BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Hubungan Urban Design dan Parkir
Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), ada 8 elemen di dalam proses urban design, yaitu :
• Land Use ( Tata Guna Lahan )
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.
• Bentuk dan Massa Bangunan
Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit - horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).
• Sirkulasi dan Parkir
visual pada beberapa daerah perkotaan. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.
• Ruang Terbuka
Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti : jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya.
• Jalan Pejalan Kaki
Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang.
• Aktivitas Pendukung
Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi utama dan penggunaan elemen-elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas.
• Preservasi
Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah.
• Signage
2.1.1. Sirkulasi dan Parkir
Hamid Shirvani (1985), juga menjabarkan bahwa elemen ruang parkir memiliki dua efek langsung pada kualitas lingkungan, yaitu :
• Kelangsungan aktivitas komersial.
• Pengaruh visual yang penting pada bentuk fisik dan susunan kota.
Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi persyaratan :
• keberadaan strukturnya tidak mengganggu aktivitas di sekitar kawasan
• tempat parkir khusus
• tempat parkir di pinggiran kota.
Dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus selalu memperhatikan :
• Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra kawasan dan aktivitas pada kawasan.
• Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan membuat lingkungan yang legible.
• Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam mewujudkan tujuan dari kawasan.
2.2. Koridor Kota
Menurut Urban Hamilton Official Plan (2011), koridor merupakan area jalan yang yang menghubungkan berbagai macam kawasan komersil, dan terletak di berbagai macam jalan arteri.
Menurut Hamid Shirvani, The Urban Design Process (1985), koridor kota adalah suatu ruang yang terbentuk oleh dua deretan massa (bangunan atau pohon).
2.2.1. Desain Koridor Kota dan Parkir
Koridor kota yang terbentuk dari deretan bangunan biasanya minim akan kawasan yang dimanfaatkan untuk fasilitas parkir. Salah satu cara untuk tetap menyediakan fasilitas parkir tetapi tidak mengganggu kawasan sekitar adalah dengan menyediakan gedung parkir atau basement seperti yang sudah diterapkan di beberapa kota besar seperti Barcelona, New York, Portland, bahkan Bandung.
Di Medan, khususnya Jalan Setiabudi, tidak ada yang menyediakan gedung parkir
ataupun basement. Fasilitas parkir yang ada berupa on street parking, dimana banyak masyarakat yang melanggarnya.
2.3. Pengertian Parkir
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya ( Direktur Jenderal Perhubungan Darat, 1996). Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya; namun parkir di sisi jalan umumnya
diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama dengan kebanyakan gedung, untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung. Termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau menurunkan
orang dan/atau barang. 2.4. Kriteria Parkir
Merujuk dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), kriteria peletakan fasilitas parkir adalah :
• Tempat parkir diusahakan di permukaan yang datar agar kendaraan tidak menggelinding. Jika tanah miring lakukan grading dengan sistem cut and fill.
2.4.1. Penggunaan Parkir
Ditinjau dari penggunaannya, tempat parkir terbagi atas :
• Parkir kendaraan roda lebih dari 4, misalnya bus ( lebar 3 meter, panjang 8 m ), bus kecil ( lebar 2,4 m, panjang 6 m ) dan truk.
• Parkir kendaraan roda 4, misalnya sedan besar ( lebar 1,765 m, panjang 4,82 m ), sedan sedang ( lebar 1,4 m, panjang 3,8 m ), sedan kecil ( lebar 1,4 m, panjang 2,9 m ), MPV ( lebar 1,6 m, panjang 4,8 m ), jeep ( lebar 1,6 m, panjang 4 m ) dan minibus ( lebar 1,5 m, panjang 5 m ).
• Parkir kendaraan roda 3, misalnya bemo ( lebar 1.05 m, panjang 2,5 m ) dan motor sisipan. Becak ( lebar 90 cm, panjang 2 m ).
• Parkir kendaraan roda 2, misalnya sepeda ( lebar 45 cm, panjang 1,5 m ) dan sepeda motor ( lebar 90 cm, panjang 2 m ), motor besar ( lebar 1,05 m, panjang 2,5 m ).
2.4.2. Desain Parkir
Dari sudut desain, kriteria dan prinsip tempat parkir secara garis besar harus memperhatikan :
• Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parkir. Untuk kegiatan yang berlangsung sepanjang waktu, tempat parkir perlu dilengkapi penerangan yang cukup. Bisa menggunakan lampu taman setinggi 2 meter atau penempatan lampu jalan merkuri.
• Jumlah kendaraan yang akan ditampung sehingga diketahui perkiraan luas yang dibutuhkan.
• Ukuran dan jenis kendaraan yang akan ditampung. Perhatikan standarnya.
parkir ) dan tidak menggugurkan dahan dan ranting. Contoh, Biola cantik ( Ficus benyamina ) dan Kiara payung ( Filicium desifiens ).
• Cukup penerangan cahaya di malam hari.
• Tersedia sarana penunjang parkir, misalnya tempat tunggu sopir dan tempat sampah.
Pada tempat tertentu dilengkapi pengeras suara untuk memanggil sopir. Karena merupakan area umum, tempat parkir perlu gardu jaga untuk petugas keamanan.
2.5. Jenis Parkir
Ada tiga jenis utama parkir yang berdasarkan pengaturan posisi kendaraan menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat (1996), yaitu :
2.5.1. Parkir Tegak Lurus
Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)
2.5.2. Parkir Sudut
Salah satu cara parkir yang banyak digunakan dipinggir jalan ataupun di pelataran maupun gedung parkir adalah parkir serong yang memudahkan kendaraan masuk ataupun keluar dari ruang parkir. Pada pelataran ataupun gedung parkir yang luas, diperlukan gang yang lebih sempit bila dibandingkan dengan parkir tegak lurus.
Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)
2.5.3. Parkir Paralel
Parkir sejajar dimana parkir diatur dalam sebuah baris, dengan bumper depan mobil menghadap salah satu bumper belakang yang berdekatan. Parkir dilakukan sejajar dengan tepi jalan, baik di sisi kiri jalan atau sisi kanan atau kedua sisi bila hal itu memungkinkan,. Parkir paralel adalah cara paling umum dilakasanakan untuk parkir mobil dipinggir jalan. Cara ini juga digunakan dipelataran parkir ataupun gedung parkir khususnya untuk mengisi ruang parkir yang parkir serong tidak memungkinkan.
Sumber Gambar : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, (1996)
2.6. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan fungsional di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah :
• Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani (angkutan) utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, keceptan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.
• Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
• Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2.6.1. Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. Karakteristik jalan arteri primer adalah sebagai berikut :
• Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam (km/h);
• Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 (sebelas) meter;
• Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling luas lahan harus di atas 1000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;
• Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;
• Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
• Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya;
• Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);
• Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).
2.6.2. Jalan Arteri Sekunder
• Jalan arteri sekunder menghubungkan :
1.kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. 2.antar kawasan sekunder kesatu.
3.kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 4.jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
• Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km per jam.
• Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter.
• Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
• Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
• Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini.
• Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya.
• Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
• Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak dizinkan pada jam sibuk.
• Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
• Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain.
• Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan
lambat lainnya.
2.7. Desain Parkir Pada Badan Jalan ( On Street Parking )
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan, 1996, ukuran kebutuhan ruang parkir ditentukan oleh fungsi bangunan. Fungsi bangunan komersil yang berbeda, menghasilkan ukuran kebutuhan ruang parkir yang berbeda pula.
Peruntukan Satuan Kebutuhan
Pusat Perdagangan Pertokoan Pasar Swalayan Pasar
SRP / 100 m2 luas lantai efektif SRP / 100 m2 luas lantai efektif SRP / 100 m2 luas lantai efektif
3,5 - 7,5
Sumber : Naasra, 1988
2.7.1. Penentuan Sudut Parkir
• Lebar jalan
• Volume lalu lintas pada jalan bersangkutan
• Karakteristik kecepatan
• dimensi kendaraan
• sifat peruntukkan lahan sekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan.
Kriteria Parkir Satu Lajur Dua Lajur
Sudut
Keterangan : J = lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)
Tabel 2.2. Lebar Minimum Jalan Lokal Primer Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
Kriteria P arkir Satu Lajur Dua Lajur
0
Keterangan : J = Lebar pengurangan ruang manuver (2,5 meter)
Tabel 2.3. Lebar Minimum Jalan Lokal Sekunder Satu Arah Untuk Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
2.7.2. Ruang Parkir Pada Badan Jalan
Gambar 2.4 . Ruang Parkir Pada Badan Jalan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
Keterangan ; A = lebar ruang parkir (m) D = ruang parkir efektif (m) M = ruang manuver (m)
J = lebar pengurangan ruang manuver W = lebar total jalan (m)
L = lebar jalan efektif
2.7.3. Pola Parkir
a. Pola Parkir Paralel
Gambar 2.5. Peraturan pola parkir paralel pada bidang datar
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
• Pada Daerah Tanjakan
Gambar 2.6 Peraturan pola parkir paralel pada daerah tanjakan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
Gambar 2.7. Peraturan pola parkir paralel pada daerah turunan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
b. Pola Parkir Menyudut :
1. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, berlaku untuk jalan kolektor dan jalan lokal.
2. Lebar ruang parkir, ruang parkir efektif, dan ruang manuver berbeda berdasarkan sudut berikut ini.
• Sudut 30°
Gambar 2.8. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 30°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
Gambar 2.9. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 45°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
• Sudut 60°
Gambar 2.10. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 60°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
Gambar 2.11. Peraturan pola parkir sudut pada sudut 90°
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
Keterangan :
A = Lebar ryang parkir (m) B = Lebar kaki ruang parkir (m) C = Selisih panjang ruang parkir (m) D = Ruang parkir efektif (m)
M = Ruang manuver (m)
E = Ruang parkir efektif ditambah ruang manuver (m) 2.7.4. Larangan Parkir
Gambar 2.12. Peraturan larangan parkir di sekitar zebra cross
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
• Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari 500 meter.
Gambar 2.13. Peraturan larangan parkir di tikungan yang tajam
• Sepanjang 50 meter sebelum dan sesudah jembatan.
Gambar 2.14 . Peraturan larangan parkir di sekitar jembatan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
• Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan.
Gambar 2.15. Peraturan larangan parkir di daerah persimpangan
• Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah akses bangunan gedung
Gambar 2.16. Peraturan larangan parkir di akses sebuah bangunan
Sumber : Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan (1996)
2.8. Tata Guna Lahan Komersil dan Kebutuhan Parkir
2.8.1. Tata Guna Lahan
Menurut Maurice Yates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980) :
• Permukiman
• Industri
• Komersial
• Jalan
• Tanah Publik
• Tanah Kosong
Sebagian besar bangunan yang terdapat di koridor Jalan Setiabudi merupakan bangunan komersil. Dengan banyaknya lahan komersil di koridor ini menarik sejumlah besar pelanggan, dan mengakibatkan padatnya aktivitas kendaraan. Tetapi padatnya kendaraan tidak diiringi dengan sistem parkir yang terintegrasi.
2.8.2. Kebutuhan Parkir
terintegrasi dengan tata guna lahan. Kota Perth sendiri banyak terdapat pabrik dan departement store yang berjarak berdekatan. Fasilitas parkir yang banyak ditemui di Perth adalah gedung parkir dan lapangan parkir yang terhubung dengan baik. Seperti yang dapat terlihat di gambar berikut ini.
Gambar 2.17. Suasana Stirling Activity Centre yang merupakan salah satu pusat kota Perth yang memiliki aktivitas kendaraan yang padat
Sumber : Activity Corridor Intensification Perth