BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Konvergensi PSAK dengan IFRS/IAS merupakan salah satu komitmen dari Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang telah bergabung dengan International Federation of Accountants (IFAC). Diharapkan konvergensi PSAK ke dalam
IFRS akan meningkatkan fungsi pasar modal global dengan menyediakan informasi yang lebih dapat diperbandingkan dan berkualitas tinggi kepada investor (Suprihatin, 2013). Indonesia mulai melaksanakan konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) terhadap Standar Akuntansi
Aset tetap menurut PSAK 16 (revisi 2007) adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Pada umumnya nilai aset yang disajikan dalam laporan keuangan menggunakan model biaya historis (historical cost), namun akibatnya dalam beberapa kasus penyajian laporan keuangan tersebut tidak menggambarkan posisi keuangan yang sewajarnya sebagai akibat dari perbedaan yang sangat jauh nilai historis dengan nilai aktualnya. Penggunaan harga perolehan menjadikan nilai terkini dari aset yang dimiliki perusahaan, harga perolehan pada masa lalu sudah tidak menunjukkan keadaan yang rill dari nilai aset tersebut. Agar relevansi dari nilai aset tetap terjaga, perlu dipilih model pengukuran atas aset tetap yang mencerminkan nilai sesungguhnya dari aset tetap. Kerelevanan nilai aset tentunya akan menunjang perbaikan kinerja perusahaan.
Regulasi yang berlaku dalam praktek penyusunan laporan keuangan dalam PSAK yang diadopsi dari IFRS pada umumnya memberikan fleksibilitas untuk memilih model akuntansi yang akan mereka gunakan. Di antara bentuk fleksibilitas yang diberikan adalah kesempatan dalam pemilihan model akuntansi untuk pengukuran aset tetap (Manihuruk, 2015).
IAS 16 menetapkan ketentuan untuk pengukuran properti, pabrik dan peralatan (properti, plant, and equipment) dan menjelaskan ketentuan pengungkapan laporan keuangan. Hal ini membantu pengguna laporan keuangan untuk melakukan penilaian informasi mengenai suatu investasi entitas pada properti, pabrik dan peralatan serta perubahan di dalam investasi tersebut. Dalam PSAK No.16 (IAI, 2012) tentang pengukuran aset tetap disebutkan bahwa entitas memilih antara model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan akuntansinya
dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok
yang sama. Dalam model biaya, suatu aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan
dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian penurunan nilai
sementara dalam model revaluasi, item dari aset peralatan yang nilai wajarnya
dapat diukur secara andal dilakukan pada nilai revaluasi yang merupakan nilai
wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan selanjutnya
pat menentukan nilai wajar aset tetap seperti penilaian terhadap tanah dan bangunan maka penilai biasanya menggunakan bukti pasar.
Penelitian sebelumnya menunjukkan beberapa faktor yang terbukti berpengaruh dalam pemilihan model revaluasi aset tetap. Faktor-faktor tersebut antara lain: ukuran perusahaan ( Lin dan Peasnell, 1992 dan Tay, 2009), intensitas aset tetap (Tay, 2009 dan Manihuruk, 2015), leverage (Missonier-Piera, 2007 dan Manihuruk, 2015), likuiditas (Tay, 2009, Manihuruk,2015). Sebaliknya beberapa peneliti menemukan hal berbeda dimana faktor-faktor tersebut terbukti tidak berpengaruh sama sekali, seperti yang ditemukan oleh Nurjanah (2013), Resti (2015) dan Seng dan Su (2010).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji kembali variabel-variabel yang berpengaruh terhadap keputusan dipilihnya model revaluasi sebagai kebijakan pengukuran aset tetap. Faktor-faktor tersebut akan diujikan terhadap perusahaan yang dilisting di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2013-2015. Adapun faktor-faktor tersebut akan diuji dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, intensitas aset tetap, leverage, likuiditas dan pertumbuhan perusahaan. Dalam penelitian ini mengambil periode ditahapan kedua konvergensi IFRS dengan
anggapan terdapat peningkatan perusahaan yang memilih menggunakan model
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap?
2. Apakah intensitas aset tetap berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap?
3. Apakah leverage berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap?
4. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap?
5. Apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap?
6. Apakah ukuran perusahaan, intensitas aset tetap, leverage, likuiditas dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara simultan terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain, yaitu :
1. Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap.
2. Untuk mengetahui apakah intensitas aset tetap berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap.
4. Untuk mengetahui apakah likuiditas berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap.
5. Untuk mengetahui apakah pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap.
6. Untuk mengetahui apakah ukuran perusahaan, intensitas aset tetap, leverage, likuiditas, dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara
simultan terhadap pemilihan model revaluasi dalam pengukuran aset tetap.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu melengkapi penelitian-penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dipilihnya model revaluasi dalam pengukuran aset tetap. Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan mampu menambah pengetahuan atau dijadikan referensi terhadap penelitian serupa pada penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis