• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERTUHAN SECARA FAKTA DAN BERTUHAN SECAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BERTUHAN SECARA FAKTA DAN BERTUHAN SECAR"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BERTUHAN SECARA FAKTA DAN BERTUHAN

SECARA FAKTUAL

Oleh Pertampilan S. Brahmana

1. Pendahuluan

Koentjaraningrat membedakan antara agama, relegi dan kepercayaan. Agama adalah semua agama yang secara resmi diakui pemerintah, relegi adalah sistem-sistem yang tidak atau belum diakui secera resmi seperti berbagai aliran kebatinan, sedangkan kepercayaan mempunyai arti yang khas ialah komponen kedua dalam tiap agama maupun relegi.

Walaupun Koentjaraningrat membedakan antara agama, relegi dan kepercayaan, perbedaan ini hanyalah memudahkan pemahaman saja, sedangkan inti dari antara agama, relegi dan kepercayaan, sama yaitu percaya akan adanya Yang Maha Tunggal (Tuhan), sebagai Penguasa Tunggal.

Dalam tulisan ini ketiga istilah di atas walaupun kadang-kadang dipergunakan secara bervariasi, maknanya dianggap sama, sebab inti yang ingin dibicarakan tulisan ini adalah kepercayaan akan adanya Yang Maha Tunggal (Tuhan), bukan variasi kepercayaan tersebut.

Kemudian tulisan ini, sama sekali tidak bermaksud merendahkan satu sama lain. Pikiran seperti itu jauh dari maksud penulisan ini, sebab kepercayaan yang dimaksudkan tulisan ini adalah murni dianggap dan berasal dan bersumber dari hasil budaya sendiri, dengan demikian kepercayaan dalam tulisan ini bukan dimaksud bagian agama. Kalaupun ada menyebut, atau menyinggung, atau bersentuhan dengan agama, semata-semata hal itu disebabkan dalam kehidupan sehari-hari sangat sulit membedakan secara murni yang mana kepercayaan dan yang mana bersumber dari agama, hanya niatnya saja kadang yang membedakannya. Sementara niat itu adalah sesuatu yang abstrak, hanya berupa konsep yang ada di dalam kepala kita sebagai manusia.

2. Bertuhan Secara Fakta dan Bertuhan Secara Faktual

2.1 Fakta dan Faktual

Fakta dan faktual adalah dua hal yang berbeda tetapi menyatu. Tidak ada faktual tanpa fakta, faktual berasal dari fakta. Dalam KBBI dijelaskan fakta adalah yang merupakan kenyataan, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi.

(2)

material, gagasan dapat saja tidak dapat dibuktikan melalui indra perasa, indra penglihatan.

Faktual sebagai bagian dari produk manusia (kebudayaan) selalu mempunyai 3 wujud, wujud pertama gagasan (ide) unsur yang melatarbelakangi gagasan, ide tersebut, wujud kedua, cara bagaimana mewujudkan gagasan tersebut, wujud ketiga hasil dari gagasan tersebut di laksanakan (faktual). Sedangkan fakta selalu berada dalam wujud pertama yaitu gagasan, dan ide. 2.2 Bertuhan Secara Fakta.

Bila dibanding-bandingkan jumlah pengikut agama secara fakta dengan secara faktual, jelas pengikut agama secara fakta yang banyak. Bertuhan secara faktual lebih banyak terdapat dilakangan para ilmuwan atau filosuf, atau para mereka yang disebut kaum sekularis, dan bila juga dibuat perbandingan antara penganut agama secara fakta dengan secara faktual diantara para ilmuwan atau filosuf, tetapi pengikut agama secara fakta yang banyak.

Agama Islam, Kristen (Protestan dan Katolik), Hindu dan lainnya dapat dikategorikan bertuhan secara fakta. Pengikutnya disuruh percaya akan ajaran-ajaran yang katanya dari Tuhan yang disampaikan oleh yang katanya manusia yang menjadi wakil Tuhan di muka bumi ini, walau Tuhan sendiri hingga kini, sepanjang yang kita ketahui belum pernah ada memberikan mandat kepada seseorang menjadi wakilnya.

Maka beragama versi Kristen, Islam, Hindu itu adalah beragama secara fakta. Sebagai fakta dia belum tentu faktual, sebab janjinya tidak dapat dibuktikan secara material. Surga atau neraka misalnya akan terbukti kalau kita sudah mati. Bagaimana kita membuktikan kebenarannya kalau kita sudah mati. Sedangkan faktual adalah sebaliknya, berdasarkan amatan, perasaan, pemikiran seseorang, dia merasakan ada Yang Maha Esa. Pengakuan ini bukan berdasarkan agama tersebut di atas tetapi berdasarkan fakta-fakta (faktual) yang ada. Misalnya oposisi binner adalah faktual.

Adapun produk bertuhan secara fakta, adalah keinginan untuk meneggakkan Syariat Islam (bagi Muslim), hidup sesuai dengan ajarannya seperti Kristen, Budha dan Hindu dan lainnya.

Bila ada kelompok yang menentang seperti ini, mereka tidak segan-segan bertindak atas nama Tuhan, walaupun Tuhan belum pernah memberikan mandat kepada mereka.

2.3 Bertuhan Secara Faktual.

(3)

jelas-jelas, agak sulit, sebab ritual-ritual agama seperti berdoa, berbakti, sembahyang, berkurban dan lainnya adalah termasuk kepada bagian dari kebudayaan. Sehingga ada kesan bahwa saat ini telah terjadi mengagamisasi dunia, bukan menduniasisasi agama. Akibat lebih jauh dari mengagamisasi dunia ini adalah penghayatan umat beragama saat ini, terutama terhadap di luar dari agama yang dianutnya, cenderung menjadi tidak kontekstual. Bukan kelompok Islam, atau bukan kelompok Kristen, atau bukan kelompok Hindu, atau bukan kelompok Budha dan sebagainya. Islam, Kristen, Hindu, Budha dan kepercayaan lainnya, sama-sama mengaku adanya Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pemilik bumi beserta isinya.

Pada umumnya pandangan agama terhadap relegi dan kepercayaan selalu bernada negatif. Agama selalu tidak mengenal kompromi terhadap cara-cara/tradisi masyarakat dalam mengekspresikan keberadaan Yang Maha Esa (Tuhan).

Agama selalu mengatakan kepercayaan seperti animisme, dinamisme, amulet, fetsji, pemujaan arwah nenek moyang, pemujaan alam, politeisme dan lain sebagainya sama dengan atau adalah penyembah berhala. Padahal animisme, dinamisme, amulet, fetsji, pemujaan arwah nenek moyang, pemujaan alam, politeisme dan lain sebagainya tersebut sebenarnya adalah hasil kebudayaan yang bersifat kumulatif yang diperoleh melalui perjalanan panjang dari hasil pemikiran nenek moyang bangsa/etnis. Tak ubahnya seperti kita percaya atau beranggapan hanya melalui pendidikanlah (sekolah) kita bisa maju.

Padahal bobot ketiga istilah di atas intinya adalah percaya akan adanya Yang Maha Tunggal (Tuhan), yang lebih berkuasa dari Manusia.

2.3.1 Tuhan Dalam Pandangan Universal

Untuk membicarakan eksistensi Tuhan dalam konteks budaya, ada baiknya saya kemukakan pandangan Sai Baba berikut ini.

Menurut Sai Baba (Anonim, 1989:110-111) semua agama mengajarkan satu dasar disiplin yaitu menyingkirkan pikiran dan sifat yang menentingkan diri, mengejar kesenangan tak berarti. Tiap agama mengajar manusia untuk mengisi dirinya dengan kemuliaan Tuhan dan mengusir kepalsuan yang tidak ada maknanya, dan melatihnya dalam cara melepaskan diri serta kemampuan untuk membedakan, agar manusia bertujuan tinggi dan mencapai kebebesan.

Tiap hati digerakkan oleh satu Tuhan.... bahwa semua nama dalam segala bahasa dan segala bentuk yang dapat dibayangkan manusia, ditujukan kepada yang satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa.

(4)

tersebut, orang hanya dapat membawanya sebanyak yang dapat dibawanya ke pantai. Manusia tidak akan pernah mampu membawa semua air yang ada di samudera ke pantai. Pun dengan sehebat seorang Profesor, Lima puluh pun gelar DR, atau Profesor yang disandangkannya, pengetahuannya tersebut baru secuil dari yang dia pahami tentang Tuhan dan Ciptaannya. Demikian juga halnya dengan pengetahuan manusia sebagai pribadi, individu tentang Tuhan. Manusia sebagai pribadi, individu itu hanya dapat mengetahui dan memahami tentang Tuhan itu, sebanyak seperti dia mengambil air dari samudera dan membawanya ke pantai. Ini bermakna apapun yang dikatakan manusia tentang Tuhan hanya sedikit yang dia ketahui, hanya sedikit yang dapat dia pahami.

Pengetahuan manusia tentang Tuhan ini, bagaikan orang buta yang membicarakan seekor gajah. Ada yang mengatakannya seperti tiang, ada yang mengatakannya seperti kipas, seperti tali atau seperti dinding. Hal ini disebabkan karena mereka masing-masing hanya dapat memegang salah satu anggota badan gajah itu sehingga tidak dapat menerangkan keseluruhan tentang gajah tersebut.

Bagian-bagian anggota badan gajah yang tampaknya terpisah dan berbeda-beda itu, bagi pencari kebenaran yang buta, telah dianggapnya dapat diketahuinya semua.

Demikianlah manusia dengan agama yang dianutnya dia bicara tentang Tuhan, namun hanya secuil saja yang diketahuinya, namun sudah berani mengklaim bahwa pandangan mereka itu sempurna dan menyeluruh. Mereka lupa bahwa Tuhan adalah seluruh Rupa dan seluruh Nama, seluruh Sifat dan seluruh Kekuatan.

Menurut Sai Baba lebih lanjut, Tuhan realitas inti segala wujud; semua diliputi Tuhan, semuanya adalah Tuhan. Prinsip, ilahi yang ada dalam diri tiap orang itu bagikan aliran listrik yang menyalakan bola-bola lampu, terdiri dari berbagai warna dan kekuatan. Walaupun terdiri dari macam-macam bola lampu dengan berbagai voltase dan warna, dalam bola lampu itu hanya terdapat satu aliran listrik. Meskipun kita dapat melihat macam-macam bentuk, warna dan aneka ragam barang di dunia, suku, kepercayaan dan kasta, kita harus tahu bahwa Tuhan hadir dalam semua itu, wujud di dalamnya sebenarnya hanyalah satu.

(5)

yang lain, sebagai yang maha kuasa dan maha sempurna, konsekwensinya Tuhan itu telah selesai bekerja untuk dunia. Pengelolaan dunia ini diserahkannya sepenuhnya kepada manusia sebagai mahluknya yang katanya paling sempurna yang diciptakannya. Kalau Tuhan belum selesai bekerja untuk ciptaannya (dunia ini), berarti Tuhan Itu belum dapat dikatakan Maha Sempurna.

2.3.2 Oposisi Biner dan Sang Penguasa

Apa fakta-fakta yang menunjukkan bahwa Tuhan itu ada dan dia sebagai pemilik jagat raya ini berserta isinya? Tuhan itu menciptakan oposisi biner, dua hal yang bertentangan tetapi menyatu dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ini fakta hanya fakta, tetapi sudah menjadi faktual.

Yang Beroposisi Biner

Positip Negatif

Baik Buruk

Terang Gelap Putih Hitam Bersih Kotor

Hidup Mati

Suci Kotor

Opisisi Biner dalam bentuk lain

Tuhan Tidak Tuhan

Ada Tuhan Tidak Ada Tuhan Percaya Tuhan Tidak Percaya Tuhan Yang Maha Kuasa Tidak Maha Kuasa

(6)

Maha

Agama Tidak Agama

Islam Tidak Islam

Kristen Tidak Kristen

Hindu Tidak Hindu

Budha Tidak Budha

Aliran Kepercayaan Tidak Aliran Kepercayaan Rahmatan lil'Alamin' Tidak Rahmatan lil'Alamin'

Terang Dunia Tidak Terang Dunia Garam Dunia Tidak Garam Dunia Dan lain-lain. Tidak dan lain-lain.

Di balik opsisi biner ini, ada sesuatu yang mengatur, ada dalangnya, oleh orang yang percaya akan adanya pencipta alam disebut Tuhan Yang Maha Esa. Oleh mereka yang tidak percaya akan adanya pencipta alam disebut fenomena alam.

2.3.3 Contoh Produk Bertuhan Secara Faktual: Contoh Kasus Kepercayaan Masyarakat Karo.

Ini hanya sekedar contoh, anda dapat mengambil contoh dari etnis anda sendiri.

Kepercayaan Karo jelas berbeda dengan agama Kristen, Islam atau Hindu. Kalau agama-agama tersebut dapat dikategorikan fakta, maka kepercayaan Karo maupun kepercayaan etnis lain sama-sama bersifat faktual.

Fakta maksudnya, agama seperti Kristen, Islam, Hindu itu adalah fakta. Sebagai fakta dia belum tentu faktual, sebab janjinya tidak dapat dibuktikan secara material. Surga atau neraka misalnya akan terbukti kalau kita sudah mati. Kalau kita sudah mati, apa masih bisa kita membuktikannya, karena tampaknya wacana surga neraka, dipakai, dilatarbelakangi (ukuran) keadaan duniawi.

(7)

kepada Tuhan Yang Maha Esa banyak yang tidak terkabul, dikatakan tidak dikabulkan Tuhan..

Wujud tertinggi Tuhan Yang Maha Esa yang disebut dengan berbagai nama seperti Dibata (Karo), Debata (Toba), Allah (Islam), Tuhan Allah (Kristen),

Penganut Kristen Tuhan Allah, Allah Bapa Penganut Hindu Sang Hiyang Widi Wasa

Flores Timur Lera Wulan Tanah Ekan (?) Lembata Lera Wulan Tanah Ekan (?) Sikka Ina Niang Tana Wawa/ Ama

Lero Wulang Reta (?)

Dibandingkan dengan etnis lain, sebenarnya kebudayaan etnis Karo, termasuk kepada salah satu budaya yang sudah tinggi tingkatannya. Dikatakan demikian sebab budaya etnis Karo tersebut sudah sampai kepada tingkat ketuhanan. Sebelum kedatangan Hindu, Islam/Kristen ke Tanah Karo, peradapan masyarakat Karo sudah mencapai tingkatan tersebut yaitu percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan segala yang ada di bumi dan di jagat raya ini. Bukti adanya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini adalah dilakukannya penghormatan secara periodik pada tempat-tempat tertentu yang dianggap tempat tersebut representasi dari Yang Maha Esa seperti di bawah pohon kayu yang besar, pada batu-batu yang besar dan sebagainya.

Tingkat kebudayaan tertinggi ini ditandai dengan adanya tiga perwujudan Tuhan (Dibata). Dalam buku Darwan Prints dan Darwin Prints Sejarah dan

(8)

Upacara Yang Bersifat Kepercayaan Dalam Masyarakat Karo

Sesuai dengan kepercayaan masyarakat Karo adanya Dibata Kaci-Kaci

(Dibata Datas), Tuhan yang menguasai alam yang di atas, Dibata Padukah Ni Aji (Dibata Tengah). Tuhan yang menguasai alam bagian tengah yaitu

Bumi dan Dibata Banua Koling (Dibata Teruh). Tuhan yang menguasai bawah tanah.

Berdasarkan kepercayaan masyarakat Karo ini, maka yang termasuk ke dalam kepercayaan antara lain adalah Silan. Pagar. Buah Huta-Huta, kemudian ada lagi seperti Ndilo Tendi, Erpangir Kulau, Perumah Begu,

Nengget, Ngarkari, Perselihi, Ngulakken, Ngeluncang, Njunjungi Beras Piher, Katika, Raleng Tendi, Mere Buah Uta-Uta, dan lainnya.

Selain masyarakat Karo juga percaya kepada peranan Guru, percaya kepada ada Jinujung.

Semua ini membuktikan bahwa masyarakat Karo dahulu adalah masyarakat yang relegius, masyarakat yang percaya adanya Yang Maha Esa .

Variasi kepercayaan di atas tentu diperoleh dari perjalanan batin nenek moyang masyarakat Karo itu sendiri, jadi dia bersifat akumulatif. Bukan rangkaian dari animisme atau dinamisme. Kepercayaan yang diperoleh ini adalah hasil dari perjalanan batin etnis Karo. Dia tidak berasal dari proses "pencucian otak", namun merupakan hasil kesadaran dan kerendahan hati. Hal inilah penyebab maka dahulu banyak penyebar agama sulit mengembangkan misinya kepada masyarakat Karo, selain memang struktur adat dan budaya masyarakat Karo yang kontekstual dengan kenyataan/kebutuhan hidup sehari-harinya, para penyebar agama terpaksa terlebih dahulu "mencuci otak" masyarakat Karo, agar misi mereka dapat diterima oleh masyarakat Karo sendiri.

Padahal dalam pandangan masyarakat lama Karo keberadaan Tuhan itu, bila diibaratkan dengan manusia, maka setiap jengkal tubuhNya baca kekuasaanNya, ada dirasakan getaran zat Tuhan tersebut. Pohon kayu, batu-batu besar atau benda-benda yang dianggap keramat yang masih bagian dari ciptaanNya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah, maka bila ada yang menyembah di sana, justru karena dirasakan ada zatNya di sana, bukan dalam kaitan menyembah berhala. Bukankah seumpama pohon kayu, batu-batu besar atau benda-benda yang dianggap keramat tersebut masih tetap bagian dari ciptaan Tuhan, dan di dalam ciptaanNya tersebut masih tetap terdapat zatNya.

(9)

Dikaitkan pandangan universal tentang eksistensi Tuhan di atas, jelas bahwa kepercayaan masyarakat Karo lama sama sekali tidak bertentangan dengan eksistensi Tuhan. Malah melalui kepercayaan tersebut, justru eksistensi Tuhan dapat lebih diresapi sebagai bagian dari penghayatan pribadi tentang ada tidaknya Tuhan, dan ada tidaknya kekuasaan Tuhan.

Jadi kepercayaan masyarakat Karo lama, sama sekali tidak bertentangan dengan keyakinan bahwa Tuhan itu esa (Yang Maha Esa). Tuhan hanya satu, kebiasaan memuja terhadap pohon-pohon kayu besar, batu-batu besar misalnya, menunjukkan di tempat itu juga ada dirasakan getaran dari ZAT Tuhan. Hal ini wajar saja sebab Tuhan adalah Penguasa seluruh Jagat Raya, sebagai penguasa jagat raya tentu ZATnya terdapat di setiap ciptaannya agar manusia dapat merasakan kekuasaannya dan menyadari Tuhan itu dimana saja bisa ada, tanpa sepengetahuan manusia itu, dengan cara begitu diharapkan manusia tidak mudah menjadi angkuh, dan sombong serta takabur. Dan ini adalah faktual.

3. Kesimpulan

Bertuhan secara fakta dan bertuhan secara faktual adalah dua hal yang berbeda. Bertuhan secara fakta, seseorang itu dapat saja percaya ada Tuhan itu, berdasarkan pengalaman orang lain, namun bertuhan secara faktual, seseorang itu percaya Tuhan karena memang dirasakannya ada keterbatasan dalam dirinya yang tidak dapat dipahaminya. Seseorang itu menyadari di balik opisisi biner, ada yang mengaturnya yang mungkin banyak yang menyebutnya dengan sebutan Tuhan.

Nenek moyang etnis Karo sama juga dengan nenek moyang etnis lain, sadar benar ini. Sehingga para nenek moyang tersebut menyembah, menghormati daerah-daerah yang dianggapnya “angker”.

Kepercayaan masyarakat Karo seperti ini tentu tidak dapat dipertentangkan atau disamakan dengan ajaran agama. Kepercayaan masyarakat Karo adalah bagian dari kebudayaan Karo yang bersifat kumulatif yang bersumber dari perjalanan batin nenek moyang masyarakat Karo itu sendiri (faktual), yang bertujuan membantu masyarakat Karo dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi sehari-hari, sedangkan agama yang banyak dianut masyarakat Karo bukanlah berasal dari hasil perjalanan batin nenek moyang masyarakat Karo dan itu dianggap fakta.

Kepercayaan masyarakat Karo tidak bertentangan dengan prinsip Keesaan Tuhan, tidak bertentangan dengan eksistensi Tuhan Yang Maha Sempurna, tetapi boleh jadi tidak seiring sejalan dengan ajaran Nabi. Masalahnya Nabi bukan Tuhan, dan Tuhan sendiri belum ada bukti memberikan mandat kepada siapapun di dunia ini untuk membela kepentingan Tuhan .

(10)

Karena kepada Tuhan adalah tujuan akhir pemujaan agama, maka Tuhan itu bebas nilai terhadap ciptaannya. Kalau disebut bebas nilai, maka Tuhan itu tidak mempunyai sifat memihak diantara hasil ciptaannya. Bila ada manusia membuat Tuhan memihak dirinya (sebagai manusia pribadi), sifat Tuhan tersebut dalam pandangannya bukan lagi esa.

Tuhan menciptakan manusia agar manusia dapat menjadi bijaksana bukan berperilaku sebaliknya, pijaksana, pijaksini.

Walaupun kepercayaan masyarakat Karo lama tidak dapat dimasukkan ke dalam agama universal, tetapi inti semangatnya sama dengan semangat agama yaitu percaya akan adanya Yang Maha Tunggal (Tuhan) (dalam agama), menyadari ada yang lebih berkuasa dari manusia (kepercayaan). Bila terus-menerus kita musuhi budaya tradisional kita ini dengan alasan bertentangan dengan agama, maka dimasa depan kita akan kehilangan salah satu unsur pendukung jatidiri kita sebagai etnis Karo (mungkin juga etnis lain). Padahal di masa depan, tidak tertutup kemungkinan, kemungkinan besar budaya seperti ini dapat menjadi salah satu sumber mata air bagi penyejuk bagi batin kita. Dalam beberapa kasus budaya tradisional yang mengandung unsur kepercayaan dan masih berkait ke bidang pengobatan, kini malah mulai diteliti orang untuk dikombinasikan dengan pengobatan moderen. Dalam prediksi dan kondisi serta posisi seperti ini, kebudayaan tradisional termasuk yang bersifat kepercayaan akan mendapat tempat tersendiri dalam kehidupan masyarakat, baik masyarakat awam, terlebih-lebih masyarakat ilmiah di masa depan. Masalahnya sekarang, haruskah kita musuhi terus produk budaya, hasil perjalanan batin nenek moyang kita ini?

Kemudian bila ada yang komplain terhadap pensejajaran kepercayaan dengan agama dengan alasan, agama mempunyai kitab suci, sedang kepercayaan tidak mempunyai kita suci sebagai panduan, pertanyaan terhadap komplain seperti ini, hingga hari ini, belum pernah terungkap bahwa Tuhan sebagai pemilik alam ini beserta isinya, ada memberikan surat perintah kepada salah seorang untuk mengatakan bahwa yang tertulis di dalam yang kita sebut kitab suci itu adalah benar-benar perintah Tuhan Yang Maha Esa. Belum ada. Yang ada hanyalah tafsir. Seseorang menafsirkan kemudian mengklaim untuk macam-macam kepentingan atas nama Tuhan, walaupun Tuhan tidak ada memberikan surat tugas atau surat perintah untuk melakukannya.

(11)

Ref.

Referensi

Dokumen terkait

Parfum Laundry Ngabang Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI JENIS PRODUK NYA:.. Kimia Untuk Laundry Kiloan/Satuan

Dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Nurjanah dan Yusthin Manglapy menilai health literacy pada mahasiswa semester I Fakultas Kesehatan Universitas Dian

Oleh karena itu kemampuan guru dalam menanamkan nilai kejujuran bagi anak usia dini merupakan keharusan yang tidak boleh dihindari (Ananda, 2017), karena dengan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh stress kerja terhadap disiplin kerja adalah pada saat beban kerja dari setiap tenaga kesehatan menumpuk

Pada perkembangan selanjutnya banyak bermunculan s}ah}i@fah- s}ah}i@fah yang memuat hadis Nabi di abad ketiga Hijriyah. Sedangkan kumpulan s}ah}i@fah tersebut merupakan

[r]

Selain itu, penurunan nilai persen pemanjangan diduga karena distribusi compatibilizer yang tidak merata pada matriks komposit, sehingga interkasi yang terjadi antara

Peringatan akan datangnya bencana dan angkara murka Dimalam gulita singgasana kaisar Persia hancur terbelah Sebagaimana kesatuan para sahabat kaisar yang terpecah Karena kesedihan