• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kinerja Keuangan Daerah Terhadap Pengangguran dan Kemiskinan Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Variabel Intervening Pada Kabupaten Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kinerja Keuangan Daerah

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh

pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,

maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian

melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat baik.

Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari

apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek.

Ada beberapa pemikiran untuk membangun organisasi pemerintah daerah

melalui pengukuran kinerja setiap aktifitas kegiatannya baik rutin dan

pembangunan, dari sektor sampai dengan proyek. Pengukuran kinerja merupakan

suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan

pengambilan keputusan; sebagai alat untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran

organisasi. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah

untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam

memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,

pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak

tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di

dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam

(2)

Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan

indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakukan untuk

menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga

diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi

kinerja yang akan berlanjut. Menurut Halim (2001) analisis kinerja keuangan

adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan

yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan

ada beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio

efisiensi, rasio pertumbuhan, dan rasio keserasian.

Kemandirian keuangan daerah menurut Undang-Undang No 32 Tahun

2004 “kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan

pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri

dalam rangka asas desentralisasi”.

Kemandirian daerah otonom pada prinsipnya sangat tergantung dari dua

hal, yakni kemampuan keuangan daerah dalam menggali sumber‐sumber

keuangan yang ada serta ketergantungan daerah terhadap bantuan dari pemerintah

pusat. Daerah dinyatakan mampu untuk melaksanakan otonomi (Halim 2001) jika

mempunyai ciri‐ciri sebagai berikut:

1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan

dan kemampuan untuk menggali sumber‐sumber keuangan, mengelola dan

menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai

(3)

2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar

pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan

terbesar. Dengan demikian peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiscal) menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya.

Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya PAD

dibandingkan dengan Total Pendapatan Daerah. Rasio kemandirian dapat

diformulasikan sebagai berikut:

= Pendapatan Asli Daerah (PAD) Total Pendapatan Daerah

Semakin tinggi rasio kemandirian, berarti tingkat ketergantungan daerah

terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin

rendah, demikian pula sebaliknya. Tolak ukur rasio kemandirian keuangan daerah

dapat dijelaskan dengan menggunakan skala seperti dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

Skala Interval Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian

Keuangan Daerah RKKD (%) Pola Hubungan Rendah Sekali 0,00 - 25,00 Instruktif

Rendah 25,01 - 50,00 Konsultatif

Sedang 50,01 - 75,00 Partisipatif

Tinggi 75,01 - 100 Delegatif

Halim (2001) menyatakan pola hubungan keuangan daerah tersebut dapat

diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Pola Hubungan Instruktif: peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada

kemandirian pemerintah daerah (Daerah tidak mampu melaksanakan otonomi

(4)

2. Pola Hubungan Konsultatif: campur tangan pemerintah pusat sudah mulai

berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan

otonomi.

3. Pola Hubugan Partisipatif: peranan pemerintah pusat semakin berkurang,

mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati

mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.

4. Pola Hubungan Delegatif: campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada,

karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan

urusan otonomi daerah.

Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu

operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan

tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan

pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam

merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan

dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin besar

realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat

dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya.

Nilai efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagaimana tersebut diatas,

diukur dengan kriteria penilaian kinerja keuangan. Apabila persentase kinerja

keuangan di atas 100% dapat dikatakan sangat efektif, 90% - 100 % adalah

efektif, 80% - 90% adalah cukup efektif, 60% - 80% adalah kurang efektif dan

(5)

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara

input dan output atau realisasi penerimaan dengan realisasi pengeluaran daerah.

Semakin besar rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Dalam hal

ini dengan mengasumsikan bahwa pengeluaran yang dibelanjakan sesuai dengan

peruntukkannya dan memenuhi dari apa yang direncanakan. Pada sektor

pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dan

pengorbanan seminimal mungkin. Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan

secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output)

dengan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil

yang diinginkan.

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi penerimaan dan

realisasi pengeluaran dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut, maka

penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan. Apabila persentase kinerja keuangan

di atas 100% dapat dikatakan sangat efisien, 90% - 100 % adalah efisien, 80% -

90% adalah cukup efisien, 60% - 80% adalah kurang efisien dan kurang dari 60%

adalah tidak efisien (Budiarto, 2007).

Mengacu kepada laporan Fiscal Policy for Growth and Development

World Bank, dinyatakan bahwa ruang fiskal tersedia, jika pemerintah dapat

meningkatkan pengeluarannya tanpa mengancam salvabilitas fiskal (fiscal

solvency). Heller (2005) mengemukakan bahwa ruang fiskal dapat didefinisikan

sebagai ketersediaan ruang yang cukup pada anggaran pemerintah untuk

menyediakan sumber daya tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan tanpa

mengancam kesinambungan posisi keuangan pemerintah. Ruang fiskal bisa

(6)

pembayaran utang. Selain itu, efektivitas penggunaan anggaran juga menunjang

terciptanya ruang fiskal yang cukup memberi ruang dalam pembangunan suatu

daerah. Pemerintah daerah diharapkan memiliki terobosan untuk memanfaatkan

ruang fiskal yang ada guna memacu pertumbuhan ekonomi.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 54/PMK.07/2014,

tentang Peta Kapasitas Fiskal, Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan

keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan umum

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus,

dana darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yan penggunaannya

dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas

pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah

penduduk miskin.

Penghitungan indeks kapasitas fiskal daerah dilakukan melalui 2 tahap

yaitu:

1. Penghitungan kapasitas fiskal daerah berdasarkan formula:

KF = (PAD + TBU + LP – BP)/Jumlah Penduduk Miskin

dimana:

KF = Kapasitas Fiskal

PAD = Pendapatan Asli Daerah

TBU = Transfer yang Bersifat Umum (Dana Alokasi Umum, Dana Bagi

Hasil, Dana Otonomi Khusus, dan Dana Transfer Lainnya yang

tidak ditetapkan peruntukannya)

LP = Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

(7)

2. Penghitungan indeks kapasitas fiskal daerah dengan menghitung kapasitas

fiskal masing-masing daerah dibagi dengan rata-rata kapasitas fiskal seluruh

daerah.

Berdasarkan indeks Kapasitas Fiskal, daerah dikelompokkan dalam 4

(empat) kategori Kapasitas Fiskal sebagai berikut:

a. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya lebih dari atau sama dengan 2 (indeks

≥ 2) merupakan daerah yang termasuk kategori kapasitas fiskal sangat tinggi.

b. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya antara lebih dari atau sama dengan 1

sampai kurang dari 2 (1 ≤ indeks < 2) merupak an daerah yang termasuk

kategori kapasitas fiskal tinggi.

c. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya antara lebih dari 0,5 sampai kurang

dari 1 (0,5 < indeks <1) merupakan daerah yang termasuk kategori kapasitas

fiskal sedang.

d. Daerah yang indeks kapasitas fiskalnya kurang dari atau sama dengan 0,5

(indeks ≤ 0,5) merupakan daerah yang termasuk kategori kapasitas fiskal

rendah.

2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses, yang mencerminkan

aspek dinamis dari suatu perekonomian yang mengambarkan bagaimana suatu

perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu (Nurlina, 2004).

Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi, masing-masing teori

(8)

1. Teori pertumbuhan Klasik.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok

barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi

yang digunakan.

2. Teori Schumpeter

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha

dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Para pengusaha merupakan

golongan yang akan terus-menerus membuat pembaruan atau inovasi dalam

ekonomi. Menurut Schumpeter, makin tinggi tingkat kemajuan suatu

perekonomian maka semakin terbatas untuk mengadakan inovasi. Hal ini

akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi berjalan lambat. Pada akhirnya

akan mencapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary state”.

Namun berbeda dengan pandangan Klasik, pada pandangan Schumpeter

keadaan tidak berkembang dicapai ketika tingkat pertumbuhan ekonomi

tinggi.

3. Teori Harrod-Domar

Teori ini bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi

perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth

dalam jangka panjang. Teori Harrod-Domar menganggap bahwa pertambahan

dan kesanggupan memproduksi tidak secara sendirinya akan menciptakan

pertambahan produksi dan kenaikan pendapatan nasional. Harrod-Domar

sependapat dengan Keynes bahwa pertambahan produksi dan pendapatan

(9)

tetapi oleh kenaikan pengeluaran masyarakat. Walaupun kapasitas

memproduksi bertambah, pendapatan nasional baru akan bertambah dan

pertumbuhan ekonomi tercipta apabila pengeluaran masyarakat mengalami

kenaikan kalau dibandingkan dengan pada masa sebelumnya (Supriana,

2013).

Dalam konsep dasar ekonomi makro indikator yang digunakan dalam

mengukur pertumbuhan ekonomi, adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB

adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam

perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2006). Dalam konsep

regional, Produk Domestik Bruto dikenal sebagai Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB).

PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha (sektor-sektor ekonomi) dalam suatu negara tertentu, atau

merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit

ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan

jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang

PDB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut

yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai

dasar.

PDRB merupakan indikator ekonomi makro suatu daerah, yang

menggambarkan ada atau tidaknya perkembangan perekonomian daerah. Dengan

menghitung PDRB secara teliti dan akurat baik atas dasar harga berlaku maupun

atas dasar harga konstan dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai

(10)

pertumbuhan ekonomi yang mewakili peningkatan produksi di berbagai sektor

lapangan usaha yang ada.

Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dari satu tahun ke tahun yang lain

dipantau dengan ukuran PDB. Namun, agar mampu mengeliminasi pengaruh dari

perubahan harga, PDB yang digunakan adalah PDB atas dasar harga konstan

karena pada ukuran tersebut faktor fluktuasi yang disebabkan oleh perbedaan

harga telah dieliminasi.

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, maka dalam konsep regional,

pertumbuhan ekonomi daerah adalah angka yang ditunjukkan oleh besarnya

tingkat pertumbuhan PDRB suatu daerah yang diukur atas dasar harga konstan.

2.1.3. Pengangguran

Pengertian pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja, tetapi

sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau

penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan (discouraged workers) atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan

karena sudah diterima bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi belum bekerja

(Putong, 2003).

Berdasarkan faktor penyebab terjadinya, pengangguran dapat dibagi

menjadi pengangguran konjungtur/siklis, struktural dan friksional.

1. Pengangguran Konjungtur/Siklis (cyclical unemployment)

Adalah pengangguran yang berkaitan dengan naik turunnya kegiatan

perekonomian suatu negara. Pada masa-masa kegiatan ekonomi mengalami

kemunduran, daya beli masyarakat menurun. Akibatnya, barang berhenti di

(11)

juga menghentikan kegiatan produksinya karena barang-barang tidak laku di

pasar. Karenanya kapasitas produksi dikurangi atau produksi dihentikan.

Akibatnya, sebagian buruh diberhentikan. Di pihak lain pertambahan

penduduk tetap berlangsung dan menghasilkan angkatan kerja baru.

Dampaknya, tenaga kerja banyak yang tidak dapat bekerja.

2. Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural terjadi karena perubahan struktur atau perubahan

komposisi perekonomian. Perubahan struktur tersebut memerlukan

keterampilan baru agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

Sebagai contoh, adanya peralihan perekonomian dari pertanian ke sektor

industri. Peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian menjadi tenaga kerja di

sektor industri membutuhkan penyesuaian, sehingga tenaga kerja yang

berasal dari sektor pertanian harus lebih dahulu dididik. Pengangguran

struktural juga dapat terjadi karena penggunaan alat yang semakin canggih.

Sebagai contoh penggunaan traktor di sektor pertanian mengakibatkan

sebagian buruh tani menganggur.

3. Pengangguran Friksional

Pengangguran Friksional timbul karena perpindahan orang-orang yang

tidak henti-hentinya dari satu daerah ke daerah lainnya, dari pekerjaan satu ke

pekerjaan lainnya, dan karena tahapan siklus hidup yang berbeda.

Pengangguran Friksional juga terjadi karena faktor jarak dan kurangnya

informasi. Sebagai contoh pelamar tidak mengetahui dimana ada lowongan

dan pengusaha juga tidak mengetahui dimana tersedia tenaga kerja (Kuncoro,

(12)

Menurut BPS (2001), pengangguran adalah mereka yang sedang mencari

pekerjaan, yang sedang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan

karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah mempunyai

pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, dan pada waktu bersamaan mereka tidak

bekerja. Konsep/definisi BPS tersebut merupakan konsep/definisi yang

disarankan/direkomendasikan oleh International Labour Organization (ILO),

sebagaimana tercantum dalam buku “Surveys of Economically Active Population,

Employment, Enemployment and Enderemployment” An ILO manual on concepts

and methods. ILO 1992.

Menurut konsep Labor Force Framework, penduduk dibagi dalam

beberapa kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat digambarkan dalam

Diagram Ketenagakerjaan sebagai berikut:

Gambar 2.1

Diagram Ketenagakerjaan

2.1.4. Kemiskinan

Kemiskinan secara asal penyebabnya terbagi menjadi 2 macam. Pertama

adalah kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh adanya

BUKAN ANGKATAN KERJA

LAINNYA

SEDANG BEKERJA

SEMENTARA TIDAK BEKERJA

MENCARI PEKERJAAN

MEMPERSIAPKAN USAHA

PUTUS ASA : MERASA TIDAK MUNGKIN MENDAPATKAN PEKERJAAN

SUDAH PUNYA PEKERJAAN TETAPI BELUM MULAI BEKERJA

BEKERJA PENGANGGURAN SEKOLAH MENGURUS

RUMAH TANGGA PENDUDUK

USIA KERJA BUKAN

USIA KERJA

(13)

faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang

atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga membuatnya tetap melekat dengan

kemiskinan. Kedua adalah kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi

sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu

terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya mereka berada pada

posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses untuk mengembangkan

dan membebaskan diri mereka sendiri dari perangkap kemiskinan.

Secara konseptual, kemiskinan dapat dibedakan menurut kemiskinan

relatif dan kemiskinan absolut, dimana perbedaannya terletak pada standar

penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan standar kehidupan

yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat setempat dan

bersifat lokal, mereka yang berada dibawah standar penilaian tersebut

dikategorikan sebagai miskin secara relatif, dengan demikian ukuran kemiskinan

relatif sangat bergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk.

Sedangkan standar penilaian kemiskinan absolut merupakan standar kehidupan

minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan,

baik makanan maupun non makanan. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan

sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Standar kehidupan minimum untuk

memenuhi kebutuhan dasar ini disebut sebagai garis kemiskinan. Penduduk yang

pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.

Beberapa kelompok atau ahli mencoba merumuskan mengenai konsep

kebutuhan dasar termasuk alat ukurnya. Konsep kebutuhan dasar yang dicakup

(14)

hubungan keduanya dengan garis kemiskinan. Rumusan komponen kebutuhan

dasar menurut beberapa ahli antara lain adalah:

1. Menurut United Nations (1961), komponen kebutuhan dasar terdiri atas:

kesehatan, bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi

pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan

manusia.

2. Menurut United Nations Research Institute for Social Development (UNRISD)

(1966), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: (i) kebutuhan fisik primer yang

mencakup kebutuhan gizi, perumahan dan kesehatan; (ii) kebutuhan kultural

yang mencakup pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup; (iii) kebutuhan

atas kelebihan pendapatan.

3. Menurut Ganguli dan Gupta (1976), komponen kebutuhan dasar terdiri atas:

gizi, perumahan, pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan dan sandang.

4. Menurut Green (1978), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: (i) personal

consumption items yang mencakup pangan, sandang dan pemukiman; (ii) basic

public services yang mencakup fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air

minum, pengangkutan dan kebudayaan.

5. Menurut Esmara (1986), komponen kebutuhan dasar primer untuk bangsa

Indonesia mencakup pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.

Komponen kebutuhan dasar yang digunakan BPS terdiri dari kebutuhan

makanan dan bukan makanan yang disusun menurut daerah perkotaan dan

perdesaan. Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan dan

(15)

sisi pengeluaran inilah disebut sebagai Garis Kemiskinan. Penduduk miskin

adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

bawah garis kemiskinan.

Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang

terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis

Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), dimana GK = GKM + GKNM.

Penghitungan garis kemiskinan dilakukan terpisah untuk masing-masing provinsi

daerah perkotaan dan perdesaan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan

nilai pengeluaran minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori

per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan

minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

2.1.5. Kinerja Keuangan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi

Identitas keseimbangan pendapatan nasional adalah konsumsi (C)

ditambah Investasi (I), Pembelian atau Pengeluaran Pemerintah (G), dan Ekspor

(X) dikurangi Impor (M) yang dirumuskan dengan persamaan Y = C + I + G +

X-M merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi

campur tangan pemerintah dalam perekonomian. (Rahmansyah, 2004: 15).

Pendapat di atas berarti bahwa memperbesar pengeluaran dengan tujuan

semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas

kesempatan kerja adalah kurang memadai, melainkan perlu diperhitungkan siapa

yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Di samping itu

pemerintah perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian

(16)

Oleh karena itu, APBN suatu negara atau APBD suatu daerah dapat kita

yakini mempunyai hubungan yang sangat signifikan terhadap perekonomian,

khususnya sektor riil. Signifikansi tersebut tercermin dari kontribusinya terhadap

produk domestik bruto. Kebijakan fiskal suatu negara merupakan instrumen untuk

melaksanakan fungsi stabilitasi, distribusi dan alokasi yang diarahkan pada

stimulus pertumbuhan ekonomi

2.1.6. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengangguran

Ekonom Arthur Okun dalam Januar (2006) mengemukakan bahwa adanya

biaya tinggi dari output terhadap tingkat pengangguran, yaitu meningkatnya

tingkat pengangguran sebagai akibat dari penurunan output. Konsep hubungan

negatif output dan pengangguran ini dikenal sebagai hukum Okun. Okun

menyimpulkan bahwa tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran

akan meningkat 0,3 persen dari satu kuartal ke kuartal berikutnya. Pertumbuhan

ekonomi sebesar 1 persen per kuartal atau 4 persen per tahun diperlukan untuk

menjaga tingkat pengangguran tetap.

Penurunan tingkat pengangguran diduga dapat terjadi karena peningkatan

pertumbuhan ekonomi. Penciptaan lapangan kerja sebagai akibat pertumbuhan

ekonomi akan menyerap angkatan kerja, mengurangi jumlah penganggur, dan

menurunkan tingkat pengangguran.

2.1.7. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu syarat suatu bangsa untuk

memajukan bangsanya atau menaikan kesejahteraan warganya. Walaupun

pertumbuhan ekonomi tidak bisa berdiri sendiri untuk mengurangi kemiskinan,

(17)

untuk mengentaskan kemiskinan. Menurut Rostow pertumbuhan ekonomi adalah

suatu transformasi dari suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern

melalui tahapan sebagai (1) Masyarakat tradisional; (2) Prasyarat lepas landas; (3)

Lepas landas; (4) Tahap kematangan; (5) Masyarakat berkonsumsi tinggi (Jonaidi,

2012).

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dapat dijadikan dasar dan berkaitan

dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Hamzah (2008), penelitian tersebut meneliti Analisa Kinerja Keuangan

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran dan Kemiskinan di Provinsi

Jawa Timur periode 2001-2006. Hasil penelitian tersebut yaitu rasio

kemandirian1, rasio kemandirian2, dan rasio efisiensi berpengaruh positif

secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektivitas

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk

pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran

menunjukkan terdapat pengaruh secara positif, sedangkan pengaruh

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan terdapat pengaruh secara negatif.

Rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, dan rasio efisiensi secara tidak

langsung berpengaruh terhadap pengangguran dan kemiskinan melalui

pertumbuhan ekonomi.

2. Batafor (2011), penelitian tersebut meneliti Evaluasi Kinerja Keuangan dan

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Lembata Provinsi NTT. Hasil

(18)

disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I tidak berbeda

signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode II. Ditinjau dari

aspek efektivitas, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I

tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode II.

Ditinjau dari aspek efisiensi keuangan, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja

keuangan di periode I tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja

keuangan di periode II. Ditinjau dari aspek keserasian, disimpulkan bahwa

rata kinerja keuangan di periode I tidak berbeda signifikan terhadap

rata-rata kinerja keuangan di periode II.

3. Setiyawati dan Hamzah (2007), penelitian tersebut meneliti Analisis

Pengaruh PAD, DAU, DAK dan Belanja Pembangunan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Pengangguran: Pendekatan Analisis

Jalur (Studi Pada 29 Kabupaten dan 9 Kota di Propinsi Jawa Timur Periode

2001 – 2005). Variabel yang digunakan adalah PAD (X1), DAU (X2), DAK

(X3), Belanja Investasi (X4), Pertumbuhan Ekonomi (X5), Kemiskinan (Y1),

Pengangguran (Y2). Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis

jalur. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa PAD berpengaruh

signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur

selama periode 2001-2005. Sedangkan DAU berpengaruh signifikan negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi. DAK dan belanja pembangunan tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap kemiskinan, dan

berpengaruh signifikan positif terhadap pengangguran. PAD dan DAU secara

(19)

4. Santosa (2013), Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan

Daerah terhadap Pertumbuhan, Pengangguran, dan Kemiskinan 33 Provinsi di

Indonesia. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitan adalah

dengan menggunakan analisi jalur (Path Analysis). Variabel-variabel yang

digunakan adalah PAD (X1), DAU (X2), DAK (X3), DBH (X4) Pertumbuhan

ekonomi (X5), Pengangguran (Y1) dan Kemiskinan (Y2). Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU tidak berpengaruh terhadap

peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan DAK dan DBH

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. PAD dan DAU

berpengaruh terhadap penurunan jumlah pengangguran daerah, sedangkan

DAK dan DBH tidak. PAD, DAU, DAK, dan DBH berpengaruh terhadap

penurunan jumlah kemiskinan daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah, tidak

berpengaruh terhadap penurunan pengangguran dan kemiskinan daerah.

5. Dewanto (2014), Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan

Pendapatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kawasan Mebidangro.

Variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi (X1), Indeks Gini

(X2) dan Kemiskinan (Y). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan

ekonomi dan ketimpangan pendapatan di kawasan Mebidangro berpengaruh

negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan dilihat dari elastisitas netto

kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi hasilnya adalah pertumbuhan

ekonomi mampu menurunkan kemiskinan tetapi ketimpangan pendapatan

menjadi penghambat atau mengurangi efektivitas pertumbuhan ekonomi

(20)

6. Jonaidi (2012), Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia.

Variabel yang digunakan adalah Pengangguran (X1), Investasi (X2), Harapan

Hidup (X3), Melek Huruf (X4), Lama Pendidikan (X5), Pertumbuhan

Ekonomi (Y1), Kemiskinan (Y2). Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan

ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan,

sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi. Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan dan negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Investasi dalam bentuk PMDN dan PMA

berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

7. Ginting dan Rasbin (2010), Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

Tingkat Kemiskinan di Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis. Variabel yang

digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah, Tingkat

Pengangguran dan Kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang

mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi

dan pengeluaran pemerintah, sementara pengangguran tidak signifikan

mempengaruhi tingkat kemiskinan.

8. Purnama (2005), Analisis Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Dalam

Mengurangi Tingkat Kemiskinan di Sumatera Utara. Variabel yang

digunakan adalah PDRB, Penanaman Modal Dalam Negeri dan Kemiskinan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB belum dapat mengurangi jumlah

penduduk miskin dan Penanaman Modal Dalam Negeri memiliki pengaruh

negatif terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara.

9. Simaremare (2006), Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap

(21)

digunakan adalah Tingkat Pengangguran sebagai variabel dependen,

Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Angkatan Kerja dan Jumlah Pengangguran

tahun sebelumnya sebagai variabel independen. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap

tingkat pengangguran. Pertumbuhan angkatan kerja dan jumlah pengangguran

tahun sebelumnya berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran.

10. Laksani (2010), Analisis Pro-Poor Growth di Indonesia Melalui Identifikasi

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan dan

Kemiskinan. Variabel yang digunakan adalah Pertumbuhan Ekonomi,

Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pertumbuhan ekonomi signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan

pendapatan. Namun demikian, pengurangan kemiskinan kurang didorong

oleh efek ketimpangan pendapatan. Sedangkan pertumbuhan ekonomi pada

seluruh periode, signifikan berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan.

Sementara itu, hasil perhitungan Pro Poor Growth Index (PPGI)

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi di semua periode

tergolong pro-poor growth. Selain itu, pengaruh pertumbuhan ekonomi

terhadap kemiskinan melalui efek ketimpangan pendapatan tidak besar.

11. Taufik (2010), Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Populasi, Pendidikan dan

Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Propinsi

Jawa Timur Tahun 2005-2008. Variabel yang digunakan adalah PDRB,

Jumlah Penduduk, Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup dan

Kemiskinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi

(22)

berpengaruh signifikan dalam menambah jumlah penduduk miskin, angka

melek huruf berpengaruh signifikan dalam mengurangi jumlah penduduk

miskin.

Berikut ini adalah tinjauan atas penelitian terdahulu yang berhubungan

dengan penelitian ini yang dirangkum dalam matriks Theoretical Mapping berikut

ini:

Tabel 2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu

No.

Penelitian Hasil Penelitian

[1] [2] [3] [4] [5]

Rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, dan rasio efisiensi berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio efektivitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk pengujian pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengangguran menunjukkan terdapat pengaruh secara positif, sedangkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan terdapat pengaruh secara negatif.

Rasio kemandirian1, rasio kemandirian2, dan rasio efisiensi secara tidak langsung berpengaruh terhadap pengangguran dan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi

Ditinjau dari aspek kemandirian keuangan, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode II.

(23)

Indikator Usia Harapan Hidup

Ditinjau dari aspek efisiensi keuangan, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode II.

Ditinjau dari aspek keserasian, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode II. 3 Anis

Hasil penelitian menyebutkan PAD berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan DAU berpengaruh signifikan negatif. DAK dan Belanja pembangunan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan negatif terhadap

kemiskinan dan berpengaruh signifikan positif terhadap pengangguran. PAD dan DAU secara tidak langsung berpengaruh negatif terhadap kemiskinan dan pengangguran. 33 Provinsi di Indonesia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD dan DAU tidak berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan DAK dan DBH

(24)

5 Pendi

Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan di kawasan Mebidangro berpengaruh negatif terhadap kemiskinan. Sedangkan dilihat dari elastisitas netto kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi mampu menurunkan kemiskinan tetapi ketimpangan pendapatan menjadi penghambat/mengurangi efektivitas pertumbuhan ekonomi dalam pengentasan kemiskinan. 6 Arius

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap pengurangan angka kemiskinan, sebaliknya kemiskinan juga berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tingkat pengangguran berpengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Investasi dalam bentuk PMDN dan PMA berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia adalah pertumbuhan ekonomi dan

pengeluaran pemerintah sementara pengangguran tidak signifikan mempengaruhi tingkat kemiskinan.

8 Nadia Ika

PDRB belum dapat mengurangi jumlah penduduk miskin dan Penanaman Modal Dalam Negeri memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin di

Sumatera Utara.

(25)

10 Chichi Shintia Laksani (2010)

Analisis

Pro-Poor Growth Di

Indonesia

Pertumbuhan ekonomi signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan. Namun demikian, pengurangan kemiskinan kurang didorong oleh efek ketimpangan pendapatan. Sedangkan

pertumbuhan ekonomi pada seluruh periode, signifikan

berpengaruh terhadap pengurangan kemiskinan. Sementara itu, hasil perhitungan Pro Poor Growth

Index (PPGI) menunjukkan bahwa

pertumbuhan ekonomi yang terjadi di semua periode tergolong

pro-poor growth. Selain itu, pengaruh

pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan melalui efek

ketimpangan pendapatan pun tidak besar.

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan
Tabel 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan baik secara parsial maupun bersama-sama hal ini dibuktikan dengan Ada

Dimana masukan dari sensor berupa sinyal yang masuk ke filter untuk distabilkan, kemudian dikuatkan oleh penguat1 dan penguat-penguat, setelah itu difilterkan kembali agar

The PAU ammonia plant project is certain to generate a multiplier effect that will positively contribute towards the Indonesia economy and boost economic growth

Pengiriman data dalam jumlah yang cukup besar, sehingga memerlukan sebuah penghubung atau media transmisi yang memadai untuk membangun sebuah jaringan komputer. Adapun alat

bola (v C 2 ) pada saat jatuh di lantai adalah ... menuju seorang pemain. Kemudian pemain menendang bola searah gerak bola semula sehingga kecepatan bola menjadi 5 m/s. Kedua

Untuk menjaring data variabel X (manajemen mutu sekolah), digunakan instrumen berbentuk kuesioner, yang disebar kepada guru SMKN 44 Jakarta, setelah itu dilakukan uji validitas

Atur bukaan yang besar sesuai dengan panjangnya butiran. Butiran adalah lonjong, jika lebarnya dapat ditempatkan dalam bukaan yang lebih kecil. b) setelah butiran

Tujuan dari perancangan panti rehabilitasi narkoba ini yaitu dapat mewujudkan sebuah panti rehabilitasi narkoba yang baik sehingga dapat menunjang segala aktivitas