BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Persepsi
Persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Persepsi, menurut Rakhmat Jalaludin (1998) adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi tentang lingkungan melalui panca inderanya (pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, perasa). Hal ini terjadi
karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada obyek tertentu maka masing-masing individu akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat obyek yang sama.
Definisi presepsi menurut Michael W. Levine & Shefiner (2000) yaitu : “persepsi merupakan cara dimana kita menginterprestasikan informasi yang
dikumpulkan (diproses) oleh indera”. Menurut Ensiklopedia Indonesia (1984) di jelaskan bahwa persepsi menunjukkan proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan
asosiasi pada suatu ingatan tertentu, baik secara indera pengelihatan, indera perabaan dan sebagainya sehingga akhirnya bayangan itu dapat disadari.
Defnisi lain persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan seseorang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya. Persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu proses penerimaan,
diterima (Milton dalam Arisandy, 2004). Namun demikian pada proses tersebut tidak hanya sampai pada pemberian arti saja tetapi akan mempengaruhi perilaku
yang akan dipilihnya sesuai dengan rangsang yang diterima dari lingkungannya. Proses persepsi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Penerimaan rangsang
Pada proses ini, individu menerima rangsangan dari berbagai sumber. Seseorang lebih senang memperhatikan salah satu sumber dibandingkan
dengan sumber lainnya, apabila sumber tersebut mempunyai kedudukan yang lebih dekat lagi atau lebih menarik baginya.
b. Proses penyeleksi rangsangsan
Setelah rangsangan diterima kemudian di seleksi disini akan terlibat proses perhatian. Stimulus itu diseleksi untuk kemudian di proses lebih lanjut.
c. Proses pengorganisasian
Rangsangan yang diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk.
d. Proses penafsiran
Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, si penerima kemudian menafsirkan data tersebut dengan berbagai cara. Setelah data itu di
persepsikan maka telah dapat dikatakan sudah terjadi persepsi. Karena persepsi pada pokoknya memberikan arti kepada berbagai informasi yang
e. Proses pengecekan
Setelah data ditafsir, si penerima mengambil beberapa tindakan untuk
mengecek apakah yang dilakukan benar atau salah. Penafsiran ini ata persepsi dibenarkan atau sesuai dengan hasil proses selanjutnya.
f. Proses reaksi
Lingkungan persepsi itu belum sempurna menimbulkan tindakan-tindakan itu biasanya tersembunyi atau terbuka.
Menurut pendapat Wargito dalam Tinna (2005), agar individu dapat menyadari dan dapat mengadakan persepsi maka ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi yaitu :
a. Adanya objek yang dipersepsikan
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor.
Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indra (reseptor), dapat datang dari dalam, yang langsung mengenai syaraf penerima (sensoris) yang
bekerja sebagai reseptor. b. Alat indra atau reseptor
Alat indra atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.
Disamping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor kepusat susunan syaraf yaitu otak sebagai
c. Perhatian
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula
adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.
2.2. Pengusaha (Entrepreneur)
Pengusaha atau wirausahawan (entrepreneur) adalah semangat, sikap,
perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara kerja,
teknologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar (Instruksi Presiden RI No.4 Tahun 1995). Pendapat Hisrich et al.
(2005) pengertian pengusaha (entrepreneur) dapat didefinisikan melalui tiga pendekatan, diantaranya:
a. Pendekatan ekonom, entrepreneur adalah orang yang membawa sumber-sumber daya, tenaga, material, dan aset-aset lain ke dalam kombinasi yang membuat nilainya lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dan juga
seseorang yang memperkenalkan perubahan, inovasi/pembaruan, dan suatu order/tatanan atau tatanan dunia baru.
b. Pendekatan psikolog, entrepreneur adalah betul-betul seorang yang digerakkan secara khas oleh kekuatan tertentu untuk menghasilkan atau mencapai sesuatu, pada percobaan, pada penyempurnaan atau mungkin
pada wewenang mencari jalan keluar yang lain, dan
c. Pendekatan seorang pebisnis, entrepreneur adalah seorang pebisnis yang
lain sesama entrepreneur mungkin sebagai sekutu/mitra, sebuah sumber penawaran, seorang pelanggan, atau seseorang yang menciptakan
kekayaan bagi orang lain dan menemukan jalan yang lebih baik untuk memanfaatkan sumber-sumber daya, mengurangi pemborosan, dan
menghasilkan lapangan pekerjaan baru bagi orang lain yang dengan senang hati untuk menjalankannya.
Penulis dapat menyimpulkan wirausahawan adalah orang yang
membentuk, mengorganisasikan dan mengarahkan suatu usaha dalam bidang tertentu baik usaha baru atau usaha yang telah ada atas dasar kemauannya sendiri,
seorang wirausaha harus berani mengambil resiko terkait dengan proses pemulaian usaha.
2.3.Usaha Kecil Menengah (UKM)
Kriteria usaha mikro, kecil, menengah perlu diketahui oleh para pelaku
UKM agar dapat mnyesuaikan usahanya sesuai dengan kriteria sesuai dengan Undang-Undang atau Keputusan Menteri Keuangan. Berikut ini kriteria UMKM meurut UU No.6 Tahun 2008:
a. Usaha Mikro
Merupakan Usaha Produktif milik keluarga atau perorangan warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memilki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,-
(tiga ratus juta rupiah).
1. Jenis barang/komoditi usahanya tidak tetap, sewaktu-waktu berubah dapat berganti.
2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat.
3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan kegiatan usaha.
4. SDM belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai.
5. Tingkat pendidikan rata-rata sangat rendah.
6. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya.
Contoh usaha mikro, antara lain :
1. Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan peternak, nelayan dan pembudidaya.
2. Industri makanan dan minuman. Industri meubel pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat.
3. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar.
4. Usaha jasa, seperti perbengkelan, salon kecantikan, objek dan penjahit. Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen
pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi mediasinya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik
yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :
1. Perputaran usaha yang cukup tinggi, kemampuan menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap
2. Tidak sensitive terhadap suku bunga.
3. Tetap berkembang walaupun dalam situasi krisis ekonomi dan moneter.
4. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
b. Usaha Kecil
Merupakan usaha produktif milik warga negara Indonesia yang berbentuk badan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan /atau
badan usaha yang berbadan hukum (termasuk koperasi), bukan merupakan anak atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik
langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar. Usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Dan memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta).
Ciri-ciri usaha kecil:
1. Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.
2. Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah. 3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih
sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha.
4. Sudah memiliki perizinan usaha dan persyaratan legalitas lainnya.
6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal.
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik
seperti business palnning. Contoh usaha kecil:
1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja. 2. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.
3. Pengerajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan
rotan, industri alat-alat rumah tangga industri pakaian jadi, dll. Koperasi berskala kecil.
c. Usaha Menengah
Merupakan usaha produktif milik warga negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum, atau badan
usaha berbadan hukum (termasuk koperasi), bukan merupakan anak atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung atau
tidak langsung dengan usaha besar.
2.4. Perbankan Konvensional dan Perbankan Syariah 2.4.1. Perbankan Konvensional
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Bank Syariah Bab 1 pasal 1 butir 4 Bank Konvensional adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarakan jenisnya terdiri dari Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank
dalam lalu lintas pembayaran. Para ahli perbankan di negara-negara maju mendefinisikan Bank Umum Konvensional sebagai institusi keuangan yang
berorientasi laba. Untuk memperoleh laba tersebut Bank Umum Konvensional melaksanakan fungsi intermediasi.
Keuntungan utama dari bisnis perbankan yang berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih bunga simpanan yang diberikan kepada penyimpan dengan bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan. Keuntungan
dari selisih bunga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suatu bank mengalami suatu kerugian dari selisih bunga, dimana suku bunga simpanan
lebih besar dari suku bunga kredit, maka istilah ini dikenal dengan nama negatif spread (Kasmir, 2008:26).
Kasmir (2008) mengatakan dalam bukunya bahwa mayoritas bank yang
berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia
dimana asal mula bank di Indonesia dibawa oleh Kolonial Belanda. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu:
1. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk
dikenal dengan nama negative spread, hal ini telah terjadi diakhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999.
2. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase
tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
Fungsi dan peranan bank konvensional dalam perekonomian menunjukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern,
diantaranya :
1. Penciptaan uang. Uang yang diciptakan bank konvensional adalah uang giral yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan
(kliring).
2. Mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini karena
salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang sangat dikenal adalah kliring, transfer uang penerimaan
setoran-setoran, pemberian fasilitas, pembayaran tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman.
3. Penghimpunan dana dan simpanan.
4. Mendukung kelancaran transaksi internasional. Bank yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan
penyelesaian transaksi, kepentingan pihak-pihak yang melakukan interaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat
5. Penyimpanan barang-barang dan surat-surat berharga. Penyimpanan barang-barang berharga adalah salah satu jasa yang paling awal yang
ditawarkan bank umum. Perkembangan yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan
sekuritas atau surat-surat berharga. 2.4.2. Perbankan Syariah
Perbankan syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank syariah atau biasa disebut bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW. Dengan kata lain, bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Antonio dan Perwataatadja membedakan menjadi dua bank
syariah adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip –prinsip syariah Islam, (2) bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadis (Muhammad, 2004:1)
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 bab 1 pasal 1 dalam butir 8 disebutkan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan
pembayaran. Bank Pembiayaan Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Perbankan syariah adalah suatu lembaga intermediasi yang menyediakan jasa keuangan bagi masyarkat dimana seluruh aktivitasnya dijalankan
berdasarkan etika dan prinsip-prinsip Islam sehingga bebas dari unsur riba dan bunga bebas dari kegiatan spekulatif non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari kegiatan yang meragukan (gharar) bebas dari perkara yang tidak
sah (bathil) dan hanya membiayai usaha-usaha yang halal (Lubis Irsyad, 2010:101).
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan
agama, harus dihindari.( Muhammad,2004:2).
Fungsi dan peran Bank Syariah dijelaskan oleh Heri Sudarsono (2004:39) dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Syariah diantaranya tercantum
dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut :
1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah. 2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dan yang dimilkinya
maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3. Melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat
4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk
menyalurkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
Dalam bukunya Ismail (2011:39) menjelaskan tiga fungsi utama bank
syariah yaitu:
1. Penghimpun dana masyarakat
Bank syariah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk titipan dengan menggunakan akad al-wadiah dan dalam bentuk investasi dengan menggunakan akad al-mudharabah. Al-wadiah adalah akad
antara pihak pertama (masyarakat) dengan pihak kedua (bank), dimana pihak pertama menitipkan dananya kepada bank dan bank menerima
titipan untuk dapat memanfaatkan titipan pihak pertama dalam transaksi yang diperbolehkan dalam Islam. Al-Mudharabah adalah akad antara pihak yang memiliki dana kemudian menginvestasikan dananya atau
disebut juga dengan sohibul maal untuk tujuan tertentu yang diperblehkan dalam Islam.
2. Penyaluran dana kepada masyarakat
Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank syariah. Bank syariah akan memperoleh return atas dana yang
masyarakat dengan menggunakan bermacam-macam akad, antara lain akad jual beli dan akad kemitraan atau kerja sama.
3. Pelayanan jasa bank
Pelayanan jasa bank syariah ini diberikan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam menjalankan akivitasnya. Berbagai jenis produk pelayanan jasa yang diberikan oleh bank syariah antara lain jasa pengiriman uang (transfer), pemindahbukuan, penagihan surat berharga,
kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank, dan pelayanan jasa bank lainnya.
Gambar 1.1
Fungsi Utama Bank Syariah
2.4.3. Perbedaan Perbankan Konvensional dan Perbankan Syariah
Perbankan konvensional dan perbankan syariah memiliki beberapa perbedaan antara lain dalam bunga, pembagian keuntungan maupun resiko kerugian, keuntungan berfluktuasi, mengandung unsur jual beli perdagangan,
memberikan keuntungan sosio-ekonomis, dan seluruh transaksi halal. Prinsip paling fundamental dalam bank syariah adalah bebas dai bunga, oleh karena
itu bank syariah menggantikan dengan prinsip bagi hasil. Bank Syariah
Pelayanan Jasa Penyalur Dana
Perbankan syariah yang menerapkan pola pembiayaan usaha dengan prinsip bagi hasil sebagai salah satu pokok dalam kegiatan perbankan syariah
akan menumbuhkan rasa tanggung jawab pada masing-masing pihak, baik bank maupun debiturnya sehingga dalam menjalankan kegiatannya semua
pihak pada hakekatnya akan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan akan memperkecil kemungkinan terjadinya kegagalan usaha.
Sumber pendapatan bank syariah adalah bagi hasil yang diterimanya dari
nasabah (peminjam). Pendapatan bagi hasil yang diterima ini didasarkan pada persentase dari keuntungan rill yang diperoleh dari pengusaha.
Sedangkan dikonvensional menetapkan pendapatan bank berdasarkan persentase bunga tetap dari dana yang dipinjamkan. Karena itu pendapatan yang diterima bank syariah berfluktuasi sesuai fluktuasi pendapatan rill
pengusaha.
Karakteristik bank syariah yang sangat unik karena berlandaskan syariat
Islam yang mengharamkan riba dalam setiap transaksi keuangan yang berupa penyimpanan dan penyaluran dana yang tidak dikenakan bunga, perbankan syariah juga berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan yang melakukan
transaksi yang sama seperti bank konvensional. Keunikan karakteristik ini juga mengindikasikan berbagai hal termasuk minat para pengusaha atau
masyarakat yang berbeda terhadap bank syariah. Hal ini sebagai pemicu perbedaan karakteristik antara bank syariah dan bank konvensional.
Dalam pandangan ekonomi syariah, uang bukan sebagai komoditas
kemakmuran masyarakat. Dengan demikian konsep penggunaan uang dalam konsep syariah adalah untuk tujuan produktifitas bukan sebagai komoditas
apalagi untuk spekulasi sehingga apabila konsep penggunaan uang melalui lembaga keuangan dan perbankan menurut syariah dilaksanakan secara
sungguh-sungguh, maka akan menciptakan suatu sistem perekonomianyang sangat berdaya terhadap inflasi (Agustiano, 2001).
Ciri bank syariah dapat dilihat pada produk-produknya yang tidak hanya
berorientasi pada bisnis komersial saja tetapi juga mempunyai fungsi sosial. Misalnya jenis pembiayaan yang dinamakan qardhul hasan yaitu pembiayaan
yang disalurkan tanpa imbalan apapun, baik bagi hasil maupun bunga. Pinjaman tersebut hanya dikembalikan dalam jumlah yang sama pada waktu dipinjamkan. Pinjaman ini diberikan sebagai modal usaha untuk anggota
masyarakat yang fakir miskin.
Perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah
Tabel 2.1
Perbedaan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
No Hal Perbankan Syariah Perbankan
Konvensional 1 Falsafah Tidak berdasarkan bunga,
spekulasi, dan ketidakjelasan.
Berdasarkan bunga.
2 Operasional - Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil jika ‘diusahakan’ terlebih dahulu.
- Penyaluran pada usaha yang halal dan menguntungkan.
- Perjanjian dibuat dalam bentuk akad sesuai explisit dan tegas ang tertuang dalam misi
4 Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah.
Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah. Sumber: Diolah dari Sudarsono (2004)
Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non Islami dan Islam adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang
lembaga keuangan kepada nasabah. Sehingga terdapat istilah bunga dan bagi hasil.
Tabel 2.2
Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil
No Hal Sistem Bunga Sistem Bagi Hasil
1 Penentuan besarnya hasil
Sebelumnya Sesudah berusaha,
sesudah ada untungnya 2 Yang ditentukan
sebelumnya 3 Jika terjadi kerugian Ditanggung nasabah
saja.
Dari untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya.
5 Titik perhatian
proyek/usaha
7 Status hukum Berlawanan dengan QS.Luqman:34
Melaksanakan QS. Luqman :34
2.5. Penelitian Terdahulu
Sebagai pertimbangan dan acuan perbandingan untuk landasan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis, maka penelitian ini menggunakan acuan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Dr.Harif Amali Rivai, SE,
M.Si. dan kawan kawan yang merupakan kerjasama antara Bank Indonesia pada tahun 2006 dengan judul “ Identifikasi faktor penentu keputusan konsumen dalam memilih jasa perbankan: Bank Konvensional VS Bank Syariah”.
Hasil dari penelitian ini adalah menemukan bahwa terdapat perbedaan persepsi terhadap keberadaaan bank syariah dibanding dengan bank konvensional.
Dari 1244 responden nasabah bank konvensional, sebanyak 51,4% menyatakan bahwa konsep bunga bertentangan dengan ajaran agama.
Hanya 29,8% dari jumlah responden yang menyatakan dengan tegas
bahwa konsep bunga tidak bertentangan dengan ajaran agama, sehingga dapat menjadikan ligimitasi bagi mereka untuk tetap berhubungan dengan berbagai
produk bank konvensional. Sementara sisanya (18,5%) berpendapat bahwa mereka tidak tahu, apakah bungan bertentangan dengan agama. Hasil pengujian dengan cross-tab analysis mendukung bahwa tidak terdapat hubungan signifikan
antara persepsi tentang bunga dengan keinginan untuk menjadi nasabah bank syariah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
persepsi yang signifikan berdasarkan niat nasabah bank konvensional untuk menjadi nasabah bank syariah.
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Haryadi (2007) yang
menunjukkan bahwa secara umum prrefrensi masyarakat di wilayah Eks Kabupaten Banyumas baik. Hal ini dapat dilihat dari persentase tanggapan baik
yang mencapai 79 %. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa tidak ada masyarakat yang menolak secara langsung adanya bank syariah. Namun
demikian ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian lebih melihat jumlah persentase distribusi hasil analisis, tingkat keraguan masyarakat yang tidak menjadi nasabah bank syariah yang cukup tinggi. Dari hasil analisis diketahui
persentase keraguan masyarakat kelompok ini sebesar 21 %, ini jauh dari rata-rata keraguan masyarakat secara keseluruhan yang hanya 9 %. Hal ini menunjukkan
bahwa pada kelompok masyarakat non nasabah bank syariah kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah perlu ditingkatkan.
2.6. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Pengusaha UKM muslim
Pengusaha GOL. A
Persepsi
Perbankan Syariah Pengusaha
GOL. B
Pengusaha GOL. C