• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai Chapter III V"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi sarana dan prasarana ( infrastruktur)

yang dijadikan indikator aksesibilitas wilayah serta pengembangan wilayah

kecamatan-kecamatan yang berbeda di Kota Binjai.

3.2 Sumber dan Jenis Data serta Wilayah Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang

sebelumnya sudah jadi dan dikumpulkan oleh pihak lain.

Penelitian ini menggunakan data internal dari BPS Kota Binjai (Binjai

dalam Angka) yaitu data yang menggambarkan situasi dan kondisi kota Binjai

dalam bentuk sarana dan prasarana pendukung penelitian. Klasifikasi data dalam

penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk

angka-angka.

Model data dalam penelitian ini menurut waktu pengumpulannya ada 2

yaitu data cross-section atau data yang menunjukkan titik waktu tertentu dan data time series/berkala atau yang datanya menggambarkan sesuatu dari waktu ke

waktu (dalam waktu lima tahun terakhir).

Wilayah penelitian ini meliputi seluruh kecamatan yang ada di Kota

(2)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di seluruh kecamatan di Kota Binjai dengan

menyesuaikan jadwal pada situasi dan kondisi penelitian serta objek penelitian

kemudian.

3.4 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi variable untuk diteliti terdiri dari :

1. Variabel Aksesibilitas, antara lain :

a. Aksesibilitas Total Lapangan Kerja

b. Aksesibilitas Jarak antara pusat kota dengan Kecamatan

c. Indeks Aksesibilitas

2. Variabel Pengembangan Wilayah yang bertumpu di masing-masing

Kecamatan, dengan indikator :

a. Prasarana Perdagangan

b. Prasarana Kesehatan

c. Prasarana Pendidikan

d. Prasarana Peribadatan

e. Jumlah Lembaga Keuangan

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Menghitung Tingkat Aksesibilitas Wilayah

Salah satu metode yang dipakai untuk menghitung tingkat Aksesibilitas

suatu wilayah adalah Model Gravitasi Hansen atau disebut juga Model Potensi

(3)

penduduk berdasarkan daya tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan

pada asumsi bahwa tersedianya lapangan kerja, tingkat aksesibilitas, dan adanya

lahan yang masih kosong, akan menarik penduduk untuk berlokasi ke subwilayah

tersebut.

Hansen menggabungkan jumlah lapangan kerja dan kemudahan mencapai

lokasi (aksesibilitas) sebagai accessibility index (indeks aksesibilitas). Dalam hal

ini indeks aksesibilitas merupakan unsur daya tarik yang terdapat di suatu

subwilayah dan kemudahan untuk mencapai subwilayah tersebut. Maka untuk

menentukan tingkat aksesibilitas wilayah dapat menggunakan Accessibility Index,

yang dihitung dengan rumus ( Hansen, 1959) :

b ij d

Ej Aij=

Keterangan :

Aij = Accessibilityindex daerah I terhadap daerah j

Ej = Total Lapangan Kerja (Employment) di daerah j (unit)

dij = Jarak antara I dengan j (km)

b = pangkat dari dij

3.5.2 Analisa Univariat

Penelitian analisis univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis

tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2005 : 188). Data yang diperoleh

dari masing-masing variabel ditabulasikan dengan menggunakan tabel distribusi

(4)

3.5.3 Uji Hipotesis

3.5.3.1 Analisis Regresi Berganda

Permasalahan yang akan dibahas adalah sejauh mana Pengaruh

Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai dengan menggunakan

analisis regresi berganda karena variabel dependent dipengaruhi dua variabel independent.

Rumus matematikanya adalah sebagai berikut :

Y = a + b1X1 + b2X2 + b2X2 + e

dimana: Y = Pengembangan Wilayah

A = intercept

X1 = Aksesibilitas Total tenaga kerja

X2 = Aksesibilitas Jarak kecamatan

X3 = Indeks Aksesibilitas

b = Koefisien regresi.

e = standart error.

3.5.3.2 Uji F (Serempak)

Uji F digunakan untuk menguji tingkat signifikansi koefisien regresi

variabel independen secara serempak terhadap variabel dependen.

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel

independent yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh

secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependent (Ghozali, 2006:46).

Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0.05, maka variabel independent secara

(5)

3.5.3.3 Uji t (Parsial)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara

parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu

variabel independent secara individual dalam menjelaskan variasi variabel

dependent (Ghozali, 2006 :45). Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0.05,

maka suatu variabel independent merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen.

3.5.3.4 Koefisien Determinasi (R²)

Pengujian R2 digunakan untuk mengukur proporsi atau presentase

sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya

variabel dependen. R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 ≤ R 2 ≤ 1). Apabila R2 sama

dengan 0, hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh antara variabel

independen terhadap variabel dependen, dan bila R2 semakin kecil mendekati 0,

maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel independen semakin kecil

terhadap variabel dependen. Apabila R2 semakin besar mendekati 1, hal ini

menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel

dependen.

3.6 Defenisi Operasional Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa defenisi operasional, antara lain:

1. Aksesibilitas dalam penelitian ini adalah kemudahan mencapai kota tersebut

(6)

kemudahan mencapai wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang

tinggal di kota tersebut yang diukur berdasarkan total tenaga kerja dan Jarak

Antara kecamatan ke Ibukota Binjai.

2. Jarak Antara Ibukota Binjai adalah Jarak yang di pakai untuk mengukur lokasi

pusat Kota Binjai dengan masing-masing kecamatan ditentukan dari kantor

pos sebagai titik nol dan lokasi kantor kecamatan sebagai titik akhir atau titik

ujung dalam satuan “ km”. Oleh karena luas wilayah Kota Binjai yang relatif

tidak terlalu luas maka jarak antara ibukota dan lokasi kecamatan juga tidak

terlalu jauh. Jarak antara Ibukota Binjai dengan kecamatan dapat dilihat pada

lampiran .

3. Jumlah Penduduk adalah Kondisi kependudukan di Kota Binjai menunjukkan “pertumbuhan”. Kota Binjai dalam pengembangannya dipengaruhi angka

kelahiran dan angka kematian. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi

pergerakan angka kelahiran dan angka kematian yaitu perubahan pola pikir

masyarakat dalam penyesuaiannya dengan tingkat pertumbuhan atau

perubahan status sosial ekonominya, ditambah lagi dengan adanya perbaikan

gizi, kesehatan dan keberhasilan program pendukung lainnya.

4. Kepadatan Penduduk adalah Kepadatan penduduk di setiap wilayah dipengengaruhi luas wilayah, daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Persebaran penduduk yang tidak di dukung oleh lingkungan dan

pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks sehingga

penduduk akan menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.

5. Prasarana Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini dimulai dari Jumlah

(7)

(SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) yang ada di setiap kecamatan di Kota Binjai.

6. Prasarana Kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini dimulai dari Jumlah

unit Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Kesehatan Ibu dan

Anak (BKIA) dan Praktek Bidan. Prasarana Peribadatan yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah Jumlah unit prasarana peribadatan yang ada di Kota

Binjai meliputi banyaknya Mesjid, Langgar, Mushola, Gereja dan Vihara yang

ada pada masing-masing kecamatan.

7. Prasarana Perdagangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jumlah

unit pasar, banyaknya usaha pertukangan emas/usaha makanan, banyaknya

PT, banyaknya CV.

8. Lembaga Keuangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jumlah unit

Koperasi yang ada pada masing-masing kecamatan.

9. Tenaga Kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berdasarkan tingkat

pendidikan yaitu : Tidak tamat SD, Tamat SD, SLTP, SLTA, D1/DII, DIII,

(8)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kota Binjai

Kota Binjai merupakan salah satu daerah otomom yang berada di Provinsi

Sumatera Utara, posisi Kota Binjai secara geografis terletak pada pada 3º 31' 40”

– 3º 40' 2” Lintang Utara dan 98º 32' 32 Bujur Timur dan terletak 28 m di atas

permukaan laut. Kedudukan Kota Binjai yang strategis menjadikannya sebagai

Kota Satelit. Posisi Kota Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat

dan Deli Serdang di Propinsi Sumatera Utara, yaitu :

Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Barat : Kabupaten Langkat

Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Kota Binjai sebesar 90.23 Km² dari beberapa Kecamatan

yang ada di Kota Binjai Kecamatan Binjai Selatan memiliki wilayah yang paling

luas sebesar 29.96 Km², sedangkan Kecamatan Binjai Kota memiliki luas wilayah

terkecil dengan luas sebesar 4.12 Km².

Luas wilayah administratif Kota Binjai No Kecamatan Luas (Km²)

(9)

Gambar 4.1

(10)

Sehubungan dengan perkembangan terakhir wilayah kota Binjai,

berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara No. 146/2624/SK/1996 tanggal 7

Agustus 1996 terdiri dari 5 kecamatan yaitu Binjai Selatan, Binjai Kota, Binjai

Timur, Binjai Utara, dan Binjai Barat yang terbagi atas 37 kelurahan dan 284

lingkungan. Pemerintahan kota Binjai dipimpin oleh seorang walikota.

4.1.2 Struktur Ruang Kota Binjai

Dalam perspektif lain pengembangan Kota Binjai termasuk perencanaan

yang lebih luas, Kota Binjai dalam lingkup Nasional berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

(RTRWN) dijelaskan bahwa Kota Binjai adalah termasuk dalam Kawasan

Metropolitan MEBIDANG-RO (Medan Binjai Deli Serdang dan Karo) dimana

sektor unggulannya adalah sektor-sektor industri, perkebunan, pariwisata, pertanian

dan perikanan. Sedangkan dalam konsep Metropolitan MEBIDANG (Medan Binjai

dan Deli Serdang) Kota Binjai dalam pengembangan wilayah merupakan bagian

dari rencana pengembangan Kota Metropolitan Mebidang. Kawasan Metropolitan

MEBIDANG mempunyai luas wilayah 1.803,27 km2 yang meliputi :

1. Seluruh Kota Medan, luasnya 265, 10 km2

2. Seluruh Kota Binjai, luasnya 90, 23 km2

3. 14 Kecamatan dari 22 Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, luasnya

(1.447,94 km2)

Penduduk MEBIDANG terdistribusi dengan proporsi tertinggi di kawasan

perkotaan ;

Medan (57,60%),

Deli Serdang (35,96%) dan

(11)

Struktur Ruang Metropolitan MEBIDANG dikembangkan dengan

mengembangkan beberapa pusat pertumbuhan. Adapun pembentuk struktur

Metropolitan Mebidang adalah sebagai berikut:

1. Pusat-pusat kegiatan perkotaan, yaitu:

Kota inti : Kota Medan.

Kota satelit : Binjai, Sunggal, Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Batang

Kuis, Percut Sei Tuan, Pancur Batu, Pantai Labu (termasuk Kuala Namu),

dan Hamparan Perak

2. Kawasan konservasi, yaitu:

Hutan Suaka Alam di Kecamatan Deli Belawan, Kabupaten Deli Serdang

Sempadan sungai (berupa Hutan Produksi Terbatas) di pesisir Kecamatan

Deli Belawan, pesisir Medan Belawan, pesisir Percut Sei Tuan dan pesisir

Pantai Labu.

Hak Guna Usaha berupa perkebunan-perkebunan yang berfungsi sebagai

kawasan hijau yaitu tersebar di Kecamatan Hamparan Perak, Sunggal,

Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Beringin, Pagar Merbau,

Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Patumbak dan Kecamatan Pancur Batu.

3. Jaringan transportasi

Jalan arteri :

Belawan – Medan Johor – Lubuk Pakam

Kota Medan - Binjai

Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera)

Jaringan kereta api jalur utara-selatan Mebidang: Pelabuhan Belawan -

(12)

Jaringan kereta api jalur timur-barat Mebidang : Galang (Pagar Merbau) -

Binjai

Rencana jalan inner ring road

Rencana jalan outer ring

Gambar 4.2 Struktur Ruang Metropolitan MEBIDANG

Sumber : Bappeda Kota Binjai

Fungsi Kota Binjai dalam pengembangan wilayah Kawasan Metropolitan

MEBIDANG adalah :

1. Pusat perdagangan dan jasa

2. Pusat kawasan industri

3. Pusat agrobisnis

4. Pusat permukiman

Sedangkan Wilayah pelayanannya pada seluruh wilayah kecamatan Kota

Binjai yaitu: Kec. Binjai Kota, Kec. Binjai Timur, Kec. Binjai Barat, Kec.

(13)

Dalam implementasi pengembangan wilayah permasalahan utama yang muncul di

Kota Binjai dilihat dari konstelasi wilayah Metropolitan MEBIDANG adalah :

1. Pertumbuhan tidak begitu pesat karena tarikan Medan yang sangat kuat,

sehingga investor masih ragu untuk berinvestasi.

2. Hambatan dari infrasruktur jalan yang sering macet serta belum

oprtimalnya digunakan moda transport KA.

3. Belum berkembangnya potensi pengembangan Kota Binjai sebagai pusat

industri agrobisnis (rambutan dan nenas), serta pemukiman komuter untuk

Medan.

4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Deskripsi Statistik

4.2.1.1 Deskripsi Data Aksesibilitas (X)

Berdasarkan data penelitian, diperoleh skor sebagai berikut: skor teoritis antara 6.94 sampai dengan 46.50 ; mean sebesar 15.7268; dan standar deviasi sebesar 11.12814. Gambaran secara keseluruhan seperti pada tabel berikut ini:

Dalam membuktikan kecenderungan tingkat Aksesibilitas (X), peneliti

dalam hal ini menetapkan 3 (tiga) kategori (k) yaitu: (a) Baik; (b) Cukup; (c).

(14)

Tabel 4.1

Deskripsi Data Tingkat Aksesibilitas (X) Descriptives

Statistic Std. Error

Aksesibilitas (X) Mean 15.7268 2.22563

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 11.1333

Upper Bound 20.3203

5% Trimmed Mean 14.5046

Median 13.9800

Variance 123.835

Std. Deviation 11.12814

Minimum 6.94

Maximum 46.50

Range 39.56

Interquartile Range 8.65

Skewness 1.849 .464

Kurtosis 3.144 .902

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif terhadap variabel tingkat Aksesibilitas ditemukan interval sebesar: Range dibagi kategori, 39.56: 3 = 13,186 Pembulatan 14.

Berdasarkan temuan tersebut dapat dibuat tabel kategori dan posisi tingkat

Aksesibilitas seperti berikut:

Tabel 4.2 Kategori dan posisi tingkat Aksesibilitas

7 – 21 Kurang Baik

11.133320.3203 (Kurang Baik)

22 – 36 Cukup Baik

37 - 47 Baik

4.2.1.2 Deskripsi Data Pengembangan Wilayah (Y)

(15)

deviasi sebesar 0.16984. Gambaran secara keseluruhan seperti pada tabel berikut ini:

Dalam membuktikan kecenderungan tingkat Pengembangan Wilayah (Y),

peneliti dalam hal ini menetapkan 3 (tiga) kategori (k) yaitu: (3 (tiga) kategori (k)

yaitu: (a) Baik; (b) Cukup; (c). Kurang.

Tabel 4.3

Deskripsi Data Pengembangan Wilayah (Y) Descriptives

Statistic Std. Error Pengembangan Wilayah

(Y)

Mean 0.2412 .03397

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 0.1711

Upper Bound 0.3113

5% Trimmed Mean 0.2224

Median 0.2100

Variance 0.029

Std. Deviation 0.16984

Minimum 0.11

Maximum 0.71

Range 0.60

Interquartile Range 0.14

Skewness 1.851 .464

Kurtosis 3.122 .902

Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif terhadap variabel Pengembangan Wilayah ditemukan interval sebesar: Range dibagi kategori, 0.60 : 3 = 0,20.

Berdasarkan temuan tersebut dapat dibuat tabel kategori dan posisi tingkat

Pengembangan Wilayah seperti berikut:

Tabel 4.4 Kategori dan posisi Pengembangan Wilayah

0.11 – 0,31 Kurang Baik

0.1711– 0.3113 (Kurang Baik) 0,32 – 0,52 Cukup Baik

(16)

4.3 Uji Persyaratan Analisis

Sebelum melangkah ke uji hipotesis, lebih dahulu peneliti akan

menganalisa uji persyaratan analisis untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel penelitian ini memenuhi persyaratan.

4.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data

berskala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode

parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi yaitu data berasal dari

distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah sampel

sedikit dan jenis data adalah nominal atau ordinal maka metode yang digunakan

adalah statistik non parametrik. Dalam pembahasan ini akan digunakan uji grafik

histrogramgambar P-Plot.

Berdasarkan hasil pengujian statistik, maka Uji Normalitas untuk semua

variabel penelitian in dapat dilihat sebagai berikut :

(17)

Berdasarkan tampilan output chart di atas kita dapat melihat grafik

histrogram maupun grafik plot. Dimana grafik histrogram memberikan pola

distribusi yang melenceng ke kanan yang artinya adalah data berdistribusi normal.

Gambar 4.4 P-Plot

Selanjutnya, pada gambar P-Plot terlihat titik-titik mengikuti dan

mendekati garis diagonalnya sehingga dapat disimpulkan bahwa model

memenuhi asumsi normalitas.

4.3.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya

penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar

variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam

model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Ada beberapa metode

(18)

determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak (R2), dan 3)

dengan melihat nilai eigenvalue dan condition index. Pada pembahasan ini akan dilakukan uji multikolinearitas dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi dan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2)

dengan nilai determinasi secara serentak (R2). Menurut Santoso (2001), pada

umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai

persoalan multikolinear.

Berdasarkan hasil pengujian statistik, maka Uji multikolinearitas untuk

semua variabel penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel 4.5. Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

Total Lapangan Kerja (X1) .189 4.292

Jarak (X2) .228 4.382

Indeks tenaga kerja (X3) .120 3.350

a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)

Dari hasil di atas dapat diketahui nilai variance inflation factor (VIF) kedua variabel yaitu Total Lapangan Kerja (X1), Jarak (X2) dan Indeks tenaga kerja (X3)

adalah lebih kecil dari 5, sehingga bisa diduga bahwa antar variabel independen

tidak terjadi persoalan multikolinearitas.

4.4 Uji Hipotesis

4.4.1 Pengaruh Lapangan Kerja (X1) terhadap Pengembangan Wilayah (Y) Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Lapangan Kerja

sebagai variabel independent terhadap Pengembangan Wilayah sebagai variabel

(19)

Tabel 4.6

Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X1 dengan Y

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Lapangan Kerja X1

Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0, 829 dan bernilai

positif yang berarti, besarnya hubungan antara Lapangan Kerja dengan

Pengembangan Wilayah adalah 0, 829. Berdasarkan pedoman untuk memberikan

interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:

0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah 0,40-0,599 = sedang 0,60-0,799 = tinggi 0,80-0,1000 = sangat tinggi

Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori

hubungan yang sangat tinggi. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang

memperlihatkan bahwa semakin tinggi Lapangan Kerja akan membuat

Pengembangan Wilayah semakin meningkat, demikian sebaliknya.

Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar

0.687 atau 68,7%. Artinya sumbangan variabel Lapangan Kerja terhadap

Pengembangan Wilayah adalah 68,7 % sedangkan sisanya sebesar 31,3%

dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian.

(20)

Tabel 4.7

Uji Signifikansi Regresi antara X1 terhadap Y

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .475 1 .475 50.451 .000b

Residual .217 23 .009

Total .692 24

a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)

b. Predictors: (Constant), Lapangan Kerja X1

Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 50.451 dengan nilai α=0,000

yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan bahwa

hubungan antara Lapangan Kerja dengan Pengembangan Wilayah adalah sangat

signifikan dengan pada α < 0.05.

Tabel 4.8

Uji signifikansi korelasi sederhana antara X1 dengan Y

Coefficientsa

a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)

Jika dilihat dari populasi, diperoleh nilai t sebesar 7.103 dan ternyata

sangat signifikan pada α < 0,05. Berarti, variabel Lapangan Kerja adalah sangat

signifikan berpengaruh terhadap Pengembangan Wilayah pada α < 0.05.

Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0,000 + 0. 207 X1.

Artinya, setiap Lapangan Kerja meningkat satu kali, maka pengembangan wilayah

(21)

4.4.2 Pengaruh Jarak (X2) terhadap Pengembangan Wilayah (Y)

Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Jarak sebagai

variabel independent terhadap Pengembangan Wilayah sebagai variabel

dependent (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.9

Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X2 dengan Y

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Jarak (X2)

Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0.349a dan bernilai

positif yang berarti, besarnya hubungan antara Jarak (X2) terhadap Pengembangan

Wilayah (Y) adalah 0, 349a . Berdasarkan pedoman untuk memberikan

interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:

0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah 0,40-0,599 = sedang 0,60-0,799 = tinggi 0,80-0,1000 = sangat tinggi

Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori

hubungan yang Rendah. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang

memperlihatkan bahwa semakin besar Jarak akan membuat Pengembangan

Wilayah semakin meningkat, demikian sebaliknya.

Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar

(22)

Wilayah adalah 12,2 % sedangkan sisanya sebesar 87,8% dijelaskan oleh

sebab-sebab lain di luar model penelitian.

Uji signifikansi Regresi antara X2 terhadap Y dijelaskan di dalam tabel di

bawah ini:

Tabel 4.10

Uji Signifikansi Regresi antara X2 terhadap Y

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .084 1 .084 3.187 .009b

Residual .608 23 .026

Total .692 24

a. Dependent Variable: Pengembanagn Wilayah (Y)

b. Predictors: (Constant), Jarak X2

Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 3.187 dengan nilai α=0,009 yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan bahwa

hubungan antara Jarak (X2) dengan Pengembangan Wilayah (Y) adalah sangat

signifikan dengan pada α < 0.05.

Tabel 4.11

Uji signifikansi korelasi sederhana antara X2 dengan Y

Coefficientsa

a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)

Jika dilihat dari populasi, diperoleh nilai t sebesar 1.785 dan ternyata sangat signifikan pada α < 0,05. Berarti, variabel Jarak adalah sangat signifikan

(23)

Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0.469 + 0.172 X2.

Artinya, setiap Jarak meningkat satu kali, maka Pengembangan Wilayah akan

meningkat 0,172 kali.

4.4.3 Pengaruh Aksesibilitas Indeks Aksesibilitas (X3) terhadap

Pengembangan Wilayah (Y)

Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Aksesibilitas

Indeks Tenaga kerja sebagai variabel independent terhadap Pengembangan

Wilayah sebagai variabel dependent (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini.

Tabel 4.12

Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X3 dengan Y

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Indeks Aksesibilitas (X3)

Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0.870a dan bernilai

positif yang berarti, besarnya hubungan antara Indeks Aksesibilitas (X3) dengan

pendidikan adalah 0.870a . Berdasarkan pedoman untuk memberikan interpretasi

koefisien korelasi adalah sebagai berikut:

0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah

(24)

Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori

hubungan yang sangat tinggi. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang

memperlihatkan bahwa semakin tinggi Indeks Aksesibilitas (X3) akan membuat

Pengembangan wilayah semakin meningkat, demikian sebaliknya.

Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar

0. 757 atau 75,7%. Artinya sumbangan variabel Indeks Aksesibilitas (X3)

terhadap Pengembangan wiliayah adalah 75,7% sedangkan sisanya sebesar

24,3% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian.

Uji signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y dijelaskan di dalam tabel di

berikut ini:

Tabel 4.13

Uji Signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .524 1 .524 71.831 .000b

Residual .168 23 .007

Total .692 24

a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)

b. Predictors: (Constant), Indeks Aksesibilitas (X3)

Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 71.831dengan nilai α=0,000

yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan bahwa

hubungan antara Indeks Aksesibilitas (X3) dengan Pengembangan Wilayah (Y)

(25)

Tabel 4.14

Uji signifikansi korelasi sederhana antara X3 dengan Y

Coefficientsa

a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)

Jika dilihat dari populasi, diperoleh nilai t sebesar 8.475 dan ternyata sangat

signifikan pada α < 0,05. Berarti, variabel Indeks Aksesibilitas (X3) adalah sangat

signifikan berpengaruh terhadap Pendidikan pada α < 0.05.

Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0.030+ 0, 142 X3.

Artinya, setiap Indeks Aksesibilitas (X3) meningkat satu kali, maka

Pengembangan Wilayah (Y) akan meningkat 0,142 kali.

4.4.4 Pengaruh Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3) terhadap Pengembangan Wilayah (Y)

Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Total Lapangan

Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3) sebagai variabel independent

terhadap Pengembangan Wilayah sebagai variabel dependent (Y) diperoleh hasil

(26)

Tabel 4.15

Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X3 dengan Y

Model Summary

a. Predictors: (Constant), Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan

Indeks Aksesibilitas (X3)

Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0.927a dan bernilai

positif yang berarti, besarnya hubungan antara Total Lapangan Kerja (X1), Jarak

X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3) dengan Pengembangan wilayah adalah 0.927a.

Berdasarkan pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi adalah

sebagai berikut:

Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori

hubungan yang sangat tinggi. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang

memperlihatkan bahwa semakin tinggi Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan

Indeks Aksesibilitas (X3) akan membuat Pengembangan wilayah semakin

meningkat, demikian sebaliknya.

Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar

0. .859 atau 85,9%. Artinya sumbangan variabel Total Lapangan Kerja (X1), Jarak

(27)

sedangkan sisanya sebesar 14,1% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model

penelitian.

Uji signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y dijelaskan di dalam tabel di

bawah ini:

Tabel 4.16

Uji Signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .595 3 .198 42.634 .000b

Residual .098 21 .005

Total .692 24

a. Dependent Variable: Pengembanagn Wilayah (Y)

b. Predictors: (Constant), Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3)

Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 42.634 dengan nilai

α=0,000 yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan

bahwa hubungan antara Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks

Aksesibilitas (X3) dengan Pengembangan Wilayah (Y) adalah sangat signifikan

dengan pada α < 0.05.

Tabel 4.17

Uji signifikansi korelasi sederhana antara X3 dengan Y

Coefficientsa

(28)

Jika dilihat dari tabel di atas , diperoleh nilai t masing-masing sebesar

2.758 , 0.559 dan 1.915 dan ternyata sangat signifikan pada α < 0,05. Berarti,

variabel Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3)

adalah sangat signifikan berpengaruh terhadap Pendidikan pada α < 0.05.

Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0 .043 + 0, 130 X1 +

0.047 X2+ 0 .074 X3. Artinya, setiap Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan

Indeks Aksesibilitas (X3) meningkat satu kali, maka Pengembangan Wilayah (Y)

akan meningkat masing-masing 0.130 dan 0.047 serta 0 .074 kali.

4.5 Pembahasan

Dari hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa semua aspek – aspek

aksesibilitas berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah.

Dalam penelitian ini faktor yang memiliki pengaruh pada tingkat

perkembangan wilayah adalah aksesibilitas wilayah. Kecamatan yang memiliki

aksesibilitas rendah akan akan cenderung kesulitan dalam menjangkau

fasilitas-fasilitas sosial, sehingga kemungkinan untuk lebih berkembang akan sulit.

Sedangkan kecamatan yang memiliki aksesibilitas tinggi akan memudahkan

kecamatan tersebut berinteraksi dengan kecamatan lain, sehingga kemungkinan

untuk berkembang akan semakin tinggi. Untuk kemiringan lereng tidak memiliki

pengaruh yang besar terhadap tingkat perkembangan wilayah, hal ini bisa dilihat

pada pengaruh ketersediaan lapangan kerja dan jarak antara kota ke wilayah.

Pertumbuhan Penduduk dan Kesempatan Kerja Pertumbuhan penduduk

adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang

(29)

diakibatkan oleh beberapa komponen yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian

(mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan

kematian disebut pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih

antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi netto. Adanya pengaruh

positif pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di mana kondisi

dan kemajuan penduduk sangat erat terkait dengan tumbuh dan berkembangnya

usaha ekonomi. Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya

bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi

produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi kependudukan, data dan informasi

kependudukan akan sangat berguna dalam memperhitungkan berapa banyak

tenaga kerja akan terserap serta kualifikasi tertentu yang dibutuhkan dan

jenis-jenis teknologi yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Di

pihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi

pada wilayah tertentu, akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa

banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau

seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu.

Di era globalisasi dan perdagangan bebas, besarnya jumlah penduduk dan

kekuatan ekonomi masyarakat menjadi potensi sekaligus sasaran pembangunan

sosial ekonomi, baik untuk skala nasional maupun internasional. Berdasarkan hal

ini pengembangan sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan agar kualitas

penduduk sebagai pelaku ekonomi dapat meningkat sesuai dengan permintaan dan

kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang. Sejalan dengan pertumbuhan

penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerjanya pun cukup

(30)

bertambah menjadi sekitar 96,5 juta tahun 2000. Ini berarti bahwa pertumbuhan

rata-rata angkatan kerja 2,7 persen per tahun dalam periode 1990-2000.

Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan

kerja tersebut, disatu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar dan di

pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja itu sendiri agar mampu

menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk menuju tahap

tinggal landas.

Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memang tidak

cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi

merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan

ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi masyarakat miskin jika

tidak diiringi dengan penurunan yang tajam dalam pendistribusian atau

pemerataannya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomena sepanjang sejarah,

kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan

yangberkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak

adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan

pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga,

menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan

jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan dan sandang secara terbatas.

Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) Memperoleh pekerjaan

yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (3)

Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan

(31)

pendidikan. Salah satu akar permasalahan kemiskinan yakni tingginya disparitas

antar daerah akibat tidak meratanya distribusi pendapatan, sehingga kesenjangan

antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin di Indonesia semakin melebar.

Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa perluasan

ke-sempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja merupakan kebijaksanaan pokok

yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini

program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa

mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin

dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka di samping

peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan

karena adanya perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di dalam

pembangunan.

Selain itu ditetapkan bahwa kebijaksanaan tenaga kerja diarahkan

kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja yang lebih baik

melalui perbaikan informasi serta pembinaan dan peningkatan keterampilan.

Demikian pula kebijaksanaan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan

kepada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi kerja dan hubungan kerja,

keselamatan kerja, jaminan sosial di dalam rangka perbaikan kesejahteraan

tenaga kerja secara menyeluruh. Di samping itu pembinaan hubungan

perburuhan akan diarahkan kepada terciptanya keserasian antara buruh dan

pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, di

mana masing-masing pihak saling menghormati dan saling mengerti terhadap

peranan serta hak dan kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan proses

(32)

Buruh memperjuangkan kepentingan sosial ekonomi dan hak-hak kaum buruh,

sedang Pemerintah melindungi kepentingan buruh dan kehidupan Serikat

Buruh. Oleh karena itu selama Repelita III kerjasama yang serasi antara buruh,

pengusaha dan Pemerintah akan ditingkatkan.

Sehubungan dengan besarnya kekurangan kesempatan kerja secara umum

dan semakin meningkatnya usaha-usaha pembangunan maka masalah-masalah

yang berhubungan dengan kesejahteraan buruh dan hubungan perburuhan

diperkirakan akan meningkat pula. Jumlah buruh yang menerima upah rendah di

berbagai sektor diperkirakan masih cukup besar. Masalah kesehatan buruh serta

keselamatan kerja juga meningkat dengan adanya pemakaian teknologi baru di

berbagai bidang usaha. Selanjutnya, mobilitas tenaga kerja juga akan meningkat,

baik mobilitas oleh karena perpindahan pekerjaan secara sukarela maupun

perpindahan oleh karena terpaksa sehubungan adanya perubahan-perubahan

berbagai bidang usaha yang berkembang. Hal-hal ini menimbulkan masalah

kepastian pekerjaan dan kepastian arus pendapatan bagi buruh yang bersangkutan.

Mismatch dalam dunia ketenagakerjaan pada prinsipnya memiliki arti yaitu tidak sesuainya antara pekerjaan yang diperoleh dengan pendidikan yang

telah ditempuh. Menurut Bender & Roche (2013) menyebutkan, mismatch antara pendidikan dan pekerjaan mengakibatkan tingkat pendapatan yang lebih rendah,

rendahnya kepuasan kerja, dan tingginya tingkat turnover pekerja, yang pada gilirannya mempengaruhi produktivitas pekerja. Ada dua jenis Mismatch

pendidikan dan pekerjaan, yaitu ketidaksesuaian horizontal dan vertikal.

Ketidaksesuaian horizontal adalah ketidaksesuaian antara bidang studi atau

keterampilan dan pekerjaan, sedangkan ketidakcocokan vertikal mengacu pada

(33)

tingkat pendidikan yang tinggi atau kurangnya tingkat pendidikan). Berdasarkan

Bender dan Roche (2013), penelitian mismatch sebelumnya telah membuktikan bahwa mismatch pendidikan dan pekerjaan menyebabkan adanya ketidakcocokan tingkat produktivitas dan gaji yang diperoleh, selain itu beberapa penelitian

sebelumnya (Bender & Heywood, 2011; Lindley & McIntosh, 2008; Mavromaras

& McGuiness, 2012; Mavromaras, McGuiness, O'Leary, Sloane, & Fok, 2010;

McGuiness & Wood, 2009; Verhaest & Omey, 2009) menemukan bahwa adanya

mismatch menyebabkan tingkat kepuasan kerja lebih rendah.

Pendidikan merupakan suatu faktor yang berkaitan langsung dengan usia

muda, mengingat usia muda merupakan usia sekolah. Permasalahan yang muncul

secara langsung apabila berbicara mengenai pendidikan adalah pengadaan

fasilitas pendidikan yang meliputi gedung/bangunan sekolah, tenaga

pengajar/guru, buku-buku, dan sarana penunjang pendidikan lainnya.

Terdapatnya penduduk usia muda dengan jumlah yang banyak memaksa

pemerintah harus menyediakan sarana pendidikan dalam jumlah yang lebih

banyak. Sarana prasarana tersebut berfungsi untuk meningkatkan kualitas

pendidikan

Perkembangan wilayah sangat terkait dengan faktor jumlah fasilitas sarana

sosial ekonomi wilayah, kependudukan dan aksesibilitas wilayah. Selain itu,

untuk mendorong perkembangan wilayah juga diperlukan pengembangan dari

sektor basis dan non basis untuk memacu perkembangan atau pertumbuhan

ekonomi daerahnya pula. Ketersediaan berbagai faktor-faktor tersebut memiliki

peranan yang dominan dalam kemajuan suatu wilayah dan hubungannya dengan

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai Pengaruh

Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai, maka dapat

disimpulkan beberapa hal yaitu :

5.1 Kesimpulan

1. Diperoleh hasil bahwa Variabel aksesibilitas Total Lapangan Kerja

berpengaruh terhadap pengembangan wilayah pada aspek prasarana

perdagangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lembaga keuangan.

2. Diperoleh hasil bahwa Variabel aksesibilitas Jarak antar wilayah

berpengaruh terhadap terhadap pengembangan wilayah pada aspek

prasarana perdagangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lembaga

keuangan.

3. Diperoleh hasil bahwa Variabel Indeks Aksesibilitas berpengaruh terhadap

pengembangan wilayah pada aspek prasarana perdagangan, kesehatan,

pendidikan, peribadatan dan lembaga keuangan.

4. Diperoleh hasil bahwa Variabel Lapangan Kerja , Jarak dan Indeks

Aksesibilitas berpengaruh terhadap pengembangan wilayah pada aspek

prasarana perdagangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lembaga

(35)

5.2 Saran

1. Disarankan agar kajian aksesibilitas terhadap pengembangan wilayah agar

lebih difokuskan lagi dalam hal transportasi, pemekaran wilayah, dan

kemudahan-kemudahan lainnya.

2. Disarankan kepada pemerintah setempat untuk lebih meningkatkan

aksesibilitas dalam rangka pengembangan wilayah.

3. Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan

variabel waktu tempuh dan biaya perjalanan (ongkos) dalam mengukur

aksesibilitas.

Gambar

Gambar 4.1 Wilayah Administrasi Kota Binjai
Gambar 4.2 Struktur Ruang Metropolitan MEBIDANG
Tabel 4.2 Kategori dan posisi tingkat Aksesibilitas
Tabel 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini angket yang dipakai, diharapkan mampu mendata hasil responden tentang minat dan motivasi mengenai matapelajaran pendidikan jasmani olahraga dan rekreasi di SLB

Warpenius, Katariina (2019) Paikallinen alkoholipoli- tiikka moraalihallinnan käytäntönä. Kvasikokeel- lisen vaikuttavuustutkimuksen metodisia ja eetti-

Peneliti memberikan instruksi terlebih dahulu kepada peserta didik sebelum menerapkan media audio visual. Siswa siswi menyimak bunyi pelafalan mufrodat melalui media

Agar dapat terus mempromosikan warisan budaya Indonesia ini, maka diperlukan peran serta dari pemerintah maupun non- pemerintah dalam mempromosikan alat musik Angklung

Hasil kegiatan pengabdian ini sesuai dengan hasil penelitian Rahmawati (2016) bahwa keikutsertaan ibu dalam kelas ibu hamil berpengaruh terhadap pengetahuan dan sikap

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan (a) Bagaimana analisis kelayakan bisnis distribusi produk minuman CheckHup oleh PT Dagang Jaya

Strategi Media Social Marketing terhadap Keputusan Pembelian Produk Fashion secara Online Melalui Media Sosial Instagram dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi pada

Dalam pemahaman saya mengenai kitab mazmur, mazmur adalah sebuah kitab berisikan refleksi- refleksi iman bangsa Israel dalam bentuk sastra sejarah, puitis, maupun