• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDO (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDO (2)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA

Disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Fiqh dan Ushul Fiqh Dosen Pengampu : DR. Yayan Suryana

Disusun Oleh :

Muhammad Agung S. Fisika 13620015

Fitroh Merkuri W. Fisika 13620023

Apriyani Fisika 13620035

Ahmad Fakhri M. Fisika 136200

Akbar Bandung Fisika 14620027

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat, berkah, dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Fiqh dan Ushul Fiqh yang membahas tentang “Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia” ini. Sholawat dan salam tak lupa juga kami haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.

Dalam penulisan makalah kali ini kami jadi mengetahui Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia. Meski hambatan dan cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan juga, tapi berkat semangat dari teman-teman dan orang-orang terdekat, Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada:

1. Bapak DR. Yayan Suryana, selaku dosen Fiqh dan Ushul Fiqh kami.

2. Spesial untuk anggota kelompok: Agung, Fitroh, Apri, Fakhri dan Akbar. Terima kasih untuk waktu kalian dan hasil kerja keras kalian, semoga ilmu yang kita suguhkan ini bermanfaat.

Kami menyadari jika makalah yang kami sajikan ini belumlah sempurna. Untuk itu kami menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang ingin belajar tentang filsafat ilmu.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 19 April 2015

(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan ... 2

D. Metodologi Penyusunan Makalah... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Kedatangan Islam di Indonesia ... 6

B. Zaman Kerajaan Islam 1. Kerajaan Samudera Pasai... 7

2. Kerajaan Aceh... 7

3. Kerajaan Demak... 8

4. Kerajaan Pajang... 9

5. Kerajaan Mataram... 9

6. Kerajaan Ternate dan Tidore... 9

C. Zaman Kolonial (Belanda dan Jepang)... 14

D. Pasca Zaman Kemerdekaan... 16

E. Masa Reformsi-Sekarang... 17

F. Faktor Pendorong dan Penghambat Hukum Islam di Indonesia 18 BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 22

(4)
(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jazirah arab sebelum kedatangan agam islam merupakan sebuah kawasan perlintasan dalam jalan sutera yang menjadikan satu antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di Timur. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama kristen dan Yahudi.

Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira’, Arab Saudi. Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul awal tahun Gajah (571 Masehi). Ia dilahirkan di tengah-tengah suku Quraish pada zaman jahiliyah, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang dan menyembah berhala. Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika Ia masih berada dalam kandungan. Setelah Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul pada usianya yang ke-40, beliau mulai menyebarkan agama rahmatan lil alamin ini dengan Ruh dakwah yang sangat luar biasa. Sehingga banyak dari kalangan orang Quraish yang luluh hatinya karena Ruh dakwah Nabi Muhammad dan kemudian masuk islam.

Sepeninggalan Nabi agung Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam, kepemimpinan agama Islam tidak berhenti begitu saja. Penyebaran agama Islam diteruskan oleh para khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke 8 Islam telah menyebar ke seluruh afrika, timur tengah, dan benua Eropa. Baru pada Dinasti Ummayah perkembangan islammasuk ke nusantara.

(6)

Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Dari masa ketika Kerajaan budha dan hindu memimpin di berbagai daerah nusantara, peran islam ketika masa pendudukan belanda dan jepang hingga setelah kemerdekaan Indonesia sangatlah terasa hingga saat ini. Terlihat sekali dari banyaknya penduduk Indonesia yang memeluk agama islam, bahkan menjadi yang terbanyak di dunia. Semua yang berhubungan dengan islam sudah sangat diterima oleh penduduk Indonesia. Penting rasanya kita sebagai umat islam mengetahui sejarah dari perkembangan islam di nusantara kita ini. Mulai dari awal datangnya hingga penerapan hukum-hukumnya yang langsung dapat diterima oleh masyarakat indonesuia itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana urutan perkembangan hukum islam di Indonesia?

2. Faktor apa saja yang mendorong dan menghambat perkembangan hukum islam di Indonesia?

C. Tujuan

1. Mengetahui bagaimana urutan perkembangan hukum islam di Indonesia.

2. Mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat perkembangan hukum islam di Indonesia.

D. Metodologi Penyusunan Makalah

Pembuatan makalah yang berjudul “Sejarah Perkembangan Hukum Islam di Indonesia” disusun pertama kali pada hari Kamis tanggal 16 April 2015 di sebuah tempat duduk lantai 3 depan rak 2x3 Perpustakaan Uiniversitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada pukul 13.30 WIB. Pada pertemuan ini, anggota yang hadir adalah Fitroh, Apri dan Fakhri sedangkan Agung dan Akbar tidak dapat hadir karena waktu yang bertepatan dengan jadwal lainnya.

(7)

Islam mudah diterima di kalangan masyarakat dan penganut Islam yang bersifat mayoritas” , jawab Fakhri. Selanjutnya Fakhri bertanya, “tapi ada faktor penghambat juga nggak? Kalau ada, apa saja yang menjadi penghambatnya?”. Fitroh menjawab, “Setauku sih karena Indonesia adalah bukan negara agama jadi dalam perkembangannya masih terbentur undang-undang yang sudah berlaku”.

Hasil diskusi dari pertemuan yang pertama adalah telah menemukan daftar buku referensi yang akan digunakan dalam penyusunan makalah. Selain itu, kerangka makalah telah selesai dibuat yang kemudian setiap anggota kelompok mempunyai bagian tugas masing-masing untuk mencari materi yang akan disusun dalam makalah. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fitroh bertugas mencari materi tentang “Kedatangan Islam di Indonesia”.

b. Agung bertugas mencari materi tentang “Perkembangan Hukum Islam di Indonesia pada Zaman Kerajaan Islam”.

c. Fakhri bertugas mencari materi tentang “Perkembangan Hukum Islam Pada Zaman Kolonial”

d. Apri bertugas mencari materi tentang “perkembangan Hukum Islam Pada Zaman Kemerdekaan hingga Sekarang”.

e. Akbar bertugas mencari materi tentang “Faktor-faktor Pendorong dan Penghambat Perkembangan Hukum Islam di Indonesia”.

Beberapa saat kemudian, handphone Apri berbunyi. Ternyata sms dari Agung yang menanyakan, “Apri, aku tugasnya apa ya?”. “Tentang Kerajaan, masalah buku referensi kamu pinjem ke Fitroh soalnya buku di perpustakaan tinggal 2 buah. Atau nggak gitu, cari referensi lainnya di google”. Sesaat sebelum pulang, karena Akbar sedang ada kuliah sehingga tidak bisa hadir dalam forum, Fitroh mengirim sms, “Akbar, kamu dapet bagian pendahuluan dan faktor pendorong penghambat perkembangan hukum islam di Indonesia yaa”. Kemudian Akbar membalas sms, “Oh gituu, ya udah. Ngumpul berikutnya kapan?”. “InsyaAllah, hari minggu jam 1 di masjid kampus”.

(8)
(9)

BAB II PEMBAHASAN

Permasalahan mengenai perkembangan hukum islam di Indonesia masih banyak mengalami perdebatan karena tidak lengkapnya karya-karya sejarah dalam memaparkan perkembangan hukum islam di Indonesia. Dalam contohnya, menurut Prof. DR. Abdul Ghofur Anshori, M.H dan Yulkarnain Harahab, S.H, M.Si terdapat beberapa periode dalam perkembangan hukum islam di Indonesia.

Dalam tulisan ini dipakai periodesasi tersendiri yaitu dimulai dengan kedatangan Islam di Indonesia, kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebelum dan pada zaman penjajahan Belanda (termasuk pada zaman penjajahan Jepang), Islam di Indonesia zaman modern dan konemporer (zaman kemerdekaan)1.

Apabila ditelusuri, masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara ini setidaknya melalui dua cara. Pertama, penyebarannya melalui perdagangan sambil melakukan syiar Islam (dakwah). Cara pertama ini, umumnya terjadi di daerah Sumatra dan Sulawesi. Kedua, melalui jalur kekuasaan. Praktek ini dilakukan di Pulau Jawa2.

Perkembangan agama Islam yang melalui jalan kerajaan memang lumayan mudah berkembangnya walaupun sebagian besar masyarakat Indonesia sangat kental dengan ajaran nenek moyang. Pembawa Islam pada masa itu merupakan keturunan kerajaan yang terkadang bersifat acuh terhadap orang-orang disekitarnya sehingga membiarkan. Masyarakat sangat mempercayai hal-hal yang mistis secara turun temurun. Selain itu, mereka mempunyai kebiasaan yang bertabiat buruk yaitu sering bermalas-malasan, mendapat tunjangan dari majikan namun tanpa bekerja, dan yang paling parah adalah mereka tetap bertahan dalam kondisi kasta yang rendah.

1Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, Hukum Islam (Dinamika dan

Perkembangannya di Indonesia), 2008, Jogjakarta:Kreasi Total Media, hal 87

(10)

A. Kedatangan Islam di Indonesia

Adapun mengenai kedatangan Islam di Indonesia belum diketahui secara jelasnya. Karena belum ada fakta-fakta yang saling menguatkan.

Menurut J.C van Leur, diperkirakan sejak tahun 674 M ada koloni-koloni Arab di barat laut Sumatra, yaitu Barus, daerah penghasil kapur barus yang terkenal. Dari berita Cina bisa diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad 9-10 M) orang-orang Ta-shih sudah ada di Kanton dan Sumatra. Ta-Ta-shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yaitu ketika itu jelas sudah menjadi muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dan timur mungkin di sebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kekaisaran Cina zaman Dinasti Tang, serta kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara3.

Penting untuk dicatat, seperti apa yang dikatakan Martin Van Bruinessen, bahwa pada masa-masa paling awal berkembangnya Islam di Indonesia penekanannya tampak pada tasawuf, sedangkan penekanan pada aspek fikih sebenarnya adalah fenomena yang berkembang belakangan. Namun demikian karena tasawuf yang berkembang di Indonesia adalah tasawuf Sunni yang menempatkan fikih pada posisi yang signifikan dalam struktur bangunan tasawuf suni, maka sedikit banyak awal kedatangan Islam juga telah menempatkan fikih pada posisi yang penting4.

Ada juga yang berpendapat bahwa Islam telah masuk di Indonesia pada abad ke-13 Masehi. Dibuktikan dengan telah perkembangnya komunitas Islam pada masa kekuaaan Hindu Jawa yaitu Majapahit. Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase:

a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara.

b. Adanya komunitas islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia.

(11)

3Badri Yatim, Sejarah Perkembangan Islam, Dirasah Islamiyah II, 2003, Jakarta:RajaGrafindo

Persada, hal 193.

4Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Pedata Islam di Indonesia, Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI, 2004, Jakarta: Prenada Media, hal 3.

B. Zaman Kerajaan Islam 1. Kerajaan Samudera Pasai

Kesultanan Samudera Pasai, juga dikenal dengan Samudera Pasai atau Samudera Darussalam adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatra, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe, Aceh Utara sekarang. Kerajaan ini didirikan oleh Merah Silu, yang bergelar Malik al Shaleh pada sekitar tahun 1267 dan berakhir dengan dikuasainya Pasai oleh Portugis pada tahun 1521.

Menurut Ibnu Battutah Kerajaan Samudera Pasai mempunyai peranan yang penting dalam mengislamkan Malaka maupun pulau Jawa. Bahkan Sultan Al-Malik al-Zahir menurut Ibnu Battutah adalah pecinta theologi dan ia senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikan mereka memeluk agama Islam5.

2. Kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496-1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuan dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain. Pada waktu itu Aceh berhasil mengadakan kerjasama militer dengan Turki dan Italia6.

(12)

Syamsudin al-Sumatrani dalam bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam bukunya Sirat al-Mustaqim dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi’raj

5Mundzirin Yusuf, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, 2006, Yogyakarta:Pustaka, hal

61

6Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, op.cit, hal 90

al-Tulabb Fi Fashil. Kitab Sirat al-Mustaqim merupakan buku hukum Islam pertama yang disebarluaskan ke suluruh nusantara7.

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Adapun yang menjadi faktor penyebabnya antara lain ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatra dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli, dan Bengkulu kepada Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan. Setelah melakukan perang dengan negeri Belanda maupun Batavia selama 40 tahun, Kesultanan Aceh jatuh ke pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menjadi bagian dari Republik Indonesia.

3. Kerajaan Demak

Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Raden Patah adalah putra Raja Majapahit Brawijaya, dengan ibu keturunan Champa. Raden Patah meninggal tahun 1518 dan digantikan oleh menantunya Pati Unus. Pada tahun 1521 Pati Unus memimpin penyerbuan ke Malaka melawan pendudukan Portugis. Pati Unus gugur dalam pertempuran ini, dan digantikan oleh adik iparnya Sultan Trenggono.

(13)

Hindu terakhir di ujung Timur pulau Jawa). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai yang juga menjadi menantu Sultan Trenggono. Sultan Trenggono meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto8.

Peninggalan Kerajaan Demak setelah gugur di bidang hukum yang terpenting adalah disusunnya suatu himpunan undang-undang dan peraturan di bidang pelaksana hukum yang bernama Salokantara. Sebagai kitab hukum, di dalamnya

7Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op.cit, hal 4

8 Abdul Ghofur Anshori dan Yulkarnain Harahab, op.cit, hal 92

antara lain menerangkan tentang pemimpin keagamaan yang pernah menjadi hakim yang disebut dharmadhyaksa dan kertopapatti9.

4. Kerajaan Pajang

Kesultanan Pajang adalah kerajaan suksesor Kesultanan Demak yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Sebelumnya Pajang adalah daerah kadipaten di bawah Kesultanan Demak. Tujuh tahun setelah wafatnya Jaka Tingkir, Pangeran Benowo anak laki-laki tertuanya yang seharusnya menggantikan Ayahnya, disingkirkan oleh Arya Pengiri. Setelah itu, terjadilah konflik yang menyebabkan Arya Pengiri diserang oleh Sutawijaya. Hal ini menyebabkan Pajang dapat direbut dan dipindahkan ke Mataram dan kemudian menjadi bagian dari wilayah kerajaan Mataram. Hal ini yang meyebabkan kekuasaan Kerajaan Pajang berakhir.

5. Kerajaan Mataram

(14)

Mataram menjadi Kesultana Ngayogyakarta dan Kasunana Surakarta pada tahun 1755 yang tertuang dalam perjanjian Giyanti. Dengan ditanda tanganinya perjanjian tersebut maka berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah.

6. Kerajaan Ternate dan Tidore

Jejak-jejak arkeologi atau bukti fisik pengaruh budaya Islam dapat dilihat dengan berbagai bentuk tinggalan budaya Islam masa lampau baik peninggalan kerajaan maupun peninggalan daerah negeri-negeri yang bercorak Islam. Daerah Pusat kekuasaan Islam di wilayah Maluku Utara peninggalan arkeologi yang monumental misalnya istana atau kedaton, masjid kuno, alqur’an kuno dan berbagai naskah kuno lainnya, selain tentu saja berbagai benda pusaka peninggalan kerajaan. Sementara itu, di wilayah Maluku bagian selatan, meskipun tidak berkembang

9 Mundzirin Yusuf, op.cit., hal 80

menjadi sebuah kesultanan dengan wilayah kekuasaan yang lebih luas, namun pengaruh Islam dapat dilihat dengan adanya negeri-negeri bercorak keagaaam Islam. Diantara negeri mbergabung menjadi kesatuan adat yang menunjukkan adanya ikatan integrasi sosial yang kuat. Meskipun tidak berkembang menjadi daerah Kesultanan namun negeri-negeri tersebut memiliki pemerintahan dan simbol-simbol kepemimpinan tertentu. Selain itu dapat dijumpai pula beberapa bangunan monumental peninggalan Islam yang tidak jauh berbeda dengan peninggalan yang terdapat di pusat-pusat kekuasaan Islam diantaranya masjid kuno, naskah kuno dan berbagai barang pusaka kerajaan

(15)

Pangkat, yang dibangun diatas bukit bernama Amahitu. Selain bekas masjid kuno ditemukan juga naskah alquran kuno dan naskah kuno lainnya, pucuk mustaka masjid kuno, mahkota raja, kompleks makam raja, penanggalan Islam kuno, timbangan zakat fitrah dan lain-lain (Handoko, 2006; Sahusilawane 1996).

Dari data arkeologi ini dapat menggambarkan bahwa kerajaan Hitu merupakan wilayah kerajaan dengan corak budaya Islam yang kuat. Sejauh ini tidak ditemui bukti-bukti baik secara arkeologis maupun laku budaya hidup yang menunjukkan budaya Islam bercampur baur dengan budaya non Islami. Dengan kata lain, setidaknya budaya Islam yang berkembang di wilayah Hitu, sejauh ini tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok dengan daerah pusat penyebaran Islam lainnya. Laku budaya yang ada juga lazim ditemui di daerah lain, misalnya tradisi berziarah ke makam para Raja Hitu, merupakan kegiatan yang lazim sebagaimana daerah lainnya seperti tradisi ziarah ke makam para wali di Jawa. Selain itu di desa Kaitetu, yang pada masa kerajaan merupakan salah satu daerah kekuasaaan Hitu, sampai sekarang masih berdiri kokoh Masjid Tua Keitetu yang konon dibangun pada tahun 1414 M. Selain itu juga tersimpan naskah alquran kuno, kitab barjanzi, naskah penanggalan kuno dan sebagainya. Bukti-bukti arkeologis ini menunjukkan kemapanan Islam di wilayah tersebut. Dapat dilihat bahwa penyebaran Islam di wilayah ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti dalam hal dakwah. Di wilayah Kerajaan Hitu misalnya, sangat mungkin naskah alquran kuno merupakan bukti atau untuk media sosialisasi Islam (Handoko, 2006), begitu juga kitab barzanji, naskah hukum Islam dan penanggalan Islam kuno. Data arkeologi ini dapat mewakili gambaran kebudayaan Islam di wilayah pusat-pusat peradaban Islam yang mapan keIslamannya, seperti halnya di wilayah Maluku Utara yang diwakili terutama kerajaan Islam Ternate dan Tidore.

(16)

Saat itu wilayah Maluku Utara dikenal degan nama Moluku Kie Hara yang secara harfiah berarti gugusan empat pulau bergunung. Keempat pulau itu dikuasai oleh empat kesultanan yaitu Kesultanan Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan yang hingga saat ini masih berjalan. Oleh Keempat kesultanan inilah hubungan perdagangan mulai dijalin.

Desember 1511, M de Albuquerque, wakil negara Portugis yang berkedudukan di Malaka pertama kalinya mengirimkan ekspedisi tiga kapal menuju wilayah Maluku. Diikuti oleh Antonio de Abreu dan Fransesco Serrao tiba di Ternate pada tahun 1512. Pada tahun 1521, bangsa Spanyol tiba dengan Kapal Victoria dan Trinidad di Tidore.

Mulailah terjadi persaingan hingga menimbulkan perang antara Portugis dan Spanyol. Pada tahun 1522, Portugis yang dipimpin Antonio de Brito berhasil mengusir Spanyol Setelah Spanyol meninggalkan Tidore, bangsa Portugis mulai memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah Ternate ini. Maka timbulah perlawanan rakyat dari keempat kesultanan dalam melawan monopoli perdagangan. Hal itu juga terjadi saat bangsa lain datang seperti Inggris dan Belanda dengan niat yang lama hingga peperangan melawan penjajah melahirkan beberapa pahlawan nasional.

Masuknya Islam ke Maluku erat kaitannya dengan kegiatan perdagangan.Pada abad ke-15, para pedagang dan ulama dari Malaka dan Jawa menyebarkan Islam ke sana. Dari sini muncul empat kerajaan Islam di Maluku yang disebut

(17)

dan Tidore merupakan daerah penghasil rempah-rempah, seperti pala dan cengkeh, sehingga daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.

Wilayah Maluku bagian timur dan pantai-pantai Irian (Papua), dikuasai oleh Kesultanan Tidore, sedangkan sebagian besar wilayah Maluku, Gorontalo, dan Banggai di Sulawesi, dan sampai ke Flores dan Mindanao, dikuasai oleh Kesultanan Ternate. Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah, sedangkan Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.

Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu:

a. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara) dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaannya meluas ke Filipina.

b. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara) dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore mencapai aman

keemasan di bawah pemerintahan Sultan Nuku.

Kerajaan-kerajaan Islam lainnya yang berkembang adalah Kesultanan Palembang yang didirikan oleh Ki Gedeng Suro, Kerajaan Bima di daerah bagian timur Sumbawa, dengan rajanya La Ka’i, Siak Sri Indrapura yang didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah, dan masih banyak lagi Kerajaan Islam kecil lainnya di Indonesia.

Kerajaan TERNATE (Abad 13 M)

 Terletak di Maluku

 Agama Islam di sana disebarkan oleh Sunan Giri dari Gresik.

 Raja pertama Sultan Zainal Abidin

 Raja terkenal Sultan Hairun

(18)

 Peninggalan kerajaan Ternate :

1. Istana Sulatan Ternate

2. Benteng kerajaan Ternate

3. Masjid di Ternate

Kerajaan TIDORE (Abad13 M)

 Terletak di Maluku

 Raja yang pertama Sultan Mansur

 Raja terkenal pangeran Nuku

 Antara Ternate dan Tidore sering terjadi peperangan untuk memperluas daerah kekuasaan

 Ternate membentuk persekutuan yang disebut Uli Lima

 Tidore membentuk persekutuan yang disebut Uli Siwa (persekutuan sembilan )

 Peninggalan kerajaan Tidore :

a. Benteng-benteng peninggalan Portugis, Spanyol

b. Keraton Tidore

C. Zaman Kolonial (Belanda dan Jepang)

Hukum islam di Indonesia memiliki sejarah panjang, seiring dengan masuk, tumbuh dan berkembangnya di indonesia.Hukum Islam mmemiliki periodesasi yang dapat di kategorikan sebagai berikut :

a. Hukum Islam di terima menyeluruh oleh masyarakat indonesia.

b. Hukum Islam diberlakukan apabila ia telah di terima oleh hukum Adat.

(19)

Pada Akhir abad keenam belas atau tepatnya tahun 1596 organisasi perusahaan dagang Belanda (VOC) merapatkan kapalnya di pelabuhan Banten, Jawa Barat. Maksudnya semula untuk berdagang, namun kemudian haluannya berubah untuk menguasai kepulauan indonesia.

Perkembangan hukum Islam di Indonesia pada masa penjajahan Belanda dapat dilihat kedalam dua bentuk. Pertama, adanya toleransi pihak Belanda melalui VOC yang memberikan ruang yang agak luas bagi perkembangan hukum Islam. Kedua,

adanya upaya Intervensi Belanda terhadap hukum Islam dengan menghadapkannya dengan hukum adat.

Pada waktu VOC di beri kekuasaan oleh Pemerintah Belanda untuk mendiriksn benteng – benteng dan mengadakan perjanjian – perjanjian dengan raja-raja kepulauan Indonesia, VOC membentuk badan – badan peradilan khusus pribumi di daerah kekuasaannya. Dalam Statuta Batavia tahun 1642 disebutkan, bahwa mengenai soal kewarisan orang Indonesia yang beragama Islam harus dipergunakan hukum Islam.

Pada tanggal 31 Desenber 1799 Organisasi VOC dibubarkan karena mengalami kebangkrutan. Setelah kekuasaan VOC berakhir dan digantikan oleh belanda, maka sikap belanda berubah-ubah terhadap hukum Islam, kendati perubahan itu tejadi perlahan-lahan. Perubahan sikap Belanda tersebut dapat dilihat dari tiga sisi.

Pertama, menguasai Indonesia sebagai wilayah yang memiliki sumber daya alam yang cukup kaya. Kedua, menghilangkan pengaruh Islam dari sebagian besar orang Islam dengan proyek kristenisasi. Ketiga, keinginan Belanda untuk menerapkan apa yang di sebut dengan politik hukum yang sadar terhadap Indonesia. Maksudnya, belanda ingin menata dan mengubah kehidupan hukum di indonesia dengan hukum Belanda.

Terkait mengenai keberlakuan hukum Islam di kalangan masyarakat Indonesia ini muncul berbagai teori, yang mana yang satu dengan yang lain sering kali bertolak belakang. Ada tiga macam teori, yaitu: receptio in complexu, teori receptie dan teori

(20)

Teori receptio in complexu menyatakan bahwa syariat Islam secara keseluruhan berlaku bagi pemeluk-pemeluknya. Sehingga berdasarkan pada teori ini , maka Pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1882 mendirikan peradilan Agama yang di tujukan kepada warga masyarakat yang memeluk agama Islam. Teori ini kemudian di tentang oleh Van Vollenhoven dan Snouck Hurgronje sebagai pencipta teori baru yaitu teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam dapat diberlakukan selama tidak bertentangan dengan hukum adat.

Teori receptie ini berpangkal dari keinginan Snouck Hurgronje agar orang-orang pribumi rakyat jajahan jangan sampai kuat memegang ajaran Islam, sebab pada umumnya orang-orang yang kuat memegang kuat ajaran Islam dan hukum Islam tidak mudah di pengaruhi oleh peradaban barat. Atas dasar itulah ia memberikan nasihat kepada Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengurus Islam di indonesia dengan bherusaha menarik rakyat pribumi agar lebih mendekat kepada kebudayaan Eropa dan pemerintahan Hindia Belanda dengan menempuh kebijakan sebagi berikut:

a. Dalam kegiatan agama dalam arti yang sebenarnya ( agama dalam arti sempit), Pemerintah Hindia Belanda hendaknya memberikan kebebasan secara jujur dan secara penuh tanpa syarat bagi orang-orang Islam untuk melaksanakan ajaran agamanya.

b. Dalam bidang kemasyarakatan, Pemerintah Hindia Belanda hendaknya menghormati adat istiadat dan kebiasaan rakyat yang berlaku dengan membuka jalan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat jajahan kepada suatu kemajuan denga memberikan bantuan kepada mereka.

c. Di bidang ketatanegaraan mencegah tujuan yang dapat membawa atau menghubungkan ke arah gerakan Pan Islamisme yang mempunyai tujuan untuk mencari kekuatan-kekuatan lain dalam hubungan menghadapi Pemerintah Hindia Belanda.

(21)

a. Sama sekali tidak memasukan masalah hudud dan qishash dalam bidang hukum pidana.

b. Di bidang tata negara, ajaran Islam yang mengenai hal tersebut di hancurkan sama sekali.

c. Mempersempit berlakunya hukum muamalah yang menyangkut hukum perkawinan dan hukum kewarisan.

Hukum Islam Pada Masa Penjajahan Jepang

Jepang tidak terlalu mengubah hukum indonesia dalam konteks administrasi penyelenggaraan negara dan kebijakan-kebijakan dan pelaksanaan hukum islam di Indonesia. Perubahan yang sangat terasa pengaruhnya adalah berkenaan dengan peradilan. Jepang membuat kebijakan untuk melahirkan peradilan-peradilan Sekuler.

D. Pasca Zaman Kemerdekaan

Salah satu makna kemerdekaan bagi bangsa Indonesia adalah terbebasnya dari pengaruh hukum Belanda1. Pada zaman pemerintahan Belanda, peraturan yang

diterapkan adalah teori receptive. Teori receptive sendiri merupakan prinsip yang mengkotak-kotakkan golongan penduduk dan hukum berlaku bagi masing-masing golongan. Teori ini menuai banyak pertentangan, salah satunya dari Hazairin. Menurut Hazairin, setelah Indonesia merdeka walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hokum yang lama masih berlaku, selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh peraturan pemerintah Belanda yang berdasar teori receptive tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan UUD 1945, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Pokok-pokok pemikiran Hazairin tersebut adalah :

a. Teori receptive telah patah sejak tahun 1945 dengan merdekanya bangsa Indonesia dan berlakunya UUD 1945

b. Sesuai denagn UUD 1945 Pasal 29 ayat 1, maka nrgara Indonesia berkewajiban membentuk hokum nasional Indonesia yang bersumber dari hokum agama

c. Hukum agama yang berlaku bukan hanya agama Indonesia, tetapi juga hokum agama lain.

(22)

Sementara menurut Daud Ali, bahwa sejak lahirnya UU Perkawinan tersebut, maka:

(1) Hukum Islam menjadi sumber hokum yang berlangsung tanpa harus melalui hokum adat.

(2) Hukum Islam sama kedudukannya dengan hokum adat dan hokum barat. (3)Negara Republik Indonesia dapat mengatur suatu masalah sesuai dengan hokum Islam sepanjang pengaturan tersebut memenuhi kebutuhan hukum umat Islam.

Secara factual di Indonesia berlaku empat system hokum besar yang hidup dan berkembang di dunia, yaitu :

a. Hukum adat

b. Hukum Islam

c. Hukum barat konstitusional

d. Common law system (hokum Inggris)

E. Masa Reformasi-sekarang

Ketika masa reformasi menggantikan orde baru (tahun 1998), keinginan mempositifkan hukum islam sangat kuat. Perkembangan hukum islam pada masa ini mengalami kemajuan. Secara riil hukum islam mulai teraktualisasikan dalam kehidupan sosial. Wilayah cakupannya menjadi sangat luas, tidak hanya dalam masalah hukum privat atau perdata tetapi masuk dalam ranah hukum publik. Hal ini dipengaruhi oleh munculnya undang-undang tentang Otonomi Daerah. Undang-undang otonomi daerah di Indonesia pada mulanya adalah UU No.22/1999 tentang pemerintah daerah, yang kemudian diamandemen melalui UU No.31/2004 tentang otonomi daerah. Menurut ketentuan Undang-undang ini, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengatur wilayahnya sendiri termasuk dalam bidang hukum.

(23)

hanya menetapkan materi hukumnya, tetapi juga menstruktur lembaga penegak hukumnya. Daerah lain yang sedang mempersiapkan adalah Sulawesi selatan (Makassar) yang sudah membentuk Komite Persiapan Penegak Syari’at Islam (KPPSI), dan kabupaten Garut yang membentuk Lembaga Pengkajian, Penegakan, dan Penerapan Syari’at Islam (LP3SyI).

Provinsi Nangroe Aceh Darussalam merupakan daerah terdepan dalam pelaksanaan hukum islam di Indonesia. Dasar hukumnya adalah UU No.44 tahun 1999 tentang Keistimewaan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Keistimewaan tersebut meliputi empat hal, diantaranya ialah:

a. Penerapan syari’at islam diseluruh aspek kehidupan beragama,

b. Penggunaan kurikulum pendidikan berdasarkan syari’at Islam tanpa mengabaikan kurikulum umum.

c. Pemasukan unsur adat dalam sistem pemerintah desa, dan d. Pengakuan peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.

Tindak lanjut dari Undang-undang di atas adalah ditetapkannya UU No.18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Nangroe Aceh Darussalam.

Fenomena pelaksanaan hukum islam juga merambah daerah-daerah lain di Indonesia, meskipun polanya berbeda dengan Aceh. Berdasarkan prinsip otonomi daerah, maka munculah perda-perda bernuansa syari’at Islam di wilayah tingkat I maupun tingkat II. Daerah-daerah tersebut antara lain: provinsi Sumatera barat, kota Solok, Padang pariaman, Bengkulu, Riau, Pangkal Pinang, Banten, Tanggerang, Cianjur, Gresik, Jember, Banjarmasin, Gorontalo, Bulukumba, dan masih banyak lagi.

Materi perda syaria’at Islam tidak bersifat menyeluruh, tetapi hanya menyangkut masalah-masalah luar saja. Jika dikelompokkan berdasarkan aturan yang tercantum dalam perda-perda syari’at, maka isinya mencakup masalah: kesusilaan, pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah, Penggunaan busana muslimah, pelarangan peredaran dan penjualan minuman keras, pelarangan pelacuran, dan sebagainya.

F. Faktor Pendorong dan Penghambat Hukum Islam di Indonesia

(24)

penerimaan (sustainsi) dan juga faktor yang menghambat atau melakukan resistensi. Kedua faktor ini perlu dipertimbangkan mengingat dua hal, yaitu bentuk negara dan kemajemukan masyarakat Indonesia. Bentuk negara Indonesia sudah dianggap final, dan pluralitas masyarakat juga sebuah kenyataan sosial. Dengan demikian yang dapat dilakukan adalah mengetahui berbagai peluang atau prospek sekaligus melihat penghambat bagi implementasi hukum islam di Indonesia.

Secara politis maupun sosiologis terdapat faktor-faktor yang dianggap sebagai pendukung bagi pemberlakuan hukum islam di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah: kedudukan hukum islam, penganut yang mayoritas, ruang lingkup hukum islam yang luas, serta dukungan aktif organisasi kemasyarakatan islam. Kedudukan hukum islam sejajar dengan hukum yang lain, dalam artian mempunyai kesempatan yang sama dalam pembentukan hukum nasional. Namun, hukum islam mempunyai prospek yang lebih cerah berdasarkan berbagai alasan, baik alasan historis,yuridis,maupun sosiologis. Nilai-nilai hukum islam mempunyai lingkup yang lebih luas, bahkan sebagian nilai-nilai tersebut sudah menjadi bagian dari kebudayaan nasional. Sedangkan hukum adalah bagian dari kebudayaan.

Faktor lain, kenyataan bahwa islam merupakan agama dengan penganut mayoritas merupakan aset yang menjanjikan. Dengan modal mayoritas ini, umat islam bisa masuk dalam berbagai lembaga pemerintahan, baik eksekutif,legislatif, maupun yudikatif, yang mempunyai kewenangan menetapkan politik hukum. Logikanya, semakin banyak populasi muslim, maka semakin banyak pula aspirasi yang masuk dan terwakili. Namun realitas ini tidak serta merta menjadi niscaya, karena sangat tergantung pada bagaimana keinginan dan upaya umat islam mengimplementasikannya.

(25)

kebijakan pemerintah. Kontribusi nyata dari berbagai organisasi islam setidaknya tampil dalam wacana diskusi di kalangan umat islam.

Disamping peluang atau prospek positif di atas, perlu dicermati juga hambatan yang menjadi penghalang bagi berlakunya hukum islam di Indonesia. Secara sederhana faktor yang tidak mendukung prospek hukum islam di Inddonesia tediri dari faktor internal dan ekstenal. Faktor internal berasal dari kurang ‘kafahnya’ (maxsimal) institusionalisasi dan pandangan dikotomis terhadap hukum islam. Sedangkan faktor eksternalnya adalah pengaruh politik hukum pemerintah terhadap bidang-bidang hukum tertentu.

Belum kafahnya pelembagaan hukum Islam di Indonesia terlihat dari pandangan dikhotomis dalam implementasinya. Hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah perdata atau hubungan antar pribadi hampir sepenuhnya mendapat perhatian khusus. Namun hukum-hukum selainnya, seperti hukum pidana dan ketatanegaraan belum tersentuh atau minim perhatian. Sehingga penetapan peraturan-peraturan atau hukum yang berlaitan dengan masalah tersebut belum ada campur tangan yang serius. Hal ini tidak lepas dari peran kolonial Belanda yang melakukan represi dan eliminasi terhadap hukum Islam. Pada masa kerajaan islam, hukum Islam berlaku sepenuhnya, dalam arti menjadi pegangan para hakim/ qadhi untuk memutuskan jenis perkara, baik perdata maupun pidana. Intervensi penjajah dengan kekuatan politiknya menyebabkan terjadinya dikhotomis, dimana hukum pidana dan tata negara digantikan dengan sistem hukum Barat/ Eropa.

(26)

berwenang menangani perkara-perkara yang terjadi diantara orang-orang yang beragama Islam,misalnya dalam bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, serta sadaqoh yang dilaksanakan menurut hukum Islam.

Kurang melembagakan hukum publik Islam ini juga dipengaruhi oleh faktor politik hukum. Negara Indonesia bukanlah negara agama, permasalahan penetapan hukum adalah kekuasaan negara, termasuk masalah agama menjadi wewenang negara. Sehingga dalam hal ini umat Islam sepenuhnya tunduk pada undang-undang yang diberikan oleh negara. Menyikapi hal ini perlu adanya penegasan kaidah agama dengan cara penegakan diri agar para penganutnya tidak melanggar ajaran agamanya. Dengan demikian, syariat Islam tidak hanya didakwahkan tetapi diaktualisasikan dan disosialisasikan guna membatasi kelemahan dan kekurangan hukum positif.

(27)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Perkembangan hukum islam di Indonesia belum diketahui secara pasti berawal dari waktu kapan. Namun banyak yang menjelaskan bahwa dimulai dari sistem perdagangan, kerajaan-kerajaan besar yang sangat berpengaruh, masa penjajahan belanda dan jepang, pasca kemerdekaan kemudia masa reformasi hingga sekarang.

2. Faktor-faktor yang mendukung penggunaan hukum islam di Indonesia antara lain yaitu islam sebagai agama dengan penganut mayoritas merupakan aset yang menjanjikan. Dengan modal mayoritas ini, umat islam bisa masuk dalam berbagai lembaga pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, yang mempunyai kewenangan menetapkan politik hukum. Kemudian Faktor pendukung lain terletak pada cakupan bidang hukum yang luas. Dengan keluasan bidangnya, hukum islam merupakan alternatif utama dalam pembentukan tata hukum, karena mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan hukum masyarakat arakasehingga hukum islam mudah diterima oleh masyarakat.

3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat diterimanya hukum islam di Indonesia tediri dari faktor internal dan ekstenal. Faktor internal berasal dari kurang

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Mundzirin, 2006, Sejarah Peradaban Islam di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka

Yatim, Badri, 2003, Sejarah Perkembangan Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta:RajaGrafindo Persada

Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, 2004, Hukum Pedata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih UU No 1/1974 sampai KHI, Jakarta: Prenada Media

Anshori, Abdul Ghofur dan Yulkarnain Harahab, 2008, Hukum Islam (Dinamika dan

Perkembangannya di Indonesia), Jogjakarta:Kreasi Total Media

Referensi

Dokumen terkait

peraturan perpajakan yang dikeluarkan pemerintah dalam bidang jasa konstruksi. Dengan adanya sertifikasi yang dikeluarkan oleh LPJK ini, membuat

Bahwa malam hari pada tanggal 31 November 2012, menantu saksi yang bernama Bagus Candra Kartika menjemput Terdakwah dari tempatnya bekerja dan saat di rumah saksi dan menantu

Pola pembinaan narapidana dalam memenuhi kebutuhannya berdasarkan Pasal 2 UU N012 tahun 1995 tentang pemasyarakatan yang menyatakan: “ sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan dalam kinerja guru akan berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik yang tujuannya adalah

[r]

dalam rangka peningkatan sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat berdasarkan asas kepatutan,

Dengan demikian, semakin tinggi level penggunaan feses sapi olahan pada ransum ayam buras petelur, justru signifikan meningkatkan kualitas fisik bagian dalam telur.. Hal

Azonban a mai kognitív pszichológia fogalmi kerete számos megközelítést, módszert és mo- dellt kínál az emberi megismerés tanulmányozásához, és a kognitív tudo- mányban