BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi sarana dan prasarana ( infrastruktur)
yang dijadikan indikator aksesibilitas wilayah serta pengembangan wilayah
kecamatan-kecamatan yang berbeda di Kota Binjai.
3.2 Sumber dan Jenis Data serta Wilayah Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
sebelumnya sudah jadi dan dikumpulkan oleh pihak lain.
Penelitian ini menggunakan data internal dari BPS Kota Binjai (Binjai
dalam Angka) yaitu data yang menggambarkan situasi dan kondisi kota Binjai
dalam bentuk sarana dan prasarana pendukung penelitian. Klasifikasi data dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang dipaparkan dalam bentuk
angka-angka.
Model data dalam penelitian ini menurut waktu pengumpulannya ada 2
yaitu data cross-section atau data yang menunjukkan titik waktu tertentu dan data time series/berkala atau yang datanya menggambarkan sesuatu dari waktu ke
waktu (dalam waktu lima tahun terakhir).
Wilayah penelitian ini meliputi seluruh kecamatan yang ada di Kota
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di seluruh kecamatan di Kota Binjai dengan
menyesuaikan jadwal pada situasi dan kondisi penelitian serta objek penelitian
kemudian.
3.4 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variable untuk diteliti terdiri dari :
1. Variabel Aksesibilitas, antara lain :
a. Aksesibilitas Total Lapangan Kerja
b. Aksesibilitas Jarak antara pusat kota dengan Kecamatan
c. Indeks Aksesibilitas
2. Variabel Pengembangan Wilayah yang bertumpu di masing-masing
Kecamatan, dengan indikator :
a. Prasarana Perdagangan
b. Prasarana Kesehatan
c. Prasarana Pendidikan
d. Prasarana Peribadatan
e. Jumlah Lembaga Keuangan
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Menghitung Tingkat Aksesibilitas Wilayah
Salah satu metode yang dipakai untuk menghitung tingkat Aksesibilitas
suatu wilayah adalah Model Gravitasi Hansen atau disebut juga Model Potensi
penduduk berdasarkan daya tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan
pada asumsi bahwa tersedianya lapangan kerja, tingkat aksesibilitas, dan adanya
lahan yang masih kosong, akan menarik penduduk untuk berlokasi ke subwilayah
tersebut.
Hansen menggabungkan jumlah lapangan kerja dan kemudahan mencapai
lokasi (aksesibilitas) sebagai accessibility index (indeks aksesibilitas). Dalam hal
ini indeks aksesibilitas merupakan unsur daya tarik yang terdapat di suatu
subwilayah dan kemudahan untuk mencapai subwilayah tersebut. Maka untuk
menentukan tingkat aksesibilitas wilayah dapat menggunakan Accessibility Index,
yang dihitung dengan rumus ( Hansen, 1959) :
b ij d
Ej Aij=
Keterangan :
Aij = Accessibilityindex daerah I terhadap daerah j
Ej = Total Lapangan Kerja (Employment) di daerah j (unit)
dij = Jarak antara I dengan j (km)
b = pangkat dari dij
3.5.2 Analisa Univariat
Penelitian analisis univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis
tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2005 : 188). Data yang diperoleh
dari masing-masing variabel ditabulasikan dengan menggunakan tabel distribusi
3.5.3 Uji Hipotesis
3.5.3.1 Analisis Regresi Berganda
Permasalahan yang akan dibahas adalah sejauh mana Pengaruh
Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai dengan menggunakan
analisis regresi berganda karena variabel dependent dipengaruhi dua variabel independent.
Rumus matematikanya adalah sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b2X2 + e
dimana: Y = Pengembangan Wilayah
A = intercept
X1 = Aksesibilitas Total tenaga kerja
X2 = Aksesibilitas Jarak kecamatan
X3 = Indeks Aksesibilitas
b = Koefisien regresi.
e = standart error.
3.5.3.2 Uji F (Serempak)
Uji F digunakan untuk menguji tingkat signifikansi koefisien regresi
variabel independen secara serempak terhadap variabel dependen.
Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel
independent yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai pengaruh
secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependent (Ghozali, 2006:46).
Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0.05, maka variabel independent secara
3.5.3.3 Uji t (Parsial)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu
variabel independent secara individual dalam menjelaskan variasi variabel
dependent (Ghozali, 2006 :45). Apabila nilai probabilitas signifikansi < 0.05,
maka suatu variabel independent merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
3.5.3.4 Koefisien Determinasi (R²)
Pengujian R2 digunakan untuk mengukur proporsi atau presentase
sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap variasi naik turunnya
variabel dependen. R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 ≤ R 2 ≤ 1). Apabila R2 sama
dengan 0, hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen, dan bila R2 semakin kecil mendekati 0,
maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel independen semakin kecil
terhadap variabel dependen. Apabila R2 semakin besar mendekati 1, hal ini
menunjukkan semakin kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen.
3.6 Defenisi Operasional Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa defenisi operasional, antara lain:
1. Aksesibilitas dalam penelitian ini adalah kemudahan mencapai kota tersebut
kemudahan mencapai wilayah lain yang berdekatan bagi masyarakat yang
tinggal di kota tersebut yang diukur berdasarkan total tenaga kerja dan Jarak
Antara kecamatan ke Ibukota Binjai.
2. Jarak Antara Ibukota Binjai adalah Jarak yang di pakai untuk mengukur lokasi
pusat Kota Binjai dengan masing-masing kecamatan ditentukan dari kantor
pos sebagai titik nol dan lokasi kantor kecamatan sebagai titik akhir atau titik
ujung dalam satuan “ km”. Oleh karena luas wilayah Kota Binjai yang relatif
tidak terlalu luas maka jarak antara ibukota dan lokasi kecamatan juga tidak
terlalu jauh. Jarak antara Ibukota Binjai dengan kecamatan dapat dilihat pada
lampiran .
3. Jumlah Penduduk adalah Kondisi kependudukan di Kota Binjai menunjukkan “pertumbuhan”. Kota Binjai dalam pengembangannya dipengaruhi angka
kelahiran dan angka kematian. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi
pergerakan angka kelahiran dan angka kematian yaitu perubahan pola pikir
masyarakat dalam penyesuaiannya dengan tingkat pertumbuhan atau
perubahan status sosial ekonominya, ditambah lagi dengan adanya perbaikan
gizi, kesehatan dan keberhasilan program pendukung lainnya.
4. Kepadatan Penduduk adalah Kepadatan penduduk di setiap wilayah dipengengaruhi luas wilayah, daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Persebaran penduduk yang tidak di dukung oleh lingkungan dan
pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks sehingga
penduduk akan menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.
5. Prasarana Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini dimulai dari Jumlah
(SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) yang ada di setiap kecamatan di Kota Binjai.
6. Prasarana Kesehatan yang dimaksud dalam penelitian ini dimulai dari Jumlah
unit Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Balai Kesehatan Ibu dan
Anak (BKIA) dan Praktek Bidan. Prasarana Peribadatan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah Jumlah unit prasarana peribadatan yang ada di Kota
Binjai meliputi banyaknya Mesjid, Langgar, Mushola, Gereja dan Vihara yang
ada pada masing-masing kecamatan.
7. Prasarana Perdagangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jumlah
unit pasar, banyaknya usaha pertukangan emas/usaha makanan, banyaknya
PT, banyaknya CV.
8. Lembaga Keuangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jumlah unit
Koperasi yang ada pada masing-masing kecamatan.
9. Tenaga Kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berdasarkan tingkat
pendidikan yaitu : Tidak tamat SD, Tamat SD, SLTP, SLTA, D1/DII, DIII,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Kota Binjai
Kota Binjai merupakan salah satu daerah otomom yang berada di Provinsi
Sumatera Utara, posisi Kota Binjai secara geografis terletak pada pada 3º 31' 40”
– 3º 40' 2” Lintang Utara dan 98º 32' 32 Bujur Timur dan terletak 28 m di atas
permukaan laut. Kedudukan Kota Binjai yang strategis menjadikannya sebagai
Kota Satelit. Posisi Kota Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat
dan Deli Serdang di Propinsi Sumatera Utara, yaitu :
Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Selatan : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
Sebelah Barat : Kabupaten Langkat
Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah Kota Binjai sebesar 90.23 Km² dari beberapa Kecamatan
yang ada di Kota Binjai Kecamatan Binjai Selatan memiliki wilayah yang paling
luas sebesar 29.96 Km², sedangkan Kecamatan Binjai Kota memiliki luas wilayah
terkecil dengan luas sebesar 4.12 Km².
Luas wilayah administratif Kota Binjai No Kecamatan Luas (Km²)
Gambar 4.1
Sehubungan dengan perkembangan terakhir wilayah kota Binjai,
berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara No. 146/2624/SK/1996 tanggal 7
Agustus 1996 terdiri dari 5 kecamatan yaitu Binjai Selatan, Binjai Kota, Binjai
Timur, Binjai Utara, dan Binjai Barat yang terbagi atas 37 kelurahan dan 284
lingkungan. Pemerintahan kota Binjai dipimpin oleh seorang walikota.
4.1.2 Struktur Ruang Kota Binjai
Dalam perspektif lain pengembangan Kota Binjai termasuk perencanaan
yang lebih luas, Kota Binjai dalam lingkup Nasional berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) dijelaskan bahwa Kota Binjai adalah termasuk dalam Kawasan
Metropolitan MEBIDANG-RO (Medan Binjai Deli Serdang dan Karo) dimana
sektor unggulannya adalah sektor-sektor industri, perkebunan, pariwisata, pertanian
dan perikanan. Sedangkan dalam konsep Metropolitan MEBIDANG (Medan Binjai
dan Deli Serdang) Kota Binjai dalam pengembangan wilayah merupakan bagian
dari rencana pengembangan Kota Metropolitan Mebidang. Kawasan Metropolitan
MEBIDANG mempunyai luas wilayah 1.803,27 km2 yang meliputi :
1. Seluruh Kota Medan, luasnya 265, 10 km2
2. Seluruh Kota Binjai, luasnya 90, 23 km2
3. 14 Kecamatan dari 22 Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, luasnya
(1.447,94 km2)
Penduduk MEBIDANG terdistribusi dengan proporsi tertinggi di kawasan
perkotaan ;
Medan (57,60%),
Deli Serdang (35,96%) dan
Struktur Ruang Metropolitan MEBIDANG dikembangkan dengan
mengembangkan beberapa pusat pertumbuhan. Adapun pembentuk struktur
Metropolitan Mebidang adalah sebagai berikut:
1. Pusat-pusat kegiatan perkotaan, yaitu:
Kota inti : Kota Medan.
Kota satelit : Binjai, Sunggal, Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Batang
Kuis, Percut Sei Tuan, Pancur Batu, Pantai Labu (termasuk Kuala Namu),
dan Hamparan Perak
2. Kawasan konservasi, yaitu:
Hutan Suaka Alam di Kecamatan Deli Belawan, Kabupaten Deli Serdang
Sempadan sungai (berupa Hutan Produksi Terbatas) di pesisir Kecamatan
Deli Belawan, pesisir Medan Belawan, pesisir Percut Sei Tuan dan pesisir
Pantai Labu.
Hak Guna Usaha berupa perkebunan-perkebunan yang berfungsi sebagai
kawasan hijau yaitu tersebar di Kecamatan Hamparan Perak, Sunggal,
Percut Sei Tuan, Batang Kuis, Pantai Labu, Beringin, Pagar Merbau,
Lubuk Pakam, Tanjung Morawa, Patumbak dan Kecamatan Pancur Batu.
3. Jaringan transportasi
Jalan arteri :
Belawan – Medan Johor – Lubuk Pakam
Kota Medan - Binjai
Jalan Tol Belawan-Medan-Tanjung Morawa (Belmera)
Jaringan kereta api jalur utara-selatan Mebidang: Pelabuhan Belawan -
Jaringan kereta api jalur timur-barat Mebidang : Galang (Pagar Merbau) -
Binjai
Rencana jalan inner ring road
Rencana jalan outer ring
Gambar 4.2 Struktur Ruang Metropolitan MEBIDANG
Sumber : Bappeda Kota Binjai
Fungsi Kota Binjai dalam pengembangan wilayah Kawasan Metropolitan
MEBIDANG adalah :
1. Pusat perdagangan dan jasa
2. Pusat kawasan industri
3. Pusat agrobisnis
4. Pusat permukiman
Sedangkan Wilayah pelayanannya pada seluruh wilayah kecamatan Kota
Binjai yaitu: Kec. Binjai Kota, Kec. Binjai Timur, Kec. Binjai Barat, Kec.
Dalam implementasi pengembangan wilayah permasalahan utama yang muncul di
Kota Binjai dilihat dari konstelasi wilayah Metropolitan MEBIDANG adalah :
1. Pertumbuhan tidak begitu pesat karena tarikan Medan yang sangat kuat,
sehingga investor masih ragu untuk berinvestasi.
2. Hambatan dari infrasruktur jalan yang sering macet serta belum
oprtimalnya digunakan moda transport KA.
3. Belum berkembangnya potensi pengembangan Kota Binjai sebagai pusat
industri agrobisnis (rambutan dan nenas), serta pemukiman komuter untuk
Medan.
4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Deskripsi Statistik
4.2.1.1 Deskripsi Data Aksesibilitas (X)
Berdasarkan data penelitian, diperoleh skor sebagai berikut: skor teoritis antara 6.94 sampai dengan 46.50 ; mean sebesar 15.7268; dan standar deviasi sebesar 11.12814. Gambaran secara keseluruhan seperti pada tabel berikut ini:
Dalam membuktikan kecenderungan tingkat Aksesibilitas (X), peneliti
dalam hal ini menetapkan 3 (tiga) kategori (k) yaitu: (a) Baik; (b) Cukup; (c).
Tabel 4.1
Deskripsi Data Tingkat Aksesibilitas (X) Descriptives
Statistic Std. Error
Aksesibilitas (X) Mean 15.7268 2.22563
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 11.1333
Upper Bound 20.3203
5% Trimmed Mean 14.5046
Median 13.9800
Variance 123.835
Std. Deviation 11.12814
Minimum 6.94
Maximum 46.50
Range 39.56
Interquartile Range 8.65
Skewness 1.849 .464
Kurtosis 3.144 .902
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif terhadap variabel tingkat Aksesibilitas ditemukan interval sebesar: Range dibagi kategori, 39.56: 3 = 13,186 Pembulatan 14.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dibuat tabel kategori dan posisi tingkat
Aksesibilitas seperti berikut:
Tabel 4.2 Kategori dan posisi tingkat Aksesibilitas
7 – 21 Kurang Baik
11.1333– 20.3203 (Kurang Baik)
22 – 36 Cukup Baik
37 - 47 Baik
4.2.1.2 Deskripsi Data Pengembangan Wilayah (Y)
deviasi sebesar 0.16984. Gambaran secara keseluruhan seperti pada tabel berikut ini:
Dalam membuktikan kecenderungan tingkat Pengembangan Wilayah (Y),
peneliti dalam hal ini menetapkan 3 (tiga) kategori (k) yaitu: (3 (tiga) kategori (k)
yaitu: (a) Baik; (b) Cukup; (c). Kurang.
Tabel 4.3
Deskripsi Data Pengembangan Wilayah (Y) Descriptives
Statistic Std. Error Pengembangan Wilayah
(Y)
Mean 0.2412 .03397
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 0.1711
Upper Bound 0.3113
5% Trimmed Mean 0.2224
Median 0.2100
Variance 0.029
Std. Deviation 0.16984
Minimum 0.11
Maximum 0.71
Range 0.60
Interquartile Range 0.14
Skewness 1.851 .464
Kurtosis 3.122 .902
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif terhadap variabel Pengembangan Wilayah ditemukan interval sebesar: Range dibagi kategori, 0.60 : 3 = 0,20.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dibuat tabel kategori dan posisi tingkat
Pengembangan Wilayah seperti berikut:
Tabel 4.4 Kategori dan posisi Pengembangan Wilayah
0.11 – 0,31 Kurang Baik
0.1711– 0.3113 (Kurang Baik) 0,32 – 0,52 Cukup Baik
4.3 Uji Persyaratan Analisis
Sebelum melangkah ke uji hipotesis, lebih dahulu peneliti akan
menganalisa uji persyaratan analisis untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel penelitian ini memenuhi persyaratan.
4.3.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data
berskala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode
parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi yaitu data berasal dari
distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah sampel
sedikit dan jenis data adalah nominal atau ordinal maka metode yang digunakan
adalah statistik non parametrik. Dalam pembahasan ini akan digunakan uji grafik
histrogramgambar P-Plot.
Berdasarkan hasil pengujian statistik, maka Uji Normalitas untuk semua
variabel penelitian in dapat dilihat sebagai berikut :
Berdasarkan tampilan output chart di atas kita dapat melihat grafik
histrogram maupun grafik plot. Dimana grafik histrogram memberikan pola
distribusi yang melenceng ke kanan yang artinya adalah data berdistribusi normal.
Gambar 4.4 P-Plot
Selanjutnya, pada gambar P-Plot terlihat titik-titik mengikuti dan
mendekati garis diagonalnya sehingga dapat disimpulkan bahwa model
memenuhi asumsi normalitas.
4.3.2 Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar
variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam
model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Ada beberapa metode
determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak (R2), dan 3)
dengan melihat nilai eigenvalue dan condition index. Pada pembahasan ini akan dilakukan uji multikolinearitas dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi dan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2)
dengan nilai determinasi secara serentak (R2). Menurut Santoso (2001), pada
umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut mempunyai
persoalan multikolinear.
Berdasarkan hasil pengujian statistik, maka Uji multikolinearitas untuk
semua variabel penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.5. Uji Multikolinearitas
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
Total Lapangan Kerja (X1) .189 4.292
Jarak (X2) .228 4.382
Indeks tenaga kerja (X3) .120 3.350
a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)
Dari hasil di atas dapat diketahui nilai variance inflation factor (VIF) kedua variabel yaitu Total Lapangan Kerja (X1), Jarak (X2) dan Indeks tenaga kerja (X3)
adalah lebih kecil dari 5, sehingga bisa diduga bahwa antar variabel independen
tidak terjadi persoalan multikolinearitas.
4.4 Uji Hipotesis
4.4.1 Pengaruh Lapangan Kerja (X1) terhadap Pengembangan Wilayah (Y) Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Lapangan Kerja
sebagai variabel independent terhadap Pengembangan Wilayah sebagai variabel
Tabel 4.6
Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X1 dengan Y
Model Summary
a. Predictors: (Constant), Lapangan Kerja X1
Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0, 829 dan bernilai
positif yang berarti, besarnya hubungan antara Lapangan Kerja dengan
Pengembangan Wilayah adalah 0, 829. Berdasarkan pedoman untuk memberikan
interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah 0,40-0,599 = sedang 0,60-0,799 = tinggi 0,80-0,1000 = sangat tinggi
Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori
hubungan yang sangat tinggi. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang
memperlihatkan bahwa semakin tinggi Lapangan Kerja akan membuat
Pengembangan Wilayah semakin meningkat, demikian sebaliknya.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar
0.687 atau 68,7%. Artinya sumbangan variabel Lapangan Kerja terhadap
Pengembangan Wilayah adalah 68,7 % sedangkan sisanya sebesar 31,3%
dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian.
Tabel 4.7
Uji Signifikansi Regresi antara X1 terhadap Y
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .475 1 .475 50.451 .000b
Residual .217 23 .009
Total .692 24
a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)
b. Predictors: (Constant), Lapangan Kerja X1
Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 50.451 dengan nilai α=0,000
yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan bahwa
hubungan antara Lapangan Kerja dengan Pengembangan Wilayah adalah sangat
signifikan dengan pada α < 0.05.
Tabel 4.8
Uji signifikansi korelasi sederhana antara X1 dengan Y
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)
Jika dilihat dari populasi, diperoleh nilai t sebesar 7.103 dan ternyata
sangat signifikan pada α < 0,05. Berarti, variabel Lapangan Kerja adalah sangat
signifikan berpengaruh terhadap Pengembangan Wilayah pada α < 0.05.
Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0,000 + 0. 207 X1.
Artinya, setiap Lapangan Kerja meningkat satu kali, maka pengembangan wilayah
4.4.2 Pengaruh Jarak (X2) terhadap Pengembangan Wilayah (Y)
Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Jarak sebagai
variabel independent terhadap Pengembangan Wilayah sebagai variabel
dependent (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.9
Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X2 dengan Y
Model Summary
a. Predictors: (Constant), Jarak (X2)
Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0.349a dan bernilai
positif yang berarti, besarnya hubungan antara Jarak (X2) terhadap Pengembangan
Wilayah (Y) adalah 0, 349a . Berdasarkan pedoman untuk memberikan
interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah 0,40-0,599 = sedang 0,60-0,799 = tinggi 0,80-0,1000 = sangat tinggi
Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori
hubungan yang Rendah. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang
memperlihatkan bahwa semakin besar Jarak akan membuat Pengembangan
Wilayah semakin meningkat, demikian sebaliknya.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar
Wilayah adalah 12,2 % sedangkan sisanya sebesar 87,8% dijelaskan oleh
sebab-sebab lain di luar model penelitian.
Uji signifikansi Regresi antara X2 terhadap Y dijelaskan di dalam tabel di
bawah ini:
Tabel 4.10
Uji Signifikansi Regresi antara X2 terhadap Y
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .084 1 .084 3.187 .009b
Residual .608 23 .026
Total .692 24
a. Dependent Variable: Pengembanagn Wilayah (Y)
b. Predictors: (Constant), Jarak X2
Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 3.187 dengan nilai α=0,009 yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan bahwa
hubungan antara Jarak (X2) dengan Pengembangan Wilayah (Y) adalah sangat
signifikan dengan pada α < 0.05.
Tabel 4.11
Uji signifikansi korelasi sederhana antara X2 dengan Y
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)
Jika dilihat dari populasi, diperoleh nilai t sebesar 1.785 dan ternyata sangat signifikan pada α < 0,05. Berarti, variabel Jarak adalah sangat signifikan
Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0.469 + 0.172 X2.
Artinya, setiap Jarak meningkat satu kali, maka Pengembangan Wilayah akan
meningkat 0,172 kali.
4.4.3 Pengaruh Aksesibilitas Indeks Aksesibilitas (X3) terhadap
Pengembangan Wilayah (Y)
Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Aksesibilitas
Indeks Tenaga kerja sebagai variabel independent terhadap Pengembangan
Wilayah sebagai variabel dependent (Y) diperoleh hasil seperti tabel di bawah ini.
Tabel 4.12
Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X3 dengan Y
Model Summary
a. Predictors: (Constant), Indeks Aksesibilitas (X3)
Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0.870a dan bernilai
positif yang berarti, besarnya hubungan antara Indeks Aksesibilitas (X3) dengan
pendidikan adalah 0.870a . Berdasarkan pedoman untuk memberikan interpretasi
koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
0,00-0,199 = sangat rendah 0,20-0,399 = rendah
Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori
hubungan yang sangat tinggi. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang
memperlihatkan bahwa semakin tinggi Indeks Aksesibilitas (X3) akan membuat
Pengembangan wilayah semakin meningkat, demikian sebaliknya.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar
0. 757 atau 75,7%. Artinya sumbangan variabel Indeks Aksesibilitas (X3)
terhadap Pengembangan wiliayah adalah 75,7% sedangkan sisanya sebesar
24,3% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model penelitian.
Uji signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y dijelaskan di dalam tabel di
berikut ini:
Tabel 4.13
Uji Signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .524 1 .524 71.831 .000b
Residual .168 23 .007
Total .692 24
a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)
b. Predictors: (Constant), Indeks Aksesibilitas (X3)
Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 71.831dengan nilai α=0,000
yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan bahwa
hubungan antara Indeks Aksesibilitas (X3) dengan Pengembangan Wilayah (Y)
Tabel 4.14
Uji signifikansi korelasi sederhana antara X3 dengan Y
Coefficientsa
a. Dependent Variable: Pengembangan Wilayah (Y)
Jika dilihat dari populasi, diperoleh nilai t sebesar 8.475 dan ternyata sangat
signifikan pada α < 0,05. Berarti, variabel Indeks Aksesibilitas (X3) adalah sangat
signifikan berpengaruh terhadap Pendidikan pada α < 0.05.
Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0.030+ 0, 142 X3.
Artinya, setiap Indeks Aksesibilitas (X3) meningkat satu kali, maka
Pengembangan Wilayah (Y) akan meningkat 0,142 kali.
4.4.4 Pengaruh Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3) terhadap Pengembangan Wilayah (Y)
Dari hasil uji statistik regresi sederhana antara pengaruh Total Lapangan
Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3) sebagai variabel independent
terhadap Pengembangan Wilayah sebagai variabel dependent (Y) diperoleh hasil
Tabel 4.15
Hasil Perhitungan Korelasi Sederhana antara X3 dengan Y
Model Summary
a. Predictors: (Constant), Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan
Indeks Aksesibilitas (X3)
Berdasarkan tabel di atas, ditemukan nilai ryx, sebesar 0.927a dan bernilai
positif yang berarti, besarnya hubungan antara Total Lapangan Kerja (X1), Jarak
X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3) dengan Pengembangan wilayah adalah 0.927a.
Berdasarkan pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi adalah
sebagai berikut:
Maka hubungan antara variabel X dan Y termasuk dalam kategori
hubungan yang sangat tinggi. Arah hubungan keduanya adalah positif, yang
memperlihatkan bahwa semakin tinggi Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan
Indeks Aksesibilitas (X3) akan membuat Pengembangan wilayah semakin
meningkat, demikian sebaliknya.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai ryx2 (koefisien determinasi) sebesar
0. .859 atau 85,9%. Artinya sumbangan variabel Total Lapangan Kerja (X1), Jarak
sedangkan sisanya sebesar 14,1% dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model
penelitian.
Uji signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y dijelaskan di dalam tabel di
bawah ini:
Tabel 4.16
Uji Signifikansi Regresi antara X3 terhadap Y
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression .595 3 .198 42.634 .000b
Residual .098 21 .005
Total .692 24
a. Dependent Variable: Pengembanagn Wilayah (Y)
b. Predictors: (Constant), Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3)
Berdasarkan tabel di atas dihasilkan F sebesar 42.634 dengan nilai
α=0,000 yang ternyata sangat sangat signifikan pada α < 0.05. Disimpulkan
bahwa hubungan antara Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks
Aksesibilitas (X3) dengan Pengembangan Wilayah (Y) adalah sangat signifikan
dengan pada α < 0.05.
Tabel 4.17
Uji signifikansi korelasi sederhana antara X3 dengan Y
Coefficientsa
Jika dilihat dari tabel di atas , diperoleh nilai t masing-masing sebesar
2.758 , 0.559 dan 1.915 dan ternyata sangat signifikan pada α < 0,05. Berarti,
variabel Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan Indeks Aksesibilitas (X3)
adalah sangat signifikan berpengaruh terhadap Pendidikan pada α < 0.05.
Adapun persamaan garis regresi linier dihasilkan Ŷ= 0 .043 + 0, 130 X1 +
0.047 X2+ 0 .074 X3. Artinya, setiap Total Lapangan Kerja (X1), Jarak X2 dan
Indeks Aksesibilitas (X3) meningkat satu kali, maka Pengembangan Wilayah (Y)
akan meningkat masing-masing 0.130 dan 0.047 serta 0 .074 kali.
4.5 Pembahasan
Dari hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa semua aspek – aspek
aksesibilitas berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah.
Dalam penelitian ini faktor yang memiliki pengaruh pada tingkat
perkembangan wilayah adalah aksesibilitas wilayah. Kecamatan yang memiliki
aksesibilitas rendah akan akan cenderung kesulitan dalam menjangkau
fasilitas-fasilitas sosial, sehingga kemungkinan untuk lebih berkembang akan sulit.
Sedangkan kecamatan yang memiliki aksesibilitas tinggi akan memudahkan
kecamatan tersebut berinteraksi dengan kecamatan lain, sehingga kemungkinan
untuk berkembang akan semakin tinggi. Untuk kemiringan lereng tidak memiliki
pengaruh yang besar terhadap tingkat perkembangan wilayah, hal ini bisa dilihat
pada pengaruh ketersediaan lapangan kerja dan jarak antara kota ke wilayah.
Pertumbuhan Penduduk dan Kesempatan Kerja Pertumbuhan penduduk
adalah merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang
diakibatkan oleh beberapa komponen yaitu : kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan
kematian disebut pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih
antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi netto. Adanya pengaruh
positif pertumbuhan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi di mana kondisi
dan kemajuan penduduk sangat erat terkait dengan tumbuh dan berkembangnya
usaha ekonomi. Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya
bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi
produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi kependudukan, data dan informasi
kependudukan akan sangat berguna dalam memperhitungkan berapa banyak
tenaga kerja akan terserap serta kualifikasi tertentu yang dibutuhkan dan
jenis-jenis teknologi yang akan dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa. Di
pihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi
pada wilayah tertentu, akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa
banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau
seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu.
Di era globalisasi dan perdagangan bebas, besarnya jumlah penduduk dan
kekuatan ekonomi masyarakat menjadi potensi sekaligus sasaran pembangunan
sosial ekonomi, baik untuk skala nasional maupun internasional. Berdasarkan hal
ini pengembangan sumber daya manusia perlu terus ditingkatkan agar kualitas
penduduk sebagai pelaku ekonomi dapat meningkat sesuai dengan permintaan dan
kebutuhan zaman yang terus menerus berkembang. Sejalan dengan pertumbuhan
penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerjanya pun cukup
bertambah menjadi sekitar 96,5 juta tahun 2000. Ini berarti bahwa pertumbuhan
rata-rata angkatan kerja 2,7 persen per tahun dalam periode 1990-2000.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan
kerja tersebut, disatu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar dan di
pihak lain menuntut pembinaan angkatan kerja itu sendiri agar mampu
menghasilkan keluaran yang lebih tinggi sebagai prasyarat untuk menuju tahap
tinggal landas.
Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan
adalah adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memang tidak
cukup untuk mengentaskan kemiskinan tetapi biasanya pertumbuhan ekonomi
merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, walaupun begitu pertumbuhan
ekonomi yang bagus pun menjadi tidak akan berarti bagi masyarakat miskin jika
tidak diiringi dengan penurunan yang tajam dalam pendistribusian atau
pemerataannya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomena sepanjang sejarah,
kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan
yangberkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak
adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan
pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga,
menguatnya arus urbanisasi, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan
jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan dan sandang secara terbatas.
Kemiskinan telah membatasi hak rakyat untuk (1) Memperoleh pekerjaan
yang layak bagi kemanusiaan; (2) Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman; (3)
Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan
pendidikan. Salah satu akar permasalahan kemiskinan yakni tingginya disparitas
antar daerah akibat tidak meratanya distribusi pendapatan, sehingga kesenjangan
antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin di Indonesia semakin melebar.
Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa perluasan
ke-sempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja merupakan kebijaksanaan pokok
yang sifatnya menyeluruh di semua sektor. Dalam hubungan ini
program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu senantiasa
mengusahakan terciptanya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin
dengan imbalan jasa yang sepadan. Dengan jalan demikian maka di samping
peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan hasil pembangunan
karena adanya perluasan partisipasi masyarakat secara aktif di dalam
pembangunan.
Selain itu ditetapkan bahwa kebijaksanaan tenaga kerja diarahkan
kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja yang lebih baik
melalui perbaikan informasi serta pembinaan dan peningkatan keterampilan.
Demikian pula kebijaksanaan di bidang perlindungan tenaga kerja ditujukan
kepada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi kerja dan hubungan kerja,
keselamatan kerja, jaminan sosial di dalam rangka perbaikan kesejahteraan
tenaga kerja secara menyeluruh. Di samping itu pembinaan hubungan
perburuhan akan diarahkan kepada terciptanya keserasian antara buruh dan
pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, di
mana masing-masing pihak saling menghormati dan saling mengerti terhadap
peranan serta hak dan kewajibannya masing-masing dalam keseluruhan proses
Buruh memperjuangkan kepentingan sosial ekonomi dan hak-hak kaum buruh,
sedang Pemerintah melindungi kepentingan buruh dan kehidupan Serikat
Buruh. Oleh karena itu selama Repelita III kerjasama yang serasi antara buruh,
pengusaha dan Pemerintah akan ditingkatkan.
Sehubungan dengan besarnya kekurangan kesempatan kerja secara umum
dan semakin meningkatnya usaha-usaha pembangunan maka masalah-masalah
yang berhubungan dengan kesejahteraan buruh dan hubungan perburuhan
diperkirakan akan meningkat pula. Jumlah buruh yang menerima upah rendah di
berbagai sektor diperkirakan masih cukup besar. Masalah kesehatan buruh serta
keselamatan kerja juga meningkat dengan adanya pemakaian teknologi baru di
berbagai bidang usaha. Selanjutnya, mobilitas tenaga kerja juga akan meningkat,
baik mobilitas oleh karena perpindahan pekerjaan secara sukarela maupun
perpindahan oleh karena terpaksa sehubungan adanya perubahan-perubahan
berbagai bidang usaha yang berkembang. Hal-hal ini menimbulkan masalah
kepastian pekerjaan dan kepastian arus pendapatan bagi buruh yang bersangkutan.
Mismatch dalam dunia ketenagakerjaan pada prinsipnya memiliki arti yaitu tidak sesuainya antara pekerjaan yang diperoleh dengan pendidikan yang
telah ditempuh. Menurut Bender & Roche (2013) menyebutkan, mismatch antara pendidikan dan pekerjaan mengakibatkan tingkat pendapatan yang lebih rendah,
rendahnya kepuasan kerja, dan tingginya tingkat turnover pekerja, yang pada gilirannya mempengaruhi produktivitas pekerja. Ada dua jenis Mismatch
pendidikan dan pekerjaan, yaitu ketidaksesuaian horizontal dan vertikal.
Ketidaksesuaian horizontal adalah ketidaksesuaian antara bidang studi atau
keterampilan dan pekerjaan, sedangkan ketidakcocokan vertikal mengacu pada
tingkat pendidikan yang tinggi atau kurangnya tingkat pendidikan). Berdasarkan
Bender dan Roche (2013), penelitian mismatch sebelumnya telah membuktikan bahwa mismatch pendidikan dan pekerjaan menyebabkan adanya ketidakcocokan tingkat produktivitas dan gaji yang diperoleh, selain itu beberapa penelitian
sebelumnya (Bender & Heywood, 2011; Lindley & McIntosh, 2008; Mavromaras
& McGuiness, 2012; Mavromaras, McGuiness, O'Leary, Sloane, & Fok, 2010;
McGuiness & Wood, 2009; Verhaest & Omey, 2009) menemukan bahwa adanya
mismatch menyebabkan tingkat kepuasan kerja lebih rendah.
Pendidikan merupakan suatu faktor yang berkaitan langsung dengan usia
muda, mengingat usia muda merupakan usia sekolah. Permasalahan yang muncul
secara langsung apabila berbicara mengenai pendidikan adalah pengadaan
fasilitas pendidikan yang meliputi gedung/bangunan sekolah, tenaga
pengajar/guru, buku-buku, dan sarana penunjang pendidikan lainnya.
Terdapatnya penduduk usia muda dengan jumlah yang banyak memaksa
pemerintah harus menyediakan sarana pendidikan dalam jumlah yang lebih
banyak. Sarana prasarana tersebut berfungsi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan
Perkembangan wilayah sangat terkait dengan faktor jumlah fasilitas sarana
sosial ekonomi wilayah, kependudukan dan aksesibilitas wilayah. Selain itu,
untuk mendorong perkembangan wilayah juga diperlukan pengembangan dari
sektor basis dan non basis untuk memacu perkembangan atau pertumbuhan
ekonomi daerahnya pula. Ketersediaan berbagai faktor-faktor tersebut memiliki
peranan yang dominan dalam kemajuan suatu wilayah dan hubungannya dengan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai Pengaruh
Aksesibilitas Terhadap Pengembangan Wilayah Kota Binjai, maka dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu :
5.1 Kesimpulan
1. Diperoleh hasil bahwa Variabel aksesibilitas Total Lapangan Kerja
berpengaruh terhadap pengembangan wilayah pada aspek prasarana
perdagangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lembaga keuangan.
2. Diperoleh hasil bahwa Variabel aksesibilitas Jarak antar wilayah
berpengaruh terhadap terhadap pengembangan wilayah pada aspek
prasarana perdagangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lembaga
keuangan.
3. Diperoleh hasil bahwa Variabel Indeks Aksesibilitas berpengaruh terhadap
pengembangan wilayah pada aspek prasarana perdagangan, kesehatan,
pendidikan, peribadatan dan lembaga keuangan.
4. Diperoleh hasil bahwa Variabel Lapangan Kerja , Jarak dan Indeks
Aksesibilitas berpengaruh terhadap pengembangan wilayah pada aspek
prasarana perdagangan, kesehatan, pendidikan, peribadatan dan lembaga
5.2 Saran
1. Disarankan agar kajian aksesibilitas terhadap pengembangan wilayah agar
lebih difokuskan lagi dalam hal transportasi, pemekaran wilayah, dan
kemudahan-kemudahan lainnya.
2. Disarankan kepada pemerintah setempat untuk lebih meningkatkan
aksesibilitas dalam rangka pengembangan wilayah.
3. Disarankan agar dalam penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan
variabel waktu tempuh dan biaya perjalanan (ongkos) dalam mengukur
aksesibilitas.