampu menekan kecelakaan dan penyakit kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lain adalah berupa peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan dan penyakit kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.

3. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh perusahaan. Fokus pelatihan pada umumnya pada segi-segi bahaya atau resiko dari pekerjaan, aturan dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja, dan prilaku kerja yang aman dan berbahaya.

4. Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh

(15)

karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu perkerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta tempat kerja.

Ernawati (2009) menyebutkan bahwa penerapan program K3 harus sesuai dengan prosedur yang benar. Sebagai contoh kegiatan penerapan pemadaman kebakaran dan prosedur kerja dilakukan berdasarkan SOP (Standard Operation Procedures), peraturan K3L (Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan), dan prosedur/kebijakan perusahaan, yang meliputi:

a. Prosedur perlindungan mesin diikuti pada saat tanda bahaya muncul. b. Prosedur peringatan/ evakuasi diikuti di tempat kerja.

c. Prosedur gawat darurat diikuti secara professional dengan tepat untuk melindungi mesin pada saat keadaan tanda bahaya muncul.

Sabir (2009) menyatakan, prosedur penerapan program K3 perlu dikuasai oleh semua pihak karena ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Bahaya pada area kerja dikenali dan dilakukan tindakan pengontrolan yang tepat.

2. Kebijakan yang sah pada tempat kerja dan prosedur pengontrolan risiko diikuti.

3. Tanda bahaya dan peringatan dipatuhi

4. Pakaian pengamanan digunakan sesuai dengan SI (Standard International).

(16)

5. Teknik dan pengangkatan/ pemindahan secara manual dilakukan dengan tepat.

6. Perlengkapan dipilih sebelum melakukan pembersihan dan perawatan secara rutin.

7. Metode yang aman dan benar digunakan untuk pembersihan dan pemeliharaan perlengkapan.

8. Peralatan dan area kerja dibersihkan/ dipelihara sesuai dengan keamanan, jadwal pemeliharaan berkala, tempat penerapan dan spesifikasi pabrik. Menurut Argama (2006) terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan program K3 yaitu:

1. Seberapa serius keselamatan dan kesehatan kerja hendak diimplementasikan dalam perusahaan.

2. Pembentukan konsep budaya malu dari masing-masing pekerja bila tidak melaksanakan K3 serta keterlibatan berupa dukungan serikat pekerja dalam pelaksanaan program K3 di tempat kerja.

3. Kualitas program pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai sarana sosialisasi.

2.7 Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim yang kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan penyakit kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan (Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Argama (2006), tujuan dari dibuatnya program keselamatan

(17)

dan kesehatan kerja adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

Menurut Ernawati (2009), tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:

1. Melindungi para pekerja dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi akibat kecerobohan pekerja.

2. Memelihara kesehatan para pekerja untuk memperoleh hasil perkerjaan yang optimal.

3. Mengurangi angka sakit atau angka kematian diantara pekerja.

4. Mencegah timbulnya penyakit menular dan penyakit-penyakit lain yang diakibatkan oleh sesama pekerja.

5. Membina dan meningkatkan kesehatan fisik maupun mental. 6. Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja. 7. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. 2.8 Manfaat Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Schuler dan Jackson (1999) mengatakan, apabila perusahaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.

2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen 3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.

(18)

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan ras kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan.

7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.

Menurut Modjo (2007), manfaat penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:

1. Pengurangan Absentisme. Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka risiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera dan sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang.

2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan. Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar-benar memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/ kesehatan dari mereka.

3. Pengurangan Turnover Pekerja. Perusahaan yang menerapkan program K3 mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjado merasa lebih bahagia dan tidak ingin keluar dari pekerjaannya.

(19)

4. Peningkatan Produktivitas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulistyarini (2006) di CV. Sahabat Klaten menunjukkan bahwa baik secara individual maupun bersama-sama program keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja.

Malthis dan Jackson (2002) menyebutkan, manfaat program keselamatan dan kesehatan kerja yang terkelola dengan baik adalah:

1. Penurunan biaya premi asuransi 2. Menghemat biaya litigasi

3. Lebih sedikitnya uang yang dibayarkan kepada pekerja untuk waktu kerja mereka yang hilang

4. Biaya yang lebih rendah untuk melatih pekerja baru 5. Menurunnya lembur

6. Meningkatnya produktivitas

2.9 Program HES (Health, Environment and Safety)

HES (Health, Environment, Safety) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua itu adalah suatu departemen atau bagian dari struktur organisasi perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan pengawasan serta pelaporannya. Sementara, di perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam ditambah dengan peran terhadap lingkungan. HES bukan sekedar mengetengahkan issue seputar hak dan kewajiban, tetapi juga

(20)

berdasarkan output, yaitu korelasinya terhadap produktivitas karyawan serta antisipasi kecelakaan kerja apabila terjadi kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri (WIS Consortium, 2013).

Program HES Leading Indicator yang dilaksanakan oleh PT WIS Consortium Duri terdiri dari beberapa program (WIS Consortium, 2013) yaitu: 2.9.1 Risk Management

Risk Management disebut juga dengan manajemen risiko yang dibuat menjadi beberapa program yaitu:

a. Hazard Identifikasi dan Evaluasi

Dalam rangka untuk melakukan evaluasi menyeluruh, identifikasi bahaya harus dilakukan. Setelah bahaya di tempat kerja diidentifikasi, bahaya itu dapat dengan mudah diatasi atau jika sulit diidentifikasi maka diperlukan evaluasi lebih lanjut oleh tim manajemen HES dan pengawas konstruksi. Jika ada keraguan bahwa kondisi tempat kerja adalah bahaya, itu harus dibahas di tempat kerja yang bersangkutan dengan manajer HES.

b. Analisis Keselamatan Kerja (JSA)

JSA harus dilakukan untuk semua aktivitas kerja dan harus dilakukan setiap hari karena bahaya baru akan mudah timbul tergantung pada sifat pekerjaan dan lokasi kerja. Job Safety Analysis (JSA) adalah pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja dan menyusun langkah-langkah korektif.

(21)

c. Sistem Izin Kerja

Sistem Izin Kerja perusahaan adalah bersifat wajib pada semua kegiatan proyek, untuk memastikan bahwa semua proyek melewati perencanaan dan persiapan yang matang dan sistematis sebelum memberikan persetujuan untuk melanjutkan.

2.9.2 HES Communication a. Koordinasi

Sebuah sistem yang luas dan terpadu dari forum komunikasi harus digunakan untuk memastikan bahwa semua saran dan kekhawatiran yang berkaitan dengan keselamatan menerima kesempatan untuk implementasi atau ganti rugi.

2.9.3 HES Inspection and Audit a. Inspeksi K3

Inspeksi K3 adalah suatu proses untuk menemukan potensi bahaya yang ada ditempat kerja untuk mencegah terjadinya kerugian maupun kecelakaan ditempat kerja dalam penerapan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja.

b. Audit K3

Audit K3 adalah sistem pengujian terhadap kegiatan operasi yang dilakukan secara kritis dan sistimatis untuk menentukan kelemahan unsur sistem (manusia, sarana, lingkungan kerja dan perangkat) agar dapat dilakukan perbaikan atau pencegahan terhadap kecelakaan atau kerugian.

(22)

2.9.4 Training

Training adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi, pegawai non-manajerialnya mempelajari pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam tujuan terbatas.

2.9.5 Emergency Response Plan

ERP (Emergency Response Plan / Tanggap Darurat Bencana) adalah sistem yang menggabungkan beberapa depertemen mencakup HRD, keamanan (security), kesehatan, termasuk K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) itu sendiri untuk menanggulangi kejadian bencana yang terjadi.

2.9.6 HES Monitoring

Untuk memastikan rencana ini dilaksanakan dengan benar, proyek kinerja HES harus dikaji dan dievaluasi. Hasil evaluasi akan menjadi dasar benar atau tidak tindakan improvement atau korektif diperlukan. Kinerja HES akan diukur melalui HES catatan kecelakaan, hasil investigasi kecelakaan, hasil audit dan masukan lainnya dari klien atau karyawan. Evaluasi diatur untuk dilakukan secara bulanan namun pada situasi tertentu, evaluasi dapat dilakukan setiap saat setiap kali dianggap perlu.

2.9.7 HES Awareness and Campaign

Kampanye yang dilakukan pada lingkungan kerja dapat berupa papan buletin, spanduk, poster, dan papan akan diberikan sebagai diperlukan untuk menjamin pekerja dan mengingatkan untuk bekerja dengan cara yang aman setiap saat. Semua media bahan-bahan akan diperbaharui dan diganti dalam jangka waktu tertentu sehingga mereka tetap dapat dibaca. Newsletter tentang kinerja

(23)

proyek akan diterbitkan dan diposting secara bulanan agar semua karyawan mendapatkan informasi .

2.9.8 HES Evaluation

HES evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai, bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya, serta bagaimana manfaat yang telah dikerjakan itu bila dibandingkan dengan harapan-harapan yang ingin diperoleh.

2.10 Kerangka Konsep PelaksanaanLeading IndikatorterhadapLag ging Indicator di PT. WIS CONSORTIUM Riau Program Leading Indicator PencapaianLa gging Indicator

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sehubungan dengan adanya mutasi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Perubahan

Pada hari ini Kamis tanggal dua puluh lima bulan Agustus tahun dua ribu enam belas (25-08-2016), bertempat di Ruang Rapat Departemen Logistik, Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai

I’d really like to get this job because I don’t think I have to tell you that it’s hard to pay the mortgage without a paycheck, right.. Oh, and my hobby is learning archaic

Program kerja dan kegiatan Inspektorat Kabupaten Pesisir Selatan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, untuk menjaga kesinambungan

Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Melawan Dampak Kapitalis

• Synchronous Optical Network (SONET) adlh standar multiplexing yg dikembangkan oleh ANSI dan digunakan di Amerika. • The synchronous transport signal level 1 (STS-1) is the

1. Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Makassar secara umum telah berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008

Pelestarian SDLP perlu memenuhi kriteria (TAC 1988, Havener 1989): (1) sebagai bagian integral dari teknik budi daya dan sistem produksi pertanian, (2) merupakan kesadaran petani